BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kehadiran
ekonomi Islam telah memunculkan harapan baru bagi banyak orang, khususnya bagi
umat Islam akan sebuah ekonomi alternatif dari sistem ekonomi kapitalisme dan
sosialisme sebagai arus utama perdebatan sebuah sistem ekonomi dunia, terutama
sejak perang dunia II yang memunculkan banyak Negara-negara Islam bekas jajahan
imperialis. Dalam hal ini, keberadaan ekonomi Islam sebagai sebuah model
ekonomi alternatif memungkinkan bagi banyak pihak, muslim maupun non muslim untuk
melakukan banyak penggalian kembali berbagai ajaran Islam. Khususnya yang
menyangkut hubungan pemenuhan kebutuhan antar manusia melalui aktivitas
perekonomian maupun aktifitas lainnya.
Meskipun
begitu, system ekonomi dunia saat ini masih dikendalikan oleh system ekonomi
kapitalisme, karena umat Islam sendiri masih terpecah dalam hal bentuk
implementasiekonomi Islam dimasing-masing Negara. Kenyataan ini oleh sebagian pemikir Islam masih
diterima dengan lapang karena ekonomi Islam secara implementasinya di masa kini
relatif masih baru. Masih perlu
dilakukan banyak sosialisasi dan pengarahan serta pengajaran kembali umat Islam
untuk melakukan aktifitas ekonominya sesuai dengan hukum Islam. Sementara
sebagai lainnya menilai bahwa faktor kekuasaan memainkan peran signifikan,
karenanya mengkritisi bahwa ekonomi Islam atau ekonomi syariah belum akan dapat
sesuai dengan syariah jika pemerintahnya sendiri belum menrapkan syariah dalam
kebijakan-kebijakannya.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari ekonomi Islam ?
2.
Apa saja prinsip-prinsip dari ekonomi Islam ?
C. Tujuan
1.
Mahasiswa dapat mengetahui apa pengertian dari ekonomi
Islam.
2.
Mahasiswa dapat
mengetahui apa prinsip-prinsip dari ekonomi Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam dapat didefinisikan
sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta benda menurut perspektif Islam.
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan peraturan agama Islam dan didasari dengan tauhid
sebagaiman dirangkum dalam rukun Islam dan rukun iman. Ilmu ekonomi Islam
merupakan ilmu pengetahuan social yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.
B. Prinsip – prinsip
Ekonomi Islam
Secara
garis besar prinsip–prinsip ekonomi Islam, yaitu sebagai berikut :[1]
1.
Dalam ekonomi islam,
berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan
kepada manusia. Manusia harus memenfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin
dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia, yaitu untuk
diri sendiri dan orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan
tersebutakan dipertanngung jawabkannya di akhirat nanti.
2.
Islam mengakui
kepemilikan pribadi atas batas-batas tertentu,
termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama
,kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan kedua, islam menolak setiap pendapatan
yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
3.
Kekuatan penggerak
utama ekonomi islam adalah kerja sama seorang Muslim, apakah ia sebagai
pembeli, penjual, penerimaupah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus
berpegangan pada tuntutan Allah Swt.
4.
Pemilikan kekayaan
pribadi harus berperan sebagai capital produksi yang akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Sistem ekonomi islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang
dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan system ekonomi
kapitalis, dimana kepemilikan industry
di dominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang
merupakan kepentingan umum.
5.
Islam menjamin
kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang
banyak.
6.
Orang muslim harus
beriman kepada Allah dan hari akhir, oleh karena itu Islam mencela keuntungan
yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan
semua bentuk diskriminasi dan penindasan.
7.
Seorang muslim yang
kekayaannya melebihi tingkat tertentu (nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat
merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas
penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang – orang
yang membutuhkan.
8.
Islam melarang setiap
pembayaran bunga (riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman tersebut
berasal dari teman, perusahaan, perorangan, pemerintah maupun individual lain.
Menurut Sjaechul Hadi
Poernomo sebagaimana dikutip oleh Abd.Shomad, beberapa prisip ekonomi Islam,
yaitu :[2]
1. Prinsip
keadilan, mencakup seluruh aspek kehidupan, aspek ini merupakan aspek yang
terpenting, sebagaiman telah dijelaskan dalam firman Allah, yaitu : QS. An –
Nahl (16): 90: “sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, member kepada kaum kerabat,
dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran”.
Dan
QS. Al – Hasyr (59): 7: “Apa saja harta
rampasan (fai –i) yang diberitahukan Allah kepada Rasul- Nya (dari harta
benda)yang berasal dari penduduk kota – kota maka adalah untuk Allah, untuk
Rasul, kaum kerabat, anak – anak yatim, orang – orang miskin dan orang – orang
yang sedang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar diantara orang –
orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Serta
QS. Al – Maidah (5): 8: “ Hai orang –
orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali – kali
kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil
.Berlaku adillah,karena adil itu lebih dekat dengan takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2. Prinsip
al – ihsan (berbuat kebaikan), pemberian manfaat kepada orang lain lebih dari
pada hak orang lain.
3. Prinsip
al – Mas’uliyah (accuntability, pertanggung jawaban), yang meliputi berbagai
aspek, yakni pertanggung jawaban antara individu denagn individu (Mas’uliyah al
– afrad), pertanggung jawaban dalam masyarakat (Mas’uliyah al- muj’tama),
manusia dalam masyarakat diwajibkan melaksanakan kewajibannya demi terciptanya
kesejahteraan anggota masyarakat secara keseluruhan, serta tanggung jawab
pemerintah (Mas’uliyah al – daulah), tanggung jawab ini berkaitan dengan baitul
mal.
4. Prinsip
al – kifayah (sufficiency), tujuan pokok dari prinsip ini adalah untuk membasmi
kefakiran dan mencukupi kebutuhan primer seluruh anggota dalam masyarakat.
5. Prinsip
keseimbangan / prinsip wasathiyah (al – I’tidal, moderat, keseimbangan),
syariat Islam mengakui hak pribadi dengan batas–batas tertentu. Syariat
menentukan keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Hal
ini tampak dari beberapa firman Allah :
a. QS.
Al – Isra’ (17): 29: “ Dan janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya[3]
karena itu kamu jadi tercela dan menyesal”.
b. QS.
Al – Furqan (25): 67: “ Dan orang–orang
yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula)
kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah–tengah antara yang demikian”.
c. QS.
Al – Isra’ (17): 27: “Sesungguhnya
pemboros – pemboros itu adalah saudara–saudara setan dan setan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya.
d. QS.
Al – An’am (6): 141: “ Dan dialah yang
menjadikan kebun–kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma,
tanam – tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang
bermacam–macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik
hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu
berlebih–lebihan. Sesungguhnya Allah
tidakmenyukai orang yang berlebih – lebihan”.
6. Prinsip
Kejujuran dan Kebenaran. Prinsip ini merupakan sendi akhlak karimah. Prinsip
ini tercemin dalam :
a. Prinsip
transaksi yang dilarang, akad transaksi harus tegas, jelas, dan pasti. Baik
benda yang menjadi objek akad, maupun harga barang yang diakadkan itu.
b. Prinsip
transaksi yang merugikan dilarang. Setiap transaksi yang merugikan diri sendiri
maupun pihak kedua dan pihak ketiga dilarang. Sebagaimana sabda Rasullulah
Saw.,: “tidak boleh membahayakan
(merugikan) diri sendiri dan tidak boleh membahayakan (merugikan) pihak lain”
c. Prinsip
mengutamakan kepentingan sosial. Prinsip ini menekankan pentingnya kepentingan
bersama yang harus didahulukan tanpa menyebabkan kerugian individu. Sebagaimana
kaidah fiqhiyyah: “bila bertentangan
antara kemaslahatan sosial dengan kemashalatan individu, maka diutamakan
kepentingan sosial”.
d. Prinsip
manfaat. Objek transaksi harus memiliki manfaat, transaksi terhadap objek yang
tidak bermanfaat menurut syariat dilarang.
e. Prinsip
transaksi yang mengandung riba dilarang.
f. Prinsip
suka sama suka (saling rela, ‘an
taradhin). Prinsip ini berlandaskan pada firman Allah Swt., dalam QS.
An-Nisa’ (4):29 “hai orang orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu,[4]
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
g. prinsip
tidak ada paksaan. Setiap orang memiliki kehendak yang bebas dari menetapkan
akad, tanpa tunduk kepada pelaksanaan transaksi apapun, kecuali hal yang harus
dilakukan oleh norma keadilan dan kemaslahatan masyarakat.
Menurut M. Umar Chapra,
sebagaimana dikutip oleh Neni Sri
Imaniyati, prinsip ekonomi islam, yaitu:[5]
1. Prinsip
Tauhid (Keesaan Tuhan)
Prinsip
tauhid dalam ekonomi islam sangat esensial sebab prinsip ini mengajarkan kepada
manusia agar dalam hubungan kemanusiaan (hubungan horizontal), sama pentingnya
dengan hubungan dengan Allah (hubungan vertikal) dalam arti manusia dalam
melakukan aktivitas ekonominya didasarkan pada keadilan sosial yang bersumber
kepada Al-Qur’an. Lapangan ekonomi (economic
court) tidak lepas dari per hatian dan pengaturan islam. Islam melandaskan
ekonomi sebagai usaha untuk bekal beribadah kepada-Nya. Dengan kata lain,
tujuan usaha dalam Islam tidak semata-mata untuk mencapai keuntungan atau
kepuasan materi (hedonism) dan kepentingan diri sendiri (individualis), tetapi
juga kepuasan spiritual yang berkaitan erat dengan kepuasan sosial atau
masyarakat luas. Dengan demikian, yang menjadi landasan ekonomi islam adalah
tauhid ilahiyyah.
2. Prinsip
Perwakilan (Khilafah)
Manusia
adalah Khilafah (wakil) Tuhan di muka bumi. Manusia telah dibekali dengan semua
karakteristik mental dan spiritual serta materi untuk memungkinkan hidup dan
mengemban misinya secara efektif. Posisi manusia sebagai khilafah dapat dilihat
dalam berbagai ayat Al-Qur’an, berikut ini:
a. QS.
Al-Hadid (57):7: “berimanlah kamu kepada
Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah
menjadikan kamuj menguasainya.[6]
Maka orang-orang yang beriman diantara kamu menguasainya. Maka orang-orang yang
beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh
pahala yang besar”.
b. QS.
Shad (38): 28: “patutkah kami menganggap
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan
orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) kami
menganggap orang-orang yang betakwa sama dengan orang-orang yang berbuat
ma’siat?”.
c. QS.
Al-Fatir (35): 39: “Dia-lah yang
menjadikan kamu Khilafah-khilafah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka
(akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang
kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian
mereka belaka”.
d. QS.
Al-An’am (6): 165: “dan dia lah yang
menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu
atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.
e. QS.
Al-Baqarah (2): 30:”ingatlah ketika
tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan
seorang Khilafah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa engkau hendak
menjadikan (Khilafah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “ Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui”.
3. Prinsip
Keadilan (‘Adalah)
Keadilan
adalah salah satu prinsip yang penting dalam mekanisme perekonomian islam.
Bersikap adil dalam ekonomi tidak hanya didasarkan pada ayat-ayat Al Qur’an
atau Sunnah Rasul tapi juga berdasarkan pada pertimbangan hukum alam, alam
diciptakan berdasarkan atas prinsip keseimbangan dan keadilan. Adil dalam
ekonomi bisa diterapkan dalam penentuan harga, kualitas produksi, perlakuan
terhadap para pekerja, dan dampak yang timbul dari berbagai kebijakan ekonomi
yang dikeluarkan.
Penegakkan keadilan dan pembasmi bentuk
diskriminasi telah ditekankan oleh
Al-Qur’an, bahkan salah satu tujuan utama risalah kenabian adalah untuk
menegakkan keadilan. Bahkan Al-Qur’an menempatkan keadilan sederajat dengan
kebajikan dan ketakwaan. Hal ini didasarkan pada QS. Al-Maidah (5): 8: “hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”.
4. Prinsip
Tazkiyah
Tazkiyah
berarti penyucian (purification). Dalam konteks pembangunan, proses ini mutlak
diperlukan sebelum manusia diserahi tugas sebagai agen of development. Jikalau
proses ini dapat terlaksana dengan baik, apapun pembangunan dan pengembangan
yang dilakukan oleh manusia tidak akan berakibat kecualu dengan kebaikan bagi
diri sendiri , masyarakat dan lingkungan.[7]
5. Prinsip
al- Falah
Al-Falah
adalah konsep tentang sukses dalam islam. Dalam konsep ini apapun jenisnya
keberhasilan yang dicapai selama didunia akan memberikuan konstribusi untuk
keberhasilan diakhirat kelak selama dalam keberhasilan ini dicapai dengan
petunjuk allah. Oleh karena itu, dalam kacamata islam tidak ada dikotomi antara
usaha-usaha untuk pembangunan didunia ( baik ekonomi maupun sektor lainnya),
dengan persiapan untuk kehidupan diakhirat nanti.[8]
Menurut muslimin H.Kara
sebagaimana dikutip oleh Neni sri imaniati,prinsip ekonomi islam, yaitu:[9]
1. Manusia
adalah makluk pengemban amanat allah untuk memakmurkan kehidupan dibumi,
kehidupan sebagai khalifah (wakilnya) yang wajib menjalankan petunjuknya.
2. Bumi
dan langit seisinya diciptakan untuk melayani kepentingan hidup manusia, dan
ditundukan kepadanya untuk memenuhi amanah allah. Allah jugalah pemilik mutlak
atas semua ciptaannya.
3. Manusia
wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
4. Kerja
yang sesungguhnya adalah menghasilkan (produksi).
5. Islam
menentukan berbagai bentuk kerja yang halal dan yang haram, kerja yang halal
saja yang dipandang sah.
6. Hak
milik manusia dibebani kewajiban2 yang diperuntukan bagi kepentingan
masyarakat. Hak milik berfungsi sosial.
7. Harta
jangan beredar dikalangan kaum kaya saja, tetapi diratakan dengan jalan
memenuhi kewajiban2 kebendaan yang telah ditetapkan dan menumbuhkan kepedulian
sosial berupa anjuran berbagai macam sedekah.
8. Harta
jangan dihambur2kan untuk memenuhi kenikmatan melampau batas. Mensyukuri dan
menikmati perolehan usaha hendaklah dalam batas yang dibenarkan saja.
9. Kerja
sama kemanusiaan yang bersifsat saling menolong dalam usaha memenuhi kebutuhan
ditegakkan.
10. Nilai
keadilan dalam kerja sama kemanusiaan ditegakkan
11. Nilai
kehormatan manusia dijaga dan dikembangkan dalam usaha memproleh kecukupan dan
kebutuhsn hidup.
Menurut Veithzal Rifai
dan Andi Bukhari, prinsip dasar ekonomi islam, yaitu sebagai berikut:[10]
1.
Individual mempunyai
kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat dan berbuat suatu keputusan yang
dianggap perlu selama tidak menyimpang dari kerangka syariat islam untuk
mencapai kesejahteraan islam yang optimal dan menghindari kemungkinan
terjadinya kekacauan dalam masyarakat.
2.
Islam mengakui hak
milik individu dalam masalah harta sepanjang tidak merugikan kepentingan
masyarakat luas.
3.
Islam juga mengakui
bahwa tiap individu pelaku ekonomi mempunyai perbedaan potensi, yang berarti
juga memberikan peluang yang luas bagi seseorang untuk mengoptimalkan
kemampuannya dalam kegiatan ekonomi. Namun, hal ini kemudian ditunjang oleh
seperangkat kaidah untuk menhindari kemungkinan terjadinya konsentrasi kekayaan
pada sesorang atau sekelompok pengusaha dan mengabaikan kepentingan masyarakat.
4.
Islam tidak mengarahkan
pada suatu tatanan masyarakat yang
menunjukan kesamaaan ekonomi, tetapi mendukung dan menggalakan terwujudnya tatanan
kesamaan sosial. Kondisi ini mensyaratkan bahwa kekayaan negara yang dimiliki
tidak hanya dimonopoli oleh segelintir masyarakat saja. Disamping itu dalam
sebuah negara islam tiap individu punya luang yang sama untuk mendapatkan
pekerjaan dan melakukan aktivitas ekonomi.
5.
Adanya jaman sosial
tiap individu dalam masyarakat. Menjadi tugas dan kewajiban negara untuk
menjamin setiap warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya
6.
Instrumen islam
mencegah kemungkinan konsentrasi kekayaan pada sekelompok kecil orang dan
mangnjurkan agar kekayaan terdistribusi pada semua lapisan masyarakat melalui
suatu mekanisme yang telah diatur oleh syariat.
7.
Islam melarang praktik
penimbunan kekayaan secara berlebihan yang dapat merusak tatanan perekonomian masyarakat.
Untuk mencegah kemungkinan munculnya praktik penimbunan, islam memberikan
sanksi yang keras kepada para pelatihnya.
8. Islam
tidak mentolerir sedikitpun terhadap setiap praktik asosial dalam kehidupan
masyarakat seperti minuman keras, perjudian, prostitusi, pengedaran ekstasi,
pornografi, dsb.
Menurut AM.Hasan Ali,
prinsip ekonomi islam yaitu:[11]
1. Pelarangan
riba
2. Pembolehan
jual beli
3. Zakat
4. Intersifiasi
sedekah
5. Prinsip
musyarakah
6. Larangan
penimbunan dan
7. Keaadilan
ekonomi
Menurut
Yusuf Qardhawi, sebagaimana dikutip oleh Sukarwo Wibowo dan Dedi Supriadi,
prinsip-prinsip yang membangun ekonomi Islam adalah sebagai berikut: [12]
1. Ekonomi
Islam menghargai nilai harta benda dan kedudukannya dalam kehidupan. Harta
merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan membantu melaksanakan
kewajiban, seperti sekedar (zakat), haji, jihad, serta persiapan untuk
memakmurkan bumi.
2. Ekonomi
Islam mempunyai keyakinan bahwa harta pada hakikatnya adalah milik Allah,
sedangkan manusia hanya memegang amanah (sebagai titipan).
Allah
berfirman dalam QS. Al-Hadid (57): 7 “berimanlah
kamu kepada Allah dan Rasulnya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang
Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di
antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang
besar”.
3. Ekonomi
Islam memerintah manusia untuk berkreasi dan bekerja dengan baik. Islam
mengerjakan umatnya untuk berusaha dan bekerja. Islam mengajarkan umatnya untuk
meninggalkan sifat putus asa dan malas.
Allah
SWT berfirman dalam QS. Al-Mulk (67): 15 “Dialah
yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan”.
4. Ekonomi
Islam mengharamkan pendapatan dari pekerjaan yang kotor. Rasulullah SAW.
Bersabda: “ Setiap daging yang tumbuh
dari barang haram maka nerakalah yang lebih utama baginya”. ( HR. Ahmad)
5. Ekonomi
Islam mengakui hak kepemilikan pribadi dan memeliharanya
6. Ekonomi
Islam melarang pribadi untuk menguasai dan memonopoli barang-barang yang
diperlukan masyarakat.
7. Ekonomi
Islam mencegah kepemilikan dari sesuatu yang membahayakan orang.
Rasulullah
SAW. Bersabda: “ Tidak boleh membahayakan
diri sendirindan orang lain”. ( HR. Ahmad dan Ibnu Majah )
8. Ekonomi
Islam menganjurkan untuk megembangkan harta dan melarang menimbun harta (emas,
perak/uang). [13]
Allah
berfirman dalam QS. At-Taubah (9): 34-35 “ Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim
Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan
batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka ( lalu dikatakan) kepada
mereka : “inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.
9. Ekonomi
Islam menganjurkan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi bagi umat.
Allah
SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2): 143 “ Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan[14]
agar kamu menjadi saksi asat (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan kamu). Dan kami tidak menetapkan kiblat yang
menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa
yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat)
itu terasa amat berat, kecuali orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang kepada Manusia”.
10. Ekonomi
Islam menganjurkan adil dalam berinfak. Dan menjaga keseimbangan dalam bekerja.
11. Ekonomi
Islam mewajibkan takaful (saling menanggung) di antara anggota masyarakat.
12. Ekonomi
Islam mempersempit kesenjangan sosial dalam masyarakat.[15]
Menurut Ascarya,
prinsip-prinsip ekonomi Islam yang sering disebut dalam berbagai literatur
ekonomi Islam dapat dirangkum menjadi lima hal yaitu: [16]
1. Sikap
hemat dan tidak bemewah-mewahan (abstain
from wasteful and luxurious living);
2. Menjalankan
usaha-usaha yang halal;
3. Implementasi
zakat (implementation of zakat);
4. Penghapusan/
pelarangan riba (prohibition of riba);
dan
5. Pelarangan
Masyir (judi/ spekulasi)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku
ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan
didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
2.
Adapun prinsip dasar dari ekonomi Islam yaitu tauhid,
akhlak dan keseimbangan
Dari
beberapa prinsip ekonomi Islam yang dikemukakan oleh para pakar di atas,
menurut penulis saling melengkapi.
[1] Abd. Shomad, Hukum Islam:
PeenormaanPrinsip Syariah dalam Hukum Islam, (Jakarta: Kencana,2010), hlm.
76-77
[2] Ibid, hlm. 78-79
[3] Maksudnya jangan kamu terlalu kikir, dan jangan terlalu pemurah
[4] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang
lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat
merupakan suatu kesatuan.
[5] Neni Sri Imaniyati, loc it., hlm.
25-27.
[6] Yang dimaksud dengan menguasai disini ialah penguasaan yang bukan
secara mutlak. Hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. Manusia menafkahkan
hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. Karena
itu tidak boleh kikir dan boros
[7] Ahmad Izzan dan Syahri Tanung, Loc.it., hlm. 40
[8] Ibid, hlm. 40
[9] Neni Sri Imaniyati, op.cit., hlm.29-30
[10] Veithzai Rivai dan Andi Bukhari, Islamic
Economic, (Jakarta: Bumi Aksara,2009), hlm.20-21
[11] AM. Hasan Ali, Asuransi dalam
Persepektif Hukum Islam: suatu tinjauan Analisis Historis, teoritis dan
Praktis, (Jakarta: Kencana, 2004, hlm. 22-23
[12] Sukarwo Wibowo dan Dedi Supriadi, Ekonomi
Mikro Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 67
[13] Ibid, hlm. 68.
[14] Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan
menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik didunia
maupun di akhirat.
[15] Sukarwo Wibowo dan Dedi Supriadi,
op.cit., hlm. 70.
[16] Ascarya, Akad dan Produk Bank
Syariah (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), hlm.7.
Daftar pustaka nya kok gak ad?
BalasHapus