BAB  I
PENDAHULUAN
A.   
Latar  Belakang
Islam sangat
menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk melakukan  kegiatan–kegiatan bisnis. Dalam kegiatan
bisnis, seseorang dapat merencanakan suatu 
dengan sebaik–baiknya agar 
dapat  menghasilkan  sesuatu 
yang  diharapkan,  namun  tidak 
seorangpun yang dapat memastikan hasilnya seratus persen. Suatu usaha, walaupun  direncanakan dengan sebaik–baiknya, namun
tetap mempunyai resiko untuk gagal. Faktor 
ketidakpastian  adalah  faktor 
yang  sudah  menjadi 
sunnatullah.
Konsep bagi
hasil, dalam menghadapi 
ketidakpastian  merupakan  salah 
satu  prinsip  yang sangat mendasar dari Ekonomi Islam, yang
dianggap dapat mendukung aspek 
keadilan.  Keadilan  merupakan 
aspek  mendnasar  dalam 
perekonomian  Islam.  
Sayyid Sabiq
menjelaskan bahwa hikmah diharamkannya riba antara lain :  pertama, 
riba dapat menimbulkan sikap permusuhan antara individu dan juga
menghilangkan tolong  menolong  sesama 
manusia.  Kedua,  riba 
menumbuhkan mental boros dan malas yang  mau 
mendapatkan harta  tanpa bekerja.
Ketiga, riba adalah salah satu bentuk penjajahan.  Keempat, islam mengajak manusia agar
mendermakan kepada saudaranya yang 
membutuhkan.
Dengan melarang
riba, Islam berusaha membangun sebuah masyarakat berdasarkan  kejujuran dan keadilan. Keadilan dalam konteks
ini memiliki dua dimensi, yakni : 
pemodal  berhak untuk mendapatkan
imbalan tetapi harus sepadan dengan resiko dan usaha yang  dibutuhkan dan imbalan yang didapat
ditentukan oleh keuntungan dari proyek yang 
dimodalinya. Yang dilarang dalam Islam adalah keuntungan yang ditetapkan  sebelumnya.
Perbedaan pokok
antara perbankan syariah dengan bank konvensional adalah pada  pengunaan bunga dalam pembiayaannya (equity
financing). Kalau perbankan konvensional menggunakan sistem bunga, maka
perbankan syariah tidak menggunakan bunga tetapi sistem  bagi hasil.
Mudarabah dan
Musharaka atau yang sering dikenal dengan istilah Profit  and 
Loss  Sharing (PLS) adalah dua
model perkongsian  yang  direkomendasikan  dalam 
Islam  karena  bebas dari sistem Riba. Dalam makalah ini
kami sebagai pemakalah berusaha untuk 
mendeskripsikan  analisa  terhadap 
Mudarabah  dan  Musharaka 
beserta  contohnya.  
B.    
Rumusan  Masalah 
1.     
Apa definisi
dari Mudarabah dan Musharaka?
2.     
Bagaimana
Implementasi atau Penerapan dari Mudarabah dan Musharaka?
3.     
Analisa
terhadap Mudarabah dan Musharaka 
C.   
Tujuan
1.     
Untuk  mengetahui 
apa itu  definisi  dari 
Mudarabah  dan  Musharaka
2.     
Untuk mengetahui
Implementasi atau Penerapan dari Sistem Mudarabah dan Musharaka
3.     
Untuk  mengetahui 
bagaimana  sistem  Mudarabah 
dan  Musharaka
BAB  II
PEMBAHASAN
A.   
Pengertian Dari
Mudarabah dan Musharaka
Mudarabah
berasal dari  bahasa Arab yang diambil
dari kata Dharaba yang bermakna 
memukul, bergerak, pergi, mewajibkan, mengambil bagian, berpartisipasi.
Dalam kaitannya dengan pengertian Mudarabah adalah mengambil bagian dan berpartisipasi.
Pengertian memukul atau berjalan lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam  menjalankan
usaha. Jadi disebut kontrak ini mudarabah dan seorang pekerja (mudharib)
biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnisnya. Sedangkan
didalam bahasa arab perjalanan adalah dharb fil ardhi. Sedangkan konsep mudarabah
berarti  seseorang  atau 
satu  pihak  menyediakan 
modal  dan  yang lain 
menawarkan  tenaga  kerja, 
dan keduanya akan membagi hasil atau keuntungan.  Keuntungan 
ini  dibagikan  berdasarkan 
syarat – syarat perjanjian yang telah dibuat diantara kedua belah  pihak 
yang  bersangkutan. [1]
Musharaka  secara 
etimologi  berasal  dari 
bahasa  Arab  ysng 
diambil  dari  kata 
syaraka  yang  berarti bersekutu, menyetuju. Sedangkan  menurut istilah,  musharaka 
adalah  akad  kerjasama antara  dua 
pihak  atau  lebih untuk 
suatu  usaha tertentu  dimana 
masing – masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan  resiko akan
ditanggungbersama sesuai dengan kesepakatan. Karena, apabila dalam  kerjasama terjadi antara dua pihak atau  lebih maka keuntungan merupakan  tanggungjawab 
bersama  pihak – pihak  yang 
melakukan kerjasama tersebut. Apabila terjadi  kesulitan 
dalam memulai usahanya maka dengan kerjasama dalam permodalan ternyata
sangat  membantu. Bentuk kerjasama ini
sangat terkenal pada masa Rasulullah karena beliau  juga 
melestarikan dan menjaga sistem tersebut dalam Perekonomian Islam.
Kerjasama  ini  tidak 
hanya  terkenal  dalam 
perniagaan  dan  perdagangan namun juga dalam  pertanian 
dan  perkebunan. [2]
B.    
Analisa
Terhadap Mudarabah dan Musharaka
Dalam konsep
perbankan syariah, kami melihat dari konsep ini yang bersumber pada  konsep Islam tentang uang. Seperti yang telah
sedikit banyak kita ketahui dalam Islam uang 
itu sendiri tidak menghasilkan bunga atau laba dan tidak dipandang
sebagai komoditi. Karna  kita semua tahu
bahwa Riba (yaitu Bunga) dilarang, kedudukan bank Islam dalam
hubungan  dengan para kliennya adalah
sebagai mitra investor dan pedagang, sedangkan dalam hal  bank 
di  barat atau  konvensional 
hubungannya  adalah  sebagai 
kreditur  atau debitur.
            Dalam
menjalankan pekerjaan sesungguhnya, bank Islam menggunakan berbagai  teknik 
dan  metode  investasi 
seperti  kontrak  Mudarabah 
yaitu  seorang  pemilik modal 
memberikan  modalnya  dan 
Mudarab (mitra  tenaga  kerja) 
memberikan  kecakapan  teknik 
dan  keterampilannya, sedangkan
laba dibagi  antara  keduanya, 
menurut  presentase  yang 
disetujui. Bank Islam juga terlibat dalam kontrak  Mudarabah 
(berdasarkan  perhitungan  biaya 
ditambah sesuatu atau cost plus) yaitu bank membeli suatu
komoditi  tertentu  menurut 
rincian kliennya dan mengirimkannya berdasarkanpembagian rasio laba yang
disetujui.  Bank Islam juga berurusan
dengan pasar devisa dan  melaksanakan jasa  perbankan lainnya  seperti surat kredit dan surat jaminan. Mungkin
bank juga memberikan jasa bukan 
perbankan  seperti  trust business, real  estate, dan jasa  konsultan. 
            Disini
konsep yang digunakan dalam mudarabah 
adalah  seseorang  yang 
memiliki  modal  dan 
yang  lain  menawarkan tenaganya  untuk  
bekerja  lalu  mereka 
melakukan  kerjasama dan  keuntungannya dibagi  secara 
bersama  sesuai  dengan 
kesepakatan  yang  telah dibuat atau  yang telah disetujui. Kami  melihat 
perbedaan  antara  seorang pemburuh  dengan rekan 
kerjasama dalam  mudarabah ini adalah
dalam bentuk yang pertama,  pemodal  bertanggungjawab untuk membayar gaji
para  buruh baik ia memperoleh  keuntungan 
atau  sebaliknya, dan didalam bentuk
kedua, seorang buruh menerima bagiannya 
hanya demikian,  menurut
aturan  yang pertama  upah atau 
gaji yang berlaku dalam perniagaan tapi 
menurut  aturan kedua pembagian
keuntungan hanya terjadi bila ada keuntungan. Dia tidak akan  memperoleh pengembalian apapun bila terjadi
kerugian dalam perusahaan.[3]   
             Penerapan sistem mudarabah ini sangat membantu
dalam mitra usaha karena  mempunyai
kelebihan dimana islam telah memberikan kode etik ekonomi yang  menggabungkan nilai material dan spiritual
untuk menjalankan sistem ekonominya. 
Sangatlah menyenangkan  karna bank
Islam turut  mengurus kontak  mudarabah 
ini  yakni  bank memberikan modal para nasabah memberikan
keahlian mereka sedangkan keuntungan 
dibagi menurut rasio yang telah disepakati. Telah dikemukakan bahwa
prinsip  mudarabah  dapat dimintakan dalam hal transkasi jangka
pendek yang dapat membiayai dirinya sendiri 
dan akibat permintaan untuk pinjaman jangka pendek dapat banyak
dikurangi, karena dalam  ekonomi islam pinjaman
jangka pendek dengan bunga seperti yang diberikan bank  dagang 
tradisional atau lembaga diskonto tidak akan tersedia. Dengan operasi
mudarabah para klien  bank membeli suatu
komoditi menurut rincian tertentu dan menghendaki agar bank  mengirimkannya kepada mereka berdasarkan
imbuhan harga tertentu menurut persetujuan 
mula antara kedua pihak. Kami bersepakat dengan  semua ahli hukum yang setuju  bahwa 
bentuk kerjasama perdagangan mudarabah sangat berguna, karena ada
kontrak yang dimana  satu pihak memiliki
modal dan yang pihak lain menyediakan tenaga kerjanya lalu  mereka 
membuat perjanjian atas keuntungannya yang merupakan imbalan atas modal
kepada pihak  pertama dan upah kepada
pihak kedua. Tujuannya dari mudarabah adalah bagi pemodal  mendapatkan keuntungan dari modalnya, bagi
tenaga kerja mendapatkan upah tenaga kerja 
yang telah digunakan.  
            Islam
telah menghalalkan mudarabah karna menurut kami masyarakat luas sangatlah  membutuhkannya, dengan melihat orang yang
memiliki kekayaan yang tidak mempunyai 
keinginan menggunakan untuk kegiatan produktif. Sedangkan yang miskin mempunyai  keinginan untuk menggunakan disini kontrak
mudarabah memungkinkan penggunaan 
modal  dari pemodal dan
tenaga  kerja dari tenaga kerja buruh,
sehingga diperoleh   manfaat dari 
keduanya.
            Dalam
kontrak mudarabah ini  memberi kesan
yang  baik  bagi 
tenaga kerja.  Mereka  sama 
sama merasakan kepuasan 
karena  mendapat  keuntungan 
dari  kerjasama  itu, 
lalu  mendorong mereka untuk
bekerja dengan giat dengan  demikian akan
mendapat lebih  banyak penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Tak heran jika sistem kontrak 
mudarabah  ini  menjadi 
sangat  terkenal dikalangan
masyarakat terutama masyarakat  islam.
Sedangkan untuk
Musharaka  sendiri, yang mana  salah satu dari skim  fiqh yang 
fleksibel penggunaaannya adalah 
musyarakah. Di Indonesia, istilah 
musyarakah yang  berasal dari  kata syarikat 
telah dikenal luas dan telah 
pula  diadopsi  menjadi 
serikat  dalam  kosakata 
bahasa Indonesia.  Kami  melihat 
dari  khazanah  ilmu 
fiqh,  musyarakah  meliputi  jenis – jenis 
transaksi  yang sangat  luas. 
Secara garis besar,  musyarakah terdiri
atas  empat  jenis : syarikat keuangan (amwal),
syarikat operasional (a’mal), syarikat 
good  will (wujuh),  syarikat mudharabah. Disini  syarikat 
keuangan  terjadi  bila 
ada  dua orang atau  lebih 
yang sepakat  untuk
menjalankan  bisnis melalui  modal 
yang  mereka  miliki dengan 
nisbah bagi  hasil yang disepakati
di awal. Apabila bisnis yang dijalankan  mendapatkan  keuntungan 
(laba)  maka mereka akan membagi  hasilnya 
sesuai  dengan kesepakatan  yang 
telah  mereka  buat. 
Akan  tetapi  bila 
bisnis  tesebut  mengalami 
kerugian, maka  tiap–tiap  kerugian ditanggung oleh setiap pihak sesuai
porsi kepemilikan modalnya. Didalam 
beberapa kitab  fiqh membedakan
lagi menjadi syarikat inan dan syarikat mufawadah, yang  dimaksud syarikat inan adalah posi
kepemilikan modalnya tidak sama sedangkan untuk 
syarikat mufawadah porsi kepemilikan modalnya merata (sama).  
            Di
negara kita Indonesia, penerapan inan dapat kita lihat dalam penyertaan
modal di perseroan terbatas sedangkan untuk penerapan mufawadah dalam
bentuk simpanan wajib  dan simpanan pokok
di koperasi.
Syarikat
operasional dikenal juga sebagai syarikat abdan karena terjadi bila
dua  orang atau lebih sepakat untuk
melakukan bisnis melalui tenaga yang mereka miliki dengan  nisbah bagi hasil yang telah disepakati diawal.
Untung dibagi berdasarkan nisbah, rugi 
ditanggung bersama secara  merata.
Sedangkan syarikat wujuh atau yang sering disebut  dalam 
akuntan  yakni  good 
will  adalah  kesepakatan 
antara  orang   yang 
mempunyai  kredibilitas  dibidang 
tertentu  yang  dengan 
kredibilitasnya  melakukan  bisnis. 
Untung  dibagi  sesuai 
nisbah  yang  telah 
disepakati  di awal,  rugi 
berupa  name  risk 
ditanggung  pemilik  kredibilitas dan rugi uang ditanggung pemilik
modal. Yang  terakhir adalah  syarikat 
mudarabah yang mana  sudah  dijelaskan seperti pada penjelasan diatas,
bahwa  syarikat  ini 
adalah kombinasi  dari  syarikat 
keuangan  dan  syarikat operasional.
Menurut kami
penerapan musyarakah dalam bentuk–bentuk modern misalnya  perseroan terbatas, tidak luput dari kritik.
Antara lain penentuan nisbahnya yang tidak 
dilakukan di awal. Namun secara umum, skim musyarakah dapat diterapkan
secara luas dalam berbagai bisnis termasuk bisnis perbankan.  
Dengan musyarakah,
baik bank dan klien menjadi mitra  usaha
dengan menyumbang  modal dalam berbagai
tingkat dan mencapai kata sepakat atas suatu rasio laba  dimuka untuk suatu waktu tertentu.  
C.   
Contoh dari
Musyarakah dan Mudarabah
Diatas telah dijelaskan bahwa musyarakah
terbagi menjadi 4, contoh dari masing–masing 
adalah sebagai berikut  :
1.     
Syirkah Inan
:  Si Budi dan Si Toni ingin bekerjasama
membuat usaha kemudian mereka mengeluarkan modal sesuai kemampuan mereka
masing–masing. Si Budi memberikan modal sebesar Rp200.000 sedangkan Toni
memberikan modal sejumlah  Rp175.000 dari
modal ini, maka apabila mendapatkan keuntunga (laba) atau  kerugian 
dari hasil bisnis yang mereka bangun maka porsinya sesuai dengan jumlah
modal awal jadi setiap pihak berbeda–beda.
2.     
Syirkah
Mufawadah : ada dua pihak yang ingin melakukan bisnis bersama Bapak  Wisnu dan Bapak Teguh, yang mana mereka
berdua ingin membuka usaha  Warung  Angkringan Jawa. Disini Wisnu dan Teguh akan
mengeluarkan modal yang sama  dimana
untuk modal awal ini mereka sama–sama memberikan modal senilai Rp10juta,
keuntungan yang mereka peroleh nantinya akan dibagi secara merata tidak hanya
itu apabila bisnis tersebut mengalami kerugian maka kerugian ini akan
ditanggungjawab secara bersama pula.
3.     
Syirkah Wujuh :
Rini berencana untuk membuka bisnis Kuliner di daerah Kota Jogja dan dia
berinisiatif untuk mengajak salah satu Artis ternama ditanah air yaitu Vino G
Bastian untuk menjadi rekan bisnis beliau. Dengan ketenaran Vino bisnis yang akan  dibuka ini mungkin akan menarik banyak
peminat apalagi kalangan remaja, 
jadi  mereka berdua bersepakat
untuk bisnis yang telah direncanakan oleh Rini tersebut.
4.     
Syirkah Abdan :
Abil adalah tukang buat rumah dan Syaiful adalah seorang juru  elektrik yang bekerjasama menyiapkan proyek sebuah
rumah. Kerjasama yang  mereka lakukan
tidak melibatkan modal uang tetapi  hanya
bermodalkan  keahlian  dari masing–masing pihak.
5.     
Mudharabah :
Vika ingin membuka usaha Percetakan Poto dan Banner tetapi ada  kendala yang menghambat rencana bisnisnya ini
karena vika tidak ahli dalam  Design  grafis ataupun sejenisnya lalu dia mengajak
Nino kawan kecilnya untuk melakukan 
kerjasama karena Nino ini adalah ahli Design Grafis. Lalu Vika
memberikan  modal  sebesar Rp20juta  untuk membuka 
percetakan tersebut lalu Nino lah yang bertugas  untuk mengelolah bisnis percetakan  itu.
BAB  III
PENUTUP
A.   
Kesimpulan  
            Al
quran melarang Riba yang artinya harfiahnya adalah penambahan. Tapi tidak  semua 
penambahan  itu  dilarang dalam Islam. Al quran telah memperkenankan
dari  dagang  tapi 
tidak  dari pinjaman  yang 
diberikan  kepada  seorang 
pengutang. para ulama  pada  umumnya telah 
menerima bahwa yang  dimaksud  dengan 
riba  adalah  bunga. Sistem 
perbankan Islam  akan  didasarkan 
atas  prinsip  mitra 
usaha.  Karena  itu 
sistem  perbankan  yang bebas bunga ini dapat membantu  terbentuknya lembaga-lembaga  tertentu 
berdasarkan  Mudarabah, dimana
pemilik modal dan tenaga kerja dapat digabung bersama sebagai  mitra 
kerja. Islam berusaha menghasilkan 
suatu  kompromi  antara 
tenaga  kerja  dan 
pemilik  modal, dengan memberikan tekad
moral dan  mengenakan  kewajiban moral  pada setiap 
mitra sebagai bagian dari keyakinannya. Karena itu, sangatlah memungkinkan
untuk  merencanakan perusahaan industri niaga
dan pertanian atas prinsip Mudarabah, yang 
menggabungkan berbagai satuan 
produksi.
            Menganalisis
mekanisme perbankan Islam, maka dibahasn pula mengenai masalah  pembiayaan jangka pendek dan jangka panjang.  Pembiayaan industri  jangka pendek,  niaga 
dan pertanian dapat dibuat dengan bank Islam atas dasar mitra
usaha.  Karena bank deposito  biasa mempunyai masalah likueditas yang
khusus dianjurkan agar lembaga kredit yang 
khusus seperti Bank Pembangunan Industri atau pertanian
dikembangkan  untuk  pembiayaan 
jangka  panjang. Lagi  pula, mungkin bank Islam menyusun sistem  jaminan 
pinjaman  untuk  industri, modal kerja, maupun perlengkapan.
Jaminan ini dapat  menyebabkan  modal 
swasta  beralih  kenegara 
negara  Islam.
            Keunggulan
konsep perbankan Islam atas perbank modern terletak dalam kenyataan  bahwa islam telah melenyapkan kezhaliman
bunga. Islam melarang bunga, karena 
tidak  berpengaruh pada volume
tabungan, dan bunga dapat menyebabkan depresi kronik juga  memperlambat proses pemuliahan, karena Ia memperburuk
masalah pengangguran dan  akhirnya
mendorong pembagian kekayaan yang tidak merata. 
Oleh sebab itu, Kerjasama baik dalam
mudarabah ataupun musyarakah adalah sesuatu yang  sangat dianjurkan dalam Islam agar kita dapat
saling membantu dalam menanggung resiko usaha tertentu yang sesuai dengan
Syariah bukan malah menyulitkan seperti konsep konvensional yang memberlakukan
Bunga.
DAFTAR  PUSTAKA
Karim, Adiwarman A, 2007. Ekonomi Islam, Jakarta : Penerbit
Gema Insani
Manan, M. Abdul, 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam,
Yogyakarta : Penerbit  
Amanah Bunda
Sejahtera
Rahman, Afzalur, 1995. Doktrin 
Ekonomi Islam Jilid 1, Yogyakarta : Penerbit Dana  
Bhakti Wakaf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar