Minggu, 24 Desember 2017

JURNAL LANDASAN PENDIDIKAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PSIKOLOGIS PESERTA DIDIK SD/MI MELALUI PEMBELAJARAN TEMATIK-TERPADU Andi Prastowo

JURNAL LANDASAN PENDIDIKAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN PSIKOLOGIS PESERTA DIDIK SD/MI
MELALUI PEMBELAJARAN TEMATIK-TERPADU
Andi Prastowo

Abstrak:
Salah satu problematika pendidikan di Indonesia yang terbesar adalah rendahnya mutu pendidikan dasar di SD/MIyang sangat menentukan bagi kelanjutan pendidikan berikutnya. Pemerintah sesungguhnya telah mengupayakan berbagai kebijakan untuk mengatasi hal tersebut, namun terbukti belum menghasilkan perbaikan yang signifikan. Dilihat dari pengamatan di lapangan, problematika rendahnya mutu pendidikan ini tampaknya lebih karena faktor mutu proses pembelajaran yang masih jauh dari kebutuhanpsikologispeserta didik. Namun, dengan ditetapkannya Kurikulum 2013 yang mengamanatkan kepada setiap guru di di SD/MI agar menggunakan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu adalah terobosan cerdas karena selaras dengan karakteristik berpikir peserta didik yang masih operasional konkret dan holistik.

Kata kunci: Mutu pendidikan, kebijakan, pembelajaran tematik-terpadu, berpikir holistik.
Abstract: One of thebiggest education problematika in Indonesia is lowering of quality of education of base in elementary school which is very determine to next education continuation. Real government have strived various policy to overcome the mentioned, proven but not yet yielded repair which is significant. Seen from perception in field, the problem of low quality of this education seems more because factor quality of study process which a long way off from psychological requirement of student. But, specified of Curriculum 2013 commending to every teacher in elementary school to be using approach of integrated learning is smart breakthrough because in harmony with characteristic think student which still operational of concrete and holistik. Keywords: quality of education, policy, integrated learning, thinking, holistic.


PENDAHULUAN

Meskipun selama ini pemerintah di Indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan namun ternyata hal ini masih menjadi problem utama yang hingga saat ini belum bisa dituntaskan. Sebagaimana diungkapkan Suryadi dan Budimansyahbahwa upaya peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada semua jenis dan jenjang pendidikan, paling tidal sejak awal periode pembangunan nasional jangka panjang pertama, telahmengeluarkan biaya yang besar,tenagayang banyak, dan waktu yang cukup panjang. Namun demikian, selama itu pula dan sampai sekarang, mutu pendidikan masih tetap dirasakan sebagai tantangan yang cukup berat, mungkin tidak berbeda jauh dengan tantangan yang dirasakan masyarakat Indonesia 40 tahun yang lalu (Suryadi dan Budimansyah, 2009:127).  Keberadaan kualitas pendidikan dapat diidentifikasi antara lain dari peringkat kualitas SDM yang diukur berdasarkan IPM, prestasi belajar yang dicapai berdasarkan nilai hasil ujian nasional, dan hasil-hasil studi internasional seperti yang dilakukan oleh TIMS dan PISA. Berdasarkan hasil-hasil pengukuran ini Indonesia masih tergolong belum termasuk kategori
JPSD: Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, Volume 1, Nomor 1, Agustus 2014
tinggi. Peringkat IPM masih tertinggal dari sejumlah negara-negara di kawasan ASEAN hasilujian nasional juga angka kelulusannya masih di bawah angka enam, di bawah batas lulus di Malaysia dan Singapura, dan hasil studi internasional pun peringkatnya masih di bawah sejumlah negara ASEAN lain. Adapun masalah relevansi pendidikan dapat diidentifikasi dari masih tingginya angka pengangguran. Kualitas dan relevansi pendidikan ini berdampak pada kurangnya daya saing yang dapat diidentifikasi dari kemampuan SDM dalam memenangkan persaingan merebut pasar tenaga kerja (Ali, 2009:250-251). Ada kemungkinan banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan suatu bangsa. Seperti di antaranya belum optimalnya upaya yang dilakukan pemerintah dalam melakukan peningkatan mutu pendidikan, mungkin juga karena upaya-upaya yang telah dilakukan telah berjalan relatif lebih lambat ketimbang aspirasi masyarakat tentang mutu pendidikan yang berubah dan berkembang dengan cepat. Di samping itu, mungkin juga kita telah memecahkan permasalahan yang keliru. Secara konseptual, mutu pendidikan dapat diartikan sebagai berikut: Kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumbersumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin (Ace Suryadi, 1992). Dengan demikian, menurut Suryadi dan Budimansyah (2009:197)mutu pendidikan akan dapat diukur dengan pertanyaan sebagai berikut: “apakah anak didik atau lulusan pendidikan sudah memiliki kemampuan belajar seperti yang dimaksudkan”. Jika jawabannya ‘tidak’, maka upaya yang telah dilakukan dalam peningkatan mutu pendidikan cenderung telah membidik sasaran masalah yang keliru. Ini dalam pandanga William Dunn adalah jenis kesalahan ketiga (type three error), yaitusolving the wrong problem with the sophisticated methods of solution. Di samping itu, sangat besar pula kemungkinan justru rendahnya mutu pendidikan nasional tersebut berakar dari rendahnya mutu pendidikan pada level Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah(MI), sebagai pendidikan dasar yang menjadi landasan bagi pendidikan pada jenjang berikutnya. Jika pada level SD/MI ini saja mutu pendidikannya sudah buruk maka sangat besar kemungkinan bahwa mutu pendidikan pada level di atasnya tidak jauh berbeda. Logika ini mempertimbangkan sejumlah pendapat berikut ini. Pertama, Andi Prastowo(2013:13) yang menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan fondasi dasar dari semua jenjang sekolah selanjutnya. Kedua, Mohammad Ali, mantan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, mengungkapkan bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) adalah menyiapkan siswa agar menjadi manusia yang bermoral, menjadi warga negara yang mampu melaksanakan kewajibankewajibannya, dan menjadi orang dewasa yang mampu memperoleh pekerjaan. Dan, secara operasional, tujuan pokok pendidikan dasar adalah membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan mentalnya, proses perkembangan sebagai individu yang mandiri, proses perkembangan sebagai makhluk sosial, belajar hidup menyesuaikan diri dengan berbagai
perubahan, dan meningkatkan kreativitas (Ali, 2009:290-291). Dan, terakhir atau yang ketiga, pendapat A. Malik Fadjar (1999:34) yang menyatakan bahwa sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah (Ml) adalah pendidikandasar awal sebeium memasuki pendidikan dasar menengah, yaitu SMP/MTs. Pendidikan di sekolah  dasar ataupun madrasah ibtidaiyah memegang peran penting dalam proses pembentukan kepribadian siswa, baik yang bersifat internal (bagaimana mempersepsi dirinya), eksternal (bagaimana mempersepsi lingkungannya), dan suprainternal (bagaimana mempersepsi dan menyikapi
Tuhannya sebagai ciptaan-Nya. Hal tersebut diperkuat oleh sejumlah indikasi di lapangan yang diungkap oleh Mohammad Ali (2009:252-259) sebagai berikut: pertama, masih rendahnya kualitas hasil belajar yang ditandai oleh standar kelulusan yang ditetapkan, yaitu 4,25 dari skala 10 dan 4,50 pada tahun 2008. Seorang siswa dinyatakan lulus meskipun hanya mampu menyerap mata pelajaran sebesar 4,25%, Dengan standar kelulusan yang rendah pun masih banyak siswa yang tidak lulus pada Ujian Nasional 2007. Nilai kelulusan Ujian Nasional ini ternyata masih di bawah negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Kondisi ini menunjukkan peserta didik kurang dapat bersaing dengan negara-negara tetangga. Walaupun angka kelulusan ujian nasional setiap tahun mengalami kenaikan, tetapi masih di
bawah negara-negara Asia lain yang telah mematok angka di atas enam. Indikasi kedua yakni angka ketidaklulusan ujian nasional (UN) tahun 2004/2005 lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2003/2004. Namun,. bila dilihat dari nilai rata-rata yang dicapai terdapat peningkatan yang cukup berarti yakni dari 5,55 tahun 2003/2004 menjadi 6,76 pada tahun 2004/2005. Angka mengulang kelas pada SD kelas awal juga cukup tinggi, yaitu I 7,92%. Kondisi ini menunjukkan bahwa kesiapan memasuki SD masih rendah. Dilihat kecenderungan  angka mengulang kelas menurut tingkat, makin tinggi tingkat kelas makin rendah angka mengulang kelas di I SD. Walaupun menunjukkan kecenderungan yang makin menurun setiap tiga tahun terakhir ini sekitar 700.000 siswa SD/ Ml putus sekolah setiap tahun. Indikasi ketiga yakni dilihat dari kualifikasi guru yang mengajar di SD/MI maka pendidik pada jenjang SD dengan kualifikasi sarjana (S1) persentasenya masih sangat kecil. Sebagian besar pendidik SD mayoritas pendidikan berlatar belakang D1 dan D2. Seperti diungkap Balitbang Depdiknas RI tahun 2005/2006 bahwa dari sejumlah 1.346.846 orang guru SD yang berpendidikan Sarjana hanya 15.18%, S2/S3 berjumlah 0,12 %, D3 sebanyak 2,97%, D2 berjumlah 48,95%, dan D1 atau dibawahnya sebanyak 32,78%. Indikasi keempat, yaitu menurut kelayakan mengajar guru, data Balitbang tahun 2006 menyebutkan bahwa persentase guru yang tidak layak mengajar terutama di jenjang SD mencapai sekitar 1.140.836 orang (84,70%) baik pada sekolah negeri maupun swasta. Rinciannya sebagai berikut: untuk SD Negeri guru yang layak sejumlah 14,37% dan 85,63% tidak layak; sedangkan untuk SD Swasta guru yang layak 25,89% dan guru yang tidak layak 74,11%. Dari empat indikasi yang disebutkan oleh Mohammad Ali tersebut sudah dapat dilihat bahwa besar kemungkinan bahwa mutu pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang masih begitu rendah ditambah dengan peranannya yang sangat penting bagi pendidikan pada jenjang berikutnya sebagaimana dikemukakan Prastowo, Mohammad Ali, dan A. Malik Fadjar maka buruknya mutu pendidikan dasar di SD/MI memiliki kontribusi yang besar dalam menentukan rendahnya mutu pendidikan nasional. Untuk itu, perlu dikembangkankan solusi kebijakan terbaik untuk mengatasi problem rendahnya mutu pendidikan pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah agar benarbenar sesuai dengan masalah yang semestinya di atasi sehingga tepat sesuai sasaran, efektif dan efisien. Menurut Karwati dan Triansa (2013:51), upaya peningkatan mutu bidang pendidikan difokuskan kepada mutu proses pendidikan. Inti dari proses pendidikan adalah pembelajaran peserta didik. Proses pembelajaran ini mencakup sejumlah unsur utama yang mendasar yang membentuk mutu pembelajaran. Unsur-unsur tersebut adalah tujuan pembelajaran, isis kurikulum, guru, sarana dan prasarana, dana, manajemen  dan evaluasi. Tujuan penting yang diperlukan dalam peningkatan mutu adalah ketepatan dan kejelasan. Hal tersebut juga ditegaskan Zamroni (2011:136-137), bahwa peningkatan mutu sekolah, dapat disebut sebagai suatu perpaduan antara knowledge-skill, art, dan entrepreneurship.  Suatu perpaduan yang diperlukan untuk membangun keseimbangan antara berbagai tekanan, tuntutan, keinginan, gagasan, pendekatan dan praktek. Perpaduan tersebut di atas berujung pada bagaimana proses pembelajaran dilaksanakan sehingga terwujud proses pembelajaran yang berkualitas. Semua upaya peningkatan  mutu sekolah harus melewati variabel ini.  Proses pembelajaran merupakan faktor yang langsung menentukan kualitas sekolah. Oleh karena iu, peningkatan mutu pembelajaran merupakan inti dari reformasi pendidikan di negara manapun. Dalam upaya peningkatan mutu proses pembelajaran tersebut, ada banyak variabel yang saling berinteraksi secara kompleks dan rumit. Variabel-variabel dalam banyak proses interaksi antara guru dan peserta didik berkaitan dengan suatu materi tertentu yang tidak dapat dikendalikan secara pasti.Terdapat keterkaitan berbagai materi yang sulit untuk diindentifikasi mana yang mempengaruhi dan mana yang dipengaruhi. Hasil pembelajaran tidak bisa diestimasi secara matematis, pasti (Zamroni, 2011:136- 137).Namun, menurut La Iru dan La Ode Safiun Arihi (2012:1), kompetensi dan tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimalapabila pemilihan pendekatan, metode, strategi,dan model-model pembelajaran tepat dan disesuaikan dengan materi, tingkat kemampuan siswa, karakteristik siswa. Dengan kata lain, ketepatan dalam menentukan pendekatan pembelajaran menjadi faktor yang penting dalam upaya penngkata mutu proses pembelajaran. Mulai tahun 2013, pemerintah menetapkan kebijakan baru seiring dengan implementasi Kurikulum 2013, yaitu penggunaan pendekatan pembelajaran ematik-terpadu untuk SD/MI. Seperti disebutkan dalamlampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa kegiatan pembelajaran untuk SD/MI/SDLB/ Paket A menggunakan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu. Hal serupa juga dijelaskan dalam Lampiran Permendikbud RI No. 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktu Kurikulum Sekolah Dasa / Madrasah Ibtdaiyah bahwa untuk proses pembelajaran pada jenjang SD/MI dari kelas 1 hingga kelas VI menggunakan pembelajaran tematik-terpadu. Pembelajaran tematik-terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang memadukan bebagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema (Madjid, 2014:49). Keputusan pemerintah untuk menggunakan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu ini tampaknya relevan dengan upaya peningkatan mutu proses pembelajaran di SD/MI. Karena, menurut Ridwan Abdullah Sani (2013:vii-viii) perbaikan mutu seharusnya dilakukan dalam upaya memenuhi kebutuhan peserta didik untuk hidup di masyarakat pada era persaingan dengan bangsa asing yang mulai merambah ke  Indonesia. Adapun pemaduan melalui pembelajaran tematik terpadu tersebut yang dilakukan melalui dua hal yaitu integrasi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan terpadunya berbagai konsep dasar yang berkaitan menjadikan peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial akan tetapi justr memberikan makna yang utuh. Di samping itu, pemaduan ini secara psikologis memberikan keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya (Madjid, 2014:50). Hal ini tampaknya juga sesuai dengan karakteristik dunia anak yang dalam tahap perkembangan mentalnya selalu dimulai dari tahap berpikir nyata dalam kehidupan sehari-hari yang memandang obyek yang ada di sekelilingnya secara utuh (Susanto, 2013:94). Berdasarkan uraian di atas, penulis melihat bahwa kebijakan pemerintah berkaitan dengan penggunaan pendekatan pembelajaran tematikterpadu di SD/MI tampaknya merupakan upaya yang akan memenuhi kebutuhan psikologis peserta didik di SD/MI. Jika kebutuhan perkembangan peserta didik terpenuhi dan terlayani dengan efektif dan efisien maka sangat besar kemungkinan bahwa mutu proses pembelajaran di SD/MI kedepannya akan meningkat. Berangkat dari sinilah penulis memandang penting kajian secara lebih mendalam tentang kebijakan pendidikan penerapan pembelajaran tematik-terpadu di SD/MI dari perspektif psikologi pendidikan. Adapun beberapa rumusan masalah yang dikaji di antaranya, pertama, bagaimanakah karakteristik perkembangan peserta didik di SD/MI?, kedua, bagaimanakah kebijakan pembelajaran tematik-terpadu di SD/ MI?, dan ketiga, sejauhmana relevansi kebijakan pembelajaran tematik-terpadu bagi pemenuhan kebutuhan perkembangan peserta didik di SD/ MI? Kajian dalam artikel ini dilakukan dengan menggunakan library research (studi kepustakaan  dengan menggunakan metode analisis konten kebijakan. Adapun untuk melihat sejauh mana kebijakan penerapan pembelajaran tematik- terpadu di SD/MI relevan dengan kebutuhan perkembangan peserta didik menggunakan pendekatan psikologi pendidikan.

Karakteristik Perkembangan Siswa SD/MI
Kajian pada segmen pertama ini berangkat dari sebuah asumsi bahwa pemahaman yang baik terhadap karakteristik kebutuhan perkembangan peserta didik di SD/MI merupakan kunci bagi keberhasilan proses pembelajaran. Sebagaimana diungkapkan Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad (2011:261) bahwa dengan memahami siswa dengan baik, diharapkan kita dapat memberikan layanan pendidikan yang tepat dan bermanfaat bagi masing-masing anak. Selain itu, pentingnya memahami dan memenuhi kebutuhan perkembangan peserta didik di SD/MI bagi guru menurut Sumantri dalam Ahmad Susanto (2013:71), yaitu sebagai berikut:pertama, kita akan memperoleh ekspektasi yang nyat tentang anak dan remaja; kedua, pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak membantu kita untuk merespons sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu pada seorang anak; ketiga, pengetahuan tentang perkembangan anak akan membantu mengenali berbagai penyimpangan dari perkembangan yang normal; keempat, dengan mempelajari perkembangan anak akan membantu memahami diri sendiri. Karakteristik perkembangan anak pada usia biasanyapertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan. Mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara bergantian,  dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah berkembang koordinasi tangan dan matanya untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada usia kelas awal SD, antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri (Madjid, 2014:7). Untuk perkembangan bahasa, bagi anak usia sekolah dasar minimal dapat menguasai tiga kategori, yaitu:pertama, dapat membuat kalimat yang lebih sempurna; kedua, dapat membuat kalimat majemuk; dan ketiga, dapat menyusun dan mengajukan pertanyaan. Di samping itu, menurut Syamsu Yusuf dalam Ahmad Susanto (2013:74-76), pada usia sekolah dasar ini anak mulai belajar mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Syamsu juga mengatakan bahwa karakteristik emosi yang stabil (sehat) ditandai dengan menunjukkan wafah yang ceria, bergaul dengan teman secara baik, dapat berkonsentrasi dalam belajar, bersifat respek (menghargai) terhadap diri sendiri dan orang lain. Adapun perkembangan moral pada anak usia SD/MIyaitumereka sudah dapat mengikuti peraturan atau tuntutan dari orangtua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini (usia 11 atau 12 tahun), anak bahkan sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar salah atau baik buruk.
Menurut Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohama (2011:282), sebagai makhluk psiko-fisik, anak-anak sejak bayi sudah memiliki kebutuhan- kebutuhan dasar, yaitu seperti kebutuhan fisik dan psikis. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan seorang anak menuju kedewasaan, terjadi perubahan-perubahan kebutuhan seperti di atas menjadi lebih besar. Dan, kebutuhan sosial psikologis seseorang akan lebih banyak dibandingkan kebutuhan fisiknya sejalan dengan usianya. Ada dua teori kebutuhan yang perlu diungkapkan untuk memahami kebutuhan peserta didik SD/MI, yaitu teori kebutuhan yang dikembangkan oleh Maslow dan teori kebutuhan yang dikembangkan oleh Lindgren. Menurut teori kebutuhan Maslow, kebutuhan yang rendah dalam hierakhi kebutuhan individu paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan yang lebih tinggi pada hierarkhi tersebut menjadi sumber motivasi yang penting. Kebutuhan mendasar seorang individu adalah kebutuhan fisiologis, lalu kebutuhan individu berkembang dengan kebutuhan ingin dilindungi, kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki, dan seterusnya sehingga kebutuhan tersebut mencapai klimaks pada kebutuhan mengaktualisasikan diri. Tahapan tersebut tidak bersifat statis. Setiap kebutuhan bisa semakin meningkat atau melemah tergantung dari perkembangan masing-masing individu. Sedangkan menurut Lindgren kebutuhan dasar individu dikelompokkan menjadi
4 (empat) aspek, yaitu untuk kebutuhan paling dasar (pertama), yaitu kebutuhan jasmaniah, termasuk keamanan dan pertahanan diri; tingkat kedua, kebutuhan perhatian dan kasih sayang; tingkat ketiga, kebutuhan untuk memiliki; dan tingkat keempat, kebutuhan aktualisasi diri (Uno dan Mohamad, 2011:282-285). Pada masa kanak-kanak akhir dan anak sekolah, yaitu usia enam hingga dua belas tahun,  mereka memiliki sejumlah tugas perkembangan, yaitu sebagai berikut: pertama, belajar keterampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari- hari; kedua, membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang sedang tumbuh kembang; ketiga, belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya; keempat, belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita; kelima, mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari; keenam, mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala nilai-nilai; ketujuh, mencapai kebebasan pribadi; dan kedelapan, mengembangkan sikapsikap terhadap kelompok-kelompok dan institusi- institusi sosial. Menurut Havighurst tugas-tugas perkembangan ini merupakan tugas yang muncul pada saat atau di sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bangga dan membawake arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya (Susanto, 2013:72). Sementara itu, tahap perkembangan tingkah laku belajar anak Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek dari dalam diri dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam interaksi diri siswa dengan lingkungannya (Prastowo, 2013:33-34). Seperti diungkapkan oleh Piaget,setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (Rusman, 2010:250). Dikatakan pula oleh Piaget bahwa pada diri anak terdapat struktur kognitif yang disebut skema. Dalam memahami dunia mereka secara aktif, anak-anak menggunakan skema (schema). Skema bisa merentang mulai dari skema sederhana (contohnya, seperti skema seekor gajah) sampai skema kompleks (seperti skema tentang bagaimana terjadinya alam semesta). Ditegaskan Piaget bahwa ada dua proses yang bertanggungjawab atas cara anak menggunakan dan mengadaptasi skema mereka, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika seorang anak memasukkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru, yaitu anak menyesuaikan skema mereka dengan lingkungannya (Santrock, 2007:46). Kedua proses tersebut apabila berlangsung secara terus-menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu anak secara bertahap dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya (Rusman, 2010:250).Dengan kata lain, proses belajar dapat berlangsung jika terjadi proses pengolahan data yang aktif di pihak pembelajar. Pengolahan data yang aktif merupakan aktivitas lanjutan dari kegiatan mencari informasi dan dilanjutkan dengan kegiatan penemuan (Madjid, 2014:7).
Selaras dengan pendapat Piaget bahwa kematangan biopsikologis seseorang memiliki tingkatan-tingkatan, maka kematangan biopsikologis peserta didik di SD/MI juga bertingkat- tingkat. Tingkatan perkembangan intelektual peserta didik SD/MI merujuk pada pendapat Piaget memiliki ciri-ciri yaitu: tahap pra-operasional (2-7 tahun), tahap berpikir pra-konseptual (2—4 tahun) yang ditandai dengan mulainya adaptasi terhadap simbol, mulai dan tingkah laku berbahasa, aktivitas imitasi dan permainan.  Kemudian pada tahap berpikir intuitif (4-7 tahun) ditandai oleh berpikir pralogis yaitu antara operasional konkret dengan prakonseptual. Pada tahap ini perkembangan ingatan peserta didik sudah mulai mantap, tetapi kemampuan berpikir deduktif dan induktif masih lemah/belum mantap.Perkembangan intelektual siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret (7-11 tahun) yang ditandai oleh kemampuan berpikir konkret dan mendalam, mampu mengklasifikasi dan mengontrol persepsinya. Pada tahap ini, perkembangan kemampuan berpikir siswa sudah mantap, kemampuan skema asimilasinya sudah lebih tinggi dalam melakukan suatu koordinasi yang konsisten antar skema (Madjid  2014:8). Kemudian, pada usia 11 tahun hingga dewasa, peserta didik memiliki karakteristik perkembangan intelektual yang disebut tahap operasional formal. Pada tahap ini peserta didik sudah mapu berpikir secara lebih abstrak, idealistik, dan logis (Santrock, 2007:47-48). Berdasarkan tahapan tersebut, siswa sekolah dasar kelas I-VI memiliki tingkatan intelektual operasional konkret dan siswa kelas enam memiliki tingkatan operasional formal (Madjid, 2014:8).  Di samping itu, kecenderungan peserta didik di SD/MI ketika belajar memunyai tiga karakteristik yang menonjol yaitu: konkret, integratif, dan hierakhis. Dijelaskan secara detail oleh Rusman (2010:251-252) ketiga hal tersebut sebagai berikut: pertama, konkret maksudnya proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil   pembelajaran yang berkualitas bagi anak usia SD/MI. Penggunaan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, karenasiswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenaranya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Kedua, integratif maksudnya adalah memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan dan terpadu. Anak usia SD/MI belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini menggambarkan cara berpikir deduktif. Dengan demikian, keterpaduan konsep tidak dipilah-pilah dalam berbagai disiplin ilmu, tetapi dikait-kaitkan menjadi pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning). Ketiga, hierakhis maksudnya adalah berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Oleh karena itu, dalam hal ini persoalanpersoalan seperti urutan logis, keterkaitan antar materi pelajaran, dan cakupan keluasan materi pelajaran menjadi penting dan sangat perlu untuk diperhatikan. Kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa sekolah dasar tersebut akan memengaruhi seluruh kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan guru. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran pendidikan Sains, Bahasa Indonesia, dan Budi Pekerti, serta mata pelajaran lainnya  diarahkan pada pendekatan “meaningfullearning” yang didasarkan kepada pengembangan kemampuan berpikir disesuaikan dengan biopsikologis siswa yang hendaknya dijadikan tolok ukur guru, baik dalam pengembangan materi, strategi mengajar, pendekatan, media, maupun dalam melakukan evaluasi hasil belajar (Madjid,2014:8).
 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik perkembangan peserta didik di SD/MI dapat dipilah menjadi dua macam yaitu perkembangan pada aspek jasmaniah dan perkembangan pada aspek mental. Pada aspek jasmaniah, peserta didik SD/MI telah memiliki kematangan sehingga mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Pada aspek mental yang meliputi perkembangan inteletual, bahasa, sosial, emosi, dan moral keagamaan , peserta didik SD/MI secara intelektual berada pada tahap perkembangan operasional konkret (kelas I-V) dan operasional formal (kelas VI), yang memiliki kecenderungan belajar bersifat konkret, integratif, dan hierarkhis. Dari aspek bahasa, mereka telah mampu membuat kalimat sempurna, bahkan kalimat majemuk, dan juga dapat mengajukan pertanyaan.
Dari aspek sosial, peserta didik di SD/MI mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya dan mulai mampu menyesuaikan diri sendiri kepada sikap bekerjasama. Mereka secara emosi juga telah mulai belajar mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Sedangkan pada aspek moral, peserta didik SD/MI sudah dapat mengikuti peraturan atau tuntuntan dari orangtua atau lingkungannya , bahkan di akhir jenjang SD/MI juga mampu memahami alasan yang mendasari suatu peraturan.

KEBIJAKAN PEMBELAJARAN
TEMATIK-TERPADU UNTUK SD/MI
DALAM KURIKULUM 2013
Kebijakan tentang penggunaan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu untuk SD/MI terlahir seiring dengan kebijakan Kurikulum 2013 untuk pendidikan dasar dan menengah. Menuru Ridwan Abdullah Sani, pengembangan Kurikulum 2013 merupakan upaya peningkatan mutu pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang kreatif dan mampu menghadapi kehidupan di masa yang akan datang (Sani, 2013:vii-viii). Hal serupa juga diungkapkan Abdul Madjid, pengembangan Kurikulum 2013 adalah bagian dari strategi meningkatkan capaian pendidikan. Di samping kurikulum, terdapat sejumlah faktor di antaranya lama siswa bersekolah; lama siswa tinggal di sekolah; pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi; buku pegangan dan peranan guru sebagai ujung tombak pelaksanaan
pendidikan (Madjid, 2014:27-28). Orientasi Kurikulum 2013 adalah terjadinyapeningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap(attitude),keterampilan(skill) dan pengetahuan(knowledge).Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 sebagaimana tersurat dalam penjelasan Pasal 35, yaitu kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Hal ini sejalan pula dengan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu (Madjid, 2014:28). Pengembangan kurikulum 2013 tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Kurikulum 2006 atau biasa dikenal denga Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yaitu sebagai berikut: pertama,konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi vang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak; kedua, kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; ketiga, kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap keterampilan, dan pengetahuan; keempat, beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum; kelima, kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; keenam, standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beranekaragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru; ketujuh, standar penilaian belum mengarahkan kepada penilaian berbasis kompetensi (sikap, ketrampilan, dan pengetahuan) dan belum tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan kedelapan, dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum
yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multitafsir (Madjid, 2014:28-29). Sementara itu,kebijakan bahwa kegiatan pembelajaran di SD/MI harus menggunakan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 Pasal 19 Ayat (1) yang menyebutkan, “Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis Peserta Didik”.Kemudian secara lebih spesifik diatur dalam Permendikbud RI No.67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah pada lampirannya menyebutkan bahwa kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola salah satunya sebagai berikut,“Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines)”. Sedangkan pada Bab III Poin E dalam lampiran Permendikbud RI No.67 Tahun 2013 ini disebutkan: Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik-terpadu dari Kelas I sampai Kelas VI. Matapelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dikecualikan untuk tidak menggunakan pembelajaran tematik-terpadu. Dalam penjelasan Poin E Bab III lampiran Permendikbud RI No.67 Tahun 2013 diungkapkan pula bahwa maksud dari pendekatan tematik-terpadu yaitu pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai matapelajaran ke dalam berbagai tema.Pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan kompetensi dasar dari berbagai matapelajaran yaitu intra-disipliner, interdisipliner, multi-disipliner, dan trans-disipliner. Integrasi intra-disipliner dilakukan dengan cara mengintegrasikan dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan menjadi satu kesatuan yang utuh di setiap matapelajaran. Integrasi inter-disipliner dilakukan dengan menggabungkan kompetensi- kompetensi dasar beberapa matapelajaran agar terkait satu dengan yang lainnya, sehingga dapat saling memperkuat, menghindari terjadinya tumpang tindih, dan menjaga keselarasan pembelajaran. Integrasi multi-disipliner dilakukan tanpa menggabungkan kompetensi dasar tiap matapelajaran sehingga tiap matapelajaran masih memiliki kompetensi dasarnya sendiri. Integrasi trans-disipliner dilakukan dengan mengaitkan berbagai matapelajaran yang ada dengan permasalahan-permasalahan yang dijumpai di sekitarnya sehingga pembelajaran menjadi kontekstual. Lebih lanjut menurut lampiran Permendikbud RI No.67 Tahun 2013 tersebut juga ditegaskan bahwa tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik tidak belajar  konsep dasar secara parsial. Dengan demikian,pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Tematik terpadu disusun berdasarkan gabungan proses integrasi seperti dijelaskan di atas sehingga berbeda dengan pengertian tematik seperti yang diperkenalkan pada kurikulum sebelumnya. Selain itu, pembelajaran tematik-terpadu ini juga diperkaya dengan penempatan matapelajaran Bahasa Indonesia di Kelas I, II, dan III sebagai penghela matapelajaran lain. Melalui perumusan Kompetensi Inti sebagai pengikat berbagai matapelajaran dalam satu kelas dan tema sebagai pokok bahasannya, sehingga penempatan matapelajaran Bahasa Indonesia sebagai penghela matapelajaran lain menjadi sanga memungkinkan. Penguatan peran matapelajaran Bahasa Indonesia dilakukan secara utuh melalui penggabungan kompetensi dasar matapelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu Pengetahuan Alam ke dalam matapelajaran Bahasa Indonesia. Kedua ilmu pengetahuan tersebut menyebabkan pelajaran Bahasa Indonesia menjad kontekstual, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi lebih menarik (Lampiran Permendikbud RI No.67 Tahun 2013). Pendekatan sains seperti itu terutama di Kelas I, II, dan III menyebabkan semua matapelajaran yang diajarkan akan diwarnai oleh matapelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu Pengetahuan Alam. Untuk kemudahan pengorganisasiannya, kompetensi-kompetensi dasar kedua matapelajaran ini diintegrasikan ke matapelajaran lain (integrasi inter-disipliner). Kompetensi dasar matapelajaran Ilmu Pengetahuan Alam diintegrasikan ke kompetensi dasar matapelajaran Bahasa Indonesia dan kompetens dasar matapelajaran MatematikaKompetensi dasar matapelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial diintegrasikan ke kompetensi dasar matapelajaran Bahasa Indonesia, ke kompetensi dasar matapelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan ke kompetensi dasar matapelajaran Matematika. Sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI, kompetensi dasar matapelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu Pengetahuan Alam masing-masing berdiri sendiri, sehingga pendekatan integrasinya adalah multi-disipliner, walaupun pembelajarannya tetap menggunakan tematik terpadu (Lampiran Permendikbud RI No.67 Tahun 2013). Prinsip pengintegrasian inter-disipliner untuk matapelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial seperti diuraikan di atas dapat juga diterapkan dalam pengintegrasian muatan lokal. Kompetensi Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan seni, budaya, keterampilan, dan bahasa daerah diintegrasikan ke dalam matapelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Kompetensi Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah diintegrasika ke dalam matapelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan(Lampiran Permendikbud RI No.67 Tahun 2013). Selain itu acuan tentang pelaksanaan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu untuk SD/MI juga disebutkan dalam Lampiran Permendikbud RI No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyebutkan yakni: Pembelajaran tematik-terpadu di SD/MI/  SDLB/Paket Adisesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik....Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranahtersebut (sikap, keterampilan, pengetahuan) secara utuh/holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidakbisa dipisahkan dengan ranah lainnya.Dengan demikian proses pembelajaransecara utuh melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan keutuhanpenguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam lampiran Permendikbud RI No.67 Tahun 2013 diungkapkan yaitu ada lima faktor yang menjadi dasar pemerintah melakukan pengembangan Kurikulum 2013 yang disertai, salah satunya, dengan penetapan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu untuk SD/MI, sebagai berikut : pertama, tantangan internal. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan internal lainnya terkait dengan perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Olehsebab it tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar sumberdaya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi beban. Kedua, tantangan eksternal. Tantanganeksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industr dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di World Trade Organization (WTO), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Community, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), dan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Tantangan eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International Trends in International Mathematics
and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak menggembirakan  dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA. Hal ini disebabkan antara lain banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS dan PISA tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia. Ketiga, Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir sebagai berikut:
a. Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihanpilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama.
b. Pola pembelajaran satu arah (interaksi guru- peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didikmasyarakat- lingkungan alam, sumber/ media lainnya).
c. Pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapatnmenimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet).
d. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif
mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains).
e. Pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim).
f. Pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia.
g. Pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik
h. Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal  (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan
i. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis. Keempat, penguatan tata kelola kurikulum. Pelaksanaan kurikulum selama ini telah menempatkan kurikulum sebagai daftar matapelajaran. Pendekatan Kurikulum 2013 untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah diubah sesuai dengan kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu dalam Kurikulum 2013 dilakukan penguatan tata kelola sebagai berikut: tata kerja guru yang bersifat individual diubah menjadi tata kerja yang bersifat kolaboratif; penguatan manajeman sekolah melalui penguatan kemampua manajemen kepala sekolah sebagai pimpinan kependidikan (educational leader); dan penguatan sarana dan prasarana untuk kepentingan manajemen dan proses pembelajaran. Sedangkan faktor kelima, penguatan materi. Penguatan materi dilakukan dengan cara pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta didik. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kebijakan pemerintah tentang pendekatan pembelajaran tematik-terpadu di SD/MI yakni dilakukan dari kelas I hingga kelas VI yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik.Pembelajaran tematik terpadu untuk SD/MI merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai matapelajaran, terkecuali Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, ke dalam berbagai dengan menggunakan empat pendekatan, yaitu intra-disipliner, inter-disipliner, multi-disipliner, dan trans-disipliner sehingga mampu memberikan makna yang utuh kepada peserta didik.

Relevansi Kebijakan Pembelajara  Tematik-Terpadu Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Perkembangan Peserta Didik SD/MI

Dari sisi konten kebijakan, penetapan penggunaan pendekatan pembelajaran tematikterpadu adalah sebuah langkah yang positif yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya perbaikan mutu pendidikan dasar di Indonesia, terutama pada jenjang Sekolah Dasar/Madrasa Ibtidaiyah. Sebagaimana disebutkan dala lampiran Permendikbud RI No. 67 Tahun 2013 maupun Permendikbud RI No. 65 Tahun 2013 bahwa pembelajaran di SD/MI menggunakan pendekatan tematik-terpadu untuk semua mata pelajaran dari kelas I hingga kelas VI, terkecuali Pendidikan Agama dan Budi Pekerti. Hal ini menjadi sebuah kebijakan yang positif karena selaras dengan kebutuhan, karakteristik, dan tugas perkembangan peserta didik SD/MI. Atau dalam istilah Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohammad yakni jika proses pembelajaran didasari oleh pemahaman dan pemenuhan kebutuhan perkembangan peserta didik maka proses tersebut akan memberikan layanan yang tepat dan bermanfaat bagi masing-masing siswa (Uno dan Mohamad, 2011:261). Pendekatan pembelajaran tematik-terpadu untuk SD/MI dalam Kurikulum 2013 yang menggunakan pendekatan pengintegrasian yaituintra-disipliner, inter-disipliner, multi-disipliner, dan trans-disiplinerinimenjadikan pengalaman yang diberikan kepada peserta didik utuh dan lebih bermakna. Ditambah lagi peserta didik akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konseplain yang sudah mereka pahami. Hal ini selaras dengan pendapat Piaget bahwa proses belajar dapat berlangsung jika terjadi proses pengolahan data yang aktif di pihak pembelajar. Pengolaha data yang aktif merupakan aktivitas lanjutan dari kegiatan mencari informasi dan dilanjutkan dengan kegiatan penemuan (Madjid, 2014:7). Dewey juga mengungkapkan bahwa “Education is growth, development, life”. Hal ini berarti bahwa proses pendidikantidak mempunyai tujuan di luar dirinya, tetapi terdapat dalam  pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan juga bersifat kontinu yang merupakan  reorganisasi,  rekonstruksi, dan pengubahan pengalaman hidup, dan juga perubahan pengalaman hidup (Madjid, 2014:8). Dalam pendekatan tematik-terpadu, tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga  peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial. Kegiatan pembelajaran justru memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Kegiatan pembelajaran seperti ini sejalan dengan kecenderungan peserta didik SD/MI yang mempunyai tiga karakteristik utama dalam belajar yaitu: konkret, integratif, dan hierakhis (Rusman, 201:251-252).Selain itu, dunia anak adalah dunia nyata dan tingkat perkembangan mental anak selalu dimulai dari tahap berpikir nyata dalam kehidupan sehari-hari yang memandang objek yang ada di sekelilingnya secara utuh. Untuk itu, pembelajaran hendaknyadari lingkungan terdekat, yaitu mulai dari diri sendiri kemudian dikembangkan kepada keluarg dan sekolah (Susanto, 2013:72). Penggunaan pendekatan pembelajara tematik-terpadu bagi peserta didik SD/MI juga sesuai dengan pendapat Kolb dalam Malcol Tight, bahwa belajar adalah proses pengetahuan dikreasi melalui transformasi pengalaman. Belajar adalah kebutuhan dalam kehidupan manusia sama pentingnya seperti bekerja dan berteman (Trianto, 2012:20). Sementara itu, jika mencermati tentang  prinsip pembelajaran tematik-terpaduyaitu: pertama, pembelajaran tematik-terpadu memiliki satu tema yang aktual, dekat dengan dunia siswa dan ada dalam kehidupan sehari-hari; kedua, pembelajaran tematik-terpadu perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungki saling terkait; ketiga, pembelajaran tematikterpadu tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku tetapi sebaliknya harus mendukung pencapaian tujuan utuh kegiatan pembelajaran yang termuat dalam kurikulum; keempat, matei pembelajaran dapat dipadukan dalam satu tema selalu mempertimbangkan karakteristik siswa; dan kelima, materi pelajaran yang dipadukan tidak terlalu dipaksakan, maka sangat jelas terlihat bahwa pendekatan ini relevan dengan kecenderungan perilaku peserta didik SD/MI sebagaimana diungkapkan Rusma yakni: pertama, anak mulai memandang dunia secara obyektif, bergeser dari satu aspek ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak. Kedua, anak mulai berpikir secara operasional; keempat, anak mampu megunaka cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda; dan kelima, anak dapat memahami konep substansi, panjang, lbar, luas, tingi, rendah, ringan, dan berat (Rusman, 2010:251). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Rudy Gunwan bahwa proses pembelajaran di SD bergerak dari hal-hal yang konkrit ke halhal yang abstrak. Ia mencontohkan dalam pembelajaran IPS SD, salah satu pola yang dapat digunakan yaitu dengan pola pendekatan lingkungan yang meluas (expanding environment approach) dan pendekatan spiral yaitu dari mulai yang mudah kepada yang sukar, dari yang sempit ke yang luas, dan seterusnya (Gunawan,2013:82-83).
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa kebijakan penetapan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu dengan segala prinsip dan karakteristiknya ternyata relevan dengan kebutuhan dan karakteristik perkembangan peserta didik SD/MI. Relevansi tersebut tampak dari pemaduan berbagai matapelajaran dengan suatu tema yang aktual dan dekat dengan kehidupan peserta didik. Kemudian, model pembelajaran melalui pengalaman langsung yang dikembangkan  dalam pendekatan pembelajaran tematikterpadu menjadikan embelajaran lebih efektif dan lebih bermakna bagi peserta didik. Selai itu, pengintegrasian ketiga ranah pembelajaran yang meliputi aspek sikap, ketrampilan, dan pengetahuan dalam semua mata pelajaran menjadikan pendekatan tematik-terpadu menjadi semakin relevan dengan kebutuhan perkembangan peserta didik SD/MI yang juga mencakup kemampuan kognitif, kemampuan afektif, dan kemampuan psikomotor. Dengan demikian, secar  konten kebijakan penetapan penggunaan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu di SD/MI adalah tepat karena sudah sesuai dengan karakteristik perkembangan peserta didik.


PENUTUP

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari tiga rumusan masalah di awal artikel ini yaitu sebagai berikut: pertama, karakteristik perkembangan peserta didik di SD/MI dapat dipilah menjadi dua macam yaitu perkembangan pada aspek jasmaniah dan perkembangan pada aspek mental. Pada aspek jasmaniah, peserta didik SD/MI telah memiliki kematangan sehingga mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Pada aspek mental yang meliputi perkembangan inteletual bahasa, sosial, emosi, dan moral keagamaan, peserta didik SD/MI secara intelektual berada pada tahap perkembangan operasional konkret (kelas I-V) dan operasional formal (kelas VI), yang memiliki kecenderungan belajar bersifat konkret, integratif, dan hierarkhis. Dari aspek bahasa, mereka telah mampu membuat kalimat sempurna, bahkan kalimat majemuk, dan juga dapat mengajukan pertanyaan. Dari aspek sosial, peserta didik di SD/MI mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya dan mulai mampu menyesuaikan diri sendiri kepada sikap bekerjasama. Mereka secara emosi juga telah mulai belajar mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Sedangkan pada aspek moral, peserta didik SD/MI sudah dapat mengikuti peraturan atau tuntuntan dari orangtua atau lingkungannya , bahkan di akhir jenjang SD/MI juga mampu memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Kedua, kebijakan pemerintah tentang pendekatan pembelajaran tematik-terpadu di SD/MI yakni dilakukan dari kelas I hingga kelas VI yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. Pembelajaran tematik terpadu untuk SD/MI merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai matapelajaran, terkecuali Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, ke dalam berbagai tema dengan menggunakan empat pendekatan, yaitu intradisipliner, inter-disipliner, multi-disipliner, da trans-disipliner sehingga mampu memberikan makna yang utuh kepada peserta didik. Ketiga, kebijakan penetapan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu dengan segala prinsip dan karakteristiknya ternyata relevan dengan kebutuhan dan karakteristik perkembangan peserta didik SD/MI. Relevansi tersebut tampak dari pemaduan berbagai matapelajaran dengan suatu tema yang aktual dan dekat dengan kehidupan peserta didik. Kemudian, model pembelajaran melalui pengalaman langsung yang dikembangkan dalam pendekatan pembelajaran tematikterpadmenjadikan pembelajaran lebih efektif dan lebih bermakna bagi peserta didik. Selain itu, pengintegrasian ketiga ranah pembelajaran yang meliputi aspek sikap, ketrampilan, dan pengetahuan dalam semua mata pelajaran menjadikan pendekatan tematik-terpadu menjadi semakin relevan dengan kebutuhan perkembangan peserta didik SD/MI yang juga mencakup kemampuan kognitif, kemampuan afektif, dan kemampuan psikomotor. Dengan demikian, secara konten kebijakan penetapan penggunaan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu di SD/MI adalah tepat karena sudah sesuai dengan karakteristik perkembangan peserta didik.



DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad. (2009).Pendidikan untuk Pembangunan Nasional. Bandung: ImperialBhakti Utama.

Fadjar, A. Malik. (1999).Madrasah dan Tantangan Modernitas, Cet. II, Bandung: YASMIN Bekerjasama dengan Mizan.

Gunawan, Rudy. (2013).Pendidikan IPS: Filosofi, Konsep dan Aplikasi, Cet. II. Bandung:
          Alfabeta.

Karwati, Euis, dan Donni Juni Priansa. (2013). Kinerja dan Profesionalisme Kepala Sekolah: Membangun Sekolah yang Bermutu. Bandung: Alfabeta.

La Iru dan La Ode Safiun Arihi. (2012). Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi, dan Model-Model Pembelajaran.. Yogyakarta: Multi Presindo.

Madjid, Abdul (2014).Pembelajaran Tematik- Terpadu. Bandung: Remaja Rosdakarya. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendikbud RI Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah Permendikbud RI Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah

Prastowo, Andi (2013). Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Yogyakarta: Diva Press.
Rusman, (2010). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru,
Jakarta: Rajawali Pers.

Sani, Ridwan Abdullah (2013). Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Santrock, John W. (2007). Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.
Suryadi, Ace, dan Dasim Budimansyah. (2009). Paraigma Pembangunan Pendidikan Nasional: Konsep, Teori dan Aplikasi dalam Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Widya Aksara Press.
Susanto, Ahmad. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Trianto. (2012)Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, Cet. III. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Hamzah B., dan Mohamad, Nurdin (2011). Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran
Aktif Inovatif Lingkungan Kreatif Efektif, Menarik , Cet. II. Jakarta: Bumi Aksara.

Zamroni (2011).Dinamika Peningkatan Mutu.  Yogyakarta: Gavin Kalam Utama.


Kamis, 21 Desember 2017

PREFERENSI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

PREFERENSI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

A.    Preferensi
1.  Pengertian Preferensi
Preferensi merupakan kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu.[1] Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab mendefinisikan preferensi itu dapat diartikan suatu kecenderungan untuk memberikan perhatian kepada orang dan bertindak terhadap orang. Aktifitas atau situasi  yang menjadi objek dari minat tersebut dengan disertai dengan perasaan senang atau puas.[2]
Sedangkan menurut Andi Mappiare definisi preferensi adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan, pendirian,  prasangka,  rasa takut, atau kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu piliha tertentu. [3]
2. Preferensi Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Preferensi dalam perspektif ekonomi Islam juga dikaji dimana seorang konsumen dalam menggunakan kekayaan atau berbelanja harus berhati-hati. Apabila kekayaan atau harta yang dimiliki tidak diatur pemanfaatannya maka kesejahteraan tidak dapat tercapai. Oleh karena itu, yang terpenting dalam hal ini adalah cara penggunaan yang harus diarahkan pada pilihan-pilihan (preferensi) yang mengandung maslahah (baik dan manfaat), agar kekayaan atau harta tersebut dapat memberikan manfaat untuk kesejahteraan bagi konsumen tersebut. Termasuk juga bagi seorang pedagang yang menetapkan preferensi sumber permodalannya yang dapat memberikan manfaat bagi pedagang serta dapat mensejahterakan pedagang dari preferensi yang dipilih.[4]
Preferensi seseorang terhadap suatu barang atau jasa sangat beragam dimana dangat dipengaruhi oleh tingkat keyakinan dan pemahaman penggunanya. Preferensi seorang muslim akan sangat jauh berbeda ngan preferensi seorang Non-muslim. Islam memperkenalkan konsep halal dan haram dalam sistem ekonominya. Konsep ini memegang peranan penting dalam silayah produksi maupun konsumsi.
Preferensi atau minat dalam pandangan islam, Al-Quran membicarakan tentang minat terhadap surat Al-Alaq ayat 1-3. Pada ayat pertama surattersebut perintahnya adalah agar kita membaca. Membaca yang dimaksud bukan hanya membaca buku atau dalam artian tekstual, akan tetapi juga semua aspek. Apakah itu tuntutan untuk membaca cakrawala jagad yang merupakan tanda kebesaran-Nya, serta membaca potensi diri, sehingga kita dapat memahami apa yang sebenarnya hal yang menarik minat kita dalam kehidupan ini.
ٱقۡرَØ£ۡ بِٱسۡÙ…ِ رَبِّÙƒَ ٱلَّØ°ِÙŠ Ø®َÙ„َÙ‚َ Ù¡  Ø®َÙ„َÙ‚َ ٱلۡØ¥ِنسَٰÙ†َ Ù…ِÙ†ۡ عَÙ„َÙ‚ٍ Ù¢ ٱقۡرَØ£ۡ ÙˆَرَبُّÙƒَ ٱلۡØ£َÙƒۡرَÙ…ُÙ£ [5]
Artinya:“bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah , dan Tuhanmulah yang Maha pemurah ( QS Al-Alaq : 1-3 )
Jadi betapapun bakat dan minat merupakan karunia terbesar yang dianugerahkan Allah SWT, kepada kita. Namun, itu bukan berarti kita hanya terpangku tangan dan minat serta bakat tersebut berkembang dengan sendirinya.[6]
3. Faktor- Faktor Yang Memperngaruhi Preferensi
Semua konsumen tentunya akan membuat berbagai macam keputusan untuk menggunakan atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Proses pengambilan keputusan oleh konsumen seringkali masih menjadi masalah yang kompleks yang mendasari pengambilan keputusan tersebut. Seorang konsumen didalam menentukan pilihannya terhadap suatu barang atau jasa dipengaruhi oleh empat faktor yaitu :
a.    Faktor Kebudayaan
1) Budaya.
Budaya adalah penyebab dasar keinginan dan perilaku konsumen. Budaya memainkan peran yang penting dalam pembentukan sikap konsumen dan merupakan petunjuk penting mengenai nilai-nilai yang akan dianut oleh seorang konsumen. Diartikan sebagai komplek yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, hukum, moral, kebiasaan, dan kapabilitas lainnya.
2) Sub Budaya
Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah subbudaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Subbudaya mencakup nasionalisme, agama, kelompok, ras dan wilayah geografis.
3) Kelas Sosial
Pembagian masyarakt yang relatif homogen dan permanen yang menganut nilai, minat dan perilaku serupa.
b. Faktor Sosial
Kelompok sosial adalah kesatuan sosial yang menjadi tempat individu-individu berinteraksi satu sama lain karena adanya hubungan diantara mereka.
1) Kelompok Referensi
Kelompok referensi seseorang terdiri dari kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Adanya interaksi yang cukup berkesinambungan seperti : keluarga, teman, tetangga, dan teman sejawat.

2) Keluarga
Kita dapat membedakan dua keluarga dalam hidup pembeli, yang pertama ialah keluarga orientasi, yang merupakan orang tua seseorang, dari orang tualah seseorang mendapatkan pandangan tentang agama, politik, ekonomi dan merasakan ambisi pribadi nilai atau harga diri dan cinta. Keluarga prokreasi, yaitu pasangan hidup anak-anak seseorang keluarga merupakan organisasi pembeli yang paling penting dalam masyarakat dan telah diteliti secara intensif.
3) Peran dan Status
Seseorang umumnya berpatisipasi dalam kelompok selama hidupnya. Posisi seseorang dalam tiap kelompok dapat ditentukan dari segi peran dan status.
c. Faktor Pribadi
1) Umur dan tahapan dalam siklus hidup
Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau tranformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya.
2) Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya.


3) Keadaan Ekonomi
yang dimaksud keadaan ekonomi seseorang adalah terdiri dari pendapatan yang dapatbdibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan dan hartanya (termasuk presentase yang mudah dijadikan uang), kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan lawan menabung.
4) Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang adalah pola hidup didunia yang diekspresikan oleh kegiatan minat, dan pendapatan seseorang. Gaya hidup menggambarkan “seseorang secara keseluruhan” yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu di balik kelas sosial seseorang.
5) Kepribadian dan Konsep Diri
yang diaksud dengan kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dan setiap orang yang memandang responsnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. Kepribadian merupakan suatu variabel yang sangat berguna dalam menganalisis perilaku konsumen. Bila jenis-jenis kepribadian dapat 
d. Faktor Psikologis
1) Motivasi
Beberapa kebutuhan bersifak biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, haus, resah tidak nyaman. Adapun kebutuhan lain bersifat psikogenitk, yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fisiologis tertentu, seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga diri atau kebutuhan diterima.
2) Persepsi
Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti didunia ini.
3) Proses Belajar
Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.
4) Kepercayaan dan Sikap
Kepercayaan adalah sesuatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
4.   Asumsi Rasionalitas
a.    Pengertian Rasionalitas
Asumsi rasionalitas adalah anggapan bahwa manusia berprilaku secara rasional (masuk akal), dan tidak akan secara sengaja membuat keputusan yang akan menjadikan mereka lebih buruk. Perilaku rasional dapat mempunyai dua makna, yaitu : metode dan hasil. Dalam makna metode perilaku rasional berarti “ ation selected on the basis of reasoned thought than out of habit, prejudice, or emotion (tindakan yang dipilih berdasarkan pikiran yang beralasan, bukan berdasarkan kebiasaan, prasangka, atau emosi).” Sedangkan dalam makna hasil, perilaku rasional berarti “ action that actually succeeds in achieving desired goals (tidakan yang benar-benar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai).”
b.   Jenis Rasionalitas
Ada dua jenis rasionalitas, yakni :
1)    Self interest rasionality (rasionalitas kepentingan pribadi)
Prinsip pertama dalam ilmu ekonomi menurut Edgeworth, adalah bahwa setiap pihak digerakkan hanya oleh self interest. Hal ini mungkin saja benar pada masa-masa Edgeworth, tetapi salah satu pencapaian dari teori utilitas modern adalah pembebasan ilmu ekonomi dari prinsip pertama yang meragukan tersebut. Definisi self interest tidak harus berarti memperbanyak kekayaan seseorang dalam satuan rupiah tertentu. Kita berasumsi bahwa individu mengejar berbagai tujuan, bukan hanya memperbanyak kekayaan secara moneter. Dengan demikian self interest sekurang-kurangnya mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan prestise, persahabatan, cinta, kekuasaan, menolong sesama, pensiptaan, karya seni, dan banyak lagi. Kita dapat juga mempertimbangkan self interest yang tercerahkan, dimana individu-individu dalam rangka untuk mencapai sesuatu yang menjadikan mereka lebih baik, pada saat yang sama membuat orang-orang disekelilingnya menjadi lebih baik pula.

2)    Present-aim rationality
Teori utilitas modern yang aksiomatis tidak berasumsi bahwa manusia bersikap mementingkan kepentingan pribadinya (self interested). Teori ini hanya berasumsi bahwa manusia menyesuaikan preferensinya dengan sejumlah aksioma : secara kasarnya preferensi-preferensi tersebut harus konsisten. Individu-individu menyesuaikan dirinya dengan aksioma-aksioma ini tanpa harus menjadi selft interested.
c.    Aksioma-aksioma Pilihan Rasionalitas
Terdapat tiga sifat dasar :
1)    Kelengkapan ( Completencess )
Jika individu dihadapkan pada dua situasi, A dan B, maka ia dapat selalu menentukan secara pasti salah satu dari ketiga kemungkinan berikut ini :
a)    A lebih disukai daripada B
b)   B lebih disukai daripada A
c)    A dan B keduanya sama-sama disukai
2)   Transivitas ( Transivity )
Jika bagi seseorang “ A lebih disukai daripadaB “ dan B lebih disukai daripada C,” maka baginya “A harus lebih disukai daripada C.” Asumsiini menyatakan bahwa pilihan individu bersifat konsisten dan internal.

3)   Kontinuitas ( Continuity )
Jika bagi seseorang “A lebh disukai daripada B,” maka situasi-situasi yang secara cocok “ mendekati A,” harus juga lebih disukai daripada B.
d.   Asumsi - Asumsi Lainnya Tentang Preferensi
1)   Kemonotonan yang kuat ( Strong Monotonicity )
Bahwa lebih banyak berarti lebih baik. Biasanya kita  memerlukan asumsi sekuat ini. Asumsi ini dapat diganti dengan yang lebih lemah yakni Local Nonsatiation.
2)   Local Nonsatiation.
Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang dapat selalu berbuat lebih baik, sekecil apapun, bahkan bila ia hanya menikmati sedikit perubahan saja dalam “ keranjang konsumsinya.”
3)      Konveksitas Ketat ( Strict Convexity )
Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang lebih menyukai yang rata-rata dari pada yang ekstrim, tapi selain dari pada makna ini, asumsi ini memiliki muatan ekonomis yang kecil. Strict convexity merupakan generalisasi dari asumsi neoklasik tentang “diminishing marginal rates of substitution.”
e. Keterkaitan Preferensi Dalam Pemeuhan Sumber Permodalan    Pedagang Pasar Tradisional
Pedagang secara rasional akan menggunakan sumber daya yang efisien. Pilihan ditetapkan berdasarkan pertimbangan untung rugi, dalam membandingkan biaya yang harus dikeluarkan dan hasil yang akan diperoleh. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, konsep tersebut berkaitan dengan rasionalitas pedagang dalam memilih sumber permodalan. Para pedagang tentu menggunakan sifat rasionalnya tersebut untuk memilih mendapatkan pinjaman modal dari sumber permodal dengan biaya rendah.
Teori pilihan adalah hubungan timbal balik antara preferensi (pilihan) dan berbagai kendala yang menyebabkan seseorang menentukan pilihan-pilihannya. Preferensi itu meliputi pilihan yang sederhana sampai yang kompleks, untuk menunjukkan bagaiman seseorang dapat merasakan atau menikmati segala sesuatu yang dilakukan. Tetapi setiap orang tidak bebas melakukan segala sesuatu yang diinginkan dan mereka terkendala waktu, pendapatan, dan banyak faktor lain dalam menentukan pilihannya.
Sedangkan jika teori preferensi dikaitkan dengan penelitian ini, maka teori preferensi dapat membantu peneliti untuk mengkaji mengenai preferensi pedagang dalam menentukan sumber permodalannya. Pedagang dalam penelitian ini memiliki berbagai preferensi sumber permodalan, namun dari berbagai preferensi tersebut pedagang dapat menentukan satu atau beberpa pilihan sesuai dengan pertimbangannya. Pedagang dalam menentukan preferensinya juga mempertimbangkan berbagai kendala-kendala yang mempengaruhi dalam menentukan pilihan sumber permodalannya.
B. Modal
1. Pengertian Modal
Ahmad ibrahim mendefinisikan modal sebagai kekayaan yang menghasilkan suatu hasil yang akan digunakan untuk menghasilkan suatu kekayaan lain. Definisi ini membawa pengertian luas, mencakup semua harta yang digunakan untuk memperoleh alat-alat produksi dan pembayaran gaji buruh untuk proses produksi, dapat disebut modal.[7] Modal adalah sesuatu yang diperlukan untuk membiayai operasi perusahaan mulai dari berdiri sampai beroperasi. Modal terdiri dari  modal uang dan modal keahlian.[8]
2. Sumber- sumber Modal
Kebutuhan modal, baik modal investasi maupun modal kerja, dapat dicari dari berbagai sumber dana yang ada, yaitu modal sendiri atau modal pinjaman (modal asing). Modal sendiri adalah modal dari pemilik usaha sedangkan modal asing adalah modal dari luar perusahaan. Seperti dikemukakan diatas bahwa penggunaan masing-masing modal tergantung dengan maksud dan tujuannya.
Pertimbangan lain adalah jangka waktu pengembalian yang dibutuhkan apakah jangka waktu pendek atau jangka waktu panjang. Disamping itu, jumlah atau nilai modal yang diingkan perusahaan juga menjadi pertimbangan khusus. Pertimbangan yang paling penting adalah faktor besarnya biaya yang harus ditanggung. Hal ini penting karena ini merupakan komponen biaya yang harus dikeluarkan. Disamping itu, faktor persyaratan yang harus dipenuhi ada yang rumit dan ada yang mudah. Jadi, masing-masing modal memiliki keuntungan dan kerugian, baik dari segi biaya, waktu, persyaratan untuk memperolehnya dan jumlah yang dapat dipenuhi.
Dalam praktiknya pembiayaan suatu usaha dapat diperoleh secara gabungan antara modal sendiri dengan modal pinjaman. Pilihan apakah menggunakan modal sendiri, modal pinjaman atau gabungan dari keduanya tergantung darijumlah modal yang dibutuhkan dan kebijakan pemilik usaha. [9] Pengertian masing-masing modal dilihat dari sumber asalnya yaitu modal sendiri dan modal asing (pinjaman) :[10]
a. Modal sendiri
Modal sendiri adalah modal yang diperoleh dari pemilik usaha keuntungan menggunakan modal sendiri untuk membiayai suatu usaha adalah tidak adanya beban biaya bunga, tetapi hanya akan membayar dividen, tidak ada kewajiban untuk mengembalikan modal yang telah digunakan. Kerugian menggunakan modal sendiri adalah jumlahnya sangat terbatas dan relatif sulit untuk memperolehnya.
1)    Kelebihan modal sendiri
a) Tidak ada biaya seperti biaya bunga atau biaya administrasi sehingga menjadi beban perusahaan
b) Tidak tergantung kepada pihak lain, artinya perolehan dana di peroleh dari setoran pemilik modal
c) Tanpa memerlukan persyaratan yang rumit dan memakan waktu yang relatif lama
d) Tidak ada keharusan pengembalian modal, artinya modal yang ditanamkan pemilik akan tertanam lama dan tidak ada masalah seandainya pemilik modal mau mengalihkan ke pihak lain.
2)   Kekurangan Modal Sendiri
a) Jumlahnya terbatas, artinya untuk memperoleh dalam jumlah tertentu sangat tergantung dari pemilik dan jumlahnya relatif terbatas.
b) Perolehan dari modal sendiri dalam jumlah tertentu dari calon pemilik baru relatif lebih sulit karena mereka akan mempertimbangkan kinerja dan prospek usahanya.
c) Kurang motivasi, artinya pemilik usaha yang menggunakan modal sendiri motivasi usahanya lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan modal asing.
b. Modal Asing ( Pinjaman )
Modal asing atau modal pinjaman adalah modal yang diperoleh dari pihak luar dan biasanya diperoleh dari pinjaman. Penggunaan modal pinjaman untuk membiayai suatu usaha akan menimbulkan beban biaya bunga,biaya administrasi, serta biaya provisi dan komisi yang besarnya relatif. Penggunaan modal pinjaman mewajibkan pengembalian pinjaman setelah jangka waktu tertentu.
Keuntungan modal pinjaman adalah jumlahnya yang tidak terbatas, artinya tersedia dalam jumlah banyak. Disamping itu dengan menggunakan modal pinjaman biasanya timbul motivasi dari pihak manajemen untuk mengerjakan usaha dengan sungguh-sungguh. Sumber dana dari modal asing (pinjaman) dapat diperoleh dari :
1) Pinjaman dari dunia perbankan, baik dari perbankan swasta, pemerintah, maupun perbankan asing.
2) Pinjaman dari lembaga keuangan seperti perusahaan pegadaian, modal ventura, asuransi, leasing, dan pensiun, koperasi atau lembaga pembiayaan lainnya.
3) Pinjaman dari perusahaan Non-keuangan

a) Kelebihan Modal Pinjaman
(1) Jumlahnya tidak terbatas, artinya perusahaan dapat mengajukan modal pinjaman keberbagai sumber. Selama dana yang diajukan perusahaan layak, perolehan danatidak terlalu sulit.banyak pihak berusaha menawarkan dananya ke perusahaan yang dinilai memiliki prospek cerah.
(2) Motivasi usaha tinggi, hal  ini merupakan kebalikan dari menggunakan modal sendiri. Jika menggunakan modal  asing , motivasi pemilik untuk memajukan usaha tinggi, ini disebabkan adanya beban bagi perusahaan untuk mengembalikan pinjaman. Selain itu, perusahaan juga berusaha menjaga image dan kepecayaan perusahaan yang memberi pinjaman agar tidak tercemar.
b) Kekurangan Modal Pinjaman
(1) Dikenakan berbagai biaya seperti bunga dan biaya administrasi. Pinjaman yang diperoleh dari lembaga lain sudah pasti disertai berbagai kewajiban untuk membayar jasa, seperti bunga, biaya administrasi, biaya provisi, dan komisi, materai, dan asuransi
(2) Harus dikembalikan, modal asing wajib dikembalikan dalam jangka waktu yang telah disepakati. Hal ini bagi perusahaan yang sedang mengalami likuiditas merupakan beban yang ditanggung.
(3) Beban moral, perusahaan yang mengalami kegagalan atau  masalah yang mengakibatkan kerugian akan berdampak terhadap pinjaman sehingga akan menjadi beban moral atas utang yang belum atau akan dibayar.
c) Kelebihan Modal Campuran
Dapat mengatur komposisi modal yang diperlukan secara seimbang, artinya, persentase modal pinjaman disesuaikan dengan kebutuhan atas kekurangan modal sendiri.


3. Modal Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Modal dalam literatur Fiqh disebut “Ra’sul Mal” menunjukkan pada pengertian uang dan barang. Berdasarkan pengertian modal dalam literatur Fiqh dan penguraiannya dalam sistem ekonomi Islam, maka pembahasan modal sebagai faktor produksi dapat dibagi dalam dua pembahasan:[11]
Pertama, alat produksi, Islam memperlakukan alat-alat yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa seperti mesin tekstil, traktor pertanian, sama dengn hukum sewa menyewa sebagaimana ditulis dalam kitab-kitab fiqh. Alat produksi  diletakkan dengan posisi sebagai pihak yang menerima bagian sewa yang telah ditetapkandalam kontrak sewa. Pemilik alat-alat produksi tidak dibenarkan menuntut laba atau keuntungan apapun dari penyewa.
Kedua, uang dan barang, berbeda dengan alat-alat produksi, modal uang dan barang diposisikan sebagai pihak yang menerima bagian dari keuntungan apabila modal tersebut dikelola orang lain, dan pemilik modal juga menanggug resiko kerugian yang ditimbulkan akibat kerja ekonomi antara dia dan pengelola.
a.    Permodalan Proyek Secara Islam
Komitmen dengan aturan-aturan syariat untuk memodali proyek-proyek perekonomian saat terjadi kekurangan dari sisi permodalan, dimana banyak proyek-proyek yang membutuhkan dana besar sebagai modal yang disetor. Sehingga proyek-proyek itu terpaksa mempergunakan sumber-sumber dana lain. Seorang akh (saudara) hendaklah mengetahui bahwa pendanaan dari bank-bank konvensional melalui jalan pinjaman (payung pengaman) dengan bunga adalah haram, sebab ia termasuk riba yang diharamkan secara syar’i. [12]
Dalam hal ini sorang akh  haruslah mengimani firman Allah Swt berkut ini :
ÙŠَÙ…ۡØ­َÙ‚ُ ٱللَّÙ‡ُ ٱلرِّبَÙˆٰاْ ÙˆَÙŠُرۡبِÙŠ ٱلصَّدَÙ‚َٰتِۗ…………… ٢٧٦
Artinya:“Allah memusnakan riba dan menyuburkan sdekah ……”. [13]
b. Bermuamalah Secara Islami Dengan Lembaga Perbankan
Komitmen kepada aturan-aturan syari’at saat bermu’amalah dengan lembaga-lembaga perbankan. Atas dasar ini ia berkewajiban mengetahui seyakin-yakinnya bahwa di sana ( dilembaga perbankan) terdapat banyak rambu-rambu syar’i saat bermuamalah dengan lembaga-lembaga perbankan ribawi, baik ia mengambil atau memberi, dimana telah ada keputusan-keputusan dari lembaga-lembaga fiqh islam internasional yang menyatakan bahwa bunga-bunga bank termasuk riba yang diharamkan yang tidak akan menjadi boleh karena adanya hajat (kebutuhan), tidak pula akan menjadi boleh karena adanya darurat syar’i.[14]

c. Ketentuan Hukum Islam Mengenai Modal
Beberapa ketentuan hukum Islam mengenai modal dikemukakan A. Muhsin sulaiman, sebagai berikut :[15]
1)      Islam mengharamkan penimbunan modal
2)      Modal tidak boleh dipinjam dan meminjamkan dengan cara riba
3)      Modal harus di dapatkan dengan cara yang sama dengan mendapatkan hak milik.
4)      Modal yang mencapai nisab, sakatnya wajib dikeluarkan
5)      Modal tidak boleh digunakan untuk memproduksi dengan cara boros
6)      Pembayaran gaji buruh atau pekerja harus sesuai ketentuan gaji dalam Islam.
Islam melarang keras penimbunan harta, modal, terutama uang. Untuk yang terakhir, Abu Saud mengemukakan komentarnya: “ Orang boleh saja memiliki atau menyimpan uang sebanyak yang ia kehendaki. Tetapi Islam dengan persyaratan apapun tidak membolehkan siapapun menundukkan dan menindas orang lain dengan mengumpulkan atau menimbun uang lalu meminjamkannya kepada orang lain dengan memungut bunga yang dapat memblokir perekonomian dan produks, merampas hak-hak ekonomi yang bersifat menghalangi terciptanya proses kesejahteraan sosial masyarakat.
Pemilik modal harus berupaya memproduktifkan modalnya, dan bagi yang tidak mampu menjalankan usaha, Islam menyediakan bisnis alternatif yaitu mudharabah dan musyarakah. seandainya pemilik modal tidak siap menanggung resiko bisnis mudharabah atau musyarakah, Islam menganjurkan qard al-hasan, suatu pinjaman kebajikan yang diberikan tanpa harapan keuntungan keuangan.
Islam menyediakan jalan keluar agar modal tidak dicemari oleh noda penimbunan dan bunga, dengan menarik sebagian dari modal untuk zakat, infak, sedekah, didistribusikan kepada orang-orang yang membutuhkan dalam masyarakat. [16]
d. Pengumpulan Modal
Modal merupakan hasil kerja apabila pendapan melebihi pengeluaran. Untuk meningkatkan jumlah modal dalam sebuah negara sebaiknya masyarakat terus berusaha meningkatkan pendapatannya, hemat, cermat dalam membelanjakan pendapatan, menghindari pengeluaran yang berlebihan dan adanya rasa aman dan keselamatan terjamin bagi masyarakat dalam mendapatkan aset dengan mudah. [17]
Islam menyerahkan berbagai cara yang mungkin dapat meningkatkan jumlah simpanan masyarakat, yaitu [18]


1)   Peningkatan pendapatan
Faktor utama pengumpulan modal adalah peningkatan pendapatan. Islam menyarankan berbagai cara untuk meningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini terbagi dalam dua katagori :
a)    Wajib
(1) Pembayaran Zakat
Zakat merupakan pengeluaran wajib atas ternak, tanaman, barang dagangan, emas, perak, dan uang tunai. Zakat bukanlah pajak, ia dikenakan pada aset yang dimiliki sepanjang tahun. Apakah pemiliknya menggunakan aset tersebut atau tidak dia wajib membayar zakatnya setiap tahunn. Hendaknya para pemilik modal mengeluarkan lebih banyak hartanya untuk zakat atau sebaliknya modal tersebut akan habis setiap tahun akibat pembayaran zakat. Setiap peningkatan dalam penanaman modal, pendapatan dan keuntungan juga akan meningkat.
(2) Larangan Mengenakan Bunga
Bunga dilarang dalam Islam dan masyarakat tidak dibenarkan menghasilkan uang dari peminjaman modal dengan bunga. Oleh karena itu orang menanamkan modalnya ke dalam hal-hal yang produktif yang dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan.
b)   Pilihan
1) Penggunaan Harta Anak Yatim
Untuk meningkatkan pertumbuhan modal dalam masyarakat, pengasuh anak yatim hendaknya tidak menyimpan harta anak yatim tetapi memanfaatkannya untuk berdagang atau perusahaan yang lebih menguntungkan. Mereka diminta menggunakan untuk kebaikan serta tidak memboroskannya.
2) Penanaman Modal Secara Tunai
Pertumbuhan modal dianggap sangat penting dan setiap muslim diharapkan menanamkan modal secara tunai ke dalam perniagaan. Seperti sabda Rasulullah s.a.w  berikut ini : “Allah tidak merestui hasil penjualan tanah dan rumah yang tidak ditanamkan lagi dalam .perniagaan”. ini menunjukkan bahwa Rasulullah s.a.w sangat berhati-hati dalam memelihara pertumbuhan modal dalam masyarakat. Beliau menyerukannya supaya umat Islam menyimpan modalnya dan tidak menjualnya tetapi boleh digunakan untuk menghasilkan lebih banyak aset lagi (sebagai modal).

3) Meninggalkan Harta Warisan
Untuk membantu pertumbuhan modal dalam masyarakat, Islam mendorong umatnya agar meninggalkan harta waris dalam keadaan berharta dan berkecukupan dan tidak menyerahkan semua harta mereka untuk amal kebajikan. Rasulullah s.a.w menekankan hal tersebut dalam sabdanya : “ Lebih baik bagi kamu meninggalkan ahli waris dalam keadaan kaya daripada meninggalkan mereka dalam kemiskinan supaya tidak meminta-minta pada orang lain”.
2)   Menghindari Sikap Berlebih-Lebihan
Pertumbuhan pendapatan tidak akan meningkatkan tabungan jika pada waktu yang sama pengeluaran bertambah melebihi pendapatan. Oleh karena itu perlu dikurangi pengeluaran yang tidak perlu seperti : gaya hidup mewah dan dijaga agar tidak lagi berlebih-lebihan dalam masyarakat. Al-Quran menyuruh umat Islam meninggalkan hal-hal yang membawa kepada perbuatan berlebih-lebihan, kalau mereka menginginkan kemakmuran Allah telah menunjukkan adanya satu hubungan yang negatif antara kemakmuran dan pemborosan. Tidak diragukan kebenarannya bahwa negara yang memberikan pemborosan dan perbuatan berlebih-lebihan akhirnya akan kehabisan simpanannya dan akan mempengaruhi usaha dan juga modalnya. Seterusnya kemakmuran justru berubah menjadi kemiskinan.
3) Pembekuan Modal
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan modal adalah pembekun. Bila aset tidak digunakan untuk menghasilkan lebih banyak kekayaan, tetapi sebaliknya dibekukan atau ditanam dalam tanah, akan menyebabkan berkurangnya jumlah modal kerja yang dipe rlukan untuk usaha dalam perdagangan, pertanian dan industri. Islam mengutuk tabiat pembekuan modal yang sama dengan sifat membekukan modal pada sepanjang masa yang tidak pernah merasa puas. Mereka menyimpan harta tersebut dan menutupnya supaya tidak dibelanjakan. Mengumpulkan harta tidak dilarang dalam islam tetapi membekukannya dalam jumlah yang banyak merupakan suatu bahaya bagi masyarakan dan dilarang dengansekeras-kerasnya.

C. Lembaga Keuangan
1.    Pengertian Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan menurut Kasmir adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya. Artiya kegiatan yang dilakukan oleh lembaga keuangan selalu berkaitan dengan bidang keuangan, apakah kegiatannya hanya engimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya menghimpun dan menyalurkan dana.[19]
2.    Peran Lembaga Keuangan
Secara umum, lembaga keuangan berperan sebagai lembaga intermediasi keuangan, intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dana dari unit surplus ekonomi, baik sektor usaha, lembaga pemerintah maupun individu (rumah tangga) untuk penyediaan dana bagi unit ekonomi lain. Intermediasi keuangan merupakan kegiatan pengalihan dana dari unit ekonomi surplus ke unit ekonomi defisit. Lembaga intermediasi berperan sebagai intermediasi denominasi, intermediasi risiko, intermediasi jatuh tempo, intermediasi informasi, intermediasi lokasi dan intermediasi mata uang [20]
3.    Fungsi Lembaga Keuangan
Fungsi lembaga keuangan bisa ditinjau dari empat aspek, yaitu dari sisi jasa-jasa penyediaan finansial, kedudukannya dalam sistem perbankan, sistem finansial, dan sistem moneter. Keempat fungsi lembaga keuangan tersebut yaitu :
a.    Fungsi lembaga keuangan ditinjau dari sisi jasa-jasa penyedia finansial. Jasa-jasa finansial yang disediakan oleh lembaga keuangan syariah harus didasarkan pada prinsip-prinsip syariah diantara fungsi lembaga keuangan sebagai penyedia jasa-jasa finansial antara lain :
1)   Fungsi Tabungan
Sistem pasar keuangan dan lembaga keuangan menyediakan instrumen untuk tabungan bagi masyarakat yang memiliki kelebihan dana setelah pemenuhan kebutuhan dasar (konsumsi). Di samping itu,bagi masyarakat penabung yang memiliki yang masih memiliki idle money (uang yang tidak digunakan) dapat mengalirkan dananya melalui pasar keuangan yang kemudia digunakan untuk investasi sehingga barang-barang dan jasa-jasa dapat diproduksi.
2)   Fungsi Menyimpan Kekayaan
Instrumen keuangan yang diperjualbelikan dalam pasar uang dan pasar modal menyediakan suatu cara untuk menyimpan kekayaan, yaitu dengan cara menahan nilai aset yang dimili disamping menerima pendapatan dalam jumlah tertentu. Saham, obligasi dan instrumen keuangan lain yang diperjualbelikan di pasar uang dan pasar modal menjanjikan suatu pendapatan dengan resiko tertentu.
3)   Fungsi Transmutasi Kekayaan
Dimana lembaga keuangan memiliki aset dalam bentuk janji-janji memberikan imbalan kepada pemilik dana. Bentuk janji-janji tersebut pada dasarnya adalah pembiayaan/kredit yang diberikan kepada unit defisit dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan.
4)   Fungsi Likuiditas
Likuiditas berkaitan dengan kemampuan memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan. Kekayaan yang disimpan dalam bentuk instrumen keuangan dapat dengan mudah dicairkan melalui mekanisme pasar keuangan.
5)   Fungsi Pembiayaan Atau Kredit
Disamping untuk menyediakan likuiditas dan mempermudah arus tabungan menjadi investasi dalam rangka menyimpan kekayaan, pasar keuangan menyediakan pembiayaan atau kredit untuk membiayai kebutuhan konsumsi dan investasi dalam ekonomi.
6)   Fungsi Pembayaran
Sistem keuangan menyediakan mekanisme pembayaran atas transaksi barang dan jasa-jasa. Instrumen pembayaran yang tersedia antara lain, cek, giro, bilyet, kartu kredit, termasuk mekanisme kliring dalam perbankan.
7)   Fungsi Difersifikasi Resiko
Pasar keuangan menawarkan kepada unit usaha dan konsumen proteksi terhadap jiwa, kesehatan dan risiko pendapatan dan kerugian. Hal tersebut dapat dilakukan pada industri asuransi.
8)   Fungsi Manajemen Potofolio
Sebagai penyedia jasa keuangan yang dapat memberikan kenyamanan, proteksi, terhadap kecurangan, kualitas pilihan investasi, biaya transaksi rendah dan pajak pendapatan.
9)   Fungsi Kebijakan
Pasar keuangan telah menjadi instrumen pokok yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk melakukan kebijakan guna menstabilkan ekonomi dan mengaruhi inflasi melalui kebijakan moneter.
b. Fungsi lembaga keuangan ditinju dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem perbankan. Lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem perbankan berfungsi sebagai bagian yang terintergrasi dari unit-unit yang diberi kuasa atau memiliki kewenangan dalam mengeluarkan uang giral (penciptaan uang) dan deposito. Perbankan melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana disamping menyelenggarakan kegiatan-kegiatan jasa perbankan baik dalam negeri maupun luar negeri.
c. Fungsi lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem moneter, lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem moneter berfungsi menciptakan uang (money ).
d. Fungsi lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem finansial. Lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sisitem finansial berfungsi sebagai bagian dari jaringan yang terintegritas dari seluruh lembaga keuangan yang ada dalam sistem ekonomi. [21]
4.    Jenis - jenis Lembaga Keuangan
Masyarakat mengenal lembaga keuangan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu Lembaga Keuangan Konvensional dan Lembaga Keuangan Syariah :
a.    Lembaga Keuangan Konvensional
1)   Pengertian Lembaga Keuangan Konvensional
Lembaga keuangan menurut Kasmir adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya. Artiya kegiatan yang dilakukan oleh lembaga keuangan selalu berkaitan dengan bidang keuangan, apakah kegiatannya hanya engimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya menghimpun dan menyalurkan dana.[22] Lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional tidak menggunakan prinsip syariah dan dalam operasionalnya menggunakan sistem bunga disebut Lembaga Keuangan Konvensional.
2)   Lembaga Keuangan Konvensional Bank dan Bukan Bank
Lembaga keuangan konvensional tidak hanya terdiri dari perbankan saja, lembaga keuangan konvensional terdiri dari lembaga keuangan Bank dan Bukan Bank, lembaga keuangan konvensional yang dapat memberikan sumber dana pinjaman modal  kepada masyarakat adalah : 
a)    Perbankan Konvensional, Menurut undang-undang nomor 10 tahun 1998 bank konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Prinsip konvensional yang digunakan bank konvensional menggunakan dua metode, yaitu : Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti tabungan, deposito berjangka, maupun produk pinjaman (kredit) yang diberikan berdasarkan tingkat bunga tertentu dan untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak bank menggunakan atau menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau prosentase tertentu. Sistem penetapan biaya ini disebut fee based.
b)   Koperasi, sebuah badan usaha yang memiliki anggota dan setiap orangnya memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing yang memiliki prinsip koperasi dan berdasar pada ekonomi rakyat.
c)    Perusahaan Pegadaian, Perusahaan pegadaian merupakan lembaga keuangan yang menyediakan fasilitas pinjaman dengan jaminan tertentu. Jaminan nasabah tersebut digadaikan, kemudian ditaksir oleh pihak pegadaian untuk menilai besarnya nilai jaminan. Besarnya nilai jaminan akan mempengaruhi jumlah pinjaman.[23]
d)   Leasing, kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lesse) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.[24]
e)    Dana pensiun, merupakan perusahaan yang kegiatannya mengelola dana pensiun suatu perusahaan pemberi kerja atau perusahaan itu sendiri. Penghimpunan dana pensiun melalui iuran yang dipotong dari gaji karyawan. Kemudia dana yang terkumpul oleh dana pensiun dusahakan lagi dengan menginvestasikannya ke berbagai sektor yang menguntungkan. Perusahaan yang mengelola dana pensiun dapat dilakukan oleh bank atau perusahaan lainnya.[25]
f)    Modal ventura, merupakan pembiayaan oleh perusahaan-perusahaan yang usahanya mengandung resiko tinggi. Usahanya lebih banyak memberikan pembiayaan tanpa jaminan yang umumnya tidak dilayani oleh lembaga keuangan lainnya.[26]
b. Lembaga Keuangan Syariah
1.   Pengertian Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga keuangan menurut Kasmir adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya. Artiya kegiatan yang dilakukan oleh lembaga keuangan selalu berkaitan dengan bidang keuangan, apakah kegiatannya hanya mengimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya menghimpun dan menyalurkan dana[27] Lembaga keuangan  yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan menggunakan sistem bagi hasil disebut Lembaga Keuangan Syariah.
Dalam operasionalnya, lembaga keuangan syariah berada dalam koridor prinsip-prinsip [28]:
a.    Keadilan , yakni berbagai keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak
b.    Kemitraan , yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana)  dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinegri untuk memperoleh keuntungan.
c.    Transparansi , lembaga keuangan syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah dapat mengetahui kondiri dananya.
d.   Universal , yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Dalam proses transaksi, terdapat hal yang dilarang di dalam lembaga keuangan syariah, hal ini karena dalam bentuk transaksi terdapat kemungkinan adanya unsur-unsur yang menjadikan suatu transaksi menjadi haram. Berikut diantara bentuk transaksi yang dilarang baik di dalam Al-Quran maupun haidst: [29]
1)   Tadlis (penipuan)
Situasi dimana adanya penipuan dari pihak penjual yang tidak diketahui oleh pihak pembeli.
2)   Riba
Pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam, secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.

3)   Gharar
Gharar atau disebut juga taghrir adalah situasi dimana terjadi ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi.
4)   Ikhtikar
Rekayasa pasar dalam supply dimana seorang penjual mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik.
5)   Ba’i Najasy
Rekayasa pasar dalam demand dimana seorang pembeli menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk ini akan naik.
6)   Maysir ( perjudian )
Yang dimaksud dengan maysir atau perjudian adalah suatu permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak yang lain akibat permainan tersebut.
7)   Risywah (suap-menyuap)
Yang dimaksud dengan suap menyuap adalah memberi sesuatu kepada pihak lain yang untuk mendapatkan sessuatu yang bukan haknya.

2. Lembaga Keuangan Syariah Bank dan Bukan Bank
Lembaga keuangan syariah tidak hanya terdiri dari perbankan syariah saja, namun lembaga keuangan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah baik itu bank maupun bukan bank juga termasuk lembaga keuangan syariah, diantaranya lembaga keuangan syariah yang dapat memberikan akses pembiayaan sumber dana pinjaman modal  kepada masyarakat adalah :
a.    Bank Syariah
Bank yang aktifitasnya meninggalkan masalah riba. Bank syariah merupakan bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan bunga. [30] Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tetang Perbankan Syariah pada bab 1 pasal 7 disebutkan bahwa bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yaitu menggunakan sistem bagi hasil dalam transaksinya  dan menurut jenisnya terdiri atas :
1)   Bank Umum Syariah
Bank umum merupakan bank yang bertugas melayani seluruh jasa-jasa perbankan dan melayani segenap masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya. Bank umum juga dikenal dengan nama bank komersial dan dikelompokkan kedalam 2 jenis, yaitu : Bank Umum Devisa dan Bank Umum Nondevisa. Bank umum yang berstatus devisa memiliki produk yang lebih luas dari pada bank yang berstatus nondevisa, antara lain dapat melaksanakan jasa yang berhubungan dengan seluruh mata uang asing atau jasa bank luar negeri. Bank umum berfungsi sebagai pencipta uang giral dan uang kuasi, dengan fungsi mempertemukan antara penabung dan penanam modal, dan menyelenggarakan lalu lintas pembayaran yang efisien, sejak dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan UU No. 21 Tahun 1998 bank umum terdiri dari bank konvensional dan bank syariah, disahkannya pula UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah dalam rapat paripurna DPR tanggal 17 juni 2008 yang menjadi payung hukum perbankan syariah nasional dimana Bank Syariah terdiri dari Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2)   Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berfungsi sebagai pelaksana sebagian fungsi bank umum, tetapi ditingkat regional dengan berlandaskan kepada prinsip-prinsip syariah pada sistem konvensional dikenal dengan dengan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah merupakan bank yang khusus melayani masyarakat kecil dikecamatan dan pedesaan. Jenis produk yang ditawarkan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah relatif sempit jika dibandingkan dengan bank umum, bahkan ada beberapa jenis jasa bank yang tidak boleh diselenggarakan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, seperti pembukaan rekening giro dan ikut kliring.[31]
Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional di sajikan dalam tabel 2.1 berikut ini: [32]
No
Pembiayaaan Bank Syariah
No
Pembiayaan Bank Konvensional
1)
Melakukan investasi yang halal saja
1)
Investasi yang halal dan haram
2)
Berdasarkan prinsip bagi hasil jual beli atau sewa
2)
Memakai perangkat bunga
3)
Profit dan falah oriented
3)
Profit oriented
4)
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
4)
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk debitur dan kreditur
5)
Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa dewan pengawas syariah
5)
Tidak terdapat dewan sejenis

b. Baitul Mal wat Tanwil (BMT)
BMT merupakan lembaga ekonomi atau lembaga keuangan syariah nonperbankan yang bersifat informal. Disebut informal karena lembaga keuangan ini didirikan oleh kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya.[33] BMT dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.[34]
c. Pegadaian Syariah
Pegadaian merupakan lembaga keuangan yang menyediakan fsilitass pinjaman dengan jaminan tertentu. Jaminan nasabah tersebut digadaikan, kemudian ditaksir oleh pihak pegadaian untuk menilai besarnya nilai jaminan. Besarnya nilai jaminan akan mempengaruhi jumlah pinjaman. Pegadaian syariah dalam menjalankan operasionalnya berpegang kepada prinsip syariah. Pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dilakukan dalam bentuk rahn. Pegadaian syariah hadir di Indonesia dalam bentuk kerja sama bank syariah dengan perum pegadaian membentuk Unit Layanan Gadai Syariah di samping itu ada pula bank syariah yang menjalankan kegiatan pegadaian syariah sendiri.[35] Payung hukum gadai syariah dalam hal pemenuhan prinsip-prinsip syariah berpegang pada Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan mengadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk  diperbolehkan.[36]
b.    Leasing Syariah, kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lesse) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah. [37]
c.    Dana pensiun syariah, merupakan perusahaan yang kegiatannya mengelola dana pensiun suatu perusahaan pemberi kerja atau perusahaan itu sendiri. Penghimpunan dana pensiun melalui iuran yang dipotong dari gaji karyawan. Kemudia dana yang terkumpul oleh dana pensiun di usahakan lagi dengan menginvestasikannya ke berbagai sektor yang menguntungkan. Perusahaan yang mengelola dana pensiun dapat dilakukan oleh bank atau perusahaan lainnya.[38]
d.   Modal ventura syariah, merupakan pembiayaan oleh perusahaan-perusahaan yang usahanya mengandung resiko tinggi. Usahanya lebih banyak memberikan pembiayaan tanpa jaminan yang umumnya tidak dilayani oleh lembaga keuangan lainnya. Perusahan modal ventura syariah menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah.[39]

D. Pembiayaan
1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. [40]
Menurut Muhammad mengatakan bahwa pembiayaan adalah “ penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan iu berupa “[41]


a.    Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
b.    Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
c.    Transaksi jual beli dalam piutang murabahah, salam, dan istishna
d.   Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh: dan
e.    Transaksi sewa menyewa jasa dalambentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan /atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dana/atau yang diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah tanpa imbalan atau bagi hasil.
Menurut Syafi’I Antonio, pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberi fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang memiliki kebutuhan dana. [42]
Berdasarkan definisi yang telah disebutkan diatas, penulis berpendapat  bahwa pembiayaan adalah proses penyaluran dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana (Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya) kepada pihak yang kekurangan/ membutuhkan dana (masyarakat).




2. Tujuan atau Manfaat  Pembiayaan
Adapun tujuan atau manfaat dari pembiayaan-pembiayaan yang telah disebutkan diatas bagi bank dan bagi nasabah adalah sebagai berikut : [43]
a. Bagi Bank
1) Sebagai salah satu bentuk penyaluran dana
2) Memperoleh pendapatan dalam bentuk bagi hasil sesuai pendapatan usaha yang dikelola (bank oleh nasabah maupun yang dikelola bersama), (akad mudharabah dan musyarakah).
3) Memperoleh pendapatan dalam bentuk margin (akad murabahah)
4) Memperoleh peluang untuk mendapatkan keuntungan apabila harga pasar barang pesanan nasabah lebih tinggi dari pada jumlah pembiayaan dan memperoleh pendapatan dalam bentuk margin atas transaksi pembayaran barang ketika diserahkan kepada nasabah akhir, (akad istishna’ dan salam ):
5) Memperoleh pendapatan dalam bentuk feelujroh (akad ijarah Multi Jasa, Wakalah dan kafalah):
6) Peluang bank untuk mendapatkan fee dari jasa lain yang disertai dengan pemberian fasilitas Qard (akad Qard).
b. Bagi Nasabah
1) Memenuhi kebutuhan modal usaha melalui sitem kemitraan dengan baik, (akad mudharabah dan musyarakah):
2) Merupakan salah satu alternatif untuk memperoleh barang tertentu melalui pembiayaan dari bank yang dapat diangsur pembayaran dengan jumlah angsuran yang tidak akan berubah selama masa perjanjian , (akad murabahah):
3) Memperoleh dana dimuka sebagai modal kerja untuk memproduksi suatu barang, (akad salam):
4) Memperoleh barang yang dibutuhkan sesuai dengan spesifikasi tertentu, (akad istishna’)
5) Memperoleh hak manfaat atas barang yang dibutuhkan dan merupakan sumber pembiayaan dan layanan perbankan syariah untuk memperoleh hak manfaat atas barang dan/atau memperoleh peluang untuk mendapatkan hak penguasaan barang (akad ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik):
6) Sebagai sumber pinjaman yang bersifat non-komersial bagi nasabah yang membutuhkan dana talangan antara lain terkait dengan garansi dan pengambilalihan kewajiban (akad Qard):
7) Memperoleh pemenuhan jasa-jasa tertentu seperti pendidikan dan kesehatan dan jasa lainnya yang dibenarkan oleh ketentuan syariah, (Pembiayaan Multijasa):
8) Akseptasi yang mendukung aktifitasnya dalam perdagangan internasional, (akad wakalah dalam L/C):
9) Meningkatkan kelayakan ataupun creditworthiness sehingga mudah diterima sebagai rekan usaha, (akad kafalah melalui produk Garansi Bank).
3. Jenis-Jenis Pembiayaan
Menurut penggunannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah sebagai berikut [44] :
a. Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupuninvestasi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi beberapajenis sebagaimana berikut :
1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk kebutuhan : peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi dan untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
2) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
b. Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
c. Pembiayaan Sindikasi adalah pembiayaan yang diberikan oleh lebih dari satu lembaga keuangan bank untuk satu objek pembiayaan tertentu. Pada umumnya, pembiayaan ini diberikan bank kepada nasabah korporasi yang memiliki nilai transaksi yang sangat besar.
d. Pembiayaan letter of credit (L/C) adalah pembiayaan yang diberikan dalam rangka memfasilitasi transaksi impor atau ekspor nasabah.
e. Pembiayaan berdasarkan Take Over adalah pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari take over terhadap transaksi nonsyariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank syariah atas permintaan nasabah.
Dalam penyaluran dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi dalam enam (6) katagori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu :[45]
a.    Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah
1)   Pembiayaan atas dasar akad Mudhrabah
Akad Mudharabah dalam pembiayaan adalah akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (amil, mudharib, atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh bank syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja. Akad mudharabah dibedakan atas berikut:
a)    Mudharabah Muthlaqah, Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintan pemilik dana.
b)   Mudharabah Muqayyadah, Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
Landasan syariah pembiayaan mudharabah adalah fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Mudharabah (Qiradh), yang salah satunya menyebutkan mengenai ketentuan pembiayaan mudharabah, bahwa pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2)   Pembiayaan atas dasar akad Musyarakah
Akad musyarakah adalah akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberi porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing. Landasan syariah pembiayaan Musyarakah adalah Fatwa DSN MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Musyarakah.

b.   Pembiayaan berdasarkan pola jual beli dengan akad murabahah, salam atau istishna’
1)   Akad murabahah
Akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) karena dalam transaksi jual beli bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual bank adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Landasan syariah pembiayaan murabahah adalah Fatwa DSN MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan murabahah.
2)   Akad Istishna’
Akad istishna’ akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni) dan penjual atau pembuat (shani). Produk istishna’ menyerupai prosduk salam, namun dalam istishna’ pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna’ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan kontruksi. Landasan syariah pembiayaan istishna’ adalah Fatwa DSN MUI No.06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna’. Dan No. 22/DSN-MUI/III/2002 tentang jual beli istishna’ paralel.
3)   Akad Salam
Salam adalah akad pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati. Dalam praktik perbanka, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekan nasabah atau nasabah itu sendiri secara tunai atau sisilan. Harga jual bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Landasan syariah pembiayaan salam adalah Fatwa DSN MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli salam.
c.    Pembiyaan penyewaan barang bergerak dan tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik
1)   Akad ijarah
Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pmindahan kepemilikan barang itu sendiri. . Landasan syariah pembiayaan dengan menggunakan akad ijarah adalah Fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah.

2) Akad Ijarah muntahiya bittamlik,
Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. Landasan syariah ijarah muntahiya bittamlik adalah Fatwa DSN MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang ijarah muntahiya bittamlik.
d.   Pembiayaan berdasarkan akad Qard
Akad Qard adalah akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentun bahwa nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati baik secara sekaligus maupun cicilan. Landasan syariah akad Qard adalah Fatwa  DSN MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Qard.
e.    Pengambilan utang berdasarkan akad Hiwalah
Akad hiwalah adalah akad pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayar. Dalam praktik perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Landasan syariah hawalah adalah Fatwa DSN MUI No. 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang hawalah dan Fatwa DSN MUI No. 58/DSN-MUI/V/2007 tentang hawalah bil ujrah.
f.     Pembiayaan MultiJasa
Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan bank syariah dalam bentuk sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah dan kafalah. Landasan syariah pembiayaan multi jasa ini adalah Fatwa DSN MUI No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang pembiayaan Multijasa.
1) Ijarah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dana/atau jasa antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan.
2) Kafalah transaksi penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makful anhu/ashil).





[1] Poerwadaminta,W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta , Balai Pustaka, Edisi Iii, 2006, hlm. 769.
[2] Dikutip dari Rifa’atul Machmudah, Faktor-faktor  yang  mempengaruhi minat nasabah non muslim menjadi nasabah di Bank Syariah, hlm. 24
[3] Andi Mappiare, Psikologi orang dewasa bagi penyesuaian dan pendidikan, Surabaya, Usana Offsetprinting, 1994, hlm . 62
[4]  Dikutip Dari, Mar’atus Syawalia, Preferensi Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Sumber Modal, Jurnal Ilmiah, 2015, hlm. 4
[5] Q.S Al-Alaq : 1-3
[6] Andi Mappiare, Psikologi orang dewasa bagi penyesuaian dan pendidikan, Surabaya, Usana Offsetprinting, 1994,  hlm. 273
[7]  Rustam Effendi, Produksi Dalam Islam, Magistra Insani Press Bekerjasama Dengan MSI UII, Yogyakarta, 2003, hlm. 61
[8] Kasmir, Kewirausahaan, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 98
[9]   Ibid, hlm. 93
[10]  Ibid, hlm. 95-98
[11] Rustam Efendi, Produksi Dalam Islam, Magister Press Bekerjasama Dengan MSI UII, Yogyakarta, 2003, hlm. 63-64
[12]  Husain Syahhatah, Berbagai Pelanggaran Syar’at, Robbani Press, Jakarta, 2002, hlm. 66
[13] Q.S Al-Baqarah (2) : 276
[14] Ibid, hlm. 71
[15]  Rustam Effendi ,Op,.cit., hlm. 62-62
[16] Rustam Efendi, Op.,Cit, hlm. 63-64
[17] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, DANA BHAKTI WAKAF, Yogyakarta, 1995, hlm. 287
[18] Ibid, hlm. 287-292
[19]  Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Jakarta, 2009, hlm. 28
[20]  Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, Prenada Media, Cet-1 , Jakarta, 2009,  hlm. 29
[21] Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, Prenada Media, Cet-1 , Jakarta, 2009,  hlm. 31-34
[22]  Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Jakarta, 2009, hlm. 28
[23] Ibid, hlm. 50
[24] Ibid, hlm. 49
[25] Ibid, hlm. 48
[26]  Ibid, hlm. 48
[27]  Ibid, hlm. 28
[28]  Dikutip Dari, Zazkia Amanda Azzahra, Pengaruh Faktor Pelayanan Sosial, Lokasi Dan Agama Terhadap Preferensi Pedagang Pasar Parung Dalam Memilih Sumber Permodalan Di Lembaga Keuangan Syariah, 2015, hlm. 33
[29] Adiwarman A Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, PT Raja Grafindo Persada, 2010, hlm. 29
[30] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta, AMPYKPN, 2002, hlm. 12
[31] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 45-46
[32]  Nurul Ichsan Hasan, Perbankan Syariah (Sebuah Pengantar), Referensi (GP Press Group), Ciputat, 2014, hlm. 168
[33] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 452
[34] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm.. 51
[35] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 50
[36] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 385
[37] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 49
[38] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm.. 48
[39] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 48
[40] Ikatan Bankir Indonesia, Manajemen Risiko I Mengidentifikasikan Risiko Pasar Operasional Dan Kredit Bank, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2015, hlm. 3
[41]  Nur Rianto, Dasar-Dasar Pemasaran bank Syariah, Alfabeta, Bandung, 2010, hlm.42
[42] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Cetakan Kesembilan Belas, Gema Insani, Yogyakarta, 2012 , hlm. 160
[43]  Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Rajawali Pres, Yogyakarta, 2014, hlm.51-63
[44] Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh Dan Keuangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm 231-252
[45] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 78-87