Kamis, 30 Maret 2017

KISAH PEDAGANG DAN JIN



(KISAH PEDAGANG DAN JIN)

Atas perkenan Raja Syahmyar, Syahrazad segera bangkit dari tempat duduknya dan memulai kisahnya. Alkisah, hiduplah seorang pedagang yang kaya raya dan memiliki banyak kolega di negerinya. Pada suatu hari pedagang kaya ini melakukan perjalanan niaga ke beberapa negara tetangga.
Di tengah perjalanan, pedagang ini merasakan panas yang luar biasa. Dia pun berhenti untuk berteduh di bawah sebatang pohon, sementara tangannya mengambil sebutir kurma yang dibawanya. Setelah buah kurma yang menjadi bekal perjalanannya itu habis dimakan olehnya, si pedagang kemudian melemparkan begitu saja biji kurma yang ada di tangannya.
Ajaib. Setelah dia melemparkan biji kurma itu, tiba-tiba di hadapannya berdiri sesosok jin tinggi besar yang pada salah satu tangannya tergenggam sebilah pedang yang diacungkan ke arah pedagang kaya tersebut.
"Hai manusia, berdirilah agar aku dapat memenggal kepalamu seperti yang kau lakukan terhadap anakku yang baru saja mati disebabkan biji kurma yang kau lemparkan tadi menancap di jantungnya," hardik sang jin. Jin itu kemudian menarik rubuh si pedagang kaya dan menghempaskannya ke tanah. Pedagang kaya yang malang itu pun menjerit kesakitan. Dengan raut wajah yang sedih, si pedagang melantunkan syair:
Masa terbagi dua, ada masa aman, ada masa sengsara Seperti hidup yang kadang jernih kadang bernoda Bilang pada orang yang karena masa kami dihina Mereka yang melawan masa, pasti akan merana Ketika kau lihat laut dengan bangkai di atasnya Lupakah kau bahwa dasarnya adalah tempat mutiara Kalau memang zaman melewati kita hanya percuma
Maka segala busuk padanya kita harus siap terima Lihatlah langit penuh gemintang tak terkira Padahal munculnya bulan dan matahari akan membuatnya sirna Bumi kita penuh pohon, ada yang berbuah ada yang merana Hanya pohon buahlah yang ditimpuki 'tuk diambil buahnya Sangkaanmu jadi baik hanya ketika hari tampak riang Takutmu pada takdir karenanya langsung hilang
Sambil meratap, pedagang kaya itu berkata kepada sang jin, "Wahai jin, tanggunganku banyak. Aku juga punya banyak harta, istri, dan beberapa orang anak. Dan aku pun masih memegang beberapa barang gadaian. Oleh sebab itu, izinkanlah aku untuk pulang barang sejenak agar dapat kubereskan semua urusanku, setelah itu aku akan kembali ke sini untuk menyerahkan diriku padamu." Rupanya sang jin mempercayai ucapan pedagang itu sehingga si pedagang kaya itu dibiarkannya pergi.

Sesampainya di negerinya, pedagang kaya itu segera membereskan segala urusannya. Dan ia juga menceritakan hal yang dialaminya kepada istri dan anak-anaknya. Setelah mendengar penuturan suami dan ayah mereka, istri dan anak-anak pedagang itu langsung menangis. Tanpa terasa, satu tahun telah berlalu, si pedagang menghabiskan waktu itu untuk menemani keluarga yang akan ditinggalkannya.
Setelah menyampaikan wasiat kepada seluruh keluarganya, si pedagang kaya itu pun berangkat sambil membawa sehelai kain kafan yang dijepit di lengannya. Istri, anak-anak, dan seluruh keluarga melepas kepergian si pedagang yang pergi untuk menepati janjinya kepada jin yang anaknya telah dibunuh olehnya.
Hari itu adalah awal tahun baru. Di bawah pohon yang dulu menjadi tempat pertemuannya dengan sang jin, pedagang kaya itu menangis tersedusedu. Tiba-tiba datanglah seorang kakek sambil menuntun seekor kijang.
"Apa yang kau lakukan di tempat ini sendirian? Tahukah kau bahwa tempat ini adalah sarang jin?" kakek itu bertanya kepada si pedagang. Si pedagang kaya itu pun lalu menuturkan kepada si kakek semua peristiwa yang dialaminya
termasuk perjanjian yang dia lakukan dengan jin yang menghuni tempat itu.
Mendengar penuturan si pedagang, kakek tua itu terkejut dan berkata, "Demi Allah, betapa salehnya engkau. Cerita yang kau tuturkan itu juga sangat luar biasa." Kakek tua itu kemudian duduk di samping si pedagang dan berkata, "Saudaraku, sungguh aku tidak akan meninggalkanmu sampai aku menyaksikan sendiri apa yang akan dilakukan oleh jin itu terhadap dirimu."
Si kakek tua itu terus berbincang-bincang dengan si pedagang sampai malam menjelang. Rasa takut mulai merasuki perasaan si pedagang kaya. Pikirannya melayang. Rasa gundah di dadanya, bercampur aduk dengan kegelisahan yang menggeliat.
Tiba-tiba datanglah seorang kakek yang menghampiri mereka berdua. Kakek yang kedua ini datang dengan menuntun dua ekor anjing pemburu berwarna hitam. Setelah mengucapkan salam, kakek tua pemilik anjing itu bertanya kepada dua orang yang ditemuinya tentang alasan mereka duduk di bawah pohon yang diketahui sebagai sebuah sarang jin. Si pedagang dan si kakek pemilik kijang lalu menceritakan kejadian yang mereka alami.
Ketika si pedagang, kakek tua pemilik kijang, dan kakek tua pemilik anjing tengah asyik berbincang-bincang, tiba-tiba muncul lagi seorang kakek tua yang datang bersama seekor bagal. Seperti kedua kakek sebelumnya, kakek tua pemilik bagal ini pun bertanya kepada ketiga orang yang ditemuinya tentang alasan mengapa mereka duduk-duduk di sarang jin. Setelah kakek tua pemilik bagal itu duduk, ketiga orang yang ditemuinya itu menuturkan semua peristiwa yang mereka alami. Ketika keempat orang itu tengah asyik berbincang-bincang, tiba-tiba bertiuplah angin yang sangat kencang. Debu beterbangan, mengaburkan pandangan di sekeliling tempat itu. Dan di tengah-tengah debu yang beterbangan itu muncullah sesosok jin dengan sebilah pedang berkilat terhunus di tangannya. Jin itu kemudian menghampiri si pedagang kaya yang duduk bersama tiga orang kakek yang menemaninya. "Kemarilah kau pedagang, agar aku mudah memancung kepalamu sebagai hukuman atas pembunuhan yang kau lakukan terhadap diri anakku," hardik sang jin.
Mendengar itu, si pedagang kaya itu langsung meratap dan menangis ketakutan. Ratapan ketakutan dan tangisan pedagang kaya itu ternyata memancing ketiga kakek tua yang menemaninya untuk memberi bantuan.
Kakek tua pemilik kijang berdiri dan berjalan menghampiri sang jin seraya berkata, "Wahai Paduka Raja Segala Jin. Bersediakah Paduka menukar sepertiga hukuman pedagang ini dengan cerita hamba tentang kijang yang hamba bawa ini?"
"Baik," jawab sang jin. "Wahai raja jin yang baik. Ketahuilah, bahwa sebenarnya kijang ini adalah salah seorang sepupu hamba. Hamba telah menikahinya sejak dia masih kecil. Kami telah hidup berumah tangga selama tiga puluh tahun, namun kami tidak kunjung dikarunai anak. Maka hamba menikahi salah seorang budak perempuan yang darinya hamba berhasil mendapatkan seorang anak laki-laki yang memiliki wajah yang tampan seperti bulan purnama. Setelah lima belas tahun berlalu, dan putra hamba yang tampan itu telah tumbuh besar, tibalah saatnya hamba untuk pergi berdagang bersama seorang saudagar besar. Pada saat itu, sepupu hamba yang sekarang telah berubah menjadi kijang ini, telah menguasai ilmu sihir yang ternyata telah dipelajarinya sejak ia masih kecil. Seiring dengan kepergian hamba, dengan kemampuan yang dimilikinya, sepupu hamba ini menyihir putra hamba menjadi seekor anak sapi, sedangkan istri hamba yang kedua disihir menjadi seekor sapi betina. Sepupu hamba yang jahat ini kemudian menyerahkan anak dan istri hamba yang telah dia sihir itu kepada seorang peternak.
Ketika hamba kembali dari perniagaan, hamba bertanya kepada sepupu hamba ke mana gerangan perginya anak istri hamba. Sepupu hamba ini menjawab bahwa istri hamba telah meninggal dunia, sedangkan putra hamba pergi entah ke mana. Sepupu hamba ini berkata bahwa dia tidak mengetahui ke mana perginya putra hamba.
Setahun penuh hamba tinggal sendirian di rumah. Hamba hanya bisa bersedih sampai akhirnya tibalah hari raya kurban. Karena hamba berniat untuk berkurban, maka hamba memesan seekor sapi betina yang gemuk kepada seorang penjual sapi. Penjual sapi itu kemudian datang dengan membawa seekor sapi yang gemuk. Sungguh hamba tidak mengetahui bahwa sebenarnya sapi itu adalah istri kedua hamba sendiri yang telah disihir oleh istri hamba yang pertama.
Ketika hamba tengah bersiap-siap untuk menyembelih sapi itu, dan pisau pemotong yang akan hamba gunakan juga telah hamba hunuskan di depan sapi betina yang telah dibaringkan, tiba-tiba sapi betina yang hamba beli itu menangis tersedu-sedu. Karena tak tega, hamba akhirnya menolak untuk menyembelih sapi itu dan meminta agar si penjual sapi saja yang menyembelihnya. Penjual sapi itu menyanggupi dan langsung menyembelih sapi betina yang tidak lain adalah istri hamba sendiri.
Penyembelihan selesai. Aneh. Tak ada daging atau lemak yang dapat hamba ambil dari sapi itu. Yang ada hanya kulit dan tulang. Sambil menyesali pilihan hamba, kulit dan tulang sapi itu hamba berikan begitu saja kepada si penjual sapi dan hamba kembali memesan untuk dibawakan seekor anak sapi yang gemuk. Penjual sapi itu kembali memenuhi pesanan hamba, dan tak lama dia telah membawa seekor anak sapi yang tidak lain adalah putra hamba yang telah disihir oleh istri hamba ini.
Ketika anak sapi itu melihat hamba, anak sapi itu menangis. Melihat hal itu, hamba lagi-lagi menjadi tidak tega untuk menyembelihnya. Hamba pun berkata kepada si penjual sapi, "Bawakanlah untukku seekor sapi betina yang lain."
Tanpa terasa, pagi telah tiba. Syahrazad menghentikan kisahnya. "Duhai, indah nian cerita yang kakak sampaikan," Dunyazad memuji kakaknya. "Baiklah, jika memang kau suka, kakak akan ceritakan kelanjutan kisah ini nanti malam. Itu pun kalau Raja Syahrayar berkenan memberi kesempatan kepada kakakmu ini untuk hidup satu malam lagi agar kakak dapat melanjutkan cerita kakak tadi," jawab Syahrazad.
Mendengar perkataan itu Raja Syahrayar hanya bergumam di dalam hati, "Demi Allah, tak mungkin kubunuh gadis ini sebelum kudengar kelanjutan kisah yang diceritakannya itu."
Demikianlah, malam pertama berlalu dengan aman dan damai. Raja Syahrayar yang kejam keluar menuju ruang utama istana. Di luar ruangan, tampak menterinya telah menunggu sambil membawa sehelai kain kafan yang dipersiapkan untuk mengubur putrinya. Ketika bertemu menterinya itu, Raja Syahrayar hanya diam, sedangkan sang menteri tak berani berkata apa-apa dan hanya menelan keheranan yang dirasakannya. Raja Syahrayar berlalu, masuk ke dalam istananya.
Malam kembali datang. Syahrazad, Dunyazad, dan Raja Syahrayar telah duduk di satu meja. "Ayo kak, lanjutkan cerita kakak yang kemarin," Dunyazad tarnpak tak sabar mengatakan itu kepada kakaknya. "Baik, akan tetapi aku baru akan melanjutkan ceritaku atas izin dari baginda raja," jawab Syahrazad. "Lanjutkan ceritamu," ujar Raja Syahrayar. Syahrazad pun melanjutkan kisahnya.
Ketika si kakek tua melihat tangisan anak sapi yang dibelinya, muncul rasa iba di dalam hatinya. la lalu berkata kepada penjual sapi, "Peliharalah sapi ini bersama hewan peliharaanmu yang lain."
Jin yang mendengar kisah itu terkejut. Kemudian kakek tua pemilik kijang itu melanjutkan ceritanya, "Semua kejadian itu terjadi di depan mata istri hamba. Dan dia terus mendesak hamba agar anak sapi itu disembelih saja, karena anak sapi itu gemuk dan untuk menyembelihnya sebenarnya tidak terlalu sulit. Istri hamba itu lalu meminta agar penjual sapi itu mengambil anak sapi yang hamba pesan.
Pada keesokan harinya, ketika hamba sedang duduk-duduk di rumah, datanglah si penjual sapi seraya bertanya, "Tuan, apakan Tuan mengizinkan saya untuk menyampaikan sesuatu hal yang pasti akan membuat tuan senang?'"
"Tentu," jawab hamba. Si penjual sapi itu lalu memulai ceritanya, "Saya memiliki seorang putri yang mempelajari ilmu sihir sejak kecil. Kemarin, ketika tuan meminta saya membawa pulang anak sapi yang tuan pesan, saya membawa sapi itu ke hadapan putri saya itu. Anehnya, ketika putri saya melihat anak sapi itu, putri saya menundukkan wajahnya. Dia menangis sebentar dan kemudian tertawa. Dengan wajah merona karena malu, putri saya berkata kepada saya, 'Ayah, mengapa ayah membuatku malu dengan membawa seorang pemuda asing ke hadapanku.' Saya heran bukan kepalang dengan perkataan putri saya itu dan bertanya padanya di mana pemuda yang dia maksud, dan mengapa dia menangis lalu tertawa. Putri saya lalu memberitahu bahwa anak sapi yang saya bawa itu sebenarnya adalah anak tuan yang telah disihir bersama ibunya oleh istri pertama ayahnya. Hal itulah yang membuatnya tertawa. Sedangkan hal yang membuat dia menangis adalah kejadian tragis yang menimpa ibu si sapi yang harus tewas di tangan ayahnya sendiri yang menyembelihnya. Tak sabar rasanya saya menunggu pagi datang untuk segera memberi tahu tuan tentang perkara ini."
"Wahai Paduka Raja Jin, ketika hamba mendengar penuturan si penjual sapi itu, hamba langsung pergi bersama si penjual sapi itu ke rumahnya. Pikiran hamba melayang-melayang karena kegembiraan yang meluap. Sesampainya hamba di rumah si penjual sapi, putri si penjual sapi langsung menyambut kedatangan hamba. Dia mencium tangan hamba, sementara putra hamba yang berwujud anak sapi langsung menempelkan kepalanya ke tubuh hamba."

"Benar, anak sapi itu memang putra Tuan," ujar putri penjual sapi itu kepada hamba. Hamba lalu berkata padanya, "Nak, jika kau dapat menyelamatkan putraku, aku akan memberikan harta dan hewan ternak yang banyak kepadamu."
Putri penjual sapi itu hanya tersenyum, kemudian ia berkata, "Tuan, saya tidak bersedia menerima semua pemberian Tuan kecuali dengan dua syarat. Syarat pertama, Tuan harus bersedia menikahkan saya dengan putra Tuan. Dan syarat yang kedua, izinkan saya untuk menyihir dan memenjarakan orang yang telah menyihir putra Tuan, karena jika tidak demikian, saya khawatir orang itu akan berbuat jahat kepada saya."
"Wahai Paduka Raja Jin, ketika hamba mendengar penuturan putri si penjual sapi itu, hamba pun berkata padanya, 'Baik, aku akan memberikan kepadamu harta yang banyak dan aku halalkan darah istri pertamaku yang jahat itu'."
Setelah putri si penjual sapi itu mendengar perkataan hamba, dia lalu mengambil cangkir yang diisinya dengan air sampai penuh. Setelah merapalkan mantera, putri penjual sapi itu menyiramkan air mantera itu ke tubuh putra hamba yang masih berwujud anak sapi seraya berseru, "Jika Allah memang menciptakanmu sebagai seekor sapi, tetaplah kau sebagai sapi. Akan tetapi jika engkau adalah seekor sapi hasil perbuatan sihir, kembalilah ke wujud asalmu dengan izin Allah!"
Setelah putri si penjual sapi itu selesai mengucapkan doa, tiba-tiba anak sapi itu berubah menjadi manusia. Hamba pun langsung memeluk putra hamba yang telah berubah wujud.
"Demi Allah, ceritakan pada ayah semua yang diperbuat oleh ibu tirimu terhadap dirimu dan ibumu," kata hamba. Panjang lebar putra hamba menceritakan semua kejadian yang menimpa dirinya dan ibunya.
Seusai mendengar penuturan putra hamba, hamba berkata kepadanya, "Wahai putraku, sebenarnya ketetapan Allah-lah yang telah menyelamatkanmu."
"Wahai Paduka Raja Jin, setelah itu hamba pun menikahkan putra hamba dengan putri si penjual sapi. Sedangkan istri pertama hamba yang jahat telah diubah wujudnya menjadi seekor kijang yang sekarang hamba bawa ini. Setelah peristiwa itu, hamba berjalan ke tempat ini dan tanpa sengaja, bertemu dengan orang-orang ini. Hamba memang berniat untuk tetap di sini karena hamba ingin melihat gerangan apakah yang akan terjadi. Demikian cerita hamba."
Raja Jin itu lalu berkata, "Sungguh ceritamu tadi adalah cerita yang menakjubkan. Oleh sebab itu, aku gugurkan sepertiga dari hukumanku terhadap pedagang kaya yang telah membunuh anakku itu."

Setelah mendengar ucapan jin itu, kakek tua yang membawa dua ekor anjing pemburu berdiri dan berkata kepada sang jin, "Wahai Paduka Raja Jin, ketahuilah bahwasanya kedua anjing yang hamba bawa ini sebenarnya adalah saudara kandung hamba. Pada suatu ketika, orangtua kami meninggal dunia dengan meninggalkan uang tiga ribu dinar. Hamba menggunakan uang warisan itu untuk membuka sebuah toko, sedangkan saudara hamba pergi
untuk berdagang. Setelah setahun ia pergi, saudara hamba itu kembali tanpa membawa apa-apa. Hamba bertanya padanya, 'Wahai saudaraku, bukankah aku telah mengatakan padamu untuk tidak pergi ke mana-mana?'
Mendengar perkataan hamba, saudara hamba itu hanya menangis sambil berkata, 'Wahai saudaraku, sungguh Allah telah menetapkan nasib seperti ini kepadaku, maka tak ada gunanya kau berkata seperti itu kepadaku, karena aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Karena merasa kasihan, hamba pun mengajak saudara hamba itu ke toko hamba. Kemudian hamba memintanya untuk mandi dan hamba beri dia pakaian yang indah.
Saudaraku, bagaimana jika kau ikut ke tokoku untuk menghitung keuntungan yang kuperoleh beberapa tahun ini. Aku akan memberimu sebagian dari keuntungan yang aku dapatkan,' kata hamba padanya.
Setelah itu, hamba mulai menghitung keuntungan yang hamba peroleh dari hasil penjualan di toko yang hamba miliki. Jumlahnya ternyata mencapai dua ribu dinar. Hamba sungguh bersyukur kepada Allah dan hamba juga gembira atas keuntungan yang besar itu. Setelah itu, hamba berikan sebagian dari keuntungan yang hamba miliki kepada saudara hamba itu. Selama beberapa hari saudara hamba itu tinggal di rumah hamba.
Beberapa pekan kemudian, kedua orang saudara hamba meminta hamba untu pergi bersama mereka. Hamba menolak permintaan mereka berdua. Hamba katakan kepada mereka, 'Apa yang akan kalian lakukan dalam perjalanan kalian, sehingga aku juga harus ikut serta?' Akan tetapi kedua orang saudara hamba itu terus mendesak hamba untuk ikut, dan hamba pun tetap bergeming. Hamba bersama dua orang saudara hamba itu kembali melanjutkan usaha di toko yang hamba miliki.
Satu tahun berlalu. Kedua orang saudara hamba itu kembali meminta hamba untuk ikut pergi bersama mereka. Dan hamba pun terus menolak permintaan mereka. Sampai akhirnya, setelah enam tahun berturut-turut kedua orang saudara hamba itu terus meminta hamba untuk ikut pergi, hamba pun bersedia untuk ikut pergi bersama mereka.
Tetapi, sebelum berangkat hamba mengatakan kepada mereka bahwa hamba ingin menghitung terlebih dulu keuntungan yang dihasilkan dari toko hamba selama enam tahun ini. Kami bertiga kemudian menghitung keuntungan yang dihasilkan oleh toko hamba. Alhamdulillah. Jumlahnya mencapai enam ribu dinar. Pada saat itu hamba mengusulkan kepada kedua saudara hamba.
Bagaimana jika kita kuburkan setengah dari keuntungan ini di dalam tanah, agar kita dapat menggunakannya ketika kita memiliki suatu keperluan. Dan masing-masing kita dapat mengambil seribu dinar.' 'Alangkah bagusnya usulan itu,' kedua saudara hamba menyetujui usul hamba itu.
Sesudah itu, hamba segera membagi dua keuntungan yang hamba peroleh. Bagian pertama yang sebesar tiga ribu dinar, hamba kuburkan di dalam tanah. Sedangkan yang tiga ribu dinar lagi hamba bagikan kepada kami bertiga dengan bagian masing-masing sebesar seribu dinar. Uang itu kami gunakan untuk membeli beberapa barang dagangan, dan sebuah kapal yang akan kami gunakan untuk mengangkut barang dagangan kami.
Setelah mengarungi lautan selama satu bulan penuh, akhirnya kami pun tiba di sebuah kota untuk menjual barang-barang dagangan yang kami bawa. Ternyata, dari hasil penjualan yang kami lakukan di kota itu, kami mendapatkan keuntungan sepuluh kali lipat. Atau dengan kata lain, dari setiap dinar yang kami jadikan modal, kami berhasil mendapatkan keuntungan sebesar sepuluh dinar.
Ketika kami ingin bertolak pulang, kami berjumpa dengan seorang perempuan di tepi pantai. Perempuan itu mendekat dan mencium tangan hamba seraya berkata, 'Wahai tuan, apakah tuan bersedia memperlakukan hamba dengan santun dan baik, untuk kemudian hamba akan memberi balasan atas perbuatan itu?'
'Tentu,' jawab hamba. Perempuan itu lalu berkata lagi, 'Wahai tuan, nikahilah hamba dan bawalah hamba ke negeri tuan, karena sebenarnya hamba telah menyerahkan jiwa raga hamba kepada tuan. Perlakukanlah hamba dengan santun dan baik, karena siapa pun yang memperlakukan hamba dengan cara demikian pasti akan mendapatkan balasan atas perbuatannya itu. Janganlah tuan tertipu oleh keadaan hamba.' Demi mendengar perkataan perempuan itu, muncullah rasa iba di dalam hati hamba karena teringat perintah Allah s.w.t. Hamba akhirnya membawa perempuan itu pulang.
Di sepanjang perjalanan, hamba selalu memberi perempuan itu pakaian dan hamba perlakukan dia dengan baik. Hamba juga selalu merawat dan memuliakannya. Di tengah perjalanan yang kami lalui itulah di dalam hati hamba terbit rasa cinta yang menggelegak terhadap perempuan itu, hingga hamba tak pernah mau berpisah dengannya baik di kala siang maupun di kala malam.

Sunggguh, hamba telah mabuk kepayang. Perempuan itu telah memalingkan perhatian hamba dari kedua orang saudara hamba, sehingga hamba tidak mengetahui bahwa ternyata kedua orang saudara hamba itu mulai merasa iri dan dengki terhadap hamba karena hamba memiliki harta yang amat banyak.
Diam-diam, mereka berdua mulai mengincar harta hamba, dan bahkan keduanya telah merencanakan pembunuhan atas diri hamba, agar mereka dapat menguasai seluruh harta yang hamba miliki. Apalagi setan memang terus meniupkan angin kejahatan kepada kedua orang saudara kandung hamba itu.
Sampai akhirnya pada suatu malam, kedua orang saudara kandung hamba itu mendatangi hamba yang sedang terlelap tidur bersama istri hamba. Mereka pun mengangkat tubuh hamba dan kemudian mereka lemparkan hamba ke lautan.
Ketika istri hamba bangun dari tidurnya dan mengetahui apa yang menimpa diri hamba, berkobarlah amarahnya, dan dia langsung berubah wujud menjadi sosoknya yang asli, yaitu jin. Istri hamba yang ternyata adalah jin betina itu langsung mengangkat hamba dari laut dan kemudian membawa hamba untuk diselamatkan di sebuah pulau. Sebentar kemudian dia menghilang, lalu kembali keesokan paginya.
Istri hamba berkata, Aku adalah istrimu. Akulah yang telah mengangkatmu dari laut dan menyelamatkanmu dari pembunuhan atas perkenan Allah s.w.t. Ketahuilah suamiku, bahwa aku adalah jin. Dulu aku melihatmu dan langsung jatuh cinta padamu. Aku adalah jin yang beriman kepada Allah s.w.t. dan Rasulullah s.a.w. Aku mendatangimu dengan keadaan seperti yang kau lihat ketika itu, dan kau pun menikahiku. Inilah wujudku yang sebenarnya. Aku telah menolongmu sehingga kau tidak tenggelam di laut, dan aku benar-benar marah kepada kedua saudaramu, sehingga aku pasti akan membinasakan mereka berdua,' panjang lebar istri hamba menuturkan perkara yang sebenarnya.
Ketika hamba mendengar penuturan istri hamba itu, hamba benarbenar terkejut. Dan hamba sangat berterima kasih padanya atas apa yang dilakukannya. Hamba kemudian berkata padanya, 'Istriku, janganlah kau bunuh kedua orang saudaraku.' Dan kemudian hamba juga menceritakan padanya kesepakatan yang telah hamba lakukan dengan kedua orang saudara hamba yang jahat itu.
'Baik, kalau begitu malam ini juga aku akan terbang untuk menenggelamkan kapal yang ditumpangi oleh saudara-saudaramu, agar keduanya ikut tenggelam,' ujar istri hamba.
'Demi Allah, jangan kau lakukan itu istriku! Karena ada orang bijak yang berkata, 'Duhai orang baik, biarlah orang jahat menelan kejahatannya sendiri.' Bagaimanapun, mereka berdua tetaplah saudaraku,' ujar hamba.
'Tetapi, mereka tetap harus dibunuh,' desak istri hamba. Mendengar desakan itu, hamba kembali meminta agar istri hamba yang jin itu dapat mengasihani kedua orang saudara hamba. Akhirnya, dia membawa hamba terbang pulang ke rumah hamba. Hamba kemudian diletakkan olehnya di halaman rumah. Dan kemudian hamba membuka pintu gerbang untuk menggali uang yang hamba kubur. Hamba juga kembali membuka toko hamba setelah hamba membeli barang-barang untuk dijual. Setelah malam tiba, hamba pulang ke rumah. Pada saat itulah hamba menemukan kedua anjing ini dalam keadaan terikat di dalam rumah. Ketika kedua anjing itu melihat hamba datang, keduanya langsung berdiri dan menggelayuti tubuh hamba sambil menangis. Entah apa yang hamba rasakan saat itu. 'Kedua anjing itu adalah saudara-saudaramu,' tiba-tiba terdengar suara istri hamba. 'Siapakah gerangan yang telah melakukan perbuatan ini?' tanya hamba. Aku mengirimkan kedua saudaramu kepada salah seorang saudara perempuanku. Dialah yang telah menyihir keduanya menjadi wujud mereka yang sekarang. Pengaruh sirih atas kedua saudaramu itu baru akan hilang setelah sepuluh tahun,' ujar istri hamba.
Oleh sebab itulah, hamba pergi untuk menemui saudara perempuan istri hamba itu agar kedua orang saudara hamba ini benar-benar dapat kembali menjadi manusia setelah sepuluh tahun. Namun rupanya di tengah perjalanan hamba bertemu dengan si pedagang kaya ini yang telah menceritakan persoalan yang menimpanya. Maka hamba lalu bertekad untuk tidak meninggalkannya, sampai hamba tahu apa yang akan terjadi antara Paduka dengan dirinya. Demikian kisah hamba."
Si raja jin lalu berkata, "Sungguh ceritamu tadi adalah cerita yang menakjubkan. Oleh sebab itu aku gugurkan sepertiga dari hukumanku terhadap pedagang kaya ini.
Setelah mendengar ucapan jin itu, kakek tua yang membawa bagal berkata kepada sang jin, "Wahai Paduka Raja Jin, bersediakah Paduka mengizinkan hamba untuk menceritakan kepada Paduka sebuah cerita yang lebih menakjubkan daripada kedua cerita yang telah dituturkan kedua orang teman hamba ini. Dan sebagai ganjarannya, hamba memohon pengampunan Paduka atas sepertiga hukuman yang harus dipikul oleh pedagang ini."
"Ya, aku bersedia," jawab jin itu. Kakek tua pemilik bagal memulai ceritanya. "Wahai Paduka Sultan yang memimpin kaum jin, ketahuilah bahwa bagal ini sebenarnya adalah istri hamba sendiri. Pada suatu ketika, hamba pergi meninggalkan istri hamba ini selama satu tahun penuh. Setelah genap satu tahun, pada suatu malam, hamba kembali pulang ke rumah. Namun malang bagi hamba, karena sesampainya di rumah hamba memergoki istri hamba sedang bercengkerama dengan salah seorang budak. Keduanya asyik bercanda sambil tertawa-tawa, bahkan kadang mereka saling berciuman.
Demi melihat kedatangan hamba yang tiba-tiba, istri hamba langsung mendekati hamba sambil membawa sebuah gayung berisi air. Setelah merapalkan sebuah mantera ke dalam gayung, istri hamba itu kemudian menyiramkan air yang dibawanya ke tubuh hamba seraya berseru, 'Berubahlah kau menjadi anjing!' Seketika, tubuh hamba berubah menjadi anjing. Istri hamba lalu mengusir hamba dari rumah.
Dalam bentuk seekor anjing, hamba terus menyusuri jalan, sampai akhirnya hamba tiba di sebuah kios seorang penjual daging. Di kios itu hamba makan beberapa potong tulang.
Ketika si penjual daging pemilik kios itu melihat hamba, dia pun membawa hamba ke rumahnya. Sesampainya di rumah si penjual daging, putri si penjual daging itu melihat hamba dan berkata, 'Mengapa ayah membawa seorang lakilaki asing ke dalam rumah, dan membiarkannya masuk ke hadapanku?'
'Lelaki apa yang kau maksud?' Tanya si penjual daging kepada putrinya. Putrinya menjawab, 'Sebenarnya anjing yang ayah bawa itu adalah seorang lelaki yang telah disihir oleh seorang perempuan. Dan aku sanggup mengembalikan dia ke wujudnya semula.' Setelah berkata demikian, putri si penjual daging itu mengambil sebuah gayung berisi air sambil merapalkan sebuah mantera. Kemudian dia memercikkan sebagian air yang sudah dimanterai itu ke tubuh hamba sambil berseru, 'Kembalilah ke wujudmu yang semula!'
Seketika hamba pun kembali berubah wujud menjadi manusia. Hamba lalu mencium tangan putri si penjual daging itu dan memintanya untuk menyihir istri hamba sebagai balasan atas perbuatannya terhadap diri hamba. Putri si penjual daging itu kemudian mengambil sebagian air yang sudah dimanterai tadi dan menyerahkannya kepada hamba. Dia berkata, 'Percikkanlah air ini ke tubuh istri Bapak ketika dia sedang tidur. Maka dia akan berubah wujud menjadi binatang apa pun yang Bapak kehendaki,' ujarnya.
Sambil membawa air mantera dari putri si penjual daging, hamba pulang ke rumah. Kebetulan, ketika hamba sampai di rumah, ternyata istri hamba sedang tidur. Tanpa pikir panjang, hamba langsung memercikkan air mantera yang hamba bawa ke tubuh istri hamba seraya berkata, 'Berubahlah kau dari wujudmu yang sekarang menjadi wujud seekor bagal!'
Inilah dia istri hamba, wahai sultan para jin dalam wujudnya sebagai bagal." Mendengar kisah dari kakek tersebut, sang jin merasa sangat senang sehingga dia bersedia menggugurkan sepertiga hukuman yang akan dijatuhkannya kepada si pedagang kaya.
Tanpa terasa, pagi telah datang. Syahrazad mengakhiri ceritanya. "Duhai, indah nian cerita yang kakak tuturkan malam ini," Dunyazad memuji kakaknya. Syahrazad berkata, "Tetapi cerita ini belum apa-apa dibandingkan cerita yang akan kakak ceritakan padamu besok malam, itu pun seandainya kakak masih hidup, dan raja berkenan memberi izin kepada kakak," ujar Syahrazad. Raja Syahrayar yang kejam hanya diam, meski di dalam hati ia berbisik, "Demi Allah aku tidak akan membunuh perempuan ini sebelum mendengar sebuah cerita lagi darinya." Malam berlalu. Pagi datang. Untuk kedua kalinya Syahrazad berhasil selamat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar