Kamis, 30 November 2017

MAKALAH BADAN HUKUM (FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini aktivitas bisnis berkembang begitu pesatnya dan terus merambah ke berbagai bidang, baik menyangkut barang maupun jasa. Bisnis merupakan salah satu pilar penopang dalam upaya mendukung perkembangan ekonomi dan pembangunan. Dalam melakukan bisnis tidak mungkin pelaku bisnis terlepas dari hukum karena hukum sangat berperan mengatur bisnis agar bisnis bisa berjalan dengan lancar, tertib, aman sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan akibat adanya kegiatan bisnis tersebut, Maka dari itu penting untuk kita mengetahui dari mana saja sumber hukum bisnis itu, apa saja ruang lingkup hukum itu beserta aspek nya dan bagaimana cara kita menjadi seorang yang menggeluti dunia bisnis sesuai dengan hukum bisnis dan apa saja fungsi dari hukum bisnis.Dalam setiap kedudukan kehidupan perekonomian yang sangat dbutuhkan oleh setiap Negara, baik Negara-negara maju dan Negara-negara berkembang menginginkan kelancaran jalannya proses perekonomian. Sehingga membutuhkan ketaatan-ketaatan dalam setiap proses ekonomi. Dengan adanya aspek hukum dalam ekonomi yang mengatur setiap jalannya ekonomi, akan memperlancar dan mengatur perekonomian dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dan dibuat secara kesepakatan.
Banyak orang yang menyalahgunakan aturan hukum ekonomi. Yang seharusnya dijalankan sesuai dengan aturan yang ditentukan, tetapi karena ingin kemudahan atau kelancaran yang lebih cepat  sehingga ia mengubah aturan tersebut. Disinilah sebenarnya bagaimana aturan dalam ekonomi itu harus di laksanakan.






B.  Rumusan Masalah
1.      Aspek apa saja yang ada dalam perusahaan?
2.      Bagaimana peraturan hukum dalam perusahaan?
C. Tujuan Penulisan
1.      Dapat memahami Aspek-aspek yang ada dalam perusahaan.
2.      Dapat memahami peraturan hukum dalam perusahaan


BAB II
PEMBASAN

A. Badan Hukum
     1.  Pengertian Badan Hukum
Berikut ini adalah beberapa pengertian tentang badan hukum yang dikemukakan oleh para ahli:[1]
a.    Menurut E. Utrecht, badan hukum (rechtpersoon), yaitu badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan bahwa badan hukum adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa atau yang lebih tepat bukan manusia.
b.    Menurut R. Subekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.
c.    R. Rochmat Soemitro mengemukakan, badan hukum (rechtpersoon) ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi.
Berdasarkan       pengertian       diatas,  dapat   disimpulkan     bahwa  badan hukum merupakan  subjek  hukum  yang  perwujudannya  tidak  tampak  seperti  manusia biasa, namun mempunyai hak dan kewajiban serta dapat melakukan perbuatan hukum seperti orang pribadi (natural person).
     2. Bentuk-Bentuk Badan Hukum
Menurut E. Utrecht/Moh. Soleh Djidang, dalam pergaulan hukum ada berbagai macam-macam badan hukum yaitu:[2]
a.         Perhimpunan (vereniging) yang dibentuk dengan sengaja dan dengan sukarela oleh orang yang bermaksud memperkuat kedudukan ekonomis mereka, memelihara kebudayaan, mengurus soal-soal sosial dan sebagainya. Badan hukum semacam itu berupa-rupa, misalnya Perseroan Terbatas (PT), perusahaan negara, joint venture;
b.         Persekutuan orang (gemmenschap van mensen) yang terbentuk karena faktor-faktor kemasyarakatan dan politik dalam sejarah, misalnya negara, propinsi, kabupaten dan desa;
c.         Organisasi yang didirikan berdasarkan undang-undang tetapi bukan perhimpunan yang termasuk sub (a) di atas ini;
d.        Yayasan.
Biasanya macam-macam badan hukum yang disebut pada sub-sub (a), (b), (c) disebut korporasi (corporatie). Dengan demikian, menurut pendapat ini bahwa badan hukum terbagi ke dalam 2 (dua) tipe golongan, yaitu korporasi dan yayasan. Perseroan sebagai suatu badan hukum merupakan salah satu bentuk dari korporasi, yaitu perhimpunan atau gabungan orang yang dalam pergaulan hukum bertindak secara bersama-sama sebagai satu subjek hukum tersendiri, guna mencapai tujuan tertentu (biasanya tujuan ekonomis).
    3.  Tanggung Jawab Badan Hukum
Perseroan sebagai badan hukum, secara hukum pada prinsipnya harta benda perseroan terpisah dari harta benda pendiri/pemiliknya, karena itu tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum.[3]
Dengan demikian, apabila perseroan melakukan suatu perbuatan dengan pihak lain, maka tanggung jawabnya berada di pihak perseroan tersebut dan hanya sebatas harta benda yang dimiliki perseroan. Tanggung jawab perseroan terlepas dari orang-orang yang ada di dalamnya, apabila timbul kerugian pada perseroan maka harta pribadi pemilik/pendiri tidak dapat ikut disita atau dibebankan untuk tanggung jawab peseroan.


B.  Hukum Perusahaan
     1. Pengaturan dan Pengertian Hukum Perusahaan
Perusahaan merupakan pengertian ekonomis yang banyak dipakai dalam kegiatan usaha dan pekerjaan kehidupan sehari-hari. Istilah perusahaan baru timbul kemudian, dimana sebelumnya lazim disebut dengan perdagangan, sehingga pada saat itu timbulah istilah hukum dagang. Hukum dagang merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
Perkembangan dunia perdagangan menyebabkan berkembangnya pula pengertian perusahaan yang menyangkut bentuk usaha dan bidang kegiatan usahanya. Dalam perkembangan ini munculah apa yang disebut hukum perusahaan. Pengaturan dari hukum perusahaan ini diatur dalam:
a.         Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
b.        Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
c.         Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Pengaturan hukum perusahaan dalam KUH Perdata sebagian besar terletak pada Buku III tentang Perikatan. Masuknya hukum perusahaan ke dalam hukum perikatan, karena hukum perusahaan mengatur juga perikatan-perikatan yang timbul dari lapangan harta kekayaan yang bersumber dari perjanjian, misalnya: jual beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, check, Firma, CV, PT dan sebagainya.[4]
KUHD yang mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848 (Stb. Nomor 23 Tahun 1847) terdiri atas dua buku dan 23 bab. Buku I memuat 10 bab dan Bab II memuat 13 bab. Buku I mengatur tentang perdagangan pada umumnya, sedangkan Buku II mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari pelayaran.
Pengaturan hukum perusahaan di dalam KUHD terletak pada Buku I tentang perdagangan pada umumnya. Dalam Buku I Bab III KUHD mengatur tentang beberapa jenis perseroan yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan KUHD terdapat beberapa jenis perseroan yang ada, yaitu Persekutuan dengan Firma (Fa), diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHD; Persekutuan Komanditer (CV), diatur dalam Pasal 19 sampai dengan 21 KUHD.
Sementara itu pengaturan Perseroan Terbatas (PT) yang pada awalnya terdapat dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD telah dihapus karena dalam perkembangannya ketentuan-ketentuan dalam KUHD tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sebagai akibat dari pertumbuhan keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat, terutama dalam era globalisasi seperti saat ini.
Selain pengaturan dalam KUHPer dan KUHD, hukum perusahaan juga diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan hukum perusahaan sebagai pedoman bagi masyarakat dalam menjalankan usaha bisnisnya yaitu sebagai berikut: Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan; dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Pengaturan hukum perusahaan di atas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang saling berkaitan dalam penerapannya. Pengaturan yang ada dalam KUH Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang bersifat umum, sedangkan ketentuan dalam KUHD bersifat khusus sehingga dalam hubungan ini berlaku asas “Lex specialis derogate legi generali” yaitu hukum yang bersifat khusus mengenyampingkan hukum yang bersifat umum, dengan demikian berarti jika KUHD telah mengatur secara khusus ketentuan tentang perusahaan, maka ketentuan dalam KUH Perdata tidak berlaku lagi, tapi bila dalam KUHD belum diatur maka ketentuan tentang perusahaan tersebut tunduk kepada aturan KUH Perdata.
Demikian pula halnya dengan peraturan-peraturan lainnya tentang hukum perusahaan yang ada di luar KUH Perdata dan KUHD. Peraturan-peraturan tersebut bersifat khusus yang mengatur tentang bentuk usaha dan kegiatan usaha perusahaan sehingga apabila telah diatur dalam peraturan-peraturan yang bersifat khusus tersebut, maka ketentuan dalam KUH Perdata dan KUHD tidak berlaku lagi.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orangperorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa hukum perusahaan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang bentuk usaha dan kegiatan usaha.[5]
Pengertian yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro, bahwa hukum perusahaan adalah hukum yang secara khusus mengatur tentang bentuk perusahaan serta segala aktivitas/kegiatan yang berkaitan dengan jalannya suatu perusahaan.[6]
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil berpendapat bahwa hukum perusahaan adalah hukum yang mengatur tentang seluk beluk bentuk hukum perusahaan.[7]
Pengertian tentang hukum perusahaan yang disebutkan terakhir ini hanya menentukan bahwa hukum perusahaan hanyalah terbatas mengatur mengenai bentuk perusahaan. Tentunya hal ini berbeda dengan 2 (dua) pendapat sebelumnya yang mengatakan bahwa hukum perusahaan tidak hanya mengatur mengenai bentuk perusahaan, tapi juga mengatur tentang kegiatan yang dijalankan perusahaan.
Apabila kedua rumusan ini dibandingkan, maka pendapat yang lebih sempurna adalah pendapat yang menyatakan bahwa pengertian hukum perusahaan adalah hukum yang mengatur tentang bentuk perusahaan (badan usaha) dan kegiatan perusahaan, hal ini dikarenakan suatu usaha didirikan untuk menjalankan kegiatan dibidang ekonomi yang tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan dan dalam menjalankan kegiatan ekonominya maka usaha tersebut haruslah mempunyai badan usaha, karena jika tidak dijalankan oleh badan usaha maka itu bukanlah perusahaan melainkan hanya melaksanakan pekerjaan.
     2. Bentuk Hukum Perusahaan
Bentuk hukum perusahaan adalah badan usaha yang menjadi wadah penggerak setiap jenis kegiatan usaha, dimana secara umum dapat dibedakan bentuk hukum perusahaan terdiri dari perusahaan yang berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum, baik perusahaan negara maupun perusahaan swasta.
Bentuk-bentuk perusahaan negara (BUMN) yang diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 diklasifikasikan menjadi perusahaan umum (perum) dan perusahaan persero. Sementara itu, Bentuk hukum perusahaan swasta yang telah diatur dalam perundang-undangan dibagi menjadi perusahaan badan hukum dan bukan badan hukum.
a. Perusahaan bukan badan hukum
1)        Firma (Fa)
Pengaturan tentang Firma terdapat dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHD dan Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652 KUHPdt. Firma adalah perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah satu nama bersama, dimana anggotanya langsung dan secara sendiri-sendiri bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pengurusan firma.

2)        Persekutuan Komanditer (CV)
Pengaturan tentang firma terdapat dalam Pasal 19 sampai dengan 21 KUHD. Perseroan komanditer merupakan firma yang mempunyai satu atau beberapa orang sekutu komanditer. Sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang atau barang modal sebagai pemasukan kepada persekutuan dan tidak ikut campur dalam pengurusan persekutuan dan hanya memperoleh keuntungan dari pemasukannya tersebut serta tanggung jawabnya hanya terbatas pada pemasukannya tersebut.
b. Perusahaan Badan Hukum
1)      Perseroan Terbatas (PT)
Pengaturan perseroan terbatas terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang melakukan kegiatan usaha tertentu yang di dalamnya terdiri dari persekutuan modal dan modal tersebut terbagi-bagi dalam bentuk saham.
2)      Badan Usaha Koperasi
Pengaturan koperasi terdapat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Koperasi adalah badan usaha beranggotakan orang perseorangan atau badan hukum dengan berlandaskan pada prinsip koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, berdasarkan asas kekeluargaan.
3. Kegiatan Usaha Perusahaan
Tidak semua kegiatan dapat dikategorikan sebagai kegiatan usaha. Suatu kegiatan dapat disebut kegiatan usaha dalam arti hukum perusahaan apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a.         Dalam bidang perekonomian;
b.        Dilakukan oleh pengusaha;
c.         Tujuan memperoleh keuntungan atau laba.[8]
Kegiatan usaha perusahaan merupakan kegiatan dalam bidang ekonomi meliputi perdagangan, pelayanan dan industri, yang dapat dirinci sebagai berikut:
1)        Perdagangan meliputi jual beli barang bergerak dan tidak bergerak, misalnya ekspor-impor, bursa efek, restoran, toko swalayan, perumnas dan valuta asing.
2)        Pelayanan meliputi penyediaan jasa, misalnya biro perjalanan, biro konsultan, perbankan, pengangkutan dan perbengkelan.
3)        Industri meliputi mencari dan mengolah serta mengadakan sumber daya dan kekayaan, misalnya eksplorasi dan pengeboran minyak, penangkapan ikan, usaha pertanian/perkayuan, makanan dalam kaleng, kerajinan, obat-obatan, kendaraan bermotor, rekaman dan perfilman, percetakan dan penerbitan.
C. Perseroan Terbatas (Perseroan)
    1.  Pengaturan dan Pengertian Perseroan
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perseroan adalah sebagai berikut:
a.    Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
b.    Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas.
c.    Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal perseroan tertentu yang terbagi-bagi atas saham-saham, dalam mana pemegang saham (persero) ikut serta dengan mengambil satu saham atau lebih dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibuat oleh nama bersama, dengan tidak bertanggung jawab sendiri untuk persetujuan-persetujuan persero itu (dengan tanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal yang mereka setorkan).[9]
Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk dapat disebut sebagai perusahaan perseroan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 maka harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a.         Berbentuk badan hukum
b.        Didirikan atas dasar perjanjian
c.         Melakukan kegiatan usaha
d.        Modal dasar yang terbagi-bagi atas saham
e.         Memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 serta peraturan pelaksanaannya.
Badan hukum adalah salah satu subjek hukum selain dari orang dewasa. Subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban yang dapat mengadakan hubungan hukum dengan pihak lain. Suatu badan hukum lahir karena diciptakan oleh undang-undang, karena badan ini diperlukan oleh masyarakat dan pemerintah.
Pada dasarnya, badan hukum dianggap sama dengan manusia, yaitu sebagai manusia buatan/tiruan (artificial person), namun secara hukum dapat berfungsi sebagai manusia biasa (natural person), dia bisa menggugat ataupun digugat, bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang, dan mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia biasa. Agar dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum, maka untuk itu diperlukan adanya agent, yaitu orang yang mewakili perseroan serta bertindak untuk dan atas nama perseroan, dalam hal ini orang tersebut adalah Direksi.[10]
Unsur berikutnya yaitu setiap perseroan didirikan berdasarkan perjanjian. Artinya, harus ada sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang bersepakat mendirikan perseroan, yang dibuktikan secara tertulis yang tersusun dalam bentuk anggaran dasar, kemudian dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di muka notaris. Setiap pendiri wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Ketentuan ini adalah asas dalam pendirian perseroan.
Kemudian setiap perseroan haruslah melakukan kegiatan dalam bidang perekonomian (perindustrian, perdagangan, perjasaan dan pembiayaan) yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba. Supaya kegiatan usaha tersebut sah, maka harus mendapat izin usaha dari pihak yang berwenang dan didaftarkan dalam daftar perusahaan menurut undang-undang yang berlaku.
Ketentuan selanjutnya yaitu sebagai perseroan harus mempunyai modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Modal dasar disebut juga modal statuer, dalam bahasa Inggris disebut dengan authorized capital. Modal dasar merupakan harta kekayaan perseroan sebagai badan hukum yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pendiri, organ perseroan dan pemegang saham. Modal dasar inilah yang sering dipakai sebagai kriteria agar suatu perseroan dapat digolongkan ke dalam kategori tertentu, yaitu apakah perseroan tersebut tergolong ke dalam perusahaan kecil, menengah atau besar.
Unsur yang terakhir adalah bahwa setiap perseroan harus memenuhi persyaratan undang-undang perseroan dan peraturan pelaksanaannya. Unsur ini menunjukkan bahwa perseroan menganut sistem tertutup (closed system).
     2. Pendirian Perseroan
Pendirian suatu perseroan harus memenuhi syarat-syarat dan prosedur yang telah ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Syarat-syarat yang harus dipenuhi tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih
Menurut ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih. Pengertian orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Ketentuan dalam pasal tersebut menegaskan prinsip yang berlaku bahwa sebagai badan hukum, perseroan didirikan berdasarkan prinsip perjanjian atau yang disebut asas kontraktual. Oleh karena itu, perseroan harus mempunyai lebih dari satu orang pendiri.
b.      Didirikan dengan akta otentik
Menurut ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, perjanjian pendirian perseroan harus dibuat dengan akta otentik di depan notaris, yang berarti bahwa perjanjian pendirian perseroan tersebut tidak dapat dibuat di bawah tangan, tetapi harus dibuat oleh pejabat berwenang yang ditunjuk untuk membuat akta pendirian tersebut, yaitu notaris. Tanpa adanya akta notaris maka pendirian perseroan tersebut tidak sah. Dengan demikian, kedudukan akta notaris di sini merupakan syarat mutlak untuk terbentuknya suatu perseroan.
c.       Modal dasar perseroan
Menurut ketentuan Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), tetapi dalam undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar tersebut. Maksud dari kegiatan usaha tertentu tersebut antara lain kegiatan dalam bidang perbankan dan asuransi.
Setelah memenuhi persyaratan tersebut, selanjutnya pendirian perseroan harus mengikuti langkah-langkah prosedur pendirian perseroan dan sah berbadan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.
1)   Langkah pertama pendirian perseroan adalah pembuatan akta pendirian di muka notaris. Akta pendirian tersebut merupakan perjanjian yang dibuat secara otentik yang memuat anggaran dasar perseroan sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.
2)   Langkah kedua adalah permohonan pengesahan. Akta pendirian perseroan yang dibuat di muka notaris dimohonkan pengesahannya oleh Menteri Hukum dan HAM. Pengesahan tersebut penting, karena status badan hukum perseroan diperoleh setelah akta pendirian disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.
3)   Langkah ketiga adalah pendaftaran perseroan dalam daftar perusahaan, berupa akta pendirian dan surat pengesahan badan hukum yang diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan HAM.
4)   Langkah keempat adalah pengumuman dalam Tambahan Berita Negara. Menurut ketentuan Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, pengumuman dalam tambahan berita negara dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan Menteri Hukum dan HAM, dengan demikian prihal pengumuman ini bukanlah merupakan hal yang sangat prinsip bagi Direksi perseroan, karena sahnya suatu perseroan menjadi badan hukum bukan didasarkan pada pengumuman dalam tambahan berita negara Republik Indonesia. Selain itu, pengumuman ini juga tidak terkait secara langsung dengan tanggung jawab Direksi dikarenakan yang harus melakukan pengumuman ini adalah Menteri Hukum dan HAM.
 3. Organ Perseroan
Organ perseroan merupakan alat perlengkapan yang dimiliki oleh perseroan dalam menjalankan perusahaannya. Organ menurut Pitlo adalah orang-orang atau kelompok orang yang tugasnya di dalam badan hukum itu merupakan essentialia dari organisasi itu, tempatnya ditentukan oleh anggaran dasar dan karena mereka organ, maka mempunyai kewenangan mewakili.[11] Menurut Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, Dewan Komisaris.
a.       Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
RUPS adalah suatu wadah dimana para pemegang saham (pengusaha) perseroan terbatas berkumpul, sehingga terbentuk suatu organ/lembaga yang mempunyai kekuatan/kekuasaan.[12]
Berdasarkan pengertian di atas, maka   dapat disimpulkan bahwa RUPS merupakan organ tertinggi dalam perseroan yang  terdiri  dari  pemegang-pemegang saham, serta memegang segala kewenangan yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Dewan komisaris. Kewenangan tersebut merupakan arah kebijakan-kebijakan yang ditentukan oleh RUPS dalam menjalankan perseroan.
b.    Direksi (pengurus)
Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Ketentuan di atas menugaskan dan memberikan tanggung jawab kepada Direksi untuk pengurusan perseroan sehari-hari dan juga memberikan wewenang kepada Direksi untuk mewakili perseroan sehubungan dengan kepentingan serta maksud dan tujuan perseroan. Pelaksanaan pengurusan meliputi pengelolaan dan memimpin tugas sehari-hari, yakni membimbing dan membina kegiatan atau aktivitas perseroan ke arah pencapaian maksud dan tujuan yang ditetapkan dalam anggaran dasar perseroan.[13]
Keberadaan Direksi dalam perseroan merupakan suatu keharusan atau dengan kata lain, perseroan wajib memiliki Direksi karena sebagai badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban, perseroan tidak dapat bertindak sendiri karena sifatnya artificial person (manusia buatan) sehingga perlu diwakili oleh pengurus, dalam hal ini organ yang ditunjuk oleh hukum adalah Direksi.
c.    Dewan Komisaris (pengawas)
Sama halnya dengan RUPS dan Direksi, fungsi Dewan komisaris juga sebagai organ perseroan. Adapun tugas dari dewan komisaris menurut Pasal 1 angka 6 adalah melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi.
Pengawasan perseroan yang dilakukan oleh Dewan komisaris ini terdiri dari 2 (dua) bentuk pengawasan yang meliputi:
1)        Pengawasan Preventif
Pengawasan yang dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sebelumnya, yang dapat merugikan perseroan yang dilakukan oleh Direksi.
2)        Pengawasan Represif
Pengawasan yang dilakukan untuk mengontrol tindakan Direksi, apakah semua tindakan yang telah dilakukannya tidak merugikan perseroan ataukah tidak bertentangan dengan akta pendirian/anggaran dasar dan undang-undang, serta apakah segala sesuatu yang telah ditentukan di dalam RUPS telah dijalankan. Apabila Direksi dalam tindakannya bertentangan dengan anggaran dasar atau undang-undang atau RUPS maka dapat diberhentikan untuk sementara, namun apabila dapat membuktikan bahwa mereka tidak bersalah, maka dapat diangkat kembali.
Berdasarkan uraian di atas, maka ketiga organ perseroan yaitu RUPS, Direksi dan Dewan komisaris mempunyai tugas dan wewenang yang berbeda. Secara garis besar, maka fungsi organ-organ tersebut terbagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu:
1)        Fungsi Legislatif, yaitu fungsi untuk membuat kebijakan sehubungan dengan jalannya suatu perseroan. fungsi ini dilakukan oleh RUPS.
2)        Fungsi Eksekutif, yaitu fungsi untuk menjalankan kegiatan perseroan sehari-hari sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. fungsi ini dilakukan oleh Direksi.
3)        Fungsi Yudikatif, yaitu fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya suatu perseroan. fungsi ini dijalankan oleh Dewan komisaris.
Perbedaan fungsi dari tiap-tiap organ tersebut tidak berarti menimbulkan hubungan yang bersifat subordinatif, yaitu hubungan yang sifatnya atasan dan bawahan, tetapi tiap-tiap organ tersebut mempunyai kedudukan yang sifatnya paralel dan tidak menyebabkan yang satu berada di bawah yang lainnya.
D. Kerugian Perusahaan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata “rugi” diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak mendapatkan laba atau tidak mendapat faedah (manfaat), sedangkan kata “kerugian” diartikan sebagai menderita rugi atau sesuatu yang dianggap rugi.[14]
Menurut Wuri Adriyani, unsur kerugian yaitu terdapat pengurangan atas sesuatu hak atau inbreuk op een subjectief recht dari orang yang seharusnya mendapat perlindungan.
Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian, yaitu kerugian yang menimpa diri sendiri dan kerugian yang menimpa harta benda seseorang. Sementara itu, kerugian harta benda dapat berupa kerugian nyata yang dialami atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Pengertian kerugian yang diderita perusahaan merupakan kerugian yang menimpa harta benda atau harta kekayaan, baik kerugian yang nyata dialami maupun kerugian berupa hilangnya keuntungan yang diharapkan oleh perusahaan, akibat adanya perbuatan dari pihak-pihak tertentu. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kerugian perusahaan adalah berkurangnya atau tidak diperolehnya suatu hak perusahaan, berupa harta kekayaan yang seharusnya mendapat perlindungan, akibat adanya perbuatan pihak lain yang melanggar norma.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
badan hukum merupakan  subjek  hukum  yang  perwujudannya  tidak  tampak  seperti  manusia biasa, namun mempunyai hak dan kewajiban serta dapat melakukan perbuatan hukum seperti orang pribadi (natural person).
Pengaturan dari hukum perusahaan ini diatur dalam:
1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
2.    Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
3.    Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Bentuk-bentuk perusahaan negara (BUMN) yang diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 diklasifikasikan menjadi perusahaan umum (perum) dan perusahaan persero. Sementara itu, Bentuk hukum perusahaan swasta yang telah diatur dalam perundang-undangan dibagi menjadi perusahaan badan hukum dan bukan badan hukum
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perseroan adalah sebagai berikut:
1.    Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
2.    Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas.
3.    Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad. 2006. Hukum Perusahaan Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung
C.S.T. Kansil, dan Christine S.T. Kansil. 2005. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 1. Pradnya Paramita, Jakarta
Chidir Ali. 1999. Badan Hukum. Alumni, Bandung
G. Rai Widjaya. 2000. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas. Kesaint Blanc, Jakarta
M. Yahya Harahap. 2009. Hukum Perseroan Terbatas. Sinar Grafika, Jakarta
Munir Fuady. 2002. Doktrin-Doktrin Moderen Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung
R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro1996. Pengertian Pokok Hukum Perusahaan. Rajawali Pers, Jakarta
W.J.S. Poerwadarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta





[1]Chidir Ali. 1999. Badan Hukum. Alumni, Bandung, hlm.18-19.
[2]Ibid, hal, 72.
[3] Munir Fuady. 2002. Doktrin-Doktrin Moderen Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 2.
[4]C.S.T. Kansil, dan Christine S.T. Kansil. 2005. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 1. Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 5.
[5]Abdulkadir Muhammad. 2006. Hukum Perusahaan Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1.
[6]R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro1996. Pengertian Pokok Hukum Perusahaan. Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 8.
[7]C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Op.cit., hlm. 68.
[8]Abdulkadir Muhammad. Op. cit., hlm. 2.
[9] C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Op.cit., hlm. 91.
[10] I.G. Rai Widjaya. 2000. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas. Kesaint Blanc, Jakarta,
hlm. 7.
[11] Chidir Ali, Op.cit., hlm. 186.
[12] R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro. Op.cit., hlm. 67.
[13]M. Yahya Harahap. 2009. Hukum Perseroan Terbatas. Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 346.
[14] W.J.S. Poerwadarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 834.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar