Jumat, 01 Desember 2017

MAKALAH PRINSIP-PRINSIP DARI EKONOMI ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kehadiran ekonomi Islam telah memunculkan harapan baru bagi banyak orang, khususnya bagi umat Islam akan sebuah ekonomi alternatif dari sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme sebagai arus utama perdebatan sebuah sistem ekonomi dunia, terutama sejak perang dunia II yang memunculkan banyak Negara-negara Islam bekas jajahan imperialis. Dalam hal ini, keberadaan ekonomi Islam sebagai sebuah model ekonomi alternatif memungkinkan bagi banyak pihak, muslim maupun non muslim untuk melakukan banyak penggalian kembali berbagai ajaran Islam. Khususnya yang menyangkut hubungan pemenuhan kebutuhan antar manusia melalui aktivitas perekonomian maupun aktifitas lainnya.
Meskipun begitu, system ekonomi dunia saat ini masih dikendalikan oleh system ekonomi kapitalisme, karena umat Islam sendiri masih terpecah dalam hal bentuk implementasiekonomi Islam dimasing-masing Negara. Kenyataan  ini oleh sebagian pemikir Islam masih diterima dengan lapang karena ekonomi Islam secara implementasinya di masa kini relatif masih baru.  Masih perlu dilakukan banyak sosialisasi dan pengarahan serta pengajaran kembali umat Islam untuk melakukan aktifitas ekonominya sesuai dengan hukum Islam. Sementara sebagai lainnya menilai bahwa faktor kekuasaan memainkan peran signifikan, karenanya mengkritisi bahwa ekonomi Islam atau ekonomi syariah belum akan dapat sesuai dengan syariah jika pemerintahnya sendiri belum menrapkan syariah dalam kebijakan-kebijakannya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari ekonomi Islam ?
2.      Apa saja prinsip-prinsip dari ekonomi Islam ?

C.     Tujuan
1.       Mahasiswa dapat mengetahui apa pengertian dari ekonomi Islam.
2.       Mahasiswa dapat  mengetahui apa prinsip-prinsip dari ekonomi Islam.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta benda menurut perspektif Islam. Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan peraturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaiman dirangkum dalam rukun Islam dan rukun iman. Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.

B.     Prinsip – prinsip Ekonomi Islam
Secara garis besar prinsip–prinsip ekonomi Islam, yaitu sebagai berikut :[1]
1.      Dalam ekonomi islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memenfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia, yaitu untuk diri sendiri dan orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebutakan dipertanngung jawabkannya di akhirat nanti.
2.      Islam mengakui kepemilikan pribadi atas batas-batas tertentu,  termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi.  Pertama ,kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan kedua, islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
3.      Kekuatan penggerak utama ekonomi islam adalah kerja sama seorang Muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerimaupah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegangan pada tuntutan Allah Swt.
4.      Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai capital produksi yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sistem ekonomi islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan system ekonomi kapitalis,  dimana kepemilikan industry di dominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan umum.
5.      Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak.
6.      Orang muslim harus beriman kepada Allah dan hari akhir, oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.
7.      Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang – orang yang membutuhkan.
8.      Islam melarang setiap pembayaran bunga (riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman tersebut berasal dari teman, perusahaan, perorangan, pemerintah maupun individual lain.
Menurut Sjaechul Hadi Poernomo sebagaimana dikutip oleh Abd.Shomad, beberapa prisip ekonomi Islam, yaitu :[2]
1.      Prinsip keadilan, mencakup seluruh aspek kehidupan, aspek ini merupakan aspek yang terpenting, sebagaiman telah dijelaskan dalam firman Allah, yaitu : QS. An – Nahl (16): 90: “sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, member kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran”.
Dan QS. Al – Hasyr (59): 7: “Apa saja harta rampasan (fai –i) yang diberitahukan Allah kepada Rasul- Nya (dari harta benda)yang berasal dari penduduk kota – kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak – anak yatim, orang – orang miskin dan orang – orang yang sedang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar diantara orang – orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Serta QS. Al – Maidah (5): 8: “ Hai orang – orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali – kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil .Berlaku adillah,karena adil itu lebih dekat dengan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2.      Prinsip al – ihsan (berbuat kebaikan), pemberian manfaat kepada orang lain lebih dari pada hak orang lain.
3.      Prinsip al – Mas’uliyah (accuntability, pertanggung jawaban), yang meliputi berbagai aspek, yakni pertanggung jawaban antara individu denagn individu (Mas’uliyah al – afrad), pertanggung jawaban dalam masyarakat (Mas’uliyah al- muj’tama), manusia dalam masyarakat diwajibkan melaksanakan kewajibannya demi terciptanya kesejahteraan anggota masyarakat secara keseluruhan, serta tanggung jawab pemerintah (Mas’uliyah al – daulah), tanggung jawab ini berkaitan dengan baitul mal.
4.      Prinsip al – kifayah (sufficiency), tujuan pokok dari prinsip ini adalah untuk membasmi kefakiran dan mencukupi kebutuhan primer seluruh anggota dalam masyarakat.
5.      Prinsip keseimbangan / prinsip wasathiyah (al – I’tidal, moderat, keseimbangan), syariat Islam mengakui hak pribadi dengan batas–batas tertentu. Syariat menentukan keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Hal ini tampak dari beberapa firman Allah :
a.       QS. Al – Isra’ (17): 29: “  Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya[3] karena itu kamu jadi tercela dan menyesal”.
b.      QS. Al – Furqan (25): 67: “ Dan orang–orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah–tengah antara yang demikian”.
c.       QS. Al – Isra’ (17): 27: “Sesungguhnya pemboros – pemboros itu adalah saudara–saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
d.      QS. Al – An’am (6): 141: “ Dan dialah yang menjadikan kebun–kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam – tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam–macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih–lebihan.  Sesungguhnya Allah tidakmenyukai orang yang berlebih – lebihan”.
6.      Prinsip Kejujuran dan Kebenaran. Prinsip ini merupakan sendi akhlak karimah. Prinsip ini tercemin dalam  :
a.       Prinsip transaksi yang dilarang, akad transaksi harus tegas, jelas, dan pasti. Baik benda yang menjadi objek akad, maupun harga barang yang diakadkan itu.
b.      Prinsip transaksi yang merugikan dilarang. Setiap transaksi yang merugikan diri sendiri maupun pihak kedua dan pihak ketiga dilarang. Sebagaimana sabda Rasullulah Saw.,: “tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri dan tidak boleh membahayakan (merugikan) pihak lain”
c.       Prinsip mengutamakan kepentingan sosial. Prinsip ini menekankan pentingnya kepentingan bersama yang harus didahulukan tanpa menyebabkan kerugian individu. Sebagaimana kaidah fiqhiyyah: “bila bertentangan antara kemaslahatan sosial dengan kemashalatan individu, maka diutamakan kepentingan sosial”.
d.      Prinsip manfaat. Objek transaksi harus memiliki manfaat, transaksi terhadap objek yang tidak bermanfaat menurut syariat dilarang.
e.       Prinsip transaksi yang mengandung riba dilarang.
f.       Prinsip suka sama suka (saling rela, ‘an taradhin). Prinsip ini berlandaskan pada firman Allah Swt., dalam QS. An-Nisa’ (4):29 “hai orang orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu,[4] sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
g.      prinsip tidak ada paksaan. Setiap orang memiliki kehendak yang bebas dari menetapkan akad, tanpa tunduk kepada pelaksanaan transaksi apapun, kecuali hal yang harus dilakukan oleh norma keadilan dan kemaslahatan masyarakat.
Menurut M. Umar Chapra, sebagaimana dikutip  oleh Neni Sri Imaniyati, prinsip ekonomi islam, yaitu:[5]
1.      Prinsip Tauhid (Keesaan Tuhan)
Prinsip tauhid dalam ekonomi islam sangat esensial sebab prinsip ini mengajarkan kepada manusia agar dalam hubungan kemanusiaan (hubungan horizontal), sama pentingnya dengan hubungan dengan Allah (hubungan vertikal) dalam arti manusia dalam melakukan aktivitas ekonominya didasarkan pada keadilan sosial yang bersumber kepada Al-Qur’an. Lapangan ekonomi (economic court) tidak lepas dari per hatian dan pengaturan islam. Islam melandaskan ekonomi sebagai usaha untuk bekal beribadah kepada-Nya. Dengan kata lain, tujuan usaha dalam Islam tidak semata-mata untuk mencapai keuntungan atau kepuasan materi (hedonism) dan kepentingan diri sendiri (individualis), tetapi juga kepuasan spiritual yang berkaitan erat dengan kepuasan sosial atau masyarakat luas. Dengan demikian, yang menjadi landasan ekonomi islam adalah tauhid ilahiyyah.
2.      Prinsip Perwakilan (Khilafah)
Manusia adalah Khilafah (wakil) Tuhan di muka bumi. Manusia telah dibekali dengan semua karakteristik mental dan spiritual serta materi untuk memungkinkan hidup dan mengemban misinya secara efektif. Posisi manusia sebagai khilafah dapat dilihat dalam berbagai ayat Al-Qur’an, berikut ini:
a.       QS. Al-Hadid (57):7: “berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamuj menguasainya.[6] Maka orang-orang yang beriman diantara kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”.
b.      QS. Shad (38): 28: “patutkah kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) kami menganggap orang-orang yang betakwa sama dengan orang-orang yang berbuat ma’siat?”.
c.       QS. Al-Fatir (35): 39: “Dia-lah yang menjadikan kamu Khilafah-khilafah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”.
d.      QS. Al-An’am (6): 165: “dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa  yang diberikan Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
e.       QS. Al-Baqarah (2): 30:”ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang Khilafah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa engkau hendak menjadikan (Khilafah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “ Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
3.      Prinsip Keadilan (‘Adalah)
Keadilan adalah salah satu prinsip yang penting dalam mekanisme perekonomian islam. Bersikap adil dalam ekonomi tidak hanya didasarkan pada ayat-ayat Al Qur’an atau Sunnah Rasul tapi juga berdasarkan pada pertimbangan hukum alam, alam diciptakan berdasarkan atas prinsip keseimbangan dan keadilan. Adil dalam ekonomi bisa diterapkan dalam penentuan harga, kualitas produksi, perlakuan terhadap para pekerja, dan dampak yang timbul dari berbagai kebijakan ekonomi yang dikeluarkan.
Penegakkan keadilan dan pembasmi bentuk diskriminasi  telah ditekankan oleh Al-Qur’an, bahkan salah satu tujuan utama risalah kenabian adalah untuk menegakkan keadilan. Bahkan Al-Qur’an menempatkan keadilan sederajat dengan kebajikan dan ketakwaan. Hal ini didasarkan pada QS. Al-Maidah (5): 8: “hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

4.      Prinsip Tazkiyah
Tazkiyah berarti penyucian (purification). Dalam konteks pembangunan, proses ini mutlak diperlukan sebelum manusia diserahi tugas sebagai agen of development. Jikalau proses ini dapat terlaksana dengan baik, apapun pembangunan dan pengembangan yang dilakukan oleh manusia tidak akan berakibat kecualu dengan kebaikan bagi diri sendiri , masyarakat dan lingkungan.[7]

5.      Prinsip al- Falah
Al-Falah adalah konsep tentang sukses dalam islam. Dalam konsep ini apapun jenisnya keberhasilan yang dicapai selama didunia akan memberikuan konstribusi untuk keberhasilan diakhirat kelak selama dalam keberhasilan ini dicapai dengan petunjuk allah. Oleh karena itu, dalam kacamata islam tidak ada dikotomi antara usaha-usaha untuk pembangunan didunia ( baik ekonomi maupun sektor lainnya), dengan persiapan untuk kehidupan diakhirat nanti.[8]


Menurut muslimin H.Kara sebagaimana dikutip oleh Neni sri imaniati,prinsip ekonomi islam, yaitu:[9]
1.      Manusia adalah makluk pengemban amanat allah untuk memakmurkan kehidupan dibumi, kehidupan sebagai khalifah (wakilnya) yang wajib menjalankan petunjuknya.
2.      Bumi dan langit seisinya diciptakan untuk melayani kepentingan hidup manusia, dan ditundukan kepadanya untuk memenuhi amanah allah. Allah jugalah pemilik mutlak atas semua ciptaannya.
3.      Manusia wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
4.      Kerja yang sesungguhnya adalah menghasilkan (produksi).
5.      Islam menentukan berbagai bentuk kerja yang halal dan yang haram, kerja yang halal saja yang dipandang sah.
6.      Hak milik manusia dibebani kewajiban2 yang diperuntukan bagi kepentingan masyarakat. Hak milik berfungsi sosial.
7.      Harta jangan beredar dikalangan kaum kaya saja, tetapi diratakan dengan jalan memenuhi kewajiban2 kebendaan yang telah ditetapkan dan menumbuhkan kepedulian sosial berupa anjuran berbagai macam sedekah.
8.      Harta jangan dihambur2kan untuk memenuhi kenikmatan melampau batas. Mensyukuri dan menikmati perolehan usaha hendaklah dalam batas yang dibenarkan saja.
9.      Kerja sama kemanusiaan yang bersifsat saling menolong dalam usaha memenuhi kebutuhan ditegakkan.
10.  Nilai keadilan dalam kerja sama kemanusiaan ditegakkan
11.  Nilai kehormatan manusia dijaga dan dikembangkan dalam usaha memproleh kecukupan dan kebutuhsn hidup.

Menurut Veithzal Rifai dan Andi Bukhari, prinsip dasar ekonomi islam, yaitu sebagai berikut:[10]
1.              Individual mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat dan berbuat suatu keputusan yang dianggap perlu selama tidak menyimpang dari kerangka syariat islam untuk mencapai kesejahteraan islam yang optimal dan menghindari kemungkinan terjadinya kekacauan dalam masyarakat.
2.              Islam mengakui hak milik individu dalam masalah harta sepanjang tidak merugikan kepentingan masyarakat luas.
3.              Islam juga mengakui bahwa tiap individu pelaku ekonomi mempunyai perbedaan potensi, yang berarti juga memberikan peluang yang luas bagi seseorang untuk mengoptimalkan kemampuannya dalam kegiatan ekonomi. Namun, hal ini kemudian ditunjang oleh seperangkat kaidah untuk menhindari kemungkinan terjadinya konsentrasi kekayaan pada sesorang atau sekelompok pengusaha dan mengabaikan kepentingan masyarakat.
4.              Islam tidak mengarahkan pada suatu tatanan masyarakat  yang menunjukan kesamaaan ekonomi, tetapi mendukung dan menggalakan terwujudnya tatanan kesamaan sosial. Kondisi ini mensyaratkan bahwa kekayaan negara yang dimiliki tidak hanya dimonopoli oleh segelintir masyarakat saja. Disamping itu dalam sebuah negara islam tiap individu punya luang yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dan melakukan aktivitas ekonomi.
5.              Adanya jaman sosial tiap individu dalam masyarakat. Menjadi tugas dan kewajiban negara untuk menjamin setiap warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya
6.              Instrumen islam mencegah kemungkinan konsentrasi kekayaan pada sekelompok kecil orang dan mangnjurkan agar kekayaan terdistribusi pada semua lapisan masyarakat melalui suatu mekanisme yang telah diatur oleh syariat.
7.           Islam melarang praktik penimbunan kekayaan secara berlebihan yang dapat merusak tatanan perekonomian masyarakat. Untuk mencegah kemungkinan munculnya praktik penimbunan, islam memberikan sanksi yang keras kepada para pelatihnya.
8.      Islam tidak mentolerir sedikitpun terhadap setiap praktik asosial dalam kehidupan masyarakat seperti minuman keras, perjudian, prostitusi, pengedaran ekstasi, pornografi, dsb.

Menurut AM.Hasan Ali, prinsip ekonomi islam yaitu:[11]
1.      Pelarangan riba
2.      Pembolehan jual beli
3.      Zakat
4.      Intersifiasi sedekah
5.      Prinsip musyarakah
6.      Larangan penimbunan dan
7.      Keaadilan ekonomi
Menurut Yusuf Qardhawi, sebagaimana dikutip oleh Sukarwo Wibowo dan Dedi Supriadi, prinsip-prinsip yang membangun ekonomi Islam adalah sebagai berikut: [12]
1.      Ekonomi Islam menghargai nilai harta benda dan kedudukannya dalam kehidupan. Harta merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan membantu melaksanakan kewajiban, seperti sekedar (zakat), haji, jihad, serta persiapan untuk memakmurkan bumi.
2.      Ekonomi Islam mempunyai keyakinan bahwa harta pada hakikatnya adalah milik Allah, sedangkan manusia hanya memegang amanah (sebagai titipan).
Allah berfirman dalam QS. Al-Hadid (57): 7 “berimanlah kamu kepada Allah dan Rasulnya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”.
3.      Ekonomi Islam memerintah manusia untuk berkreasi dan bekerja dengan baik. Islam mengerjakan umatnya untuk berusaha dan bekerja. Islam mengajarkan umatnya untuk meninggalkan sifat putus asa dan malas.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mulk (67): 15 “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”.
4.      Ekonomi Islam mengharamkan pendapatan dari pekerjaan yang kotor. Rasulullah SAW. Bersabda: “ Setiap daging yang tumbuh dari barang haram maka nerakalah yang lebih utama baginya”. ( HR. Ahmad)
5.      Ekonomi Islam mengakui hak kepemilikan pribadi dan memeliharanya
6.      Ekonomi Islam melarang pribadi untuk menguasai dan memonopoli barang-barang yang diperlukan masyarakat.
7.      Ekonomi Islam mencegah kepemilikan dari sesuatu yang membahayakan orang.
Rasulullah SAW. Bersabda: “ Tidak boleh membahayakan diri sendirindan orang lain”. ( HR. Ahmad dan Ibnu Majah )
8.      Ekonomi Islam menganjurkan untuk megembangkan harta dan melarang menimbun harta (emas, perak/uang). [13]
Allah berfirman dalam QS. At-Taubah (9): 34-35 “ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka ( lalu dikatakan) kepada mereka : “inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.

9.      Ekonomi Islam menganjurkan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi bagi umat.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2): 143 “ Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[14] agar kamu menjadi saksi asat (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan kamu). Dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia”.
10.  Ekonomi Islam menganjurkan adil dalam berinfak. Dan menjaga keseimbangan dalam bekerja.
11.  Ekonomi Islam mewajibkan takaful (saling menanggung) di antara anggota masyarakat.
12.  Ekonomi Islam mempersempit kesenjangan sosial dalam masyarakat.[15]
Menurut Ascarya, prinsip-prinsip ekonomi Islam yang sering disebut dalam berbagai literatur ekonomi Islam dapat dirangkum menjadi lima hal yaitu: [16]
1.      Sikap hemat dan tidak bemewah-mewahan (abstain from wasteful and luxurious living);
2.      Menjalankan usaha-usaha yang halal;
3.      Implementasi zakat (implementation of zakat);
4.      Penghapusan/ pelarangan riba (prohibition of riba); dan
5.      Pelarangan Masyir (judi/ spekulasi)


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

1.       Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
2.       Adapun prinsip dasar dari ekonomi Islam yaitu tauhid, akhlak dan keseimbangan
Dari beberapa prinsip ekonomi Islam yang dikemukakan oleh para pakar di atas, menurut penulis saling melengkapi.




[1] Abd. Shomad, Hukum Islam: PeenormaanPrinsip Syariah dalam Hukum Islam, (Jakarta: Kencana,2010), hlm. 76-77
[2] Ibid, hlm. 78-79
[3] Maksudnya jangan kamu terlalu kikir, dan jangan terlalu pemurah
[4] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
[5] Neni Sri Imaniyati, loc it., hlm. 25-27.
[6] Yang dimaksud dengan menguasai disini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. Hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. Karena itu tidak boleh kikir dan boros
[7] Ahmad Izzan dan Syahri Tanung, Loc.it., hlm. 40

[8] Ibid, hlm. 40
[9] Neni Sri Imaniyati, op.cit., hlm.29-30
[10] Veithzai Rivai dan Andi Bukhari, Islamic Economic, (Jakarta: Bumi Aksara,2009), hlm.20-21
[11] AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Persepektif Hukum Islam: suatu tinjauan Analisis Historis, teoritis dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2004, hlm. 22-23
[12] Sukarwo Wibowo dan Dedi Supriadi, Ekonomi Mikro Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 67
[13] Ibid, hlm. 68.
[14] Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik didunia maupun di akhirat.
[15] Sukarwo Wibowo dan Dedi Supriadi, op.cit., hlm. 70.
[16] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), hlm.7. 

MAKALAH JANGAN BERSIFAT SOMBONG DAN AROGAN

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULi
KATA PENGANTARii
DAFTAR ISIiii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang1
B.     Rumusan Masalah2
C.     Tujuan2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Makna Sombong3
B.     Bahaya Kesombongan3
C.     Sasaran Kesombongan4
D.    Kewajiban Mempertahankan Fitrah5
E.     Waspada Virus Perusak Kefitrahan7
F.      Waspada Terhadap Virus Perusak Fitrah8

BAB III PENNUTUP
A.    Kesimpulan13
B.     Saran13

DAFTAR PUSTAKA
  

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan Allah SWT. dengan fitrahnya yang bersih (hanif), yaitu berakidah dan bertauhid dalam arti kata manusia awal penciptaannya mengesakan Allah SWT semata, sebagaimana dalam QS. al A’raaf ayat 172:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-esaan Tuhan)”.
Ketika manusia masih di alam rahim Allah SWT. telah mengambil perjanjian suci atas kesiapan tulusnya menyembah hanya kepada-Nya sebelum lahir ke muka bumi ini, lalu ruh ditanya tentang kesiapan mengakui Allah SWT. sebagai Tuhannya dengan semua konsekuensinya, kemudian ruh menjawab bersaksi tiada Tuhan selain Allah. Untuk menjaga komitmen kehambaan yang diikrarkan tersebut maka Allah SWT. memerintahkan manusia setelah lahir sampai akhir hayatnya, agar menghadapkan wajahnya kepada agama yang lurus sebagai fitrah kehambaannya, sebagaimana QS. ar Rum ayat 30:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana manusia dapat berprilaku sombong dan arogan ?
2.      Mengapa Allah dan Rasullullah SAW melarang manusia untuk berprilaku sombong dan arogan?

C. Tujuan Penulisan
1.      Tujuan dari penulisan makalah ini agar manusia dapat memahami hikmah larangan dari berprilaku sombong dan arogan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Sombong
Ada dua jenis kesombongan, yang terbuka terang-terangan, nyata dan tersembunyi diam-diam, rahasia. Kesombongan yang tersembunyi adalah sebutan bagi perasaan dalam diri seseorang yang merasa serba lebih daripada orang lain. Bilamana ia diwjudkan dalam tindakan, maka ia disebut kesombongan yang terbuka, sombong yang terang-terangan. Perasaan unggul atau lebih (superioritas dari orang lain di dalam hati diisebut kibr (merasa lebih dari orang lain). Ketika kibr diungkapkan dalam perbuatan, ia disebut sombong (takabbur). Oleh karena itu merasa diri unggul, merasa lebih menjadi pokok pangkal kesombongan. Merasa diri lebih adalah takjub (heran dan bangga) bahwa dirinya lebih hebat, lebih pandai, lebih kaya, dan lebih saleh daripada orang lain. Ada tiga unsure yang terkait dengan kesombongan :
1.      Pelaku kesombongan (orang yang menyombongkan diri)
2.      Sasaran kesombongan (orang yang menjadi obyek kesombongan, orang yang kepada siapa kesombongan diperlihatkan)
3.      Tujuan untuk apa kesombongan diperlihatkan.
B. Bahaya Kesombongan
Rasulullah SAW bersabda, ‘ tidak akan masuk sorga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan walaupun hanya seberat atom” seseorang yang sombong tidak akan mencintai orang lain seperti ia mencintai dirinya sendiri karena ada rasa sombong di dalam hatinya. Ia juga tidak dapat melepaskan kebencian, iri dan dengki, karena rasa sombong tersebut.
Kesombongan juga tidak memungkinkan seseorang menegakkan kebenaran. Rasa sombong di dalam hati menyebabkan seseorang tidak dapat mengendalikan kemarahannya. Seseorang tidak akan mendapat ampunan karena ada rasa sombong di dalam hatinya. Ia pun tidak akan selamat dari celaan orang karena ada rasa sombong. Akibat terburuk dari rasa sombong seseorang terhadap orang lain yaitu ia tidak akan mendapatkan manfaat dari ilmu yang dimiliknya, tidak berusaha untuk mengenali kebenaran, dan tidak mengikutinya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,” masuklah ke pintu neraka dan tinggalah selamanya di dalamnya. Dan betapa buruklah tempat orang-orang yang sombong.” (Qs Az-Zuma [39]:72).
C. Sasaran Kesombongan
Ada beberapa sasaran kepada siapa kesombongan diperlihatkan, yaitu:
1.   Sikap dan perilaku kesombongan terhadap Allah Ta’ala adalah kesombongan terburuk. Kesombongan seperti ini disebabkan semata-mata oleh kebodohan dan kekufuran seperti kebodohan dan kekufuran Namrud dan Fir’aun.
2.   Sombong terhadap para nabi dan rasul. Ada orang yang menganggap dirinya lebih hebat dari pada nabi dan rasul, karena itu tidak mau mengikuti mereka dan rendah hati kepada mereka. Karena kebodohannya ia merasa dan menyangka bahwa kata-katanya niscaya benar.
3.   Sombong terhadap orang kebanyakan. Mengangap dirinya lebih besar, lebih pandai dibandingkan dengan orang lain dan memandang hina/rendah kepada mereka bearti kesombongan atasnya. Karena kesombongannya itu, ia menjaga jarak bahkan menjauhkan diri tidak mau bergaul dengan orang lain. Perbuatan itu adalah sangat buruk karena dua alasan. Alasan pertama adalah bahwa kesombongan, kebesaran, dan kehebatan hanya semata milik Tuhan Yang Mahatinggi. Manusia, yang secara alamiah lemah dan tak berdaya, sesungguhnya tidak mampu melakukan sesuatupun. Alasan kedua adalah kesombongan atau takabur mengakibatkan seseorang tidak menaati perintah Allah Ta’ala, karena orang yang sombong cenderung tidak mau mendengar nasihat dari seseorang Allah Azza Wa Jallaj bermain, “Dan orang-orang yang kafir berkata, “janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya supaya kamu dapat mengalahkan (mereka).” (Qs. Fushshilat: 41:26). Inilah kebiasaan orang-orangkafir yang tidak mau mendengar-apalagi menerima kebenaran.

Setan adalah contoh paling baik untuk menggambarkan takabur atau kesombongan. Ia diusir oleh Allah dari Sorga karena bersikup takabur dan tidak mau sujud (maksudnya: menghormat) kepada Adam As karena tidak taat (membangkang) kepada perintah perintah Allah. Iblis berkata, “Aku lebih baik darinya, karena engkau ciptkan aku dari apai, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (Qs. Shad: 38: 76). Sifat takabur inilah yang menentukan nasib Iblis selamanya.
D. Kewajiban Mempertahankan Fitrah
Umat Islam telah melewati sebuah masa yang penuh kemuliaan dan keberkahan, suatu waktu dimana banyak sekali mereka melakukan ketaatan, menyibukkan dan mengisinya dengan amal peribadatan. Masa itu dinamakan bulan Ramadhan penuh keberkahan (syahrun barakah), hari-harinya penuh kemuliaan, dan malam-malamnya bertebar keutamaan (fadhilah). Orang-orang beriman bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan berlomba-lomba menuju pintu-pintu kebaikan. Sesungguhnya seorang mukmin merasa senang melihat orang-orang melaksanakan ketaatan dan berlomba-lomba dalam beribadah, dan menegakkan amal kebajikan di bulan yang agung tersebut.[1]
Menggapai niai fitrah bukan suatu yang mudah, tetapi merupakan perjuangan panjang sekurang-kurangnya berjumlah 29 atau 30 hari selama Ramadhan. Usaha menggapai kefitrahan ini dilalui dengan berbagai macam latihan (tadribat) melalui amalan ibadah wajib dan sunnah lainnya. Setelah memperoleh kefitrahan itu, menjaga fitrah itu akan terus bertahan (survive) dan kontinyu tidak kalah pentingnya. Agak ironis dan miris jika seseorang rajin shalat jama’ah, tadarus Qur’an dan berzikir selama bulan Ramadhan, namun pasca Ramadhan menjadi malas, jarang ke mesjid, tidak lagi memegang Qur’an, bibirnya kering dari menyebut asma Allah, tanganya pelit mengulurkan infaq. Dengan demikian latihan selama bulan Ramadhan yang ditempa dan digembleng tidak memberikan dampak positif dan signifikan dalam kehidupan sehari-harinya.[2]
Madrasah Ramadhan telah berlalu, hakikatnya sebagai traning centre untuk mendidik umat selama sebulan dengan berbagai kegiatan ibadah agar menjadi bekal dalam menjalani hidup sebelas bulan berikutnya atau hingga sampai Ramadhan yang akan datang. Bukankah yang keluar dari madrasah Ramadhan itu adalah mereka yang dibersihkan dari segala debu-debu dosa terdahulu kemudian memperoleh kemenangan hakiki. Tentu kefitrahan diri dan peleburan dosa itu akan diraih dengan satu catatan jika benar-benar mengoptimalkan diri dalam beribadah selama sebulan dengan penuh harap akan ampunan Allah SWT.
Banyak hal-hal positif yang dapat dilakukan agar kefitrahan yang telah diraihi saat tanggal 1 Syawal (Idul Fitri) menjadi sempurna adanya. Caranya setiap pribadi harus selalau berupaya untuk meneruskan semua perilaku shalih selamai bulan Ramadhan yang telah berlalu, amaliah sunnah yang biasa dikerjakan karena pahala berlipat-ganda di bulan Ramadan  haruslah dapat dipertahankan mulai dari bulan Syawal hingga berjumpa kembali dengan Ramadhan akan datang.
Menjaga kefitrahan dengan cara menanamkan adanya rasa kawatir dan takut kembali kepada jurang debu-debu dosa (baik kecil, besar, tersembunyi atau pun terang-terangan) dan sekaligus berusaha menjauhi diri dari perbuatan maksiat, dan perbuatan sia-sia pasca Ramadhan. Kewajiban puasa telah memberi garansi taqwa bagi orang beriman yang memenuhi perintah kewajiban puasa. Jaga dengan erat amanah kefitrahan sebaik-baiknya dengan harapan akan lahir insan yang bertaqwa dapat terwujud secara kaffah di muka bumi ini dan diharapkan akan menjadi bagian dari penyelesaian ragam persoalan umat (problem solving) yang kian hari semakin kompleks.
E. Waspada Virus Perusak Kefitrahan
Meskipun manusia saat dilahirkan membawa keadaan fitrah yang hanif, tapi bagaiamana pun akhir perjalanan hidupnya tidak ada yang bisa menaksir dan mengetahuinya. Berbagai faktor dan rintangan dalam perjalanan hidupnya tentu bisa menjadi penyebab seorang keluar dari fitrahnya. Perubahan bisa saja terjadi secara berlahan-lahan dan bisa juga cepat.
Oleh karena itu setiap orang telah diberi fitrah oleh Yang Maha Pencipta berupa kefitrahan hanif (jiwa yang lurus). Setiap manusia mengawali kehidupannya dengan modal fitrah hanif ini, setelah itu bisa saja akan terjadi perubahan yang sangat cepat dan drastis tanpa bisa diduga kemana tujuan arahnya. Ingat dan waspada para penyeru dan penyebar virus untuk merusak fitrah ini jumlahnya sangat banyak dan bertebaran sehingga jangan heran bila orang yang keluar dari jalur kefitrahan jiwa ini lebih banyak daripada yang istiqamah. Dalam konteks ini berbagai kisah-kisah sebelum dan saat nenek moyang manusia Adam as diturunkan ke muka bumi ini cukup menjadi pelajaran betapa makhluk Tuhan saat penciptaannya berada dalam bingkai fitrah pada akhirnya tergelincir dari fitrah yang hanif bahkan menjadi durhaka dan mendapat laknat Allah SWT.
Tergelincirnya seseorang dari fitrahnya yang hanif, di antaranya disebabkan faktor pendidikan. Tingkat pendidikan rendah dan lemah, maka akidahnya mudah goyah dan mempunyai pola fikir menerima apa adanya. Karena itu, pendidikan akidah harus diajarkan sedini mungkin. Oleh karena itu pendidikan akidah sudah dimulai pra menikah, ditanamkan pada anak saat masih dalam kandungan, saat dilahirkan dan sesudah dilahirkan, maupun selama masa pertumbuhannya. Demikian juga terkadang juga disebabkan oleh faktor ekonomi saat mapan ataupun lemahnya ekonomi sehingga bisa membuat keluar dari fitrahnya yang hanif, orang bisa menjadi goyah dan mengambil jalan pintas, akibat kemiskinan membuat orang berpindah keyakinan dan ketika kaya pun akan lupa diri.
F. Waspada Terhadap Virus Perusak Fitrah
Agar kefitrahan terus terpelihara, ada empat hal yang perlu diperhatikan dengan serius, dari keempat hal itu ada yang perlu dijauhi, namun perlu juga diarahkan secara proporsional. Dari keempat hal itu jika tidak dapat dijauhi tapi justeru terperdaya dan terpesona maka virus telah mengerongoti sehingga merusak fitrah yang hanif, keempat virus itu, ialah:
1.      Sifat kesombongan atau arogansi
2.      Limpahan harta kekayaan
3.      Kekuasaan dan Jabatan
4.      Tradisi nenek moyang.
Sifat sombong atau arogansi merupakan kagum terhadap diri sendiri dan merasa lebih tinggi daripada yang lain. Nabi Saw. mengingatkan agar hati-hati terhadap sifat sombong:
مَنْ كاَنَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ كِبْرٍ ٬ كَبَّهُ اﷲُ لِوَجْهِهِ فِي النَّارِ
Artinya : "Barang siapa ada dalam hatinya seberat biji sawi ada kesombongan (sikap arogan), Allah akan menelungkupkan wajahnya dalam neraka." (HR. Ahmad). 
Arogan merupakan sikap angkuh dan sombong yang ditunjukkan seseorang yang merasa dirinya yang paling; hebat, pintar, berkuasa, berperan jika dibandingkan dengan orang lain. Penyakit mental ini biasanya menjangkiti seseorang yang sedang berada dalam posisi puncak, dan karirnya menanjak atau bisnisnya berkembang pesat. Kesombongan bisa berarti kecongkakan, kesombongan, keangkuhan, dimana sifat sombong bisa hinggap pada siapa saja tanpa pandang strata sosial. Pejabat dihinggapi sifat sombong karena kekuasaan yang dimilikinya. Orang kaya harta bersifat sombong karena dengan kekayaan yang dimiliki yakin dapat membeli apapun juga. Orang berwajah ganteng atau cantik, bisa sombong karena wajahnya. Bahkan sifat sombong itu juga melekat pada orang miskin, dan pada rakyat jelata. Oleh karenanya sikap arogansi bisa terjangkit pada siapa saja dan dalam jabatan saja. Oleh karenanya kriteria yang sombong dilihat dari aspek ketika ia menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.
Sikap kesombonganlah yang mengikis habis kefitrahan fitrah Iblis dan menggelincirkannya ke lembah kekafiran dan kesesatan sampai akhir zaman, padahal menurut riwayat sebelum Nabi Adam as. diciptakan Iblis sudah terlebih dahulu mengabdikan dirinya untuk menyembah Allah SWT. dengan ketaatannya kurun waktu 6000 tahun lamanya. Kisah tergelincirnya Iblis diabadikan oleh Allah SWT. dalam Al Quran, di antaranya QS. al A’raf ayat 13:
قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَن تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصّٰغِرِينَ ﴿الأعراف:١٣﴾
Artinya: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina". (Al-A’raf 7:13)
Namun tidak sedikit manusia mengikuti jejak Iblis. Merasa apa yang dimilikinya merupakan hasil jerih payah sendiri dan tidak ada sangkut-paut dengan Sang Maha Pencipta, mereka telah lupa bahwa ketika dilahirkan tidak lebih daripada makhluk lemah dan takberdaya atau tidak membawa apa-apa. Mereka menjadi bertenaga karena Allah yang menguatkan fisiknya, kaya arena Allah memberinya rezki, berilmu karena Allah telah mengkaruniai ilmu pengetahuan. Jadi atas dasar apa manusia harus sombong. Bukakan kah saat lahir tidak punya apa-apa dan saat meninggalkan dunia tidak membawa apa-apa kecuali hanya amal perbuatan.
Jika ingin meraihi kesuksesan dan mempertahankan, hindari sikap sombong dan arogan. Sebab salah satu hal yang dapat menjadikan fitrah manusia rusak adalah rasa bangga atau ta’jub pada diri sendiri, kalau sudah merasa bangga terhadap diri sendiri maka akan merasa cukup dengan itu, akhirnya akan menghantarkan pada sikap sombong atau arogan. Menjadi sunnatullah semua orang senang dengan harta kekayaan, tak terkecuali siapa pun dia manusianya. Allah SWT. menghadirkan rasa senang pada diri manusia terhadap harta benda, dalam semua bentuknya. Harta yang ada di tangan manusia, statusnya hanya titipan dari Allah sebagai perhiasan hidup dunia, dan sekaligus juga sebagai ujian keimanan, serta bekal untuk beribadah, dan kenikmatan yang harus disyukuri.
Harta merupakan perhiasan hidup di dunia, setiap perhiasan akan membuat seseorang yang memakainya akan kelihatan lebih; indah, menawan, rapi, elok, cantik atau ganteng. Namun demikian harus dipahami yang namanya perhiasan akan terlihat indah tatkala dikenakan atau dipakai secara seimbang dan proporsional, sesuai kewajaran, kepatutan dan kebutuhan. Jika sudah berlebihan eksistensi keindahan itu akan menjadi hilang. Boleh saja bersenang- senang dan berhias dengan harta bendanya di dunia, tapi tidak boleh berlebihan, dan membuatnya lalai dari mengingat pemilik harta yang sesungguhnya.
Salah satu faktor utama membawa dan menghantarkan manusia tergelincir dari kefitrahannya hingga ke lembah kehancuran adalah harta kekayaan, sebab untuk urusan harta benda mayoritas manusia akan menunjukkan watak asli yaitu serakah dan tidak pernah merasa puas, berapapun harta yang telah dimiliki dan didapati, keserakahan manusia baru bisa dihentikan hanya melalui pintu kematian.
Tidak sedikit manusia yang begitu dekat dengan Allah SWT. ketika diuji dengan kemiskinan, ibadahnya tekun, kepada sesama ia santun, kepada orang menderita ia sangat peduli sosial. Namun ketika rezekinya melimpah-ruah, ia pun langsung berubah. Ujian kekayaan membuatnya lupa diri dan jauh dari Allah. Pada saat yang sama, sifat kikir dan tidak peduli dengan nasib orang yang menderita pun melekat pada dirinya, disusul dengan munculnya sifat tamak dalam jiwanya. Ia tidak hanya kikir, tetapi juga serakah.
Quran mengabadikan kisah sosok milyarder serakah dengan segala kekikirannya untuk dijadikan pelajaran dan peringatan yaitu Qarun. Qarun adalah seorang yang berilmu dan mempunyai harta benda yang tak terhingga banyaknya. Allah mengaruniai Qarun harta yang sangat banyak dan perbendaharaan yang melimpah ruah, yang banyak memenuhi lemari simpanan. Harta kekayaan dan lemari-lemarinya sangat berat untuk diangkat, karena banyaknya isi kekayaannya. Kekayaan itu bukannya disyukuri, tetapi malah membuatnya sombong jauh dari kefitrahan yang hanif. Pada akhirnya dia hancur lebur beserta apa yang dimilikinya, karena mengingkari agama Allah SWT. Semua kekayaan beserta keserakahan dan ketamakannya, akhirnya lenyap ditelan bumi. Kisahnya diabadikan dalam QS. al Qashash ayat 76 -84.
Ironisnya dari waktu ke waktu selalu saja muncul para penerus generasi seperti Qarun. Mereka tampil sebagai kaum hartawan yang gemar bermewah-mewah berpesta-pora di tengah mayoritas rakyat miskin dan melarat.Banyak manusia oleh karena harta, dimana si miskin mengadaikan aqidahnya, demi harta orang nekat merampas, merampok, korupsi, membegal, dan membunuh. Demi harta kekayaan banyak pejabat dan mantan pejabat di negeri harus menghabiskan umurnya di dalam teruji besi.
Kekuasaan dan jabatan hakikatnya bukanlah kehormatan melainkan hanya tanggung jawab (mas’uliyah) dan mandat yang berarti butuh pengorbanan bukan karena aji mumpung. Jabatan meruapakan amanah yang akan dipertanggungjawabkan di mahkamah Allah SWT kelak di akhirat, dan di dunia dipertanggungjawabkan secara konstitusi dan hadapan rakyat.
Tidak bisa dipungkiri kekuasaan dan jabatan selalu menjadi daya tarik dan incaran setiap orang sepanjang masa sejarah umat manusia tidak ubahnya seperti semut dan gula. Entah sudah berapa episode sejarah yang meninggalkan tragedi disebabkan ambisi jabatan dan kekuasaan. Semua terekam dalam sejarah, mulai dari masayarakat purbakala sampai masyarakat di era sistem politik modern dan demokratis, orang-orang selalu menginginkannya. Hal ini disebabkan dalam pandangan mereka tentang jabatan dianggap sesuatu yang prestisius dan bisa merubah keadaan diri dan golongannya. Quran telah mengabadikan ambisi jabatan telah mentenggelamkan Fir’aun bersama dengan sifat kesombongannya yang pada puncak kekuasaannya memproklamirkan dirinya sebagai Tuhan sebagaimana dikisahkan QS. an Naziyat ayat 24 dan QS. Yunus ayat 90-91.
Jika kita bertanya kepada mereka untuk apa berambisi meraihi kekuasaan dan jabatan, mereka pasti menjawab untuk kebahagiaan dan ingin membawa rakyat ke arah yang lebih sejahtera. Dengan menduduki jabatan tersebut mereka eksis dan bisa menunjukkan aktualisasi dirinya. Namun apapun alasannya terkadang kekuasaan apabila jatuh ke tangan orang yang tidak amanah, bagi mereka kekuasaan semata-mata sebagai alat untuk menguasai orang lain dan menumpuk pundi-pundi harta kekayaan.
Pada dasarnya, dalam pandangan Islam kekuasaan adalah fitrah. Kekuasaan adalah hak dan merupakan salah satu di antara janji Allah SWT. kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh sebagaimana yang dijanjikan-Nya dalam QS. al Fath ayat 29:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Artinya: “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”.
Banyak di antara kita yang tetap setia mempertahankan tradisi nenek moyang karena berdalih bahwa itu adalah adat semata, kalau masalah adat apa pun boleh dilakukan sepanjang tidak ada dalil syariat yang melarangnya, dan memang tidak semua tradisi nenek moyang dilarang oleh Allah SWT.
Tradisi yang mengadung kesyirikan merupakan virus yang akan merusak kefitrahan yang hanif sebagai contoh bentuk penghormatan kepada seseorang atau sesuatu benda yang diyakini akan bisa mendatangkan manfaat dan mudharat. Banyak orang mengikuti tradisi nenek moyang karena berpendapat tradisi itu dibenarkan dalam Islam atau bahkan menganggapnya sebagai bagian dari ajaran Islam padahal akan merusak fitrah manusia yang hanif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada dua jenis kesombongan, yaitu yang terbuka atau terang-terangan dan tersembunyi. Kesombongan tersembunyi adalah sebuatan bagi perasaan dalam diri seseorang yang merasa serba lebih dari pada orang lain. Bilamana ia diwujudkan dala tindakan (takabur), maka ia disebut kesombongan yang terbuka. Sifat sombong ini dpat menyebabkan seseorang tidak dapat mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri karena terdapat kesombongan dalam diri tersebut
Wajib bagi kita untuk menjaga kefitrahan yang hanif yang telah kita rajut selama bulan Ramadan melalui upaya keras meningkatkan kualitas pola hubungan kita dengan Allah SWT. dan sesama manusia, dengan cara berjanji kepada diri sendiri untuk terus melestarikan apa yang kita lakukan dan capai dalam Ramadhan sebelas bulan berikutnya.
B. Saran
Semoga para pembaca makalah ini dapat membedakan sifat yang harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sifat tawadhu. Selalu bersikap tawadhulah kita, karena Allah dan Rasulallah SAW menganjurkan kita selalu rendah hati/tawadhu karena tawadhu merupakan salah satu wujud ketaatan kita kepada Allah dan akan menuntun kita kesurga sifat sombong di dunia ini tidak akan membawa kita ke jalan kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Ali Qutthb Syaikh, 30 Amal Sholeh Pengantar Ke Surga dan Penyelamat dari Neraka, Mesir: dar Al Muslim, 2004.
Ya’qub Hamzah, Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan Mukmin, Jakarta: Pustaka Atisa, 1992.
Kosasih Ahmad, 33 Butir Pesan Religius Buat Kehidupan, Jakarta: Salemba Diniyah, 2002.



[1] Ringkasan Kitab Shahih Muslim (Kitabul Iman) oleh Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi.
[2] https://badilag.mahkamahagung.go.id/hikmah/publikasi/hikmah-badilag/virus-perusak-fitrah-oleh-al-fitri-s-ag-s-h-m-h-i-28-07