BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa
ini aktivitas bisnis berkembang begitu pesatnya dan terus merambah ke berbagai
bidang, baik menyangkut barang maupun jasa. Bisnis merupakan salah satu pilar
penopang dalam upaya mendukung perkembangan ekonomi dan pembangunan. Dalam
melakukan bisnis tidak mungkin pelaku bisnis terlepas dari hukum karena hukum
sangat berperan mengatur bisnis agar bisnis bisa berjalan dengan lancar,
tertib, aman sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan akibat adanya
kegiatan bisnis tersebut, Maka dari itu penting untuk kita mengetahui dari mana
saja sumber hukum bisnis itu, apa saja ruang lingkup hukum itu beserta aspek
nya dan bagaimana cara kita menjadi seorang yang menggeluti dunia bisnis sesuai
dengan hukum bisnis dan apa saja fungsi dari hukum bisnis.Dalam setiap kedudukan kehidupan perekonomian yang sangat dbutuhkan oleh
setiap Negara, baik Negara-negara maju dan Negara-negara berkembang
menginginkan kelancaran jalannya proses perekonomian. Sehingga membutuhkan
ketaatan-ketaatan dalam setiap proses ekonomi. Dengan adanya aspek hukum dalam
ekonomi yang mengatur setiap jalannya ekonomi, akan memperlancar dan mengatur
perekonomian dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dan dibuat secara
kesepakatan.
Banyak
orang yang menyalahgunakan aturan hukum ekonomi. Yang seharusnya dijalankan
sesuai dengan aturan yang ditentukan, tetapi
karena ingin kemudahan atau kelancaran yang lebih cepat sehingga ia
mengubah aturan tersebut. Disinilah sebenarnya bagaimana aturan dalam ekonomi
itu harus di laksanakan.
B. Rumusan
Masalah
1. Aspek apa
saja yang ada dalam perusahaan?
2.
Bagaimana peraturan hukum dalam
perusahaan?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat
memahami Aspek-aspek yang ada dalam perusahaan.
2. Dapat
memahami peraturan hukum dalam perusahaan
BAB
II
PEMBASAN
A. Badan Hukum
1. Pengertian
Badan Hukum
Berikut
ini adalah beberapa pengertian tentang badan hukum yang dikemukakan oleh para
ahli:[1]
a.
Menurut
E. Utrecht, badan hukum (rechtpersoon), yaitu badan yang menurut hukum berkuasa
(berwenang) menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan bahwa badan hukum
adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa atau yang lebih tepat bukan
manusia.
b.
Menurut
R. Subekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang
dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta
memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.
c.
R.
Rochmat Soemitro mengemukakan, badan hukum (rechtpersoon) ialah suatu badan
yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa badan hukum merupakan subjek
hukum yang perwujudannya
tidak tampak seperti
manusia biasa, namun mempunyai hak dan kewajiban serta dapat melakukan
perbuatan hukum seperti orang pribadi (natural person).
2. Bentuk-Bentuk Badan
Hukum
Menurut
E. Utrecht/Moh. Soleh Djidang, dalam pergaulan hukum ada berbagai macam-macam badan
hukum yaitu:[2]
a.
Perhimpunan
(vereniging) yang dibentuk dengan sengaja dan dengan sukarela oleh orang yang
bermaksud memperkuat kedudukan ekonomis mereka, memelihara kebudayaan, mengurus
soal-soal sosial dan sebagainya. Badan hukum semacam itu berupa-rupa, misalnya
Perseroan Terbatas (PT), perusahaan negara, joint venture;
b.
Persekutuan
orang (gemmenschap van mensen) yang terbentuk karena faktor-faktor
kemasyarakatan dan politik dalam sejarah, misalnya negara, propinsi, kabupaten
dan desa;
c.
Organisasi
yang didirikan berdasarkan undang-undang tetapi bukan perhimpunan yang termasuk
sub (a) di atas ini;
d.
Yayasan.
Biasanya macam-macam badan hukum yang disebut pada sub-sub (a),
(b), (c) disebut korporasi (corporatie). Dengan demikian, menurut pendapat ini
bahwa badan hukum terbagi ke dalam 2 (dua) tipe golongan, yaitu korporasi dan
yayasan. Perseroan sebagai suatu badan hukum merupakan salah satu bentuk dari
korporasi, yaitu perhimpunan atau gabungan orang yang dalam pergaulan hukum bertindak
secara bersama-sama sebagai satu subjek hukum tersendiri, guna mencapai tujuan
tertentu (biasanya tujuan ekonomis).
3. Tanggung Jawab Badan Hukum
Perseroan sebagai badan hukum, secara hukum pada prinsipnya harta
benda perseroan terpisah dari harta benda pendiri/pemiliknya, karena itu
tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik
perusahaan yang berbentuk badan hukum.[3]
Dengan demikian, apabila perseroan melakukan suatu perbuatan dengan
pihak lain, maka tanggung jawabnya berada di pihak perseroan tersebut dan hanya
sebatas harta benda yang dimiliki perseroan. Tanggung jawab perseroan terlepas
dari orang-orang yang ada di dalamnya, apabila timbul kerugian pada perseroan
maka harta pribadi pemilik/pendiri tidak dapat ikut disita atau dibebankan untuk
tanggung jawab peseroan.
B. Hukum Perusahaan
1. Pengaturan dan
Pengertian Hukum Perusahaan
Perusahaan merupakan pengertian ekonomis yang banyak dipakai dalam
kegiatan usaha dan pekerjaan kehidupan sehari-hari. Istilah perusahaan baru
timbul kemudian, dimana sebelumnya lazim disebut dengan perdagangan, sehingga
pada saat itu timbulah istilah hukum dagang. Hukum dagang merupakan hukum
perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
Perkembangan
dunia perdagangan menyebabkan berkembangnya pula pengertian perusahaan yang
menyangkut bentuk usaha dan bidang kegiatan usahanya. Dalam perkembangan ini
munculah apa yang disebut hukum perusahaan. Pengaturan dari hukum perusahaan
ini diatur dalam:
a.
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
b.
Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
c.
Peraturan
Perundang-undangan lainnya.
Pengaturan hukum perusahaan dalam KUH Perdata sebagian besar
terletak pada Buku III tentang Perikatan. Masuknya hukum perusahaan ke dalam
hukum perikatan, karena hukum perusahaan mengatur juga perikatan-perikatan yang
timbul dari lapangan harta kekayaan yang bersumber dari perjanjian, misalnya:
jual beli, asuransi, pengangkutan, makelar, komisioner, wesel, check, Firma,
CV, PT dan sebagainya.[4]
KUHD yang mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848 (Stb.
Nomor 23 Tahun 1847) terdiri atas dua buku dan 23 bab. Buku I memuat 10 bab dan
Bab II memuat 13 bab. Buku I mengatur tentang perdagangan pada umumnya,
sedangkan Buku II mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari pelayaran.
Pengaturan hukum perusahaan di dalam KUHD terletak pada Buku I
tentang perdagangan pada umumnya. Dalam Buku I Bab III KUHD mengatur tentang
beberapa jenis perseroan yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan KUHD terdapat
beberapa jenis perseroan yang ada, yaitu Persekutuan dengan Firma (Fa), diatur
dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHD; Persekutuan Komanditer (CV), diatur
dalam Pasal 19 sampai dengan 21 KUHD.
Sementara itu pengaturan Perseroan Terbatas (PT) yang pada awalnya
terdapat dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD telah dihapus karena dalam
perkembangannya ketentuan-ketentuan dalam KUHD tersebut dipandang tidak lagi
memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sebagai akibat dari
pertumbuhan keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi yang begitu pesat, terutama dalam era globalisasi seperti saat ini.
Selain pengaturan dalam KUHPer dan KUHD, hukum perusahaan juga
diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan
hukum perusahaan sebagai pedoman bagi masyarakat dalam menjalankan usaha
bisnisnya yaitu sebagai berikut: Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; Undang-Undang No. 8
Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan; dan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Pengaturan hukum perusahaan di atas merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan karena antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang
saling berkaitan dalam penerapannya. Pengaturan yang ada dalam KUH Perdata
adalah ketentuan-ketentuan yang bersifat umum, sedangkan ketentuan dalam KUHD
bersifat khusus sehingga dalam hubungan ini berlaku asas “Lex specialis
derogate legi generali” yaitu hukum yang bersifat khusus mengenyampingkan hukum
yang bersifat umum, dengan demikian berarti jika KUHD telah mengatur secara
khusus ketentuan tentang perusahaan, maka ketentuan dalam KUH Perdata tidak
berlaku lagi, tapi bila dalam KUHD belum diatur maka ketentuan tentang
perusahaan tersebut tunduk kepada aturan KUH Perdata.
Demikian pula halnya dengan peraturan-peraturan lainnya tentang
hukum perusahaan yang ada di luar KUH Perdata dan KUHD. Peraturan-peraturan
tersebut bersifat khusus yang mengatur tentang bentuk usaha dan kegiatan usaha
perusahaan sehingga apabila telah diatur dalam peraturan-peraturan yang
bersifat khusus tersebut, maka ketentuan dalam KUH Perdata dan KUHD tidak
berlaku lagi.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan, Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan
secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau
laba, baik yang diselenggarakan oleh orangperorangan maupun badan usaha yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam
wilayah Negara Republik Indonesia.
Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa hukum perusahaan adalah
keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang bentuk usaha dan kegiatan usaha.[5]
Pengertian yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh R.T.
Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro, bahwa hukum perusahaan adalah hukum yang
secara khusus mengatur tentang bentuk perusahaan serta segala
aktivitas/kegiatan yang berkaitan dengan jalannya suatu perusahaan.[6]
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil berpendapat bahwa hukum
perusahaan adalah hukum yang mengatur tentang seluk beluk bentuk hukum
perusahaan.[7]
Pengertian tentang hukum perusahaan yang disebutkan terakhir ini
hanya menentukan bahwa hukum perusahaan hanyalah terbatas mengatur mengenai
bentuk perusahaan. Tentunya hal ini berbeda dengan 2 (dua) pendapat sebelumnya
yang mengatakan bahwa hukum perusahaan tidak hanya mengatur mengenai bentuk
perusahaan, tapi juga mengatur tentang kegiatan yang dijalankan perusahaan.
Apabila kedua rumusan ini dibandingkan, maka pendapat yang lebih
sempurna adalah pendapat yang menyatakan bahwa pengertian hukum perusahaan
adalah hukum yang mengatur tentang bentuk perusahaan (badan usaha) dan kegiatan
perusahaan, hal ini dikarenakan suatu usaha didirikan untuk menjalankan
kegiatan dibidang ekonomi yang tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan dan
dalam menjalankan kegiatan ekonominya maka usaha tersebut haruslah mempunyai
badan usaha, karena jika tidak dijalankan oleh badan usaha maka itu bukanlah
perusahaan melainkan hanya melaksanakan pekerjaan.
2. Bentuk Hukum
Perusahaan
Bentuk hukum perusahaan adalah badan usaha yang menjadi wadah
penggerak setiap jenis kegiatan usaha, dimana secara umum dapat dibedakan
bentuk hukum perusahaan terdiri dari perusahaan yang berbadan hukum dan perusahaan
bukan badan hukum, baik perusahaan negara maupun perusahaan swasta.
Bentuk-bentuk perusahaan negara (BUMN) yang diatur dalam
Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 diklasifikasikan menjadi perusahaan umum
(perum) dan perusahaan persero. Sementara itu, Bentuk hukum perusahaan swasta
yang telah diatur dalam perundang-undangan dibagi menjadi perusahaan badan
hukum dan bukan badan hukum.
a. Perusahaan bukan badan hukum
1)
Firma
(Fa)
Pengaturan
tentang Firma terdapat dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHD dan Pasal
1618 sampai dengan Pasal 1652 KUHPdt. Firma adalah perseroan yang didirikan
untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah satu nama bersama, dimana
anggotanya langsung dan secara sendiri-sendiri bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap pengurusan firma.
2)
Persekutuan
Komanditer (CV)
Pengaturan
tentang firma terdapat dalam Pasal 19 sampai dengan 21 KUHD. Perseroan
komanditer merupakan firma yang mempunyai satu atau beberapa orang sekutu
komanditer. Sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang atau
barang modal sebagai pemasukan kepada persekutuan dan tidak ikut campur dalam
pengurusan persekutuan dan hanya memperoleh keuntungan dari pemasukannya
tersebut serta tanggung jawabnya hanya terbatas pada pemasukannya tersebut.
b. Perusahaan Badan Hukum
1)
Perseroan
Terbatas (PT)
Pengaturan perseroan terbatas terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas merupakan badan hukum
yang melakukan kegiatan usaha tertentu yang di dalamnya terdiri dari
persekutuan modal dan modal tersebut terbagi-bagi dalam bentuk saham.
2)
Badan
Usaha Koperasi
Pengaturan koperasi terdapat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian. Koperasi adalah badan usaha beranggotakan orang
perseorangan atau badan hukum dengan berlandaskan pada prinsip koperasi sebagai
gerakan ekonomi rakyat, berdasarkan asas kekeluargaan.
3. Kegiatan Usaha Perusahaan
Tidak semua kegiatan dapat dikategorikan sebagai kegiatan usaha.
Suatu kegiatan dapat disebut kegiatan usaha dalam arti hukum perusahaan apabila
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a.
Dalam
bidang perekonomian;
b.
Dilakukan
oleh pengusaha;
c.
Tujuan
memperoleh keuntungan atau laba.[8]
Kegiatan usaha perusahaan merupakan kegiatan dalam bidang ekonomi
meliputi perdagangan, pelayanan dan industri, yang dapat dirinci sebagai
berikut:
1)
Perdagangan
meliputi jual beli barang bergerak dan tidak bergerak, misalnya ekspor-impor,
bursa efek, restoran, toko swalayan, perumnas dan valuta asing.
2)
Pelayanan
meliputi penyediaan jasa, misalnya biro perjalanan, biro konsultan, perbankan,
pengangkutan dan perbengkelan.
3)
Industri
meliputi mencari dan mengolah serta mengadakan sumber daya dan kekayaan,
misalnya eksplorasi dan pengeboran minyak, penangkapan ikan, usaha
pertanian/perkayuan, makanan dalam kaleng, kerajinan, obat-obatan, kendaraan
bermotor, rekaman dan perfilman, percetakan dan penerbitan.
C. Perseroan Terbatas (Perseroan)
1. Pengaturan dan Pengertian Perseroan
Peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang perseroan adalah sebagai berikut:
a.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
b.
Peraturan
Pemerintah No. 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas.
c.
Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,
perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk perseroan yang didirikan
untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal perseroan tertentu yang
terbagi-bagi atas saham-saham, dalam mana pemegang saham (persero) ikut serta
dengan mengambil satu saham atau lebih dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum
dibuat oleh nama bersama, dengan tidak bertanggung jawab sendiri untuk persetujuan-persetujuan
persero itu (dengan tanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal yang
mereka setorkan).[9]
Berdasarkan
pengertian tersebut maka untuk dapat disebut sebagai perusahaan perseroan
menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 maka harus memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:
a.
Berbentuk
badan hukum
b.
Didirikan
atas dasar perjanjian
c.
Melakukan
kegiatan usaha
d.
Modal
dasar yang terbagi-bagi atas saham
e.
Memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 serta
peraturan pelaksanaannya.
Badan hukum adalah salah satu subjek hukum selain dari orang
dewasa. Subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban yang dapat
mengadakan hubungan hukum dengan pihak lain. Suatu badan hukum lahir karena
diciptakan oleh undang-undang, karena badan ini diperlukan oleh masyarakat dan
pemerintah.
Pada dasarnya, badan hukum dianggap sama dengan manusia, yaitu
sebagai manusia buatan/tiruan (artificial person), namun secara hukum dapat
berfungsi sebagai manusia biasa (natural person), dia bisa menggugat ataupun
digugat, bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban,
utang-piutang, dan mempunyai kekayaan seperti layaknya manusia biasa. Agar
dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum, maka untuk itu diperlukan adanya
agent, yaitu orang yang mewakili perseroan serta bertindak untuk dan atas nama
perseroan, dalam hal ini orang tersebut adalah Direksi.[10]
Unsur berikutnya yaitu setiap perseroan didirikan berdasarkan
perjanjian. Artinya, harus ada sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang bersepakat
mendirikan perseroan, yang dibuktikan secara tertulis yang tersusun dalam
bentuk anggaran dasar, kemudian dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di muka
notaris. Setiap pendiri wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan
didirikan. Ketentuan ini adalah asas dalam pendirian perseroan.
Kemudian setiap perseroan haruslah melakukan kegiatan dalam bidang
perekonomian (perindustrian, perdagangan, perjasaan dan pembiayaan) yang
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba. Supaya kegiatan usaha tersebut
sah, maka harus mendapat izin usaha dari pihak yang berwenang dan didaftarkan
dalam daftar perusahaan menurut undang-undang yang berlaku.
Ketentuan selanjutnya yaitu sebagai perseroan harus mempunyai modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Modal dasar disebut juga modal
statuer, dalam bahasa Inggris disebut dengan authorized capital. Modal dasar
merupakan harta kekayaan perseroan sebagai badan hukum yang terpisah dari harta
kekayaan pribadi pendiri, organ perseroan dan pemegang saham. Modal dasar
inilah yang sering dipakai sebagai kriteria agar suatu perseroan dapat
digolongkan ke dalam kategori tertentu, yaitu apakah perseroan tersebut
tergolong ke dalam perusahaan kecil, menengah atau besar.
Unsur yang terakhir adalah bahwa setiap perseroan harus memenuhi
persyaratan undang-undang perseroan dan peraturan pelaksanaannya. Unsur ini
menunjukkan bahwa perseroan menganut sistem tertutup (closed system).
2. Pendirian Perseroan
Pendirian suatu perseroan harus memenuhi syarat-syarat dan prosedur
yang telah ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Syarat-syarat
yang harus dipenuhi tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Perseroan
didirikan oleh dua orang atau lebih
Menurut ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007, perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih. Pengertian orang adalah
orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum
Indonesia atau asing. Ketentuan dalam pasal tersebut menegaskan prinsip yang
berlaku bahwa sebagai badan hukum, perseroan didirikan berdasarkan prinsip
perjanjian atau yang disebut asas kontraktual. Oleh karena itu, perseroan harus
mempunyai lebih dari satu orang pendiri.
b.
Didirikan
dengan akta otentik
Menurut ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007, perjanjian pendirian perseroan harus dibuat dengan akta otentik di depan
notaris, yang berarti bahwa perjanjian pendirian perseroan tersebut tidak dapat
dibuat di bawah tangan, tetapi harus dibuat oleh pejabat berwenang yang
ditunjuk untuk membuat akta pendirian tersebut, yaitu notaris. Tanpa adanya
akta notaris maka pendirian perseroan tersebut tidak sah. Dengan demikian,
kedudukan akta notaris di sini merupakan syarat mutlak untuk terbentuknya suatu
perseroan.
c.
Modal
dasar perseroan
Menurut ketentuan Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007, modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah), tetapi dalam undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat
menentukan jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar daripada ketentuan
modal dasar tersebut. Maksud dari kegiatan usaha tertentu tersebut antara lain
kegiatan dalam bidang perbankan dan asuransi.
Setelah memenuhi persyaratan tersebut, selanjutnya pendirian
perseroan harus mengikuti langkah-langkah prosedur pendirian perseroan dan sah
berbadan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007.
1)
Langkah
pertama pendirian perseroan adalah pembuatan akta pendirian di muka notaris.
Akta pendirian tersebut merupakan perjanjian yang dibuat secara otentik yang
memuat anggaran dasar perseroan sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.
2)
Langkah
kedua adalah permohonan pengesahan. Akta pendirian perseroan yang dibuat di
muka notaris dimohonkan pengesahannya oleh Menteri Hukum dan HAM. Pengesahan
tersebut penting, karena status badan hukum perseroan diperoleh setelah akta
pendirian disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.
3)
Langkah
ketiga adalah pendaftaran perseroan dalam daftar perusahaan, berupa akta
pendirian dan surat pengesahan badan hukum yang diselenggarakan oleh Menteri
Hukum dan HAM.
4)
Langkah
keempat adalah pengumuman dalam Tambahan Berita Negara. Menurut ketentuan Pasal
30 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, pengumuman dalam tambahan berita
negara dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM dalam jangka waktu paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan Menteri
Hukum dan HAM, dengan demikian prihal pengumuman ini bukanlah merupakan hal
yang sangat prinsip bagi Direksi perseroan, karena sahnya suatu perseroan
menjadi badan hukum bukan didasarkan pada pengumuman dalam tambahan berita
negara Republik Indonesia. Selain itu, pengumuman ini juga tidak terkait secara
langsung dengan tanggung jawab Direksi dikarenakan yang harus melakukan
pengumuman ini adalah Menteri Hukum dan HAM.
3. Organ Perseroan
Organ perseroan merupakan alat perlengkapan yang dimiliki oleh
perseroan dalam menjalankan perusahaannya. Organ menurut Pitlo adalah
orang-orang atau kelompok orang yang tugasnya di dalam badan hukum itu
merupakan essentialia dari organisasi itu, tempatnya ditentukan oleh anggaran
dasar dan karena mereka organ, maka mempunyai kewenangan mewakili.[11]
Menurut Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, organ perseroan
adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, Dewan Komisaris.
a.
Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS)
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Rapat Umum Pemegang
Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Dewan komisaris dalam
batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
RUPS adalah suatu wadah dimana para pemegang saham (pengusaha)
perseroan terbatas berkumpul, sehingga terbentuk suatu organ/lembaga yang
mempunyai kekuatan/kekuasaan.[12]
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa RUPS merupakan organ tertinggi dalam perseroan
yang terdiri dari
pemegang-pemegang saham, serta memegang segala kewenangan yang tidak
diserahkan kepada Direksi dan Dewan komisaris. Kewenangan tersebut merupakan
arah kebijakan-kebijakan yang ditentukan oleh RUPS dalam menjalankan perseroan.
b.
Direksi
(pengurus)
Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Direksi
adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar
Pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Ketentuan di atas menugaskan dan memberikan tanggung jawab kepada
Direksi untuk pengurusan perseroan sehari-hari dan juga memberikan wewenang
kepada Direksi untuk mewakili perseroan sehubungan dengan kepentingan serta
maksud dan tujuan perseroan. Pelaksanaan pengurusan meliputi pengelolaan dan
memimpin tugas sehari-hari, yakni membimbing dan membina kegiatan atau
aktivitas perseroan ke arah pencapaian maksud dan tujuan yang ditetapkan dalam
anggaran dasar perseroan.[13]
Keberadaan Direksi dalam perseroan merupakan suatu keharusan atau
dengan kata lain, perseroan wajib memiliki Direksi karena sebagai badan hukum
yang memiliki hak dan kewajiban, perseroan tidak dapat bertindak sendiri karena
sifatnya artificial person (manusia buatan) sehingga perlu diwakili oleh
pengurus, dalam hal ini organ yang ditunjuk oleh hukum adalah Direksi.
c.
Dewan
Komisaris (pengawas)
Sama halnya dengan RUPS dan Direksi, fungsi Dewan komisaris juga
sebagai organ perseroan. Adapun tugas dari dewan komisaris menurut Pasal 1
angka 6 adalah melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus serta
memberikan nasihat kepada Direksi.
Pengawasan perseroan yang dilakukan oleh Dewan komisaris ini
terdiri dari 2 (dua) bentuk pengawasan yang meliputi:
1)
Pengawasan
Preventif
Pengawasan yang dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan sebelumnya, yang dapat merugikan perseroan yang dilakukan
oleh Direksi.
2)
Pengawasan
Represif
Pengawasan yang dilakukan untuk mengontrol tindakan Direksi, apakah
semua tindakan yang telah dilakukannya tidak merugikan perseroan ataukah tidak
bertentangan dengan akta pendirian/anggaran dasar dan undang-undang, serta
apakah segala sesuatu yang telah ditentukan di dalam RUPS telah dijalankan. Apabila
Direksi dalam tindakannya bertentangan dengan anggaran dasar atau undang-undang
atau RUPS maka dapat diberhentikan untuk sementara, namun apabila dapat
membuktikan bahwa mereka tidak bersalah, maka dapat diangkat kembali.
Berdasarkan uraian di atas, maka ketiga organ perseroan yaitu RUPS,
Direksi dan Dewan komisaris mempunyai tugas dan wewenang yang berbeda. Secara
garis besar, maka fungsi organ-organ tersebut terbagi dalam 3 (tiga) kelompok,
yaitu:
1)
Fungsi
Legislatif, yaitu fungsi untuk membuat kebijakan sehubungan dengan jalannya
suatu perseroan. fungsi ini dilakukan oleh RUPS.
2)
Fungsi
Eksekutif, yaitu fungsi untuk menjalankan kegiatan perseroan sehari-hari sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. fungsi ini dilakukan oleh
Direksi.
3)
Fungsi
Yudikatif, yaitu fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya suatu
perseroan. fungsi ini dijalankan oleh Dewan komisaris.
Perbedaan fungsi dari tiap-tiap organ tersebut tidak berarti
menimbulkan hubungan yang bersifat subordinatif, yaitu hubungan yang sifatnya
atasan dan bawahan, tetapi tiap-tiap organ tersebut mempunyai kedudukan yang
sifatnya paralel dan tidak menyebabkan yang satu berada di bawah yang lainnya.
D. Kerugian Perusahaan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata “rugi” diartikan sebagai
suatu keadaan yang tidak mendapatkan laba atau tidak mendapat faedah (manfaat),
sedangkan kata “kerugian” diartikan sebagai menderita rugi atau sesuatu yang
dianggap rugi.[14]
Menurut Wuri Adriyani, unsur kerugian yaitu terdapat pengurangan
atas sesuatu hak atau inbreuk op een subjectief recht dari orang yang
seharusnya mendapat perlindungan.
Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi
atas dua bagian, yaitu kerugian yang menimpa diri sendiri dan kerugian yang
menimpa harta benda seseorang. Sementara itu, kerugian harta benda dapat berupa
kerugian nyata yang dialami atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.
Pengertian kerugian yang diderita perusahaan merupakan kerugian yang menimpa
harta benda atau harta kekayaan, baik kerugian yang nyata dialami maupun
kerugian berupa hilangnya keuntungan yang diharapkan oleh perusahaan, akibat
adanya perbuatan dari pihak-pihak tertentu. Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud kerugian perusahaan adalah berkurangnya atau
tidak diperolehnya suatu hak perusahaan, berupa harta kekayaan yang seharusnya
mendapat perlindungan, akibat adanya perbuatan pihak lain yang melanggar norma.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
badan hukum merupakan
subjek hukum yang
perwujudannya tidak tampak
seperti manusia biasa, namun
mempunyai hak dan kewajiban serta dapat melakukan perbuatan hukum seperti orang
pribadi (natural person).
Pengaturan dari
hukum perusahaan ini diatur dalam:
1.
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
2.
Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
3.
Peraturan
Perundang-undangan lainnya.
Bentuk-bentuk perusahaan negara (BUMN) yang diatur dalam
Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 diklasifikasikan menjadi perusahaan umum
(perum) dan perusahaan persero. Sementara itu, Bentuk hukum perusahaan swasta
yang telah diatur dalam perundang-undangan dibagi menjadi perusahaan badan
hukum dan bukan badan hukum
Peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang perseroan adalah sebagai berikut:
1.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
2.
Peraturan
Pemerintah No. 26 Tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas.
3.
Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,
perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir
Muhammad. 2006. Hukum Perusahaan Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung
C.S.T. Kansil,
dan Christine S.T. Kansil. 2005. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum
Dalam Ekonomi) Bagian 1. Pradnya Paramita, Jakarta
Chidir Ali. 1999. Badan Hukum. Alumni,
Bandung
G. Rai Widjaya. 2000. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas.
Kesaint Blanc, Jakarta
M. Yahya
Harahap. 2009. Hukum Perseroan Terbatas. Sinar Grafika, Jakarta
Munir Fuady.
2002. Doktrin-Doktrin Moderen Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam
Hukum Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung
R.T. Sutantya
R. Hadhikusuma dan Sumantoro1996. Pengertian Pokok Hukum Perusahaan.
Rajawali Pers, Jakarta
W.J.S.
Poerwadarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka,
Jakarta
[1]Chidir Ali.
1999. Badan Hukum. Alumni, Bandung, hlm.18-19.
[3] Munir Fuady. 2002. Doktrin-Doktrin Moderen Dalam Corporate Law
& Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 2.
[4]C.S.T. Kansil, dan Christine S.T. Kansil. 2005. Hukum Perusahaan
Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi) Bagian 1. Pradnya Paramita, Jakarta,
hlm. 5.
[5]Abdulkadir Muhammad. 2006. Hukum Perusahaan Indonesia. Citra
Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1.
[6]R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro1996. Pengertian Pokok
Hukum Perusahaan. Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 8.
[7]C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Op.cit., hlm. 68.
[8]Abdulkadir Muhammad. Op. cit., hlm. 2.
[9] C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Op.cit., hlm. 91.
[10] I.G. Rai Widjaya. 2000. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas.
Kesaint Blanc, Jakarta,
hlm. 7.
[11] Chidir Ali,
Op.cit., hlm. 186.
[12] R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro. Op.cit., hlm.
67.
[13]M. Yahya Harahap. 2009. Hukum Perseroan Terbatas. Sinar
Grafika, Jakarta, hlm. 346.
[14] W.J.S. Poerwadarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 834.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar