KISAH DONGENG MAHABARATA
A. Latar belakang
Mahabharata merupakan
kisah kilas balik yang dituturkan oleh Resi Wesampayana untuk Maharaja Janamejaya yang gagal mengadakan
upacara korban ular. Sesuai dengan permohonan Janamejaya, kisah tersebut
merupakan kisah raja-raja besar yang berada di garis keturunan Maharaja Yayati, Bharata, dan Kuru, yang tak lain merupakan kakek moyang Maharaja Janamejaya. Kemudian Kuru menurunkan raja-raja Hastinapura yang menjadi tokoh utama Mahabharata. Mereka adalah Santanu, Chitrāngada, Wicitrawirya, Dretarastra, Pandu, Yudistira, Parikesit dan Janamejaya.
Mahabharata (Sanskerta: महाभारत) adalah sebuah karya
sastra kuno yang berasal dari India. Secara tradisional, penulis Mahabharata
adalah Begawan Byasa atau Vyasa. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa
kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula
terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi.
Secara singkat,
Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan saudara sepupu mereka sang seratus Korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di medan Kurusetra dan
pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.
B.
Kisahnya
Syantanu,
Raja Hastnapura (Delhi), pergi berburu dan menemui seoarang perempuan yang
cantik sekali ditepi sungai. Lalu perempuan itu dikawininnya. Dia berjaji tidak
akan menegur segala perbuatan istrinya. Istrinya pun melahirkan tetapi anak
yang dilahirkannya satu persatu dihanyutkannya ke sungai. Ketika hendak
menghanyutkan anak kedelapannya ke sungai, syantanu membesakan anaknya itu dan
melarang istrinya membuang anaknya. Tetapi ternyata istrinya mempunyai alasan
kenapa anak-anaknya dihanyutkan ke sungai, ternyata anak-anak mereka terkena
kutukan dan yang diselamatkan oleh syantanu juga telah terkena kutukan
oleh seorang resi.anak yang terkena kutukan itu tidak boleh tinggal
dengan syantanu. Dan anak yang dilahirkan itu bernama Bhisma yang gagah berani.
Selang
beberapa lama, syantanu pergi berburu pula. Kali ini dia ditemani oleh
Satyawati, anak angkat dari raja kail. Sedangkan Bhisma dijadikan masygul
olehraja kail. Bhisma juga mengetahui kenapa ia dijadikan kemasygulan
ayahnya itu dan pergi membawa Satyawati ungtuk ayahnya dan bersumpah tidak akan
kawin.
Hatta
Syantanu pun berangkat dan disusul oleh anaknya tidak lama kemudian. Anaknya
meninggalkan dua istrinya yaitu Ambika dan Ambalika. Ambika dan Ambalika
disuruh melakukan hubungan badan dengan seorang pertapa sakti untuk mendapatkan
anak. Pertapa itu iyalah Wysa yang janggutnya panjang sampai ketanah dan busuk
pula. Bila dia memeluk ambika , Ambika menetuk matanya sehingga anak yang di
lahirkannya, Dhretaratra buta. Sedangkan dia memeluk Ambalika, Ambalika pu
pucat, sehingga anak yang dilahirkan, Pandu mejadi pucat.
Pandu
mempunyai dua orang istri, kunti dan madri. Akerna pernah dikutuk oleh pertapa,
pandu tidak boleh menjamah istrinya. Pernah suatu ketika kunti memuja dewa dan
ia akan dianugrahi 5 orang anak. Untuk mengujinya maka Kunti pun memuja dewa
surya (matahari ) dan m endapatkan anak, tapi pada waktu itu anaknya dibuang karena
belum sama kawin.
Pada
suatu hari, setelah kelhiran anak-anaknya pandu bertamasya kehutan rimba.
Melihat alam yang begitu indah, timbul rasa birahinya. Pandu mencoba memeluk
mandri dan akhirnya jatuh mati. Madri membela kematian suaminya.
Sesudah
kemangkatan Pandu, Dhretarastra lalu naik kerajaan. Dhrestarastra mencari
seorang guru yang mahir untuk mendidik ananknya (para dewa ) bersana-sama
dengan putra adinya para Pandawa. Guru yang dicari untuk mengajar adalah Drona,
Bhradwaja. Konon kabarnya Drona dulu Drona pernah dalam kemiskinan dan meminta
tolong kepada teman akrabnya tetapi tidak dilayani dan akhirnya Drona mengajar
beberapa murid untuk membalas dendam.
Pada
suatu hari, Drona mengumpulkan para putra raja dan minta supaya
mereka mengerjakan satu perkara dan tidak seoarngpun menjawab. Hanya
pandawa yang ketiga, arjuna, menyatakan kesediaan menolong gurunya.karena
itu pula Arjuna menjadi jurid kesayangan Drona.
Arjuna
menjadi pemanah yang pandai sekali. Tapi pada suatu hari ia bertemu dengan
seorang pemuda yang lebih pandai memanah darinya. Pemuda yang dimaksud adalah
Eklawya, Ajuna pun memberitaukan hal ini kepada Drona, lalu Drona bertanya
kepada Eklawya siapa gurunya. Kemudian Eklawya menunjukkan patung Drona yang
ada disitutaulah Drona yang sudah terjadi dan meminta upah kepadanya. Upahnya
ialah ibujari Eklawya. Sesudah memberikan ibu jarinya, Eklawya kehilangan
kekuatannya. Arjuna pun menjadi pemanahan yang tak ada tolak badingnya pada
zaman itu.
Pada
suatu hari sayembara diadakan oleh raja dhretasatra. Para Pandawa, Yudhistira,
Bhima, Arjuna, Nakula dan Sadewa, sudah berkumpul di medan sayembara. Demikian juga
para kurawa dibawah pimpinan Duryodhana. Pertarungan Bhima dan Duryodha
sedemikian hebatnya, sehingga Drona merasa perlu menghentikan permainannya,
takut kalau jadi perkelahian.
Sekarang
Drona meminta ganjaran dari para muridnya. “tangkaplah Drupada, Raja Pancala”,
dating menghadap saya.
Mula-mula
para Kurawa dengan bantuan Karna, pergi mengkap Drupada, tetapi sia-sia saja.
Kemudian para Padawa pun pergi. Dengan mudah saja Arjuna menangkap Drupada dan
mebawanya menghadap Drona. Drona melepaskan Drupada , tujuannya hanya ingin
membuat malu saja, lalu Drupada berniat membalas dendam.
Dhretarastra
berfikir untuk mengkat Yudhistira menjadi raja, karna memang kerajaan milik
ayah Yudhistira. Dalam pada itu, nama Pandawa sudah dikenal dimana-mana karna
keperwiraan mereka. Doryodhana anak Dhretarastra sangat dengki kepada para
Pandawa. Doryodhana membuat istana yang terbuat dari bahan-bahan yang mudah
terbakar di Warnawata. Ia memuji keindahan istananya dan membujuk para pandawa
untuk menempatinya. Seorang mentri yang setia, Widura, member tau para Pandawa
tentang tipu muslihat Doryodhana dan meminta mereka berhati-hati. Karena itu,
suatu waktu kemudian, ketika istana terbakar para Pandawa bias menyelamatkan
diri. Sesudah itu merekapun hidup sebagai Bharmana.
Raja
Pancala, Drupada, mengadakan sayembara untuk memilih menantu. Barang siapa yang
dapat melentuk panah pusakanya, akan dikawinkan dengan Drupadi, anaknya yang
rupawan. Tidak seorangpun yang bias melakukannya, ketika Karna hendak
melenturkan panah, Drupadi berteriak “ saya tak mau kawin dengan anak tukang
kandang”.
Terpaksalah
Karna mengundurkan diri. Keluarlah Arjuna mencoba kepandaiannya. Lima kali
Arjuna memanah. Setiap kali anak panahnya mengena cincin yang tergantung
tinggi. Para Brahman bersorak gembira. Tetapi para raja marah, tak patut
Brahmana diambil menjadi mantu. Krisna member tahu kepada raja bahwa Ajuna
sebenarnya bukan brahmana, melainkan anak Pandu. Pedamaian pun di capai. Para
Pandawa membawa Drupadi pulang ketempat mereka. Mereka member tau Kunti, ibu
mereka bahwa meraka mendapat hadiah besar hari itu, Kunti menjawab “Nikmatilah
hadiah itu bersama-sama”.
Baru
kemudian Kunti mengetahui, bahwa hadiah itu dalah seorang perempuan. Apa boleh
buat, perkataan tidak dapat diubah. Drupadi lalu menjadi istri bersama para
Pandawa.
Di
hutan belanta, para Pandawa membangun istana yang indah. Hutan belanta menjadi
negeri yang kaya raya. Dan Yudhistira pun mengadakan korban pertabalan (
Rajasuya). Semua raja yang besar-besar diundang ke Ibukota oleh para Pandawa.
Pada hari pertabalan, Krina dipilih menduduki tempat pertama. Seorang tamu
sisupala tidak setuju. Yudhistira dan Bhisma sangat marah. Bhisma bangun
menceritakan sejarah sisupala, bahwa jika ia berani mengganggu Krisna samapai
seratus kali, ia akan mati sendiri. Sisupala makin marah, mau menetak Krisna,
Karena ini adalah gangguan yang ke-101 kali, sisupala lau mati seperti yang
diramalkan.
Duryodhana
juga ikut hadir dalam pertabalan Yudhistira. Ia tinggal di istana Yudhistira
dan menyaksikan dengan mata sendiri segal perlengkapan istana yang indah-indah.
Hatinya semakin dengki. Sekembali dari istana Yudhistira, ia mencari jalan
untuk membinasakan para Pandawa. Duryodhana tahu bahwa Yudhistira jujur.
Kuat memegang janjinya, tetapi mempunyai kelemahan, yaitu suka berjudi.
Dalam
rentan tahun yang agak lama banyak kejadian yang terjadi dalam dalam hutan,
salah satu yang terjadi adalah peperangan Pandawa. Pandawapun menang
perang. Yudhistira ditabalkan menjadi raja memerintah Hastinapura.
C. Pengaruh dalam budaya
Selain berisi cerita
kepahlawanan (wiracarita), Mahabharata juga
mengandung nilai-nilai Hindu, mitologi dan berbagai petunjuk lainnya. Oleh sebab itu kisah Mahabharata ini
dianggap suci, teristimewa oleh pemeluk agama Hindu. Kisah yang semula ditulis
dalam bahasa Sanskerta ini kemudian disalin dalam berbagai bahasa, terutama mengikuti
perkembangan peradaban Hindu pada masa lampau di Asia, termasuk di Asia Tenggara.
Di Indonesia, salinan berbagai bagian dari Mahabharata, seperti Adiparwa, Wirataparwa, Bhismaparwa dan mungkin juga beberapa parwa yang lain, diketahui telah digubah dalam
bentuk prosa bahasa Kawi (Jawa Kuno) semenjak akhir abad ke-10 Masehi. Yakni pada masa pemerintahan
raja Dharmawangsa Teguh (991-1016 M) dari Kadiri. Karena sifatnya itu, bentuk prosa ini dikenal
juga sebagai sastra parwa.
Yang terlebih populer dalam
masa-masa kemudian adalah penggubahan cerita itu dalam bentuk kakawin, yakni puisi lawas dengan metrum India berbahasa Jawa Kuno. Salah satu yang terkenal ialah kakawin Arjunawiwaha (Arjunawiwāha, perkawinan Arjuna) gubahan mpu Kanwa. Karya yang diduga ditulis antara 1028-1035 M ini (Zoetmulder, 1984)
dipersembahkan untuk raja Airlangga dari kerajaan Medang Kamulan, menantu raja Dharmawangsa.
Karya sastra lain yang
juga terkenal adalah Kakawin Bharatayuddha, yang digubah oleh mpu Sedah dan belakangan diselesaikan oleh mpu Panuluh
(Panaluh). Kakawin ini dipersembahkan bagi Prabu Jayabhaya (1135-1157 M), ditulis pada sekitar akhir masa pemerintahan raja Daha
(Kediri) tersebut. Di luar itu, mpu Panuluh juga menulis kakawin Hariwangśa pada masa Jayabaya, dan diperkirakan pula menggubah Gaţotkacāśraya pada masa raja Kertajaya (1194-1222 M) dari
Kediri.
Beberapa kakawin lain
turunan Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di antaranya adalah Kŗşņāyana (karya mpu Triguna) dan Bhomāntaka (pengarang tak dikenal) keduanya dari zaman kerajaan Kediri, dan Pārthayajña (mpu Tanakung) di akhir zaman Majapahit. Salinan naskah-naskah kuno yang
tertulis dalam lembar-lembar daun lontar tersebut juga diketahui tersimpan di Bali.
Di samping itu,
mahakarya sastra tersebut juga berkembang dan memberikan inspirasi bagi
berbagai bentuk budaya dan seni pengungkapan, terutama di Jawa dan Bali, mulai dari seni patung dan seni ukir (relief) pada candi-candi, seni tari, seni lukis hingga seni pertunjukan seperti wayang kulit dan wayang orang. Di dalam masa yang
lebih belakangan, kitab Bharatayuddha telah disalin pula oleh pujangga kraton Surakarta Yasadipura ke dalam bahasa Jawa modern pada sekitar abad ke-18.
Dalam dunia sastra
populer Indonesia, cerita Mahabharata juga disajikan melalui bentuk komik yang membuat cerita ini dikenal luas di kalangan awam. Salah satu yang
terkenal adalah karya dari R.A. Kosasih. Pada era budaya populer khususnya di bidang pertelevisian, kisah Mahabharata ditayangkan oleh STAR Plus dan antv dengan judul Mahabharat.
D. Versi-versi Mahabharata
Di India ditemukan dua
versi utama Mahabharata dalam bahasa Sanskerta yang agak berbeda satu sama
lain. Kedua versi ini disebut dengan istilah "Versi Utara" dan
"Versi Selatan". Biasanya versi utara dianggap lebih dekat dengan
versi yang tertua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar