FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KEMAPUAN ANAK USIA DINI MELAKUKAN EKSPERIMEN
ABSTRAK
Anak
akan menjadi kreatif apabila anak mempunyai sedikit waktu bebas untuk
bermain dengan ide dan konsep yang dimilikinya. Selanjutnya, sarana harus
disediakan terutama saran bermain yang dapat mendorong anak untuk
melakukan percobaan dan eksplorasi terhadap sarana bermain tersebut. Hal
penting lainnya yaitu faktor lingkungan yang mendukung baik lingkungan
keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Mereka harus memberi hak kebebasan
terhadap kegiatan yang dilakukan anak.
Setiap
individu sebenarnya memiliki potensi untuk kreatif, dengan berbagai macam
bentuknya. Namun untuk lebih mengoptimalkan dan mengembangkan kreativitas lebih
lanjut, maka diperlukan peran lingkungan untuk merangsang dan lebih
mengembangkan kreativitas yang sudah ada. Lingkungan (dalam hal ini orang tua
dan guru di sekolah) berperan penting untuk mengembangkan dan mengoptimalkan
potensi-potensi kreatif pada anak. Namun sebaliknya tanpa disadari orang tua dan
guru juga dapat berperan sebagai penghambat dalam kreativitas anak. Untuk lebih
kita pahami bersama berikut ini penulis akan mencoba menguraikan faktor
pendukung dan penghambat dalam pengembangan kreativitas anak.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Anak usia dini merupakan sosok individu kecil yang sedang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat baik secara fisik maupun
psikologisnya. Masa usia dini biasanya dikenal dengan masa the golden age (masa
keemasan) yaitu masa dimana kemampuan otak anak dalam menyerap informasi sangat
tinggi. Pada masa ini anak mulai peka menerima berbagai rangsangan dari
lingkungannya, sehingga masa ini dapat dikatakan sebagai masa yang paling
potensial bagi anak untuk belajar dan mengembangkan seluruh kemampuan yang
dimilikinya.
Anak usia dini secara alamiah terlahir dengan membawa sejumlah
potensi yang siap untuk ditumbuh-kembangkan. Meskipun potensi tersebut sudah
ada didalam diri anak, namun tidak dapat berkembang dengan sendirinya tanpa
adanya rangsangan dari lingkungannya. Disinilah peran orang tua dan guru
menjadi sangat penting dalam mempersiapkan pendidikan bagi anaknya sedini
mungkin. Diharapkan dengan adanya perhatian dan kesadaran orang tua dan guru
terhadap pentingnya pendidikan anak usia dini dapat membawa dampak positif bagi
perkembangan dan pertumbuhan anak selanjutnya.
Pembinaan yang dimaksudkan
dalam kebijakan di
atas adalah salah
satu bentuk upaya yang dilakukan oleh guru dalam membimbing, mengasuh,
dan memberikan berbagai stimulasi yang berguna untuk membantu mengoptimalkan
seluruh aspek perkembangan anak dalam lima aspek bidang pengembangan anak usia
dini yang meliputi perkembangan nilai-nilai moral dan agama, bahasa,
fisik-motorik, sosial-emosional, kognitif, dan kreativitas sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan anak. Pendidikan anak usia dini merupakan hal
penting yang harus diperoleh semua anak karena dapat dijadikan bekal dalam
meraih kesuksesan kelak ketika mereka
dewasa. Selain itu,
dengan pendidikan anak
akan menjadi lebih matang yakni tubuh dan berkembang
sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga anak memiliki kesiapan dalam
menghadapi masa sekolahnya.
PEMBAHASAN
A. Kreativitas Anak Usia Dini
1. Anak Usia
Dini
Anak
usia dini merupakan sosok individu kecil yang tengah tumbuh dan berkembang
pesat baik secara fisik maupun psikologisnya. Dalam pasal 28 ayat 1
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, disebutkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang
usia 0-6 tahun. Montessori mengatakan bahwa masa usia dini merupakan fase
absorbmind yaitu masa menyerap pikiran (Rachmawati dan Kurniati, 2010:41). Pada
masa ini anak dengan mudah menyerap segala sesuatu yang terjadi dilingkungannya
seperti sebuah spon yang menyerap air. Masa ini biasa disebut dengan masa the
golden age atau masa keemasan, dimana kemampuan otak anak dalam menyerap
informasi sangat tinggi. Apapun informasi yang diperoleh anak akan berpengaruh
terhadap perkembangannya dikemudian hari. Jika pada masa ini anak diberikan
stimulasi yang tepat dan sesuai dengan tahapan perkembangan yang dilalui anak,
maka anak akan menjadi lebih matang baik secara fisik maupun psikologis dan
siap menghadapi masa sekolahnya.
Menurut
Hartanti (Aisyah, 2010:1.5) anak usia dini memiliki sejumlah karakteristik
yaitu mempunyai rasa ingin tahu yang besar, merupakan pribadi yang unik, suka
meniru, kaya akan fantasi dan imajinasi, suka bereksplorasi, masa yang paling
potensial untuk belajar, menunjukkan sikap egoisentris, dan bagian dari makhluk
sosial.
Anak
usia dini selalu ingin tahu, hal ini dapat dilihat dari sukanya anak bertanya,
mengamati sesuatu, dan suka mencoba-coba. Rasa ingin tahu sangat penting
dimiliki anak karena merupakan dasar memperoleh pengetahuan. Anak usia dini
suka meniru, anak akan meniru terhadap segala sesuatu yang tampak disekitarnya,
peniruan ini tidak hanya pada perilaku tetapi terhadap segala aktivitas yang
dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Selanjutnya, anak usia dini kaya akan fantasi
dan imajinasi. Hal ini sangat penting bagi pengembangan kreativitasnya. Anak
usia dini juga senang melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya dengan cara
melakukan trial and eror. Anak usia dini bagian dari makhluk sosial, hal
tersebut ditandai dengan sukanya anak bergaul dan bermain dengan teman
sebayanya. Ia mulai belajar berbagi, menunggu giliran, dan mengalah terhadap
temannya. Melalui interaksi sosial ini anak dapat belajar bersosialisasi dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masa usia dini merupakan masa yang
paling potensial bagi anak untuk belajar dan mengembangkan seluruh potensi yang
dimilikinya, sehingga perlu diberikan stimulasi untuk mengoptimalisasi seluruh
aspek perkembangan anak. Mengingat bahwa anak memiliki karakteristik yang unik
dan berbeda dengan orang dewasa, maka pemberian stimulasi harusdisesuaikan
dengan karakteristik dan perkembangan anak sehingga mereka dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
2. Pengertian
Kreativitas
Konsep
kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda berdasarkan sudut pandang
masing-masing ahli. “Menurut Supriadi kreativitas merupakan kemampuan seseorang
untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang
relatif berbeda dengan yang telah ada sebelumnya” (Susanto, 2011:114). Jadi,
ketika seseorang mampu menghasilkan gagasan maupun karya nyata yang unik dan
berbeda dari biasanya maka kita dapat mengatakan bahwa orang tersebut kreatif.
Sementara
itu, “Angelou menjelaskan bahwa kreativitas ditandai dengan kemampuan seseorang
untuk menciptakan, mengadakan, menemukan suatu bentuk baru dan atau
menghasilkan sesuatu melalui keterampilan imajinatif” (Sujiono, 2010:38).
Artinya bahwa, kreativitas merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang
untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru melalui imajinasinya.
Imajinasi yang dihasilkan oleh pemikiran seseorang dapat membuahkan
kreativitas. Kreativitas pada setiap orang akan berkembang secara optimal jika
di stimulasi dengan melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan kreatif.
Dari
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah
kemampuan seseorang dalam mengekspresikan ide-ide dan imajinasinya untuk
menciptakan sesuatu baik berupa gagasan maupun suatu karya. Jika dikaitkan
dengan anak usia dini, kreativitas merupakan kemampuan anak menciptakan suatu
karya melalui imajinasinya dengan mengeksplorasi berbagai media. Kreativitas
anak usia dini dapat dilihat pada saat anak mengeksplorasi berbagai media
melalui aktivitas atau kegiatan kreatif seperti menggambar, mewarnai, dan
membentuk playdough. Melalui kegiatan seperti ini memberikan wadah dan
kesempatan pada anak untuk mewujudkan ide dan imajinasi yang ada dipikirannya
sehingga dapat menghasilkan sebuah kreativitas.
3. Ciri-Ciri
Anak Kreatif
Anak kreatif memiliki beberapa
karakteristik yang berbeda dengan anak lainnya. Karakteristik anak yang kreatif
biasanya dapat dilihat pada saat mereka sedang melakukan aktivitas atau
kegiatan bermain.
Menurut Supriadi (Rachmawati dan
Kurniati 2010:15) ciri-ciri anak kreatif yaitu:
a)mempunyai rasa ingin tahu yang besar
b)
kaya
akan inisiatif
c)tertarik pada kegiatan kreatif
d)
kaya
akan imajinasi
e)percaya diri dan mandiri.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat diuraikan, bahwa seorang anak dapat disebut kreatif jika
anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar, contohnya ketika ia menemukan
benda-benda dan alat permainan yang menarik perhatiannya, anak akan
memperhatikan, mengamati, mencium, merabanya, dan jika perlu anak akan
memainkan dan membuat sesuatu melalui benda atau alat permainan tersebut,
dengan rasa keingintahuannya itu, terkadang anak tidak perduli apakah ia akan
menjadi kotor, basah, panas, ataupun sakit. Rasa ingin tahu yang besar selalu
melekat pada diri anak yang kreatif, dengan besarnya rasa keingintahuan
tersebut dapat mendorong anak mewujudkan kreativitasnya. Sebelum anak
menciptakan suatu karya, diawali oleh rasa keingintahuan terhadap suatu objek
atau suatu media, setelah media itu dieksplorasi secara berulang-ulang barulah
ia dapat menciptakan karya kreatif dari media tersebut. Anak kreatif kaya akan
inisiatif, inistiatif tersebut kelak dapat membuahkan kreativitas. Begitu anak
melihat suatu benda ia langsung terpikir untuk melakukan sesuatu. Contohnya,
begitu anak melihat lem, krayon, pensil, kertas, dan gunting ia langsung
mempunyai ide untuk membuat gambar kupu-kupu yang kemudian gambar tersebut
ditempelkan di pintu kamarnya. Demikianlah anak kreatif menunjukkan
inisitifnya, tidak jarang cetusan inisiatif anak membuat orang tua kagum dengan
inisiatif yang dimilikinya. Selain itu, anak kreatif juga suka dengan kegiatan
kreatif yang menantang, menarik, dan menyenangkan seperti melakukan percobaan,
bereksplorasi, dan berkreasi. Anak kreatif kaya akan imajinasi, dimana anak
kreatif dapat mewujudkan sesuatu yang ada dipikirannya, misalnya sepotong kayu
balok menjadi mobil, kertas menjadi topi, kardus menjadi pesawat terbang, dan
lain sebagainya. Percaya diri dan mandiri juga ditunjukan oleh anak kreatif,
kepercayaan diri ini mendorongnya untuk berani mencoba, berani bertanya dan
berani mengemukakan ide-idenya. Di samping itu, anak kreatif juga menunjukkan
sikap mandiri, mereka mampu menyelesaikan tugasnya sendiri tanpa bantuan orang
lain. Sikap mandiri ini sangat dibutuhkan oleh anak karena dapat melatih anak
untuk bertanggung jawab terhadap tugasnya sendiri.
4. Tahap-Tahap
Perkembangan Kreativitas Anak Usia Dini
Tahap perkembangan sesuai dengan
cakupan anak usia dini yaitu sebagai berikut:
1.
Tahap
Sensorimotor (usia 0-2 tahun
Pada tahap ini anak belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya
melalui panca inderanya yang dimulai dari gerakan reflek seperti menghisap,
menggenggam, melihat, melempar hingga pada akhir usia 2 tahun anak sudah dapat
menggunakan suatu benda dengan tujuan berbeda.
2.
Tahap
Praoprasional (usia 2-7 tahun)
Tahap ini merupakan masa permulaan anak untuk membangun
kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak
belum stabil dan belum terorganisir secara baik.
Fase ini dibagi menjadi 3 sub fase
berpikir:
a.
Berpikir
secara simbolik yaitu kemampuan berpikir tentang objek atau peristiwa secara
abstrak. Anak sudah dapat menggambarkan objek yang tidak ada dihadapannya.
Kemampuan berpikir simbolik, ditambah dengan kemampuan bahasa dan fantasi
sehingga anak mempunyai dimensi baru dalam bermain.
b.
Berpikir
secara egosentris, anak melihat dunia dengan perspektifnya sendiri, menilai
benar atau tidak berdasarkan sudut pandang mereka sendiri.
c.
Berpikir
secara intuitif yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu (menggambar atau
menyusun balok) tetapi tidak mengetahui alasan pasti mengapa melakukan hal
tersebut.
Berdasarkan gambaran umum teori perkembangan yang dikemukakan oleh
Piaget, dapat diuraikan bahwa pada dasarnya pada usia 2-7 tahun anak telah memiliki
potensi kreatif. Potensi
kreatif ini berhubungan
dengan tahapan awal berpikir simbolik. Dimana pada masa ini anak sudah
mampu menggunakan simbol untuk
mewakili objek atau
peristiwa yang tidak hadir secara nyata dihadapannya. Simbol
tersebut di gambarkan anak melalui bahasa, gambar, dan permainan khayalan
(Fantasi). Kemampuan berpikir simbolik ini ditandai dengan pemikiran anak yang sangat
imajinatif. Melalui imajinasinya itu, anak-anak dapat mengekspresikan apa yang
ada dalam pikiran mereka menjadi sebuah karya yang merupakan hasil dari
kreativitasnya sendiri.
5.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Kreativitas anak usia dini dalam
masa perkembangannya akan dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang bersifat
eksternal maupun yang bersifat internal. Berdasarkan pendapat di atas dapat
diuraikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas anak usia
dini yaitu:
1)
Faktor
Internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri anak yang dapat mempengaruhi
kreativitasnya yaitu:
a)
Faktor
biologis yaitu perkembangan kreativitas anak dipengaruhi oleh gen yang diwarisi
oleh kedua orang tuanya. Selain menghasilkan kesamaan fisik, genetik juga dapat
menghasilkan ciri-ciri psikologis seperti bakat dan kecerdasan. Bakat dan
kecerdasan diyakini dapat mempengaruhi kreativitas anak. Biasanya anak yang
berbakat dan memiliki kecerdasan tinggi akan menujukkan kreativitas yang baik
dibandingkan anak yang tidak berbakat dan memiliki kecerdasan rendah.
b)
Faktor
fisiologis. Kesehatan memiliki pengaruh terhadap perkembangan kreativitas anak.
Sehat dan aktifnya indera pada anak-anak akan berpengaruh pada perilaku dan
suasana hatinya. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang sehat akan menunjukkan
kreativitas yang lebih baik dan sebaliknya jika anak mengalami kesehatan yang
buruk dan kondisi tidak sehat disebabkan karena penyakit atau kecelakaan dapat
menghambatnya perkembangan kreativitasnya.
2)
Faktor
eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan anak
yang dapat mempengaruhi perkembangan kreativitasnya yaitu:
a.
Lingkungan
keluarga.
b.
Lingkungan
sekolah.
c.
Lingkungan
masyarakat.
6. Faktor
Pendukung dan Penghambat Kreativitas
Hurlock (Susanto, 2011:124)
mengemukakan beberapa faktor pendukung yang dapat meningkatkan kreativitas anak
yaitu:
a.
Waktu.
Anak akan kreatif apabila diberikan waktu bebas untuk bermain dengan gagasan
dan konsep yang dimilikinya.
b.
Kesempatan
menyendiri. Hanya apabila tidak mendapat tekanan dari kelompok sosial anak
menjadi kreatif.
c.
Dorongan
terlepas dari seberapa jauh prestasi anak memenuhi standar orang dewasa. Untuk
menjadi kreatif anak harus bebas dari ejekan dan kritikan.
d.
Sarana.
Sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan untuk merangsang
dorongan eksperimentasi dan eksplorasi yang merupakan unsur penting dari semua
kreativitas.
e.
Lingkungan
yang merangsang. Lingkungan rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas
anak.
f.
Hubungan
anak dan orang tua yang tidak posesif. Orang tua yang tidak terlalu posesif
terhadap anak, mendorong anak untuk mandiri dan percaya diri, dua kualitas yang
sangat mendukung kreativitas.
g.
Cara
mendidik anak. Mendidik anak secara demokratis di rumah dan sekolah dapat
meningkatkan kreativitas sedangkan cara mendidik otoriter memadamkannya.
h.
Kesempatan
untuk memperoleh pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan yang diperoleh anak,
semakin baik dasar untuk mencapai hasil yang kreatif.
Selanjutnya, Musbikin (2007:7)
mengemukakan beberapa faktor yang dapat menghambat perkembangan kreativitas
anak yaitu:
a.
Tidak
adanya dorongan bereksplorasi
b.
Jadwal
yang terlalu ketat
c.
Terlalu
menekankan kebersamaan keluarga
d.
Tidak
boleh berkhayal
e.
Orang
tua konservatif
f.
Over
Protektif
g.
Disiplin
Otoriter
h.
Penyediaan
alat permainan yang terstruktur
B. Pendidik
Anak Usia Dini
Guru
merupakan salah satu tokoh yang bermakna dalam kehidupan anak. Ditangan guru
yang cerdas dan kreatif, anak-anak dapat tumbuh menjadi manusia-manusia
berkualitas dan berkarya besar. Guru atau pendidik anak usia dini
diidentifikasi sebagai orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam
mendidik, mengajar, dan membimbing anak (Sujiono, 2007:7). Maka sudah
seharusnya guru menyadari akan tugas utamanya yaitu memberikan stimulasi atau
rangsangan pendidikan yang tepat dan sesuai dengan tahapan perkembangan yang
dilalui anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya
masing-masing.
Guru
memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak selama memberikan
stimulasi yang sesuai dengan karakteristik anak. Motivasi, dukungan serta
stimulasi yang diberikan guru sedikit banyak memiliki dampak bagi perkembangan
kreativitas anak, seperti yang dikemukakan oleh Masnipal (2013:238) yang
mengatakan bahwa semua anak pada dasarnya kreatif, tergantung usaha yang
dilakukan orang dewasa sekitar anak dalam menciptakan lingkungan yang membuat
kreativitas anak tumbuh subur. Sebagaimana pendapat tersebut bahwa selain
faktor genetik, guru menjadi salah satu faktor penting dalam usaha
menumbuh-kembangkan kreativitas anak usia dini.
Berikut ini bentuk interaksi guru
dan anak di kelas yang mendukung kreativitas anak menurut Torrance (Susanto,
2011:123) yaitu:
1)
Menghormati
pertanyaan-pertanyaan yang tidak biasa.
2)
Menghormati
gagasan-gagasan yang tidak biasa.
3)
Memberikan
kesempatan kepada anak untuk belajar atas prakarsanya sendiri.
4)
Memberi
penghargaan kepada anak.
5)
Meluangkan
waktu kepada anak untuk belajar dan sibuk diri tanpa suasana penilaian.
Anak
usia dini kaya akan imajinasi, dengan imajinasinya tersebut anak sering
mengukapkan pertanyaan dan ide-ide yang tidak biasa. Ungkapan seperti
“seandainya aku bisa terbang,” atau “apakah sikat gigi bisa digunakan untuk
mewarnai?” merupakan contoh dari pertanyaan dan ide yang tidak biasa. Sebagai
guru seharusnya selalu menghargai pertanyaan, ide, dan imajinasi anak. Apabila
anak merasa dihargai ia akan merasa percaya diri sehingga mereka dapat
mewujudkan idenya untuk menghasilkan sebuah kreativitas.
Selain
itu, untuk merangsang kreativitas anak sebaiknya guru memberikan kesempatan
pada anak untuk belajar atas prakarsanya sendiri terutama dalam hal
berkreativitas. Biarkan anak membuat suatu karya sesuai ide dan imajinasinya
sendiri, kebebasan akan membuat anak menghasilkan karya yang unik dan beragam.
Contohnya, guru memberikan anak selembar kertas kosong, pensil, dan cat
air/krayon kemudian biarkan anak untuk membuat suatu gambar dan mewarnainya
sesuai dengan imajinasinya sendiri tanpa contoh dari guru. Selain itu, berikan
juga media seperti playdough, melalui media tersebut anak dapat membuat sendiri
berbagai bentuk berdasarkan imajinasinya. Anak juga bisa bermain dengan
mencampurkan warna satu dengan warna lainnya, dengan adanya kebebasan ini akan
melatih anak untuk berpikir devergen sehingga mereka dapat menghasilkan
karya-karya kreatif yang unik dan beragam. Penghargaan juga perlu diberikan
pada anak, bukan hanya hadiah tetapi dapat berupa pujian, sentuhan, tepuk
tangan, dan lainnya.
Penghargaan
akan membuat anak merasa dihargai sehingga membuat anak menjadi lebih
percaya diri untuk
berhasil. Selain itu,
tidak memberikan penilaian atau menunda penilaian pada saat anak
sedang berkreativitas merupakan salah satu syarat untuk memupuk kreativitas.
Adapun beberapa faktor guru yang
dapat menghambat kreativitas anak menurut Copley (Susanto, 2011:125) sebagai
berikut:
1.
Penekanan
bahwa guru selalu benar
2.
Penekanan
berlebihan pada hafalan
3.
Penekanan
pada belajar secara mekanis teknik pemecahan masalah
4.
Penekanan
pada evaluasi eksternal
5.
Penekanan
secara ketat untuk menyelesaikan pekerjaan
6.
Perbedaan
secara khusus antara bekerja dan bermain dengan menekankan makna dan manfaat
bekerja sedangkan bermain adalah sekedar untuk rekreasi.
C. Model
Pembelajaran Anak Usia Dini
Proses
pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan memberikan
kesempatan pada anak untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui
pengalaman nyata karena hanya pengalaman nyatalah proses pembelajaranmenjadi lebih bermakna.
Menurut
pandangan Peaget (Sujiono, 2007:153) bahwa kognitif (daya pikir dan
kreativitas) anak berkembang melalui suatu proses active learning, para
pendidik hendaknya mengimplementasikan active learning dengan cara memberikan
kesempatan pada anak untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan yang dapat
mengoptimalkan penggunaan seluruh panca indera.
Dengan
belajar aktif proses pembelajaran yang berlangsung dilakukan atasdasar
inisiatif dari anak itu sendiri, pengetahuan tidak lagi ditransfer oleh
guru, tetapi anak
yang secara langsung
mencari tahu, menemukan,
dan mengeksplorasi sesuatu yang mereka pelajari. Melalui proses
pembelajaran seperti ini diharapkan dapat menghindari bentuk pembelajaran yang
berorientasi pada kehendak guru.
Menurut
Amri (2013:4) model pembelajaran adalah suatu desain atau rancangan yang
menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang
memungkinkan siswa berinteraksi dalam pembelajaran, sehingga terjadi perubahan
atau perkembangan pada diri siswa.
Menurut
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 146 Tahun 2014 Tentang
Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini menerangkan bahwa proses pembelajaran
anak usia dini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan
saintifik adalah pendekatan ilmiah (scientific approach) yang mencakup
rangkaian proses mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi
(mengasosiasi), dan mengkomunikasikan.
Keseluruhan
poses tersebut dilakukan dengan menggunakan seluruh indera serta berbagai
sumber dan media belajar. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 146 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini bahwa model
pembelajaran pada anak usia dini harus dilaksanakan menggunakan pendekatan
saintifik sebagai berikut:
1.
Mengamati,
dilakukan untuk mengetahui objek diantaranya dengan menggunakan indera seperti
melihat, mendengar, menghidu, dan meraba.
2.
Menanya,
anak didorong untuk bertanya, baik tentang objek yang diamati maupun hal-hal
yang ingin diketahui.
3.
Mengumpulkan
informasi, dilakukan melalui beragam cara misalnya: dengan melakukan, mencoba,
mendiskusikan, dan menyimpulkan hasil dari berbagai sumber.
4.
Mengasosiasikan,
menghubungkan informasi yang sudah dimiliki dengan informasi yang baru di
peroleh sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih baik.
5.
Mengkomunikasikan,
menyampaikan hal-hal yang telah dipelajari dalam berbagai bentuk, misalnya
melalui cerita, gerakan, dan dengan menunjukkan hasil karya berupa gambar,
berbagai bentuk dari adonan, boneka dari bubur kertas, kriya dari bahan daur
ulang, dan hasil anyaman.
D. Sarana dan
Prasarana
Kreativitas
anak dapat tumbuh dan berkembang karena adanya rangsangan dan lingkungan yang
memfasilitasi. Hurlock (Susanto, 2011:124) mengatakan bahwa faktor yang dapat
meningkatkan kreativitas anak salah satunya adalah sarana. Anak membutuhkan
guru untuk yang dapat memotivasinya begitu pula sarana dan prasarana juga harus
memadai untuk membantu anak mengembangkan segala potensinya termasuk
kreativitas. Dengan demikian, sarana dan prasarana menjadi salah satu faktor penting
yang dapat menunjang perkembangan kreativitas anak di sekolah.
Sarana
dan prasarana yang dimaksud adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
mendukung proses pembelajaran seperti halaman sekolah, ruang kelas,
perpustakaan, media pembelajaran, alat permainan eduktif luar ruangan (indoor)
dan alat permainan luar ruangan (outdoor).
Selanjutnya,
menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional No. 137 tahun 2014
Tentang Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan Anak Usia Dini bahwa PAUD formal
harus memiliki alat permainan edukatif yang aman dan sehat bagi anak sesuai
dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) dan memiliki fasilitas bermain di dalam
maupun di luar ruangan yang aman dan sehat.
Menurut
Sudono (Rusdinal dan Elizar, 2005:73) alat permainan edukatif dan sumber
belajar yang baku yang harus ada di taman kanak-kanak yaitu: (a) pasir dan bak
pasir; (b) bak air; (c) alat permainan balok; (d) alat permainan manipulatif;
(e) sudut rumah tangga dan tempat pelayanan masyarakat: (f) alat permainan
untuk berekspresi; (g) alat permainan konstruktif bersifat terstruktur dan
cair.
KESIMPULAN
Anak
usia dini merupakan sosok individu kecil yang tengah tumbuh dan berkembang
pesat baik secara fisik maupun psikologisnya. Dalam pasal 28 ayat 1
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, disebutkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang
usia 0-6 tahun. Montessori mengatakan bahwa masa usia dini merupakan fase
absorbmind yaitu masa menyerap pikiran. Anak usia dini selalu ingin tahu, hal
ini dapat dilihat dari sukanya anak bertanya, mengamati sesuatu, dan suka
mencoba-coba. Rasa ingin tahu sangat penting dimiliki anak karena merupakan
dasar memperoleh pengetahuan. Anak usia dini suka meniru, anak akan meniru
terhadap segala sesuatu yang tampak disekitarnya, peniruan ini tidak hanya pada
perilaku tetapi terhadap segala aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang
disekitarnya. Selanjutnya, anak usia dini kaya akan fantasi dan imajinasi. Hal
ini sangat penting bagi pengembangan kreativitasnya. Anak usia dini juga senang
melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya dengan cara melakukan trial and
eror. Konsep kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda berdasarkan sudut
pandang masing-masing ahli. “Menurut Supriadi kreativitas merupakan kemampuan
seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya
nyata, yang relatif berbeda dengan yang telah ada sebelumnya” (Susanto,
2011:114). Jadi, ketika seseorang mampu menghasilkan gagasan maupun karya nyata
yang unik dan berbeda dari biasanya maka kita dapat mengatakan bahwa orang
tersebut kreatif.
Menurut Supriadi (Rachmawati dan
Kurniati 2010:15) ciri-ciri anak kreatif yaitu:
f)
mempunyai
rasa ingin tahu yang besar
g)
kaya
akan inisiatif
h)
tertarik
pada kegiatan kreatif
i)
kaya
akan imajinasi
j)
percaya
diri dan mandiri.
Dua tahap perkembangan sesuai dengan
cakupan anak usia dini yaitu sebagai berikut:
1.
Tahap
Sensorimotor (usia 0-2 tahun
Pada tahap ini
anak belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya melalui panca inderanya yang
dimulai dari gerakan reflek seperti menghisap, menggenggam, melihat, melempar
hingga pada akhir usia 2 tahun anak sudah dapat menggunakan suatu benda dengan
tujuan berbeda.
2.
Tahap
Praoprasional (usia 2-7 tahun)
Tahap ini
merupakan masa permulaan anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun
pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak belum stabil dan belum
terorganisir secara baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dewantara, Ki Hajar. (1962). Bagian Pertama: Pendidikan.
Jogjakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
H Sunarto, Ny. B. Agung Hartono, 2006, Perkembangan Peserta
Didik, Penerbit : Rineka Cipta
Hadisubrata. (2001). Meningkatkan Intelegensi Anak. Jakarta:
Gunung Mulia.
Lee Salk dan Rita Karmer, 1981, Cara Membimbing Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak, Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Masitoh. et al. (2004). Strategi Pembelajaran TK. Jakarta:
Universitas Terbuka
Santrock, John W. (2002). Perkembangan Anak. Jakarta:
Erlangga
Solehuddin. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sujiono, Yuliani Nurani. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak
Usia Dini. Jakarta: P.T Macanan Jaya Cemerlang.
Zulkifli. (tt). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rosda Karya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar