Rabu, 03 Januari 2018

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAPUAN ANAK USIA DINI MELAKUKAN EKSPERIMEN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAPUAN ANAK USIA DINI MELAKUKAN EKSPERIMEN

ABSTRAK

Anak akan menjadi kreatif apabila anak mempunyai sedikit waktu bebas untuk bermain dengan ide dan konsep yang dimilikinya. Selanjutnya, sarana harus disediakan terutama saran bermain yang dapat mendorong anak untuk melakukan percobaan dan eksplorasi terhadap sarana bermain tersebut. Hal penting lainnya yaitu faktor lingkungan yang mendukung baik lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Mereka harus memberi hak kebebasan terhadap kegiatan yang dilakukan anak.
Setiap individu sebenarnya memiliki potensi untuk kreatif, dengan berbagai macam bentuknya. Namun untuk lebih mengoptimalkan dan mengembangkan kreativitas lebih lanjut, maka diperlukan peran lingkungan  untuk merangsang dan lebih mengembangkan kreativitas yang sudah ada. Lingkungan (dalam hal ini orang tua dan guru di sekolah) berperan penting untuk mengembangkan dan mengoptimalkan potensi-potensi kreatif pada anak. Namun sebaliknya tanpa disadari orang tua dan guru juga dapat berperan sebagai penghambat dalam kreativitas anak. Untuk lebih kita pahami bersama berikut ini penulis akan mencoba menguraikan faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan kreativitas anak.










PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Anak usia dini merupakan sosok individu kecil yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat baik secara fisik maupun psikologisnya. Masa usia dini biasanya dikenal dengan masa the golden age (masa keemasan) yaitu masa dimana kemampuan otak anak dalam menyerap informasi sangat tinggi. Pada masa ini anak mulai peka menerima berbagai rangsangan dari lingkungannya, sehingga masa ini dapat dikatakan sebagai masa yang paling potensial bagi anak untuk belajar dan mengembangkan seluruh kemampuan yang dimilikinya.
Anak usia dini secara alamiah terlahir dengan membawa sejumlah potensi yang siap untuk ditumbuh-kembangkan. Meskipun potensi tersebut sudah ada didalam diri anak, namun tidak dapat berkembang dengan sendirinya tanpa adanya rangsangan dari lingkungannya. Disinilah peran orang tua dan guru menjadi sangat penting dalam mempersiapkan pendidikan bagi anaknya sedini mungkin. Diharapkan dengan adanya perhatian dan kesadaran orang tua dan guru terhadap pentingnya pendidikan anak usia dini dapat membawa dampak positif bagi perkembangan dan pertumbuhan anak selanjutnya.
Pembinaan  yang  dimaksudkan  dalam  kebijakan  di  atas  adalah  salah  satu bentuk upaya yang dilakukan oleh guru dalam membimbing, mengasuh, dan memberikan berbagai stimulasi yang berguna untuk membantu mengoptimalkan seluruh aspek perkembangan anak dalam lima aspek bidang pengembangan anak usia dini yang meliputi perkembangan nilai-nilai moral dan agama, bahasa, fisik-motorik, sosial-emosional, kognitif, dan kreativitas sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak. Pendidikan anak usia dini merupakan hal penting yang harus diperoleh semua anak karena dapat dijadikan bekal dalam meraih kesuksesan kelak ketika mereka  dewasa.  Selain  itu,  dengan  pendidikan  anak  akan  menjadi  lebih matang yakni tubuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga anak memiliki kesiapan dalam menghadapi masa sekolahnya.



PEMBAHASAN

A.  Kreativitas Anak Usia Dini
1. Anak Usia Dini
Anak usia dini merupakan sosok individu kecil yang tengah tumbuh dan berkembang pesat baik secara fisik maupun psikologisnya. Dalam pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Montessori mengatakan bahwa masa usia dini merupakan fase absorbmind yaitu masa menyerap pikiran (Rachmawati dan Kurniati, 2010:41). Pada masa ini anak dengan mudah menyerap segala sesuatu yang terjadi dilingkungannya seperti sebuah spon yang menyerap air. Masa ini biasa disebut dengan masa the golden age atau masa keemasan, dimana kemampuan otak anak dalam menyerap informasi sangat tinggi. Apapun informasi yang diperoleh anak akan berpengaruh terhadap perkembangannya dikemudian hari. Jika pada masa ini anak diberikan stimulasi yang tepat dan sesuai dengan tahapan perkembangan yang dilalui anak, maka anak akan menjadi lebih matang baik secara fisik maupun psikologis dan siap menghadapi masa sekolahnya.
Menurut Hartanti (Aisyah, 2010:1.5) anak usia dini memiliki sejumlah karakteristik yaitu mempunyai rasa ingin tahu yang besar, merupakan pribadi yang unik, suka meniru, kaya akan fantasi dan imajinasi, suka bereksplorasi, masa yang paling potensial untuk belajar, menunjukkan sikap egoisentris, dan bagian dari makhluk sosial.
Anak usia dini selalu ingin tahu, hal ini dapat dilihat dari sukanya anak bertanya, mengamati sesuatu, dan suka mencoba-coba. Rasa ingin tahu sangat penting dimiliki anak karena merupakan dasar memperoleh pengetahuan. Anak usia dini suka meniru, anak akan meniru terhadap segala sesuatu yang tampak disekitarnya, peniruan ini tidak hanya pada perilaku tetapi terhadap segala aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Selanjutnya, anak usia dini kaya akan fantasi dan imajinasi. Hal ini sangat penting bagi pengembangan kreativitasnya. Anak usia dini juga senang melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya dengan cara melakukan trial and eror. Anak usia dini bagian dari makhluk sosial, hal tersebut ditandai dengan sukanya anak bergaul dan bermain dengan teman sebayanya. Ia mulai belajar berbagi, menunggu giliran, dan mengalah terhadap temannya. Melalui interaksi sosial ini anak dapat belajar bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masa usia dini merupakan masa yang paling potensial bagi anak untuk belajar dan mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, sehingga perlu diberikan stimulasi untuk mengoptimalisasi seluruh aspek perkembangan anak. Mengingat bahwa anak memiliki karakteristik yang unik dan berbeda dengan orang dewasa, maka pemberian stimulasi harusdisesuaikan dengan karakteristik dan perkembangan anak sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

2. Pengertian Kreativitas
Konsep kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda berdasarkan sudut pandang masing-masing ahli. “Menurut Supriadi kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan yang telah ada sebelumnya” (Susanto, 2011:114). Jadi, ketika seseorang mampu menghasilkan gagasan maupun karya nyata yang unik dan berbeda dari biasanya maka kita dapat mengatakan bahwa orang tersebut kreatif.
Sementara itu, “Angelou menjelaskan bahwa kreativitas ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menciptakan, mengadakan, menemukan suatu bentuk baru dan atau menghasilkan sesuatu melalui keterampilan imajinatif” (Sujiono, 2010:38). Artinya bahwa, kreativitas merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru melalui imajinasinya. Imajinasi yang dihasilkan oleh pemikiran seseorang dapat membuahkan kreativitas. Kreativitas pada setiap orang akan berkembang secara optimal jika di stimulasi dengan melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan kreatif.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang dalam mengekspresikan ide-ide dan imajinasinya untuk menciptakan sesuatu baik berupa gagasan maupun suatu karya. Jika dikaitkan dengan anak usia dini, kreativitas merupakan kemampuan anak menciptakan suatu karya melalui imajinasinya dengan mengeksplorasi berbagai media. Kreativitas anak usia dini dapat dilihat pada saat anak mengeksplorasi berbagai media melalui aktivitas atau kegiatan kreatif seperti menggambar, mewarnai, dan membentuk playdough. Melalui kegiatan seperti ini memberikan wadah dan kesempatan pada anak untuk mewujudkan ide dan imajinasi yang ada dipikirannya sehingga dapat menghasilkan sebuah kreativitas.

3. Ciri-Ciri Anak Kreatif
Anak kreatif memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan anak lainnya. Karakteristik anak yang kreatif biasanya dapat dilihat pada saat mereka sedang melakukan aktivitas atau kegiatan bermain.
Menurut Supriadi (Rachmawati dan Kurniati 2010:15) ciri-ciri anak kreatif yaitu:
a)mempunyai rasa ingin tahu yang besar
b)     kaya akan inisiatif
c)tertarik pada kegiatan kreatif
d)    kaya akan imajinasi
e)percaya diri dan mandiri.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diuraikan, bahwa seorang anak dapat disebut kreatif jika anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar, contohnya ketika ia menemukan benda-benda dan alat permainan yang menarik perhatiannya, anak akan memperhatikan, mengamati, mencium, merabanya, dan jika perlu anak akan memainkan dan membuat sesuatu melalui benda atau alat permainan tersebut, dengan rasa keingintahuannya itu, terkadang anak tidak perduli apakah ia akan menjadi kotor, basah, panas, ataupun sakit. Rasa ingin tahu yang besar selalu melekat pada diri anak yang kreatif, dengan besarnya rasa keingintahuan tersebut dapat mendorong anak mewujudkan kreativitasnya. Sebelum anak menciptakan suatu karya, diawali oleh rasa keingintahuan terhadap suatu objek atau suatu media, setelah media itu dieksplorasi secara berulang-ulang barulah ia dapat menciptakan karya kreatif dari media tersebut. Anak kreatif kaya akan inisiatif, inistiatif tersebut kelak dapat membuahkan kreativitas. Begitu anak melihat suatu benda ia langsung terpikir untuk melakukan sesuatu. Contohnya, begitu anak melihat lem, krayon, pensil, kertas, dan gunting ia langsung mempunyai ide untuk membuat gambar kupu-kupu yang kemudian gambar tersebut ditempelkan di pintu kamarnya. Demikianlah anak kreatif menunjukkan inisitifnya, tidak jarang cetusan inisiatif anak membuat orang tua kagum dengan inisiatif yang dimilikinya. Selain itu, anak kreatif juga suka dengan kegiatan kreatif yang menantang, menarik, dan menyenangkan seperti melakukan percobaan, bereksplorasi, dan berkreasi. Anak kreatif kaya akan imajinasi, dimana anak kreatif dapat mewujudkan sesuatu yang ada dipikirannya, misalnya sepotong kayu balok menjadi mobil, kertas menjadi topi, kardus menjadi pesawat terbang, dan lain sebagainya. Percaya diri dan mandiri juga ditunjukan oleh anak kreatif, kepercayaan diri ini mendorongnya untuk berani mencoba, berani bertanya dan berani mengemukakan ide-idenya. Di samping itu, anak kreatif juga menunjukkan sikap mandiri, mereka mampu menyelesaikan tugasnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Sikap mandiri ini sangat dibutuhkan oleh anak karena dapat melatih anak untuk bertanggung jawab terhadap tugasnya sendiri.

4. Tahap-Tahap Perkembangan Kreativitas Anak Usia Dini
Tahap perkembangan sesuai dengan cakupan anak usia dini yaitu sebagai berikut:
1.    Tahap Sensorimotor (usia 0-2 tahun
Pada tahap ini anak belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya melalui panca inderanya yang dimulai dari gerakan reflek seperti menghisap, menggenggam, melihat, melempar hingga pada akhir usia 2 tahun anak sudah dapat menggunakan suatu benda dengan tujuan berbeda.
2.    Tahap Praoprasional (usia 2-7 tahun)
Tahap ini merupakan masa permulaan anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak belum stabil dan belum terorganisir secara baik.

Fase ini dibagi menjadi 3 sub fase berpikir:
a.    Berpikir secara simbolik yaitu kemampuan berpikir tentang objek atau peristiwa secara abstrak. Anak sudah dapat menggambarkan objek yang tidak ada dihadapannya. Kemampuan berpikir simbolik, ditambah dengan kemampuan bahasa dan fantasi sehingga anak mempunyai dimensi baru dalam bermain.
b.    Berpikir secara egosentris, anak melihat dunia dengan perspektifnya sendiri, menilai benar atau tidak berdasarkan sudut pandang mereka sendiri.
c.    Berpikir secara intuitif yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu (menggambar atau menyusun balok) tetapi tidak mengetahui alasan pasti mengapa melakukan hal tersebut.
Berdasarkan gambaran umum teori perkembangan yang dikemukakan oleh Piaget, dapat diuraikan bahwa pada dasarnya pada usia 2-7 tahun anak telah  memiliki  potensi  kreatif.  Potensi  kreatif  ini  berhubungan  dengan tahapan awal berpikir simbolik. Dimana pada masa ini anak sudah mampu menggunakan  simbol  untuk  mewakili  objek  atau  peristiwa  yang  tidak hadir secara nyata dihadapannya. Simbol tersebut di gambarkan anak melalui bahasa, gambar, dan permainan khayalan (Fantasi). Kemampuan berpikir simbolik ini ditandai dengan pemikiran anak yang sangat imajinatif. Melalui imajinasinya itu, anak-anak dapat mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran mereka menjadi sebuah karya yang merupakan hasil dari kreativitasnya sendiri.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Kreativitas anak usia dini dalam masa perkembangannya akan dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang bersifat eksternal maupun yang bersifat internal. Berdasarkan pendapat di  atas dapat  diuraikan  faktor-faktor  yang dapat mempengaruhi kreativitas anak usia dini yaitu:
1)      Faktor Internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri anak yang dapat mempengaruhi kreativitasnya yaitu:
a)      Faktor biologis yaitu perkembangan kreativitas anak dipengaruhi oleh gen yang diwarisi oleh kedua orang tuanya. Selain menghasilkan kesamaan fisik, genetik juga dapat menghasilkan ciri-ciri psikologis seperti bakat dan kecerdasan. Bakat dan kecerdasan diyakini dapat mempengaruhi kreativitas anak. Biasanya anak yang berbakat dan memiliki kecerdasan tinggi akan menujukkan kreativitas yang baik dibandingkan anak yang tidak berbakat dan memiliki kecerdasan rendah.
b)      Faktor fisiologis. Kesehatan memiliki pengaruh terhadap perkembangan kreativitas anak. Sehat dan aktifnya indera pada anak-anak akan berpengaruh pada perilaku dan suasana hatinya. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang sehat akan menunjukkan kreativitas yang lebih baik dan sebaliknya jika anak mengalami kesehatan yang buruk dan kondisi tidak sehat disebabkan karena penyakit atau kecelakaan dapat menghambatnya perkembangan kreativitasnya.
2)      Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan anak yang dapat mempengaruhi perkembangan kreativitasnya yaitu:
a.    Lingkungan keluarga.  
b.    Lingkungan sekolah.
c.    Lingkungan masyarakat.        

6. Faktor Pendukung dan Penghambat Kreativitas
Hurlock (Susanto, 2011:124) mengemukakan beberapa faktor pendukung yang dapat meningkatkan kreativitas anak yaitu:
a.       Waktu. Anak akan kreatif apabila diberikan waktu bebas untuk bermain dengan gagasan dan konsep yang dimilikinya.
b.      Kesempatan menyendiri. Hanya apabila tidak mendapat tekanan dari kelompok sosial anak menjadi kreatif.
c.       Dorongan terlepas dari seberapa jauh prestasi anak memenuhi standar orang dewasa. Untuk menjadi kreatif anak harus bebas dari ejekan dan kritikan.
d.      Sarana. Sarana untuk bermain dan kelak sarana lainnya harus disediakan untuk merangsang dorongan eksperimentasi dan eksplorasi yang merupakan unsur penting dari semua kreativitas.
e.       Lingkungan yang merangsang. Lingkungan rumah dan sekolah harus merangsang kreativitas anak.
f.       Hubungan anak dan orang tua yang tidak posesif. Orang tua yang tidak terlalu posesif terhadap anak, mendorong anak untuk mandiri dan percaya diri, dua kualitas yang sangat mendukung kreativitas.
g.      Cara mendidik anak. Mendidik anak secara demokratis di rumah dan sekolah dapat meningkatkan kreativitas sedangkan cara mendidik otoriter memadamkannya.
h.      Kesempatan untuk memperoleh pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan yang diperoleh anak, semakin baik dasar untuk mencapai hasil yang kreatif.

Selanjutnya, Musbikin (2007:7) mengemukakan beberapa faktor yang dapat menghambat perkembangan kreativitas anak yaitu:
a.       Tidak adanya dorongan bereksplorasi
b.      Jadwal yang terlalu ketat
c.       Terlalu menekankan kebersamaan keluarga
d.      Tidak boleh berkhayal
e.       Orang tua konservatif
f.       Over Protektif
g.      Disiplin Otoriter
h.      Penyediaan alat permainan yang terstruktur

B. Pendidik Anak Usia Dini
Guru merupakan salah satu tokoh yang bermakna dalam kehidupan anak. Ditangan guru yang cerdas dan kreatif, anak-anak dapat tumbuh menjadi manusia-manusia berkualitas dan berkarya besar. Guru atau pendidik anak usia dini diidentifikasi sebagai orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing anak (Sujiono, 2007:7). Maka sudah seharusnya guru menyadari akan tugas utamanya yaitu memberikan stimulasi atau rangsangan pendidikan yang tepat dan sesuai dengan tahapan perkembangan yang dilalui anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing.
Guru memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak selama memberikan stimulasi yang sesuai dengan karakteristik anak. Motivasi, dukungan serta stimulasi yang diberikan guru sedikit banyak memiliki dampak bagi perkembangan kreativitas anak, seperti yang dikemukakan oleh Masnipal (2013:238) yang mengatakan bahwa semua anak pada dasarnya kreatif, tergantung usaha yang dilakukan orang dewasa sekitar anak dalam menciptakan lingkungan yang membuat kreativitas anak tumbuh subur. Sebagaimana pendapat tersebut bahwa selain faktor genetik, guru menjadi salah satu faktor penting dalam usaha menumbuh-kembangkan kreativitas anak usia dini.
Berikut ini bentuk interaksi guru dan anak di kelas yang mendukung kreativitas anak menurut Torrance (Susanto, 2011:123) yaitu:
1)         Menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak biasa.
2)         Menghormati gagasan-gagasan yang tidak biasa.
3)         Memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar atas prakarsanya sendiri.
4)         Memberi penghargaan kepada anak.
5)         Meluangkan waktu kepada anak untuk belajar dan sibuk diri tanpa suasana penilaian.
Anak usia dini kaya akan imajinasi, dengan imajinasinya tersebut anak sering mengukapkan pertanyaan dan ide-ide yang tidak biasa. Ungkapan seperti “seandainya aku bisa terbang,” atau “apakah sikat gigi bisa digunakan untuk mewarnai?” merupakan contoh dari pertanyaan dan ide yang tidak biasa. Sebagai guru seharusnya selalu menghargai pertanyaan, ide, dan imajinasi anak. Apabila anak merasa dihargai ia akan merasa percaya diri sehingga mereka dapat mewujudkan idenya untuk menghasilkan sebuah kreativitas.
Selain itu, untuk merangsang kreativitas anak sebaiknya guru memberikan kesempatan pada anak untuk belajar atas prakarsanya sendiri terutama dalam hal berkreativitas. Biarkan anak membuat suatu karya sesuai ide dan imajinasinya sendiri, kebebasan akan membuat anak menghasilkan karya yang unik dan beragam. Contohnya, guru memberikan anak selembar kertas kosong, pensil, dan cat air/krayon kemudian biarkan anak untuk membuat suatu gambar dan mewarnainya sesuai dengan imajinasinya sendiri tanpa contoh dari guru. Selain itu, berikan juga media seperti playdough, melalui media tersebut anak dapat membuat sendiri berbagai bentuk berdasarkan imajinasinya. Anak juga bisa bermain dengan mencampurkan warna satu dengan warna lainnya, dengan adanya kebebasan ini akan melatih anak untuk berpikir devergen sehingga mereka dapat menghasilkan karya-karya kreatif yang unik dan beragam. Penghargaan juga perlu diberikan pada anak, bukan hanya hadiah tetapi dapat berupa pujian, sentuhan, tepuk tangan, dan lainnya.
Penghargaan akan membuat anak merasa dihargai sehingga membuat anak menjadi  lebih  percaya  diri  untuk  berhasil.  Selain  itu,  tidak  memberikan penilaian     atau menunda penilaian pada saat anak sedang berkreativitas merupakan salah satu syarat untuk memupuk kreativitas.
Adapun beberapa faktor guru yang dapat menghambat kreativitas anak menurut Copley (Susanto, 2011:125) sebagai berikut:
1.          Penekanan bahwa guru selalu benar
2.          Penekanan berlebihan pada hafalan
3.          Penekanan pada belajar secara mekanis teknik pemecahan masalah
4.          Penekanan pada evaluasi eksternal
5.          Penekanan secara ketat untuk menyelesaikan pekerjaan
6.          Perbedaan secara khusus antara bekerja dan bermain dengan menekankan makna dan manfaat bekerja sedangkan bermain adalah sekedar untuk rekreasi.

C. Model Pembelajaran Anak Usia Dini
Proses pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan memberikan kesempatan pada anak untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui pengalaman nyata karena hanya pengalaman nyatalah proses pembelajaranmenjadi  lebih bermakna.
Menurut pandangan Peaget (Sujiono, 2007:153) bahwa kognitif (daya pikir dan kreativitas) anak berkembang melalui suatu proses active learning, para pendidik hendaknya mengimplementasikan active learning dengan cara memberikan kesempatan pada anak untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan yang dapat mengoptimalkan penggunaan seluruh panca indera.
Dengan belajar aktif proses pembelajaran yang berlangsung dilakukan atasdasar inisiatif dari anak itu sendiri, pengetahuan tidak lagi ditransfer oleh guru,  tetapi  anak  yang  secara  langsung  mencari  tahu,  menemukan,  dan mengeksplorasi sesuatu yang mereka pelajari. Melalui proses pembelajaran seperti ini diharapkan dapat menghindari bentuk pembelajaran yang berorientasi pada kehendak guru.
Menurut Amri (2013:4) model pembelajaran adalah suatu desain atau rancangan yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi dalam pembelajaran, sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 146 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini menerangkan bahwa proses pembelajaran anak usia dini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik adalah pendekatan ilmiah (scientific approach) yang mencakup rangkaian proses mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informasi (mengasosiasi), dan mengkomunikasikan.
Keseluruhan poses tersebut dilakukan dengan menggunakan seluruh indera serta berbagai sumber dan media belajar. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 146 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini bahwa model pembelajaran pada anak usia dini harus dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik sebagai berikut:
1.     Mengamati, dilakukan untuk mengetahui objek diantaranya dengan menggunakan indera seperti melihat, mendengar, menghidu, dan meraba.
2.     Menanya, anak didorong untuk bertanya, baik tentang objek yang diamati maupun hal-hal yang ingin diketahui.
3.     Mengumpulkan informasi, dilakukan melalui beragam cara misalnya: dengan melakukan, mencoba, mendiskusikan, dan menyimpulkan hasil dari berbagai sumber.
4.     Mengasosiasikan, menghubungkan informasi yang sudah dimiliki dengan informasi yang baru di peroleh sehingga mendapatkan pemahaman yang lebih baik.
5.     Mengkomunikasikan, menyampaikan hal-hal yang telah dipelajari dalam berbagai bentuk, misalnya melalui cerita, gerakan, dan dengan menunjukkan hasil karya berupa gambar, berbagai bentuk dari adonan, boneka dari bubur kertas, kriya dari bahan daur ulang, dan hasil anyaman.

D. Sarana dan Prasarana
Kreativitas anak dapat tumbuh dan berkembang karena adanya rangsangan dan lingkungan yang memfasilitasi. Hurlock (Susanto, 2011:124) mengatakan bahwa faktor yang dapat meningkatkan kreativitas anak salah satunya adalah sarana. Anak membutuhkan guru untuk yang dapat memotivasinya begitu pula sarana dan prasarana juga harus memadai untuk membantu anak mengembangkan segala potensinya termasuk kreativitas. Dengan demikian, sarana dan prasarana menjadi salah satu faktor penting yang dapat menunjang perkembangan kreativitas anak di sekolah.
Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran seperti halaman sekolah, ruang kelas, perpustakaan, media pembelajaran, alat permainan eduktif luar ruangan (indoor) dan alat permainan luar ruangan (outdoor).
Selanjutnya, menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional No. 137 tahun 2014 Tentang Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan Anak Usia Dini bahwa PAUD formal harus memiliki alat permainan edukatif yang aman dan sehat bagi anak sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) dan memiliki fasilitas bermain di dalam maupun di luar ruangan yang aman dan sehat.
Menurut Sudono (Rusdinal dan Elizar, 2005:73) alat permainan edukatif dan sumber belajar yang baku yang harus ada di taman kanak-kanak yaitu: (a) pasir dan bak pasir; (b) bak air; (c) alat permainan balok; (d) alat permainan manipulatif; (e) sudut rumah tangga dan tempat pelayanan masyarakat: (f) alat permainan untuk berekspresi; (g) alat permainan konstruktif bersifat terstruktur dan cair.














KESIMPULAN

Anak usia dini merupakan sosok individu kecil yang tengah tumbuh dan berkembang pesat baik secara fisik maupun psikologisnya. Dalam pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Montessori mengatakan bahwa masa usia dini merupakan fase absorbmind yaitu masa menyerap pikiran. Anak usia dini selalu ingin tahu, hal ini dapat dilihat dari sukanya anak bertanya, mengamati sesuatu, dan suka mencoba-coba. Rasa ingin tahu sangat penting dimiliki anak karena merupakan dasar memperoleh pengetahuan. Anak usia dini suka meniru, anak akan meniru terhadap segala sesuatu yang tampak disekitarnya, peniruan ini tidak hanya pada perilaku tetapi terhadap segala aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Selanjutnya, anak usia dini kaya akan fantasi dan imajinasi. Hal ini sangat penting bagi pengembangan kreativitasnya. Anak usia dini juga senang melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya dengan cara melakukan trial and eror. Konsep kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda berdasarkan sudut pandang masing-masing ahli. “Menurut Supriadi kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan yang telah ada sebelumnya” (Susanto, 2011:114). Jadi, ketika seseorang mampu menghasilkan gagasan maupun karya nyata yang unik dan berbeda dari biasanya maka kita dapat mengatakan bahwa orang tersebut kreatif.
Menurut Supriadi (Rachmawati dan Kurniati 2010:15) ciri-ciri anak kreatif yaitu:
f) mempunyai rasa ingin tahu yang besar
g)     kaya akan inisiatif
h)     tertarik pada kegiatan kreatif
i)  kaya akan imajinasi
j)  percaya diri dan mandiri.



Dua tahap perkembangan sesuai dengan cakupan anak usia dini yaitu sebagai berikut:
1.    Tahap Sensorimotor (usia 0-2 tahun
Pada tahap ini anak belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya melalui panca inderanya yang dimulai dari gerakan reflek seperti menghisap, menggenggam, melihat, melempar hingga pada akhir usia 2 tahun anak sudah dapat menggunakan suatu benda dengan tujuan berbeda.
2.    Tahap Praoprasional (usia 2-7 tahun)
Tahap ini merupakan masa permulaan anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak belum stabil dan belum terorganisir secara baik.




















DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, Ki Hajar. (1962). Bagian Pertama: Pendidikan. Jogjakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
H Sunarto, Ny. B. Agung Hartono, 2006, Perkembangan Peserta Didik, Penerbit : Rineka Cipta
Hadisubrata. (2001). Meningkatkan Intelegensi Anak. Jakarta: Gunung Mulia.
Lee Salk dan Rita Karmer, 1981, Cara Membimbing Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Masitoh. et al. (2004). Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka
Santrock, John W. (2002). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
Solehuddin. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sujiono, Yuliani Nurani. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: P.T Macanan Jaya Cemerlang.
Zulkifli. (tt). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rosda Karya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar