Kamis, 21 Desember 2017

PREFERENSI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

PREFERENSI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

A.    Preferensi
1.  Pengertian Preferensi
Preferensi merupakan kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu.[1] Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab mendefinisikan preferensi itu dapat diartikan suatu kecenderungan untuk memberikan perhatian kepada orang dan bertindak terhadap orang. Aktifitas atau situasi  yang menjadi objek dari minat tersebut dengan disertai dengan perasaan senang atau puas.[2]
Sedangkan menurut Andi Mappiare definisi preferensi adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan, pendirian,  prasangka,  rasa takut, atau kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu piliha tertentu. [3]
2. Preferensi Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Preferensi dalam perspektif ekonomi Islam juga dikaji dimana seorang konsumen dalam menggunakan kekayaan atau berbelanja harus berhati-hati. Apabila kekayaan atau harta yang dimiliki tidak diatur pemanfaatannya maka kesejahteraan tidak dapat tercapai. Oleh karena itu, yang terpenting dalam hal ini adalah cara penggunaan yang harus diarahkan pada pilihan-pilihan (preferensi) yang mengandung maslahah (baik dan manfaat), agar kekayaan atau harta tersebut dapat memberikan manfaat untuk kesejahteraan bagi konsumen tersebut. Termasuk juga bagi seorang pedagang yang menetapkan preferensi sumber permodalannya yang dapat memberikan manfaat bagi pedagang serta dapat mensejahterakan pedagang dari preferensi yang dipilih.[4]
Preferensi seseorang terhadap suatu barang atau jasa sangat beragam dimana dangat dipengaruhi oleh tingkat keyakinan dan pemahaman penggunanya. Preferensi seorang muslim akan sangat jauh berbeda ngan preferensi seorang Non-muslim. Islam memperkenalkan konsep halal dan haram dalam sistem ekonominya. Konsep ini memegang peranan penting dalam silayah produksi maupun konsumsi.
Preferensi atau minat dalam pandangan islam, Al-Quran membicarakan tentang minat terhadap surat Al-Alaq ayat 1-3. Pada ayat pertama surattersebut perintahnya adalah agar kita membaca. Membaca yang dimaksud bukan hanya membaca buku atau dalam artian tekstual, akan tetapi juga semua aspek. Apakah itu tuntutan untuk membaca cakrawala jagad yang merupakan tanda kebesaran-Nya, serta membaca potensi diri, sehingga kita dapat memahami apa yang sebenarnya hal yang menarik minat kita dalam kehidupan ini.
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١  خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٢ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ٣ [5]
Artinya:“bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah , dan Tuhanmulah yang Maha pemurah ( QS Al-Alaq : 1-3 )
Jadi betapapun bakat dan minat merupakan karunia terbesar yang dianugerahkan Allah SWT, kepada kita. Namun, itu bukan berarti kita hanya terpangku tangan dan minat serta bakat tersebut berkembang dengan sendirinya.[6]
3. Faktor- Faktor Yang Memperngaruhi Preferensi
Semua konsumen tentunya akan membuat berbagai macam keputusan untuk menggunakan atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Proses pengambilan keputusan oleh konsumen seringkali masih menjadi masalah yang kompleks yang mendasari pengambilan keputusan tersebut. Seorang konsumen didalam menentukan pilihannya terhadap suatu barang atau jasa dipengaruhi oleh empat faktor yaitu :
a.    Faktor Kebudayaan
1) Budaya.
Budaya adalah penyebab dasar keinginan dan perilaku konsumen. Budaya memainkan peran yang penting dalam pembentukan sikap konsumen dan merupakan petunjuk penting mengenai nilai-nilai yang akan dianut oleh seorang konsumen. Diartikan sebagai komplek yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, hukum, moral, kebiasaan, dan kapabilitas lainnya.
2) Sub Budaya
Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah subbudaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Subbudaya mencakup nasionalisme, agama, kelompok, ras dan wilayah geografis.
3) Kelas Sosial
Pembagian masyarakt yang relatif homogen dan permanen yang menganut nilai, minat dan perilaku serupa.
b. Faktor Sosial
Kelompok sosial adalah kesatuan sosial yang menjadi tempat individu-individu berinteraksi satu sama lain karena adanya hubungan diantara mereka.
1) Kelompok Referensi
Kelompok referensi seseorang terdiri dari kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Adanya interaksi yang cukup berkesinambungan seperti : keluarga, teman, tetangga, dan teman sejawat.

2) Keluarga
Kita dapat membedakan dua keluarga dalam hidup pembeli, yang pertama ialah keluarga orientasi, yang merupakan orang tua seseorang, dari orang tualah seseorang mendapatkan pandangan tentang agama, politik, ekonomi dan merasakan ambisi pribadi nilai atau harga diri dan cinta. Keluarga prokreasi, yaitu pasangan hidup anak-anak seseorang keluarga merupakan organisasi pembeli yang paling penting dalam masyarakat dan telah diteliti secara intensif.
3) Peran dan Status
Seseorang umumnya berpatisipasi dalam kelompok selama hidupnya. Posisi seseorang dalam tiap kelompok dapat ditentukan dari segi peran dan status.
c. Faktor Pribadi
1) Umur dan tahapan dalam siklus hidup
Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau tranformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya.
2) Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya.


3) Keadaan Ekonomi
yang dimaksud keadaan ekonomi seseorang adalah terdiri dari pendapatan yang dapatbdibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan dan hartanya (termasuk presentase yang mudah dijadikan uang), kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan lawan menabung.
4) Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang adalah pola hidup didunia yang diekspresikan oleh kegiatan minat, dan pendapatan seseorang. Gaya hidup menggambarkan “seseorang secara keseluruhan” yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu di balik kelas sosial seseorang.
5) Kepribadian dan Konsep Diri
yang diaksud dengan kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dan setiap orang yang memandang responsnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. Kepribadian merupakan suatu variabel yang sangat berguna dalam menganalisis perilaku konsumen. Bila jenis-jenis kepribadian dapat 
d. Faktor Psikologis
1) Motivasi
Beberapa kebutuhan bersifak biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, haus, resah tidak nyaman. Adapun kebutuhan lain bersifat psikogenitk, yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fisiologis tertentu, seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga diri atau kebutuhan diterima.
2) Persepsi
Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti didunia ini.
3) Proses Belajar
Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.
4) Kepercayaan dan Sikap
Kepercayaan adalah sesuatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
4.   Asumsi Rasionalitas
a.    Pengertian Rasionalitas
Asumsi rasionalitas adalah anggapan bahwa manusia berprilaku secara rasional (masuk akal), dan tidak akan secara sengaja membuat keputusan yang akan menjadikan mereka lebih buruk. Perilaku rasional dapat mempunyai dua makna, yaitu : metode dan hasil. Dalam makna metode perilaku rasional berarti “ ation selected on the basis of reasoned thought than out of habit, prejudice, or emotion (tindakan yang dipilih berdasarkan pikiran yang beralasan, bukan berdasarkan kebiasaan, prasangka, atau emosi).” Sedangkan dalam makna hasil, perilaku rasional berarti “ action that actually succeeds in achieving desired goals (tidakan yang benar-benar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai).”
b.   Jenis Rasionalitas
Ada dua jenis rasionalitas, yakni :
1)    Self interest rasionality (rasionalitas kepentingan pribadi)
Prinsip pertama dalam ilmu ekonomi menurut Edgeworth, adalah bahwa setiap pihak digerakkan hanya oleh self interest. Hal ini mungkin saja benar pada masa-masa Edgeworth, tetapi salah satu pencapaian dari teori utilitas modern adalah pembebasan ilmu ekonomi dari prinsip pertama yang meragukan tersebut. Definisi self interest tidak harus berarti memperbanyak kekayaan seseorang dalam satuan rupiah tertentu. Kita berasumsi bahwa individu mengejar berbagai tujuan, bukan hanya memperbanyak kekayaan secara moneter. Dengan demikian self interest sekurang-kurangnya mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan prestise, persahabatan, cinta, kekuasaan, menolong sesama, pensiptaan, karya seni, dan banyak lagi. Kita dapat juga mempertimbangkan self interest yang tercerahkan, dimana individu-individu dalam rangka untuk mencapai sesuatu yang menjadikan mereka lebih baik, pada saat yang sama membuat orang-orang disekelilingnya menjadi lebih baik pula.

2)    Present-aim rationality
Teori utilitas modern yang aksiomatis tidak berasumsi bahwa manusia bersikap mementingkan kepentingan pribadinya (self interested). Teori ini hanya berasumsi bahwa manusia menyesuaikan preferensinya dengan sejumlah aksioma : secara kasarnya preferensi-preferensi tersebut harus konsisten. Individu-individu menyesuaikan dirinya dengan aksioma-aksioma ini tanpa harus menjadi selft interested.
c.    Aksioma-aksioma Pilihan Rasionalitas
Terdapat tiga sifat dasar :
1)    Kelengkapan ( Completencess )
Jika individu dihadapkan pada dua situasi, A dan B, maka ia dapat selalu menentukan secara pasti salah satu dari ketiga kemungkinan berikut ini :
a)    A lebih disukai daripada B
b)   B lebih disukai daripada A
c)    A dan B keduanya sama-sama disukai
2)   Transivitas ( Transivity )
Jika bagi seseorang “ A lebih disukai daripadaB “ dan B lebih disukai daripada C,” maka baginya “A harus lebih disukai daripada C.” Asumsiini menyatakan bahwa pilihan individu bersifat konsisten dan internal.

3)   Kontinuitas ( Continuity )
Jika bagi seseorang “A lebh disukai daripada B,” maka situasi-situasi yang secara cocok “ mendekati A,” harus juga lebih disukai daripada B.
d.   Asumsi - Asumsi Lainnya Tentang Preferensi
1)   Kemonotonan yang kuat ( Strong Monotonicity )
Bahwa lebih banyak berarti lebih baik. Biasanya kita  memerlukan asumsi sekuat ini. Asumsi ini dapat diganti dengan yang lebih lemah yakni Local Nonsatiation.
2)   Local Nonsatiation.
Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang dapat selalu berbuat lebih baik, sekecil apapun, bahkan bila ia hanya menikmati sedikit perubahan saja dalam “ keranjang konsumsinya.”
3)      Konveksitas Ketat ( Strict Convexity )
Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang lebih menyukai yang rata-rata dari pada yang ekstrim, tapi selain dari pada makna ini, asumsi ini memiliki muatan ekonomis yang kecil. Strict convexity merupakan generalisasi dari asumsi neoklasik tentang “diminishing marginal rates of substitution.”
e. Keterkaitan Preferensi Dalam Pemeuhan Sumber Permodalan    Pedagang Pasar Tradisional
Pedagang secara rasional akan menggunakan sumber daya yang efisien. Pilihan ditetapkan berdasarkan pertimbangan untung rugi, dalam membandingkan biaya yang harus dikeluarkan dan hasil yang akan diperoleh. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, konsep tersebut berkaitan dengan rasionalitas pedagang dalam memilih sumber permodalan. Para pedagang tentu menggunakan sifat rasionalnya tersebut untuk memilih mendapatkan pinjaman modal dari sumber permodal dengan biaya rendah.
Teori pilihan adalah hubungan timbal balik antara preferensi (pilihan) dan berbagai kendala yang menyebabkan seseorang menentukan pilihan-pilihannya. Preferensi itu meliputi pilihan yang sederhana sampai yang kompleks, untuk menunjukkan bagaiman seseorang dapat merasakan atau menikmati segala sesuatu yang dilakukan. Tetapi setiap orang tidak bebas melakukan segala sesuatu yang diinginkan dan mereka terkendala waktu, pendapatan, dan banyak faktor lain dalam menentukan pilihannya.
Sedangkan jika teori preferensi dikaitkan dengan penelitian ini, maka teori preferensi dapat membantu peneliti untuk mengkaji mengenai preferensi pedagang dalam menentukan sumber permodalannya. Pedagang dalam penelitian ini memiliki berbagai preferensi sumber permodalan, namun dari berbagai preferensi tersebut pedagang dapat menentukan satu atau beberpa pilihan sesuai dengan pertimbangannya. Pedagang dalam menentukan preferensinya juga mempertimbangkan berbagai kendala-kendala yang mempengaruhi dalam menentukan pilihan sumber permodalannya.
B. Modal
1. Pengertian Modal
Ahmad ibrahim mendefinisikan modal sebagai kekayaan yang menghasilkan suatu hasil yang akan digunakan untuk menghasilkan suatu kekayaan lain. Definisi ini membawa pengertian luas, mencakup semua harta yang digunakan untuk memperoleh alat-alat produksi dan pembayaran gaji buruh untuk proses produksi, dapat disebut modal.[7] Modal adalah sesuatu yang diperlukan untuk membiayai operasi perusahaan mulai dari berdiri sampai beroperasi. Modal terdiri dari  modal uang dan modal keahlian.[8]
2. Sumber- sumber Modal
Kebutuhan modal, baik modal investasi maupun modal kerja, dapat dicari dari berbagai sumber dana yang ada, yaitu modal sendiri atau modal pinjaman (modal asing). Modal sendiri adalah modal dari pemilik usaha sedangkan modal asing adalah modal dari luar perusahaan. Seperti dikemukakan diatas bahwa penggunaan masing-masing modal tergantung dengan maksud dan tujuannya.
Pertimbangan lain adalah jangka waktu pengembalian yang dibutuhkan apakah jangka waktu pendek atau jangka waktu panjang. Disamping itu, jumlah atau nilai modal yang diingkan perusahaan juga menjadi pertimbangan khusus. Pertimbangan yang paling penting adalah faktor besarnya biaya yang harus ditanggung. Hal ini penting karena ini merupakan komponen biaya yang harus dikeluarkan. Disamping itu, faktor persyaratan yang harus dipenuhi ada yang rumit dan ada yang mudah. Jadi, masing-masing modal memiliki keuntungan dan kerugian, baik dari segi biaya, waktu, persyaratan untuk memperolehnya dan jumlah yang dapat dipenuhi.
Dalam praktiknya pembiayaan suatu usaha dapat diperoleh secara gabungan antara modal sendiri dengan modal pinjaman. Pilihan apakah menggunakan modal sendiri, modal pinjaman atau gabungan dari keduanya tergantung darijumlah modal yang dibutuhkan dan kebijakan pemilik usaha. [9] Pengertian masing-masing modal dilihat dari sumber asalnya yaitu modal sendiri dan modal asing (pinjaman) :[10]
a. Modal sendiri
Modal sendiri adalah modal yang diperoleh dari pemilik usaha keuntungan menggunakan modal sendiri untuk membiayai suatu usaha adalah tidak adanya beban biaya bunga, tetapi hanya akan membayar dividen, tidak ada kewajiban untuk mengembalikan modal yang telah digunakan. Kerugian menggunakan modal sendiri adalah jumlahnya sangat terbatas dan relatif sulit untuk memperolehnya.
1)    Kelebihan modal sendiri
a) Tidak ada biaya seperti biaya bunga atau biaya administrasi sehingga menjadi beban perusahaan
b) Tidak tergantung kepada pihak lain, artinya perolehan dana di peroleh dari setoran pemilik modal
c) Tanpa memerlukan persyaratan yang rumit dan memakan waktu yang relatif lama
d) Tidak ada keharusan pengembalian modal, artinya modal yang ditanamkan pemilik akan tertanam lama dan tidak ada masalah seandainya pemilik modal mau mengalihkan ke pihak lain.
2)   Kekurangan Modal Sendiri
a) Jumlahnya terbatas, artinya untuk memperoleh dalam jumlah tertentu sangat tergantung dari pemilik dan jumlahnya relatif terbatas.
b) Perolehan dari modal sendiri dalam jumlah tertentu dari calon pemilik baru relatif lebih sulit karena mereka akan mempertimbangkan kinerja dan prospek usahanya.
c) Kurang motivasi, artinya pemilik usaha yang menggunakan modal sendiri motivasi usahanya lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan modal asing.
b. Modal Asing ( Pinjaman )
Modal asing atau modal pinjaman adalah modal yang diperoleh dari pihak luar dan biasanya diperoleh dari pinjaman. Penggunaan modal pinjaman untuk membiayai suatu usaha akan menimbulkan beban biaya bunga,biaya administrasi, serta biaya provisi dan komisi yang besarnya relatif. Penggunaan modal pinjaman mewajibkan pengembalian pinjaman setelah jangka waktu tertentu.
Keuntungan modal pinjaman adalah jumlahnya yang tidak terbatas, artinya tersedia dalam jumlah banyak. Disamping itu dengan menggunakan modal pinjaman biasanya timbul motivasi dari pihak manajemen untuk mengerjakan usaha dengan sungguh-sungguh. Sumber dana dari modal asing (pinjaman) dapat diperoleh dari :
1) Pinjaman dari dunia perbankan, baik dari perbankan swasta, pemerintah, maupun perbankan asing.
2) Pinjaman dari lembaga keuangan seperti perusahaan pegadaian, modal ventura, asuransi, leasing, dan pensiun, koperasi atau lembaga pembiayaan lainnya.
3) Pinjaman dari perusahaan Non-keuangan

a) Kelebihan Modal Pinjaman
(1) Jumlahnya tidak terbatas, artinya perusahaan dapat mengajukan modal pinjaman keberbagai sumber. Selama dana yang diajukan perusahaan layak, perolehan danatidak terlalu sulit.banyak pihak berusaha menawarkan dananya ke perusahaan yang dinilai memiliki prospek cerah.
(2) Motivasi usaha tinggi, hal  ini merupakan kebalikan dari menggunakan modal sendiri. Jika menggunakan modal  asing , motivasi pemilik untuk memajukan usaha tinggi, ini disebabkan adanya beban bagi perusahaan untuk mengembalikan pinjaman. Selain itu, perusahaan juga berusaha menjaga image dan kepecayaan perusahaan yang memberi pinjaman agar tidak tercemar.
b) Kekurangan Modal Pinjaman
(1) Dikenakan berbagai biaya seperti bunga dan biaya administrasi. Pinjaman yang diperoleh dari lembaga lain sudah pasti disertai berbagai kewajiban untuk membayar jasa, seperti bunga, biaya administrasi, biaya provisi, dan komisi, materai, dan asuransi
(2) Harus dikembalikan, modal asing wajib dikembalikan dalam jangka waktu yang telah disepakati. Hal ini bagi perusahaan yang sedang mengalami likuiditas merupakan beban yang ditanggung.
(3) Beban moral, perusahaan yang mengalami kegagalan atau  masalah yang mengakibatkan kerugian akan berdampak terhadap pinjaman sehingga akan menjadi beban moral atas utang yang belum atau akan dibayar.
c) Kelebihan Modal Campuran
Dapat mengatur komposisi modal yang diperlukan secara seimbang, artinya, persentase modal pinjaman disesuaikan dengan kebutuhan atas kekurangan modal sendiri.


3. Modal Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Modal dalam literatur Fiqh disebut “Ra’sul Mal” menunjukkan pada pengertian uang dan barang. Berdasarkan pengertian modal dalam literatur Fiqh dan penguraiannya dalam sistem ekonomi Islam, maka pembahasan modal sebagai faktor produksi dapat dibagi dalam dua pembahasan:[11]
Pertama, alat produksi, Islam memperlakukan alat-alat yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa seperti mesin tekstil, traktor pertanian, sama dengn hukum sewa menyewa sebagaimana ditulis dalam kitab-kitab fiqh. Alat produksi  diletakkan dengan posisi sebagai pihak yang menerima bagian sewa yang telah ditetapkandalam kontrak sewa. Pemilik alat-alat produksi tidak dibenarkan menuntut laba atau keuntungan apapun dari penyewa.
Kedua, uang dan barang, berbeda dengan alat-alat produksi, modal uang dan barang diposisikan sebagai pihak yang menerima bagian dari keuntungan apabila modal tersebut dikelola orang lain, dan pemilik modal juga menanggug resiko kerugian yang ditimbulkan akibat kerja ekonomi antara dia dan pengelola.
a.    Permodalan Proyek Secara Islam
Komitmen dengan aturan-aturan syariat untuk memodali proyek-proyek perekonomian saat terjadi kekurangan dari sisi permodalan, dimana banyak proyek-proyek yang membutuhkan dana besar sebagai modal yang disetor. Sehingga proyek-proyek itu terpaksa mempergunakan sumber-sumber dana lain. Seorang akh (saudara) hendaklah mengetahui bahwa pendanaan dari bank-bank konvensional melalui jalan pinjaman (payung pengaman) dengan bunga adalah haram, sebab ia termasuk riba yang diharamkan secara syar’i. [12]
Dalam hal ini sorang akh  haruslah mengimani firman Allah Swt berkut ini :
يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ…………… ٢٧٦
Artinya:“Allah memusnakan riba dan menyuburkan sdekah ……”. [13]
b. Bermuamalah Secara Islami Dengan Lembaga Perbankan
Komitmen kepada aturan-aturan syari’at saat bermu’amalah dengan lembaga-lembaga perbankan. Atas dasar ini ia berkewajiban mengetahui seyakin-yakinnya bahwa di sana ( dilembaga perbankan) terdapat banyak rambu-rambu syar’i saat bermuamalah dengan lembaga-lembaga perbankan ribawi, baik ia mengambil atau memberi, dimana telah ada keputusan-keputusan dari lembaga-lembaga fiqh islam internasional yang menyatakan bahwa bunga-bunga bank termasuk riba yang diharamkan yang tidak akan menjadi boleh karena adanya hajat (kebutuhan), tidak pula akan menjadi boleh karena adanya darurat syar’i.[14]

c. Ketentuan Hukum Islam Mengenai Modal
Beberapa ketentuan hukum Islam mengenai modal dikemukakan A. Muhsin sulaiman, sebagai berikut :[15]
1)      Islam mengharamkan penimbunan modal
2)      Modal tidak boleh dipinjam dan meminjamkan dengan cara riba
3)      Modal harus di dapatkan dengan cara yang sama dengan mendapatkan hak milik.
4)      Modal yang mencapai nisab, sakatnya wajib dikeluarkan
5)      Modal tidak boleh digunakan untuk memproduksi dengan cara boros
6)      Pembayaran gaji buruh atau pekerja harus sesuai ketentuan gaji dalam Islam.
Islam melarang keras penimbunan harta, modal, terutama uang. Untuk yang terakhir, Abu Saud mengemukakan komentarnya: “ Orang boleh saja memiliki atau menyimpan uang sebanyak yang ia kehendaki. Tetapi Islam dengan persyaratan apapun tidak membolehkan siapapun menundukkan dan menindas orang lain dengan mengumpulkan atau menimbun uang lalu meminjamkannya kepada orang lain dengan memungut bunga yang dapat memblokir perekonomian dan produks, merampas hak-hak ekonomi yang bersifat menghalangi terciptanya proses kesejahteraan sosial masyarakat.
Pemilik modal harus berupaya memproduktifkan modalnya, dan bagi yang tidak mampu menjalankan usaha, Islam menyediakan bisnis alternatif yaitu mudharabah dan musyarakah. seandainya pemilik modal tidak siap menanggung resiko bisnis mudharabah atau musyarakah, Islam menganjurkan qard al-hasan, suatu pinjaman kebajikan yang diberikan tanpa harapan keuntungan keuangan.
Islam menyediakan jalan keluar agar modal tidak dicemari oleh noda penimbunan dan bunga, dengan menarik sebagian dari modal untuk zakat, infak, sedekah, didistribusikan kepada orang-orang yang membutuhkan dalam masyarakat. [16]
d. Pengumpulan Modal
Modal merupakan hasil kerja apabila pendapan melebihi pengeluaran. Untuk meningkatkan jumlah modal dalam sebuah negara sebaiknya masyarakat terus berusaha meningkatkan pendapatannya, hemat, cermat dalam membelanjakan pendapatan, menghindari pengeluaran yang berlebihan dan adanya rasa aman dan keselamatan terjamin bagi masyarakat dalam mendapatkan aset dengan mudah. [17]
Islam menyerahkan berbagai cara yang mungkin dapat meningkatkan jumlah simpanan masyarakat, yaitu [18]


1)   Peningkatan pendapatan
Faktor utama pengumpulan modal adalah peningkatan pendapatan. Islam menyarankan berbagai cara untuk meningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini terbagi dalam dua katagori :
a)    Wajib
(1) Pembayaran Zakat
Zakat merupakan pengeluaran wajib atas ternak, tanaman, barang dagangan, emas, perak, dan uang tunai. Zakat bukanlah pajak, ia dikenakan pada aset yang dimiliki sepanjang tahun. Apakah pemiliknya menggunakan aset tersebut atau tidak dia wajib membayar zakatnya setiap tahunn. Hendaknya para pemilik modal mengeluarkan lebih banyak hartanya untuk zakat atau sebaliknya modal tersebut akan habis setiap tahun akibat pembayaran zakat. Setiap peningkatan dalam penanaman modal, pendapatan dan keuntungan juga akan meningkat.
(2) Larangan Mengenakan Bunga
Bunga dilarang dalam Islam dan masyarakat tidak dibenarkan menghasilkan uang dari peminjaman modal dengan bunga. Oleh karena itu orang menanamkan modalnya ke dalam hal-hal yang produktif yang dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan.
b)   Pilihan
1) Penggunaan Harta Anak Yatim
Untuk meningkatkan pertumbuhan modal dalam masyarakat, pengasuh anak yatim hendaknya tidak menyimpan harta anak yatim tetapi memanfaatkannya untuk berdagang atau perusahaan yang lebih menguntungkan. Mereka diminta menggunakan untuk kebaikan serta tidak memboroskannya.
2) Penanaman Modal Secara Tunai
Pertumbuhan modal dianggap sangat penting dan setiap muslim diharapkan menanamkan modal secara tunai ke dalam perniagaan. Seperti sabda Rasulullah s.a.w  berikut ini : “Allah tidak merestui hasil penjualan tanah dan rumah yang tidak ditanamkan lagi dalam .perniagaan”. ini menunjukkan bahwa Rasulullah s.a.w sangat berhati-hati dalam memelihara pertumbuhan modal dalam masyarakat. Beliau menyerukannya supaya umat Islam menyimpan modalnya dan tidak menjualnya tetapi boleh digunakan untuk menghasilkan lebih banyak aset lagi (sebagai modal).

3) Meninggalkan Harta Warisan
Untuk membantu pertumbuhan modal dalam masyarakat, Islam mendorong umatnya agar meninggalkan harta waris dalam keadaan berharta dan berkecukupan dan tidak menyerahkan semua harta mereka untuk amal kebajikan. Rasulullah s.a.w menekankan hal tersebut dalam sabdanya : “ Lebih baik bagi kamu meninggalkan ahli waris dalam keadaan kaya daripada meninggalkan mereka dalam kemiskinan supaya tidak meminta-minta pada orang lain”.
2)   Menghindari Sikap Berlebih-Lebihan
Pertumbuhan pendapatan tidak akan meningkatkan tabungan jika pada waktu yang sama pengeluaran bertambah melebihi pendapatan. Oleh karena itu perlu dikurangi pengeluaran yang tidak perlu seperti : gaya hidup mewah dan dijaga agar tidak lagi berlebih-lebihan dalam masyarakat. Al-Quran menyuruh umat Islam meninggalkan hal-hal yang membawa kepada perbuatan berlebih-lebihan, kalau mereka menginginkan kemakmuran Allah telah menunjukkan adanya satu hubungan yang negatif antara kemakmuran dan pemborosan. Tidak diragukan kebenarannya bahwa negara yang memberikan pemborosan dan perbuatan berlebih-lebihan akhirnya akan kehabisan simpanannya dan akan mempengaruhi usaha dan juga modalnya. Seterusnya kemakmuran justru berubah menjadi kemiskinan.
3) Pembekuan Modal
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan modal adalah pembekun. Bila aset tidak digunakan untuk menghasilkan lebih banyak kekayaan, tetapi sebaliknya dibekukan atau ditanam dalam tanah, akan menyebabkan berkurangnya jumlah modal kerja yang dipe rlukan untuk usaha dalam perdagangan, pertanian dan industri. Islam mengutuk tabiat pembekuan modal yang sama dengan sifat membekukan modal pada sepanjang masa yang tidak pernah merasa puas. Mereka menyimpan harta tersebut dan menutupnya supaya tidak dibelanjakan. Mengumpulkan harta tidak dilarang dalam islam tetapi membekukannya dalam jumlah yang banyak merupakan suatu bahaya bagi masyarakan dan dilarang dengansekeras-kerasnya.

C. Lembaga Keuangan
1.    Pengertian Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan menurut Kasmir adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya. Artiya kegiatan yang dilakukan oleh lembaga keuangan selalu berkaitan dengan bidang keuangan, apakah kegiatannya hanya engimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya menghimpun dan menyalurkan dana.[19]
2.    Peran Lembaga Keuangan
Secara umum, lembaga keuangan berperan sebagai lembaga intermediasi keuangan, intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dana dari unit surplus ekonomi, baik sektor usaha, lembaga pemerintah maupun individu (rumah tangga) untuk penyediaan dana bagi unit ekonomi lain. Intermediasi keuangan merupakan kegiatan pengalihan dana dari unit ekonomi surplus ke unit ekonomi defisit. Lembaga intermediasi berperan sebagai intermediasi denominasi, intermediasi risiko, intermediasi jatuh tempo, intermediasi informasi, intermediasi lokasi dan intermediasi mata uang [20]
3.    Fungsi Lembaga Keuangan
Fungsi lembaga keuangan bisa ditinjau dari empat aspek, yaitu dari sisi jasa-jasa penyediaan finansial, kedudukannya dalam sistem perbankan, sistem finansial, dan sistem moneter. Keempat fungsi lembaga keuangan tersebut yaitu :
a.    Fungsi lembaga keuangan ditinjau dari sisi jasa-jasa penyedia finansial. Jasa-jasa finansial yang disediakan oleh lembaga keuangan syariah harus didasarkan pada prinsip-prinsip syariah diantara fungsi lembaga keuangan sebagai penyedia jasa-jasa finansial antara lain :
1)   Fungsi Tabungan
Sistem pasar keuangan dan lembaga keuangan menyediakan instrumen untuk tabungan bagi masyarakat yang memiliki kelebihan dana setelah pemenuhan kebutuhan dasar (konsumsi). Di samping itu,bagi masyarakat penabung yang memiliki yang masih memiliki idle money (uang yang tidak digunakan) dapat mengalirkan dananya melalui pasar keuangan yang kemudia digunakan untuk investasi sehingga barang-barang dan jasa-jasa dapat diproduksi.
2)   Fungsi Menyimpan Kekayaan
Instrumen keuangan yang diperjualbelikan dalam pasar uang dan pasar modal menyediakan suatu cara untuk menyimpan kekayaan, yaitu dengan cara menahan nilai aset yang dimili disamping menerima pendapatan dalam jumlah tertentu. Saham, obligasi dan instrumen keuangan lain yang diperjualbelikan di pasar uang dan pasar modal menjanjikan suatu pendapatan dengan resiko tertentu.
3)   Fungsi Transmutasi Kekayaan
Dimana lembaga keuangan memiliki aset dalam bentuk janji-janji memberikan imbalan kepada pemilik dana. Bentuk janji-janji tersebut pada dasarnya adalah pembiayaan/kredit yang diberikan kepada unit defisit dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan.
4)   Fungsi Likuiditas
Likuiditas berkaitan dengan kemampuan memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan. Kekayaan yang disimpan dalam bentuk instrumen keuangan dapat dengan mudah dicairkan melalui mekanisme pasar keuangan.
5)   Fungsi Pembiayaan Atau Kredit
Disamping untuk menyediakan likuiditas dan mempermudah arus tabungan menjadi investasi dalam rangka menyimpan kekayaan, pasar keuangan menyediakan pembiayaan atau kredit untuk membiayai kebutuhan konsumsi dan investasi dalam ekonomi.
6)   Fungsi Pembayaran
Sistem keuangan menyediakan mekanisme pembayaran atas transaksi barang dan jasa-jasa. Instrumen pembayaran yang tersedia antara lain, cek, giro, bilyet, kartu kredit, termasuk mekanisme kliring dalam perbankan.
7)   Fungsi Difersifikasi Resiko
Pasar keuangan menawarkan kepada unit usaha dan konsumen proteksi terhadap jiwa, kesehatan dan risiko pendapatan dan kerugian. Hal tersebut dapat dilakukan pada industri asuransi.
8)   Fungsi Manajemen Potofolio
Sebagai penyedia jasa keuangan yang dapat memberikan kenyamanan, proteksi, terhadap kecurangan, kualitas pilihan investasi, biaya transaksi rendah dan pajak pendapatan.
9)   Fungsi Kebijakan
Pasar keuangan telah menjadi instrumen pokok yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk melakukan kebijakan guna menstabilkan ekonomi dan mengaruhi inflasi melalui kebijakan moneter.
b. Fungsi lembaga keuangan ditinju dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem perbankan. Lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem perbankan berfungsi sebagai bagian yang terintergrasi dari unit-unit yang diberi kuasa atau memiliki kewenangan dalam mengeluarkan uang giral (penciptaan uang) dan deposito. Perbankan melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana disamping menyelenggarakan kegiatan-kegiatan jasa perbankan baik dalam negeri maupun luar negeri.
c. Fungsi lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem moneter, lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem moneter berfungsi menciptakan uang (money ).
d. Fungsi lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sistem finansial. Lembaga keuangan ditinjau dari sisi kedudukan lembaga keuangan dalam sisitem finansial berfungsi sebagai bagian dari jaringan yang terintegritas dari seluruh lembaga keuangan yang ada dalam sistem ekonomi. [21]
4.    Jenis - jenis Lembaga Keuangan
Masyarakat mengenal lembaga keuangan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu Lembaga Keuangan Konvensional dan Lembaga Keuangan Syariah :
a.    Lembaga Keuangan Konvensional
1)   Pengertian Lembaga Keuangan Konvensional
Lembaga keuangan menurut Kasmir adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya. Artiya kegiatan yang dilakukan oleh lembaga keuangan selalu berkaitan dengan bidang keuangan, apakah kegiatannya hanya engimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya menghimpun dan menyalurkan dana.[22] Lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional tidak menggunakan prinsip syariah dan dalam operasionalnya menggunakan sistem bunga disebut Lembaga Keuangan Konvensional.
2)   Lembaga Keuangan Konvensional Bank dan Bukan Bank
Lembaga keuangan konvensional tidak hanya terdiri dari perbankan saja, lembaga keuangan konvensional terdiri dari lembaga keuangan Bank dan Bukan Bank, lembaga keuangan konvensional yang dapat memberikan sumber dana pinjaman modal  kepada masyarakat adalah : 
a)    Perbankan Konvensional, Menurut undang-undang nomor 10 tahun 1998 bank konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Prinsip konvensional yang digunakan bank konvensional menggunakan dua metode, yaitu : Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti tabungan, deposito berjangka, maupun produk pinjaman (kredit) yang diberikan berdasarkan tingkat bunga tertentu dan untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak bank menggunakan atau menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau prosentase tertentu. Sistem penetapan biaya ini disebut fee based.
b)   Koperasi, sebuah badan usaha yang memiliki anggota dan setiap orangnya memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing yang memiliki prinsip koperasi dan berdasar pada ekonomi rakyat.
c)    Perusahaan Pegadaian, Perusahaan pegadaian merupakan lembaga keuangan yang menyediakan fasilitas pinjaman dengan jaminan tertentu. Jaminan nasabah tersebut digadaikan, kemudian ditaksir oleh pihak pegadaian untuk menilai besarnya nilai jaminan. Besarnya nilai jaminan akan mempengaruhi jumlah pinjaman.[23]
d)   Leasing, kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lesse) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.[24]
e)    Dana pensiun, merupakan perusahaan yang kegiatannya mengelola dana pensiun suatu perusahaan pemberi kerja atau perusahaan itu sendiri. Penghimpunan dana pensiun melalui iuran yang dipotong dari gaji karyawan. Kemudia dana yang terkumpul oleh dana pensiun dusahakan lagi dengan menginvestasikannya ke berbagai sektor yang menguntungkan. Perusahaan yang mengelola dana pensiun dapat dilakukan oleh bank atau perusahaan lainnya.[25]
f)    Modal ventura, merupakan pembiayaan oleh perusahaan-perusahaan yang usahanya mengandung resiko tinggi. Usahanya lebih banyak memberikan pembiayaan tanpa jaminan yang umumnya tidak dilayani oleh lembaga keuangan lainnya.[26]
b. Lembaga Keuangan Syariah
1.   Pengertian Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga keuangan menurut Kasmir adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, menghimpun dana, menyalurkan dana atau kedua-duanya. Artiya kegiatan yang dilakukan oleh lembaga keuangan selalu berkaitan dengan bidang keuangan, apakah kegiatannya hanya mengimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya menghimpun dan menyalurkan dana[27] Lembaga keuangan  yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan menggunakan sistem bagi hasil disebut Lembaga Keuangan Syariah.
Dalam operasionalnya, lembaga keuangan syariah berada dalam koridor prinsip-prinsip [28]:
a.    Keadilan , yakni berbagai keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak
b.    Kemitraan , yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana)  dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinegri untuk memperoleh keuntungan.
c.    Transparansi , lembaga keuangan syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah dapat mengetahui kondiri dananya.
d.   Universal , yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Dalam proses transaksi, terdapat hal yang dilarang di dalam lembaga keuangan syariah, hal ini karena dalam bentuk transaksi terdapat kemungkinan adanya unsur-unsur yang menjadikan suatu transaksi menjadi haram. Berikut diantara bentuk transaksi yang dilarang baik di dalam Al-Quran maupun haidst: [29]
1)   Tadlis (penipuan)
Situasi dimana adanya penipuan dari pihak penjual yang tidak diketahui oleh pihak pembeli.
2)   Riba
Pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam, secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.

3)   Gharar
Gharar atau disebut juga taghrir adalah situasi dimana terjadi ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi.
4)   Ikhtikar
Rekayasa pasar dalam supply dimana seorang penjual mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik.
5)   Ba’i Najasy
Rekayasa pasar dalam demand dimana seorang pembeli menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk ini akan naik.
6)   Maysir ( perjudian )
Yang dimaksud dengan maysir atau perjudian adalah suatu permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak yang lain akibat permainan tersebut.
7)   Risywah (suap-menyuap)
Yang dimaksud dengan suap menyuap adalah memberi sesuatu kepada pihak lain yang untuk mendapatkan sessuatu yang bukan haknya.

2. Lembaga Keuangan Syariah Bank dan Bukan Bank
Lembaga keuangan syariah tidak hanya terdiri dari perbankan syariah saja, namun lembaga keuangan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah baik itu bank maupun bukan bank juga termasuk lembaga keuangan syariah, diantaranya lembaga keuangan syariah yang dapat memberikan akses pembiayaan sumber dana pinjaman modal  kepada masyarakat adalah :
a.    Bank Syariah
Bank yang aktifitasnya meninggalkan masalah riba. Bank syariah merupakan bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan bunga. [30] Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tetang Perbankan Syariah pada bab 1 pasal 7 disebutkan bahwa bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yaitu menggunakan sistem bagi hasil dalam transaksinya  dan menurut jenisnya terdiri atas :
1)   Bank Umum Syariah
Bank umum merupakan bank yang bertugas melayani seluruh jasa-jasa perbankan dan melayani segenap masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya. Bank umum juga dikenal dengan nama bank komersial dan dikelompokkan kedalam 2 jenis, yaitu : Bank Umum Devisa dan Bank Umum Nondevisa. Bank umum yang berstatus devisa memiliki produk yang lebih luas dari pada bank yang berstatus nondevisa, antara lain dapat melaksanakan jasa yang berhubungan dengan seluruh mata uang asing atau jasa bank luar negeri. Bank umum berfungsi sebagai pencipta uang giral dan uang kuasi, dengan fungsi mempertemukan antara penabung dan penanam modal, dan menyelenggarakan lalu lintas pembayaran yang efisien, sejak dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan UU No. 21 Tahun 1998 bank umum terdiri dari bank konvensional dan bank syariah, disahkannya pula UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah dalam rapat paripurna DPR tanggal 17 juni 2008 yang menjadi payung hukum perbankan syariah nasional dimana Bank Syariah terdiri dari Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2)   Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berfungsi sebagai pelaksana sebagian fungsi bank umum, tetapi ditingkat regional dengan berlandaskan kepada prinsip-prinsip syariah pada sistem konvensional dikenal dengan dengan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah merupakan bank yang khusus melayani masyarakat kecil dikecamatan dan pedesaan. Jenis produk yang ditawarkan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah relatif sempit jika dibandingkan dengan bank umum, bahkan ada beberapa jenis jasa bank yang tidak boleh diselenggarakan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, seperti pembukaan rekening giro dan ikut kliring.[31]
Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional di sajikan dalam tabel 2.1 berikut ini: [32]
No
Pembiayaaan Bank Syariah
No
Pembiayaan Bank Konvensional
1)
Melakukan investasi yang halal saja
1)
Investasi yang halal dan haram
2)
Berdasarkan prinsip bagi hasil jual beli atau sewa
2)
Memakai perangkat bunga
3)
Profit dan falah oriented
3)
Profit oriented
4)
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
4)
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk debitur dan kreditur
5)
Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa dewan pengawas syariah
5)
Tidak terdapat dewan sejenis

b. Baitul Mal wat Tanwil (BMT)
BMT merupakan lembaga ekonomi atau lembaga keuangan syariah nonperbankan yang bersifat informal. Disebut informal karena lembaga keuangan ini didirikan oleh kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya.[33] BMT dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.[34]
c. Pegadaian Syariah
Pegadaian merupakan lembaga keuangan yang menyediakan fsilitass pinjaman dengan jaminan tertentu. Jaminan nasabah tersebut digadaikan, kemudian ditaksir oleh pihak pegadaian untuk menilai besarnya nilai jaminan. Besarnya nilai jaminan akan mempengaruhi jumlah pinjaman. Pegadaian syariah dalam menjalankan operasionalnya berpegang kepada prinsip syariah. Pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dilakukan dalam bentuk rahn. Pegadaian syariah hadir di Indonesia dalam bentuk kerja sama bank syariah dengan perum pegadaian membentuk Unit Layanan Gadai Syariah di samping itu ada pula bank syariah yang menjalankan kegiatan pegadaian syariah sendiri.[35] Payung hukum gadai syariah dalam hal pemenuhan prinsip-prinsip syariah berpegang pada Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan mengadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk  diperbolehkan.[36]
b.    Leasing Syariah, kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lesse) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah. [37]
c.    Dana pensiun syariah, merupakan perusahaan yang kegiatannya mengelola dana pensiun suatu perusahaan pemberi kerja atau perusahaan itu sendiri. Penghimpunan dana pensiun melalui iuran yang dipotong dari gaji karyawan. Kemudia dana yang terkumpul oleh dana pensiun di usahakan lagi dengan menginvestasikannya ke berbagai sektor yang menguntungkan. Perusahaan yang mengelola dana pensiun dapat dilakukan oleh bank atau perusahaan lainnya.[38]
d.   Modal ventura syariah, merupakan pembiayaan oleh perusahaan-perusahaan yang usahanya mengandung resiko tinggi. Usahanya lebih banyak memberikan pembiayaan tanpa jaminan yang umumnya tidak dilayani oleh lembaga keuangan lainnya. Perusahan modal ventura syariah menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah.[39]

D. Pembiayaan
1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. [40]
Menurut Muhammad mengatakan bahwa pembiayaan adalah “ penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan iu berupa “[41]


a.    Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
b.    Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
c.    Transaksi jual beli dalam piutang murabahah, salam, dan istishna
d.   Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh: dan
e.    Transaksi sewa menyewa jasa dalambentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan /atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dana/atau yang diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah tanpa imbalan atau bagi hasil.
Menurut Syafi’I Antonio, pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberi fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang memiliki kebutuhan dana. [42]
Berdasarkan definisi yang telah disebutkan diatas, penulis berpendapat  bahwa pembiayaan adalah proses penyaluran dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana (Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya) kepada pihak yang kekurangan/ membutuhkan dana (masyarakat).




2. Tujuan atau Manfaat  Pembiayaan
Adapun tujuan atau manfaat dari pembiayaan-pembiayaan yang telah disebutkan diatas bagi bank dan bagi nasabah adalah sebagai berikut : [43]
a. Bagi Bank
1) Sebagai salah satu bentuk penyaluran dana
2) Memperoleh pendapatan dalam bentuk bagi hasil sesuai pendapatan usaha yang dikelola (bank oleh nasabah maupun yang dikelola bersama), (akad mudharabah dan musyarakah).
3) Memperoleh pendapatan dalam bentuk margin (akad murabahah)
4) Memperoleh peluang untuk mendapatkan keuntungan apabila harga pasar barang pesanan nasabah lebih tinggi dari pada jumlah pembiayaan dan memperoleh pendapatan dalam bentuk margin atas transaksi pembayaran barang ketika diserahkan kepada nasabah akhir, (akad istishna’ dan salam ):
5) Memperoleh pendapatan dalam bentuk feelujroh (akad ijarah Multi Jasa, Wakalah dan kafalah):
6) Peluang bank untuk mendapatkan fee dari jasa lain yang disertai dengan pemberian fasilitas Qard (akad Qard).
b. Bagi Nasabah
1) Memenuhi kebutuhan modal usaha melalui sitem kemitraan dengan baik, (akad mudharabah dan musyarakah):
2) Merupakan salah satu alternatif untuk memperoleh barang tertentu melalui pembiayaan dari bank yang dapat diangsur pembayaran dengan jumlah angsuran yang tidak akan berubah selama masa perjanjian , (akad murabahah):
3) Memperoleh dana dimuka sebagai modal kerja untuk memproduksi suatu barang, (akad salam):
4) Memperoleh barang yang dibutuhkan sesuai dengan spesifikasi tertentu, (akad istishna’)
5) Memperoleh hak manfaat atas barang yang dibutuhkan dan merupakan sumber pembiayaan dan layanan perbankan syariah untuk memperoleh hak manfaat atas barang dan/atau memperoleh peluang untuk mendapatkan hak penguasaan barang (akad ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik):
6) Sebagai sumber pinjaman yang bersifat non-komersial bagi nasabah yang membutuhkan dana talangan antara lain terkait dengan garansi dan pengambilalihan kewajiban (akad Qard):
7) Memperoleh pemenuhan jasa-jasa tertentu seperti pendidikan dan kesehatan dan jasa lainnya yang dibenarkan oleh ketentuan syariah, (Pembiayaan Multijasa):
8) Akseptasi yang mendukung aktifitasnya dalam perdagangan internasional, (akad wakalah dalam L/C):
9) Meningkatkan kelayakan ataupun creditworthiness sehingga mudah diterima sebagai rekan usaha, (akad kafalah melalui produk Garansi Bank).
3. Jenis-Jenis Pembiayaan
Menurut penggunannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya adalah sebagai berikut [44] :
a. Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupuninvestasi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi beberapajenis sebagaimana berikut :
1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk kebutuhan : peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi dan untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
2) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
b. Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
c. Pembiayaan Sindikasi adalah pembiayaan yang diberikan oleh lebih dari satu lembaga keuangan bank untuk satu objek pembiayaan tertentu. Pada umumnya, pembiayaan ini diberikan bank kepada nasabah korporasi yang memiliki nilai transaksi yang sangat besar.
d. Pembiayaan letter of credit (L/C) adalah pembiayaan yang diberikan dalam rangka memfasilitasi transaksi impor atau ekspor nasabah.
e. Pembiayaan berdasarkan Take Over adalah pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari take over terhadap transaksi nonsyariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank syariah atas permintaan nasabah.
Dalam penyaluran dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi dalam enam (6) katagori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu :[45]
a.    Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah
1)   Pembiayaan atas dasar akad Mudhrabah
Akad Mudharabah dalam pembiayaan adalah akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (amil, mudharib, atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh bank syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja. Akad mudharabah dibedakan atas berikut:
a)    Mudharabah Muthlaqah, Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintan pemilik dana.
b)   Mudharabah Muqayyadah, Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
Landasan syariah pembiayaan mudharabah adalah fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Mudharabah (Qiradh), yang salah satunya menyebutkan mengenai ketentuan pembiayaan mudharabah, bahwa pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2)   Pembiayaan atas dasar akad Musyarakah
Akad musyarakah adalah akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberi porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing. Landasan syariah pembiayaan Musyarakah adalah Fatwa DSN MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Musyarakah.

b.   Pembiayaan berdasarkan pola jual beli dengan akad murabahah, salam atau istishna’
1)   Akad murabahah
Akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) karena dalam transaksi jual beli bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual bank adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Landasan syariah pembiayaan murabahah adalah Fatwa DSN MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan murabahah.
2)   Akad Istishna’
Akad istishna’ akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni) dan penjual atau pembuat (shani). Produk istishna’ menyerupai prosduk salam, namun dalam istishna’ pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna’ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan kontruksi. Landasan syariah pembiayaan istishna’ adalah Fatwa DSN MUI No.06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna’. Dan No. 22/DSN-MUI/III/2002 tentang jual beli istishna’ paralel.
3)   Akad Salam
Salam adalah akad pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati. Dalam praktik perbanka, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekan nasabah atau nasabah itu sendiri secara tunai atau sisilan. Harga jual bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Landasan syariah pembiayaan salam adalah Fatwa DSN MUI No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli salam.
c.    Pembiyaan penyewaan barang bergerak dan tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik
1)   Akad ijarah
Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pmindahan kepemilikan barang itu sendiri. . Landasan syariah pembiayaan dengan menggunakan akad ijarah adalah Fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah.

2) Akad Ijarah muntahiya bittamlik,
Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. Landasan syariah ijarah muntahiya bittamlik adalah Fatwa DSN MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang ijarah muntahiya bittamlik.
d.   Pembiayaan berdasarkan akad Qard
Akad Qard adalah akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentun bahwa nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati baik secara sekaligus maupun cicilan. Landasan syariah akad Qard adalah Fatwa  DSN MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Qard.
e.    Pengambilan utang berdasarkan akad Hiwalah
Akad hiwalah adalah akad pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayar. Dalam praktik perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Landasan syariah hawalah adalah Fatwa DSN MUI No. 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang hawalah dan Fatwa DSN MUI No. 58/DSN-MUI/V/2007 tentang hawalah bil ujrah.
f.     Pembiayaan MultiJasa
Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan bank syariah dalam bentuk sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah dan kafalah. Landasan syariah pembiayaan multi jasa ini adalah Fatwa DSN MUI No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang pembiayaan Multijasa.
1) Ijarah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dana/atau jasa antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan.
2) Kafalah transaksi penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makful anhu/ashil).





[1] Poerwadaminta,W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta , Balai Pustaka, Edisi Iii, 2006, hlm. 769.
[2] Dikutip dari Rifa’atul Machmudah, Faktor-faktor  yang  mempengaruhi minat nasabah non muslim menjadi nasabah di Bank Syariah, hlm. 24
[3] Andi Mappiare, Psikologi orang dewasa bagi penyesuaian dan pendidikan, Surabaya, Usana Offsetprinting, 1994, hlm . 62
[4]  Dikutip Dari, Mar’atus Syawalia, Preferensi Pedagang Pasar Tradisional Terhadap Sumber Modal, Jurnal Ilmiah, 2015, hlm. 4
[5] Q.S Al-Alaq : 1-3
[6] Andi Mappiare, Psikologi orang dewasa bagi penyesuaian dan pendidikan, Surabaya, Usana Offsetprinting, 1994,  hlm. 273
[7]  Rustam Effendi, Produksi Dalam Islam, Magistra Insani Press Bekerjasama Dengan MSI UII, Yogyakarta, 2003, hlm. 61
[8] Kasmir, Kewirausahaan, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 98
[9]   Ibid, hlm. 93
[10]  Ibid, hlm. 95-98
[11] Rustam Efendi, Produksi Dalam Islam, Magister Press Bekerjasama Dengan MSI UII, Yogyakarta, 2003, hlm. 63-64
[12]  Husain Syahhatah, Berbagai Pelanggaran Syar’at, Robbani Press, Jakarta, 2002, hlm. 66
[13] Q.S Al-Baqarah (2) : 276
[14] Ibid, hlm. 71
[15]  Rustam Effendi ,Op,.cit., hlm. 62-62
[16] Rustam Efendi, Op.,Cit, hlm. 63-64
[17] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, DANA BHAKTI WAKAF, Yogyakarta, 1995, hlm. 287
[18] Ibid, hlm. 287-292
[19]  Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Jakarta, 2009, hlm. 28
[20]  Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, Prenada Media, Cet-1 , Jakarta, 2009,  hlm. 29
[21] Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, Prenada Media, Cet-1 , Jakarta, 2009,  hlm. 31-34
[22]  Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Jakarta, 2009, hlm. 28
[23] Ibid, hlm. 50
[24] Ibid, hlm. 49
[25] Ibid, hlm. 48
[26]  Ibid, hlm. 48
[27]  Ibid, hlm. 28
[28]  Dikutip Dari, Zazkia Amanda Azzahra, Pengaruh Faktor Pelayanan Sosial, Lokasi Dan Agama Terhadap Preferensi Pedagang Pasar Parung Dalam Memilih Sumber Permodalan Di Lembaga Keuangan Syariah, 2015, hlm. 33
[29] Adiwarman A Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, PT Raja Grafindo Persada, 2010, hlm. 29
[30] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta, AMPYKPN, 2002, hlm. 12
[31] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 45-46
[32]  Nurul Ichsan Hasan, Perbankan Syariah (Sebuah Pengantar), Referensi (GP Press Group), Ciputat, 2014, hlm. 168
[33] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 452
[34] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm.. 51
[35] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 50
[36] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 385
[37] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 49
[38] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm.. 48
[39] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 48
[40] Ikatan Bankir Indonesia, Manajemen Risiko I Mengidentifikasikan Risiko Pasar Operasional Dan Kredit Bank, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2015, hlm. 3
[41]  Nur Rianto, Dasar-Dasar Pemasaran bank Syariah, Alfabeta, Bandung, 2010, hlm.42
[42] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Cetakan Kesembilan Belas, Gema Insani, Yogyakarta, 2012 , hlm. 160
[43]  Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Rajawali Pres, Yogyakarta, 2014, hlm.51-63
[44] Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh Dan Keuangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm 231-252
[45] Andri Soemitra, Op.,Cit, hlm. 78-87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar