(KISAH PEDAGANG DAN JIN)
Atas perkenan Raja Syahmyar, Syahrazad segera bangkit dari tempat
duduknya dan memulai kisahnya. Alkisah, hiduplah seorang pedagang yang kaya
raya dan memiliki banyak kolega di negerinya. Pada suatu hari pedagang kaya ini
melakukan perjalanan niaga ke beberapa negara tetangga.
Di tengah perjalanan, pedagang ini merasakan panas yang luar biasa.
Dia pun berhenti untuk berteduh di bawah sebatang pohon, sementara tangannya
mengambil sebutir kurma yang dibawanya. Setelah buah kurma yang menjadi bekal
perjalanannya itu habis dimakan olehnya, si pedagang kemudian melemparkan
begitu saja biji kurma yang ada di tangannya.
Ajaib. Setelah dia melemparkan biji kurma itu, tiba-tiba di
hadapannya berdiri sesosok jin tinggi besar yang pada salah satu tangannya
tergenggam sebilah pedang yang diacungkan ke arah pedagang kaya tersebut.
"Hai manusia, berdirilah agar aku dapat memenggal kepalamu
seperti yang kau lakukan terhadap anakku yang baru saja mati disebabkan biji
kurma yang kau lemparkan tadi menancap di jantungnya," hardik sang jin.
Jin itu kemudian menarik rubuh si pedagang kaya dan menghempaskannya ke tanah.
Pedagang kaya yang malang itu pun menjerit kesakitan. Dengan raut wajah yang
sedih, si pedagang melantunkan syair:
Masa terbagi dua, ada masa aman, ada masa sengsara Seperti hidup
yang kadang jernih kadang bernoda Bilang pada orang yang karena masa kami
dihina Mereka yang melawan masa, pasti akan merana Ketika kau lihat laut dengan
bangkai di atasnya Lupakah kau bahwa dasarnya adalah tempat mutiara Kalau
memang zaman melewati kita hanya percuma
Maka
segala busuk padanya kita harus siap terima Lihatlah langit penuh gemintang tak
terkira Padahal munculnya bulan dan matahari akan membuatnya sirna Bumi kita
penuh pohon, ada yang berbuah ada yang merana Hanya pohon buahlah yang
ditimpuki 'tuk diambil buahnya Sangkaanmu jadi baik hanya ketika hari tampak
riang Takutmu pada takdir karenanya langsung hilang
Sambil meratap, pedagang kaya itu berkata kepada sang jin,
"Wahai jin, tanggunganku banyak. Aku juga punya banyak harta, istri, dan
beberapa orang anak. Dan aku pun masih memegang beberapa barang gadaian. Oleh
sebab itu, izinkanlah aku untuk pulang barang sejenak agar dapat kubereskan
semua urusanku, setelah itu aku akan kembali ke sini untuk menyerahkan diriku
padamu." Rupanya sang jin mempercayai ucapan pedagang itu sehingga si pedagang
kaya itu dibiarkannya pergi.
Sesampainya di negerinya, pedagang kaya itu segera membereskan
segala urusannya. Dan ia juga menceritakan hal yang dialaminya kepada istri dan
anak-anaknya. Setelah mendengar penuturan suami dan ayah mereka, istri dan
anak-anak pedagang itu langsung menangis. Tanpa terasa, satu tahun telah
berlalu, si pedagang menghabiskan waktu itu untuk menemani keluarga yang akan
ditinggalkannya.
Setelah menyampaikan wasiat kepada seluruh keluarganya, si pedagang
kaya itu pun berangkat sambil membawa sehelai kain kafan yang dijepit di
lengannya. Istri, anak-anak, dan seluruh keluarga melepas kepergian si pedagang
yang pergi untuk menepati janjinya kepada jin yang anaknya telah dibunuh
olehnya.
Hari itu adalah awal tahun baru. Di bawah pohon yang dulu menjadi
tempat pertemuannya dengan sang jin, pedagang kaya itu menangis tersedusedu.
Tiba-tiba datanglah seorang kakek sambil menuntun seekor kijang.
"Apa yang kau lakukan di tempat ini sendirian? Tahukah kau
bahwa tempat ini adalah sarang jin?" kakek itu bertanya kepada si
pedagang. Si pedagang kaya itu pun lalu menuturkan kepada si kakek semua
peristiwa yang dialaminya
termasuk
perjanjian yang dia lakukan dengan jin yang menghuni tempat itu.
Mendengar penuturan si pedagang, kakek tua itu terkejut dan
berkata, "Demi Allah, betapa salehnya engkau. Cerita yang kau tuturkan itu
juga sangat luar biasa." Kakek tua itu kemudian duduk di samping si
pedagang dan berkata, "Saudaraku, sungguh aku tidak akan meninggalkanmu
sampai aku menyaksikan sendiri apa yang akan dilakukan oleh jin itu terhadap
dirimu."
Si kakek tua itu terus berbincang-bincang dengan si pedagang sampai
malam menjelang. Rasa takut mulai merasuki perasaan si pedagang kaya.
Pikirannya melayang. Rasa gundah di dadanya, bercampur aduk dengan kegelisahan
yang menggeliat.
Tiba-tiba datanglah seorang kakek yang menghampiri mereka berdua.
Kakek yang kedua ini datang dengan menuntun dua ekor anjing pemburu berwarna
hitam. Setelah mengucapkan salam, kakek tua pemilik anjing itu bertanya kepada
dua orang yang ditemuinya tentang alasan mereka duduk di bawah pohon yang
diketahui sebagai sebuah sarang jin. Si pedagang dan si kakek pemilik kijang
lalu menceritakan kejadian yang mereka alami.
Ketika si pedagang, kakek tua pemilik kijang, dan kakek tua pemilik
anjing tengah asyik berbincang-bincang, tiba-tiba muncul lagi seorang kakek tua
yang datang bersama seekor bagal. Seperti kedua kakek sebelumnya, kakek tua
pemilik bagal ini pun bertanya kepada ketiga orang yang ditemuinya tentang
alasan mengapa mereka duduk-duduk di sarang jin. Setelah kakek tua pemilik
bagal itu duduk, ketiga orang yang ditemuinya itu menuturkan semua peristiwa
yang mereka alami. Ketika keempat orang itu tengah asyik berbincang-bincang,
tiba-tiba bertiuplah angin yang sangat kencang. Debu beterbangan, mengaburkan
pandangan di sekeliling tempat itu. Dan di tengah-tengah debu yang beterbangan
itu muncullah sesosok jin dengan sebilah pedang berkilat terhunus di tangannya.
Jin itu kemudian menghampiri si pedagang kaya yang duduk bersama tiga orang
kakek yang menemaninya. "Kemarilah kau pedagang, agar aku mudah memancung
kepalamu sebagai hukuman atas pembunuhan yang kau lakukan terhadap diri
anakku," hardik sang jin.
Mendengar itu, si pedagang kaya itu langsung meratap dan menangis
ketakutan. Ratapan ketakutan dan tangisan pedagang kaya itu ternyata memancing
ketiga kakek tua yang menemaninya untuk memberi bantuan.
Kakek tua pemilik kijang berdiri dan berjalan menghampiri sang jin
seraya berkata, "Wahai Paduka Raja Segala Jin. Bersediakah Paduka menukar
sepertiga hukuman pedagang ini dengan cerita hamba tentang kijang yang hamba
bawa ini?"
"Baik," jawab sang jin. "Wahai raja jin yang baik.
Ketahuilah, bahwa sebenarnya kijang ini adalah salah seorang sepupu hamba.
Hamba telah menikahinya sejak dia masih kecil. Kami telah hidup berumah tangga
selama tiga puluh tahun, namun kami tidak kunjung dikarunai anak. Maka hamba menikahi
salah seorang budak perempuan yang darinya hamba berhasil mendapatkan seorang
anak laki-laki yang memiliki wajah yang tampan seperti bulan purnama. Setelah
lima belas tahun berlalu, dan putra hamba yang tampan itu telah tumbuh besar,
tibalah saatnya hamba untuk pergi berdagang bersama seorang saudagar besar.
Pada saat itu, sepupu hamba yang sekarang telah berubah menjadi kijang ini,
telah menguasai ilmu sihir yang ternyata telah dipelajarinya sejak ia masih
kecil. Seiring dengan kepergian hamba, dengan kemampuan yang dimilikinya,
sepupu hamba ini menyihir putra hamba menjadi seekor anak sapi, sedangkan istri
hamba yang kedua disihir menjadi seekor sapi betina. Sepupu hamba yang jahat
ini kemudian menyerahkan anak dan istri hamba yang telah dia sihir itu kepada
seorang peternak.
Ketika hamba kembali dari perniagaan, hamba bertanya kepada sepupu
hamba ke mana gerangan perginya anak istri hamba. Sepupu hamba ini menjawab
bahwa istri hamba telah meninggal dunia, sedangkan putra hamba pergi entah ke
mana. Sepupu hamba ini berkata bahwa dia tidak mengetahui ke mana perginya
putra hamba.
Setahun penuh hamba tinggal sendirian di rumah. Hamba hanya bisa
bersedih sampai akhirnya tibalah hari raya kurban. Karena hamba berniat untuk
berkurban, maka hamba memesan seekor sapi betina yang gemuk kepada seorang
penjual sapi. Penjual sapi itu kemudian datang dengan membawa seekor sapi yang
gemuk. Sungguh hamba tidak mengetahui bahwa sebenarnya sapi itu adalah istri
kedua hamba sendiri yang telah disihir oleh istri hamba yang pertama.
Ketika hamba tengah bersiap-siap untuk menyembelih sapi itu, dan
pisau pemotong yang akan hamba gunakan juga telah hamba hunuskan di depan sapi
betina yang telah dibaringkan, tiba-tiba sapi betina yang hamba beli itu
menangis tersedu-sedu. Karena tak tega, hamba akhirnya menolak untuk
menyembelih sapi itu dan meminta agar si penjual sapi saja yang menyembelihnya.
Penjual sapi itu menyanggupi dan langsung menyembelih sapi betina yang tidak
lain adalah istri hamba sendiri.
Penyembelihan selesai. Aneh. Tak ada daging atau lemak yang dapat
hamba ambil dari sapi itu. Yang ada hanya kulit dan tulang. Sambil menyesali
pilihan hamba, kulit dan tulang sapi itu hamba berikan begitu saja kepada si
penjual sapi dan hamba kembali memesan untuk dibawakan seekor anak sapi yang
gemuk. Penjual sapi itu kembali memenuhi pesanan hamba, dan tak lama dia telah
membawa seekor anak sapi yang tidak lain adalah putra hamba yang telah disihir
oleh istri hamba ini.
Ketika anak sapi itu melihat hamba, anak sapi itu menangis. Melihat
hal itu, hamba lagi-lagi menjadi tidak tega untuk menyembelihnya. Hamba pun
berkata kepada si penjual sapi, "Bawakanlah untukku seekor sapi betina
yang lain."
Tanpa terasa, pagi telah tiba. Syahrazad menghentikan kisahnya.
"Duhai, indah nian cerita yang kakak sampaikan," Dunyazad memuji
kakaknya. "Baiklah, jika memang kau suka, kakak akan ceritakan kelanjutan
kisah ini nanti malam. Itu pun kalau Raja Syahrayar berkenan memberi kesempatan
kepada kakakmu ini untuk hidup satu malam lagi agar kakak dapat melanjutkan
cerita kakak tadi," jawab Syahrazad.
Mendengar perkataan itu Raja Syahrayar hanya bergumam di dalam
hati, "Demi Allah, tak mungkin kubunuh gadis ini sebelum kudengar
kelanjutan kisah yang diceritakannya itu."
Demikianlah, malam pertama berlalu dengan aman dan damai. Raja
Syahrayar yang kejam keluar menuju ruang utama istana. Di luar ruangan, tampak
menterinya telah menunggu sambil membawa sehelai kain kafan yang dipersiapkan
untuk mengubur putrinya. Ketika bertemu menterinya itu, Raja Syahrayar hanya
diam, sedangkan sang menteri tak berani berkata apa-apa dan hanya menelan
keheranan yang dirasakannya. Raja Syahrayar berlalu, masuk ke dalam istananya.
Malam kembali datang. Syahrazad, Dunyazad, dan Raja Syahrayar telah
duduk di satu meja. "Ayo kak, lanjutkan cerita kakak yang kemarin,"
Dunyazad tarnpak tak sabar mengatakan itu kepada kakaknya. "Baik, akan
tetapi aku baru akan melanjutkan ceritaku atas izin dari baginda raja,"
jawab Syahrazad. "Lanjutkan ceritamu," ujar Raja Syahrayar. Syahrazad
pun melanjutkan kisahnya.
Ketika si kakek tua melihat tangisan anak sapi yang dibelinya,
muncul rasa iba di dalam hatinya. la lalu berkata kepada penjual sapi,
"Peliharalah sapi ini bersama hewan peliharaanmu yang lain."
Jin yang mendengar kisah itu terkejut. Kemudian kakek tua pemilik
kijang itu melanjutkan ceritanya, "Semua kejadian itu terjadi di depan
mata istri hamba. Dan dia terus mendesak hamba agar anak sapi itu disembelih
saja, karena anak sapi itu gemuk dan untuk menyembelihnya sebenarnya tidak
terlalu sulit. Istri hamba itu lalu meminta agar penjual sapi itu mengambil
anak sapi yang hamba pesan.
Pada keesokan harinya, ketika hamba sedang duduk-duduk di rumah,
datanglah si penjual sapi seraya bertanya, "Tuan, apakan Tuan mengizinkan
saya untuk menyampaikan sesuatu hal yang pasti akan membuat tuan senang?'"
"Tentu," jawab hamba. Si penjual sapi itu lalu memulai
ceritanya, "Saya memiliki seorang putri yang mempelajari ilmu sihir sejak
kecil. Kemarin, ketika tuan meminta saya membawa pulang anak sapi yang tuan
pesan, saya membawa sapi itu ke hadapan putri saya itu. Anehnya, ketika putri
saya melihat anak sapi itu, putri saya menundukkan wajahnya. Dia menangis
sebentar dan kemudian tertawa. Dengan wajah merona karena malu, putri saya berkata
kepada saya, 'Ayah, mengapa ayah membuatku malu dengan membawa seorang pemuda
asing ke hadapanku.' Saya heran bukan kepalang dengan perkataan putri saya itu
dan bertanya padanya di mana pemuda yang dia maksud, dan mengapa dia menangis
lalu tertawa. Putri saya lalu memberitahu bahwa anak sapi yang saya bawa itu
sebenarnya adalah anak tuan yang telah disihir bersama ibunya oleh istri
pertama ayahnya. Hal itulah yang membuatnya tertawa. Sedangkan hal yang membuat
dia menangis adalah kejadian tragis yang menimpa ibu si sapi yang harus tewas
di tangan ayahnya sendiri yang menyembelihnya. Tak sabar rasanya saya menunggu
pagi datang untuk segera memberi tahu tuan tentang perkara ini."
"Wahai Paduka Raja Jin, ketika hamba mendengar penuturan si
penjual sapi itu, hamba langsung pergi bersama si penjual sapi itu ke rumahnya.
Pikiran hamba melayang-melayang karena kegembiraan yang meluap. Sesampainya
hamba di rumah si penjual sapi, putri si penjual sapi langsung menyambut
kedatangan hamba. Dia mencium tangan hamba, sementara putra hamba yang berwujud
anak sapi langsung menempelkan kepalanya ke tubuh hamba."
"Benar, anak sapi itu memang putra Tuan," ujar putri
penjual sapi itu kepada hamba. Hamba lalu berkata padanya, "Nak, jika kau
dapat menyelamatkan putraku, aku akan memberikan harta dan hewan ternak yang
banyak kepadamu."
Putri penjual sapi itu hanya tersenyum, kemudian ia berkata,
"Tuan, saya tidak bersedia menerima semua pemberian Tuan kecuali dengan
dua syarat. Syarat pertama, Tuan harus bersedia menikahkan saya dengan putra
Tuan. Dan syarat yang kedua, izinkan saya untuk menyihir dan memenjarakan orang
yang telah menyihir putra Tuan, karena jika tidak demikian, saya khawatir orang
itu akan berbuat jahat kepada saya."
"Wahai Paduka Raja Jin, ketika hamba mendengar penuturan putri
si penjual sapi itu, hamba pun berkata padanya, 'Baik, aku akan memberikan
kepadamu harta yang banyak dan aku halalkan darah istri pertamaku yang jahat
itu'."
Setelah putri si penjual sapi itu mendengar perkataan hamba, dia
lalu mengambil cangkir yang diisinya dengan air sampai penuh. Setelah
merapalkan mantera, putri penjual sapi itu menyiramkan air mantera itu ke tubuh
putra hamba yang masih berwujud anak sapi seraya berseru, "Jika Allah
memang menciptakanmu sebagai seekor sapi, tetaplah kau sebagai sapi. Akan
tetapi jika engkau adalah seekor sapi hasil perbuatan sihir, kembalilah ke
wujud asalmu dengan izin Allah!"
Setelah putri si penjual sapi itu selesai mengucapkan doa,
tiba-tiba anak sapi itu berubah menjadi manusia. Hamba pun langsung memeluk
putra hamba yang telah berubah wujud.
"Demi Allah, ceritakan pada ayah semua yang diperbuat oleh ibu
tirimu terhadap dirimu dan ibumu," kata hamba. Panjang lebar putra hamba
menceritakan semua kejadian yang menimpa dirinya dan ibunya.
Seusai mendengar penuturan putra hamba, hamba berkata kepadanya,
"Wahai putraku, sebenarnya ketetapan Allah-lah yang telah
menyelamatkanmu."
"Wahai Paduka Raja Jin, setelah itu hamba pun menikahkan putra
hamba dengan putri si penjual sapi. Sedangkan istri pertama hamba yang jahat
telah diubah wujudnya menjadi seekor kijang yang sekarang hamba bawa ini.
Setelah peristiwa itu, hamba berjalan ke tempat ini dan tanpa sengaja, bertemu
dengan orang-orang ini. Hamba memang berniat untuk tetap di sini karena hamba
ingin melihat gerangan apakah yang akan terjadi. Demikian cerita hamba."
Raja Jin itu lalu berkata, "Sungguh ceritamu tadi adalah
cerita yang menakjubkan. Oleh sebab itu, aku gugurkan sepertiga dari hukumanku
terhadap pedagang kaya yang telah membunuh anakku itu."
Setelah mendengar ucapan jin itu, kakek tua yang membawa dua ekor
anjing pemburu berdiri dan berkata kepada sang jin, "Wahai Paduka Raja
Jin, ketahuilah bahwasanya kedua anjing yang hamba bawa ini sebenarnya adalah
saudara kandung hamba. Pada suatu ketika, orangtua kami meninggal dunia dengan
meninggalkan uang tiga ribu dinar. Hamba menggunakan uang warisan itu untuk
membuka sebuah toko, sedangkan saudara hamba pergi
untuk
berdagang. Setelah setahun ia pergi, saudara hamba itu kembali tanpa membawa
apa-apa. Hamba bertanya padanya, 'Wahai saudaraku, bukankah aku telah
mengatakan padamu untuk tidak pergi ke mana-mana?'
Mendengar perkataan hamba, saudara hamba itu hanya menangis sambil
berkata, 'Wahai saudaraku, sungguh Allah telah menetapkan nasib seperti ini
kepadaku, maka tak ada gunanya kau berkata seperti itu kepadaku, karena aku
sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Karena merasa kasihan, hamba pun mengajak
saudara hamba itu ke toko hamba. Kemudian hamba memintanya untuk mandi dan
hamba beri dia pakaian yang indah.
Saudaraku, bagaimana jika kau ikut ke tokoku untuk menghitung
keuntungan yang kuperoleh beberapa tahun ini. Aku akan memberimu sebagian dari
keuntungan yang aku dapatkan,' kata hamba padanya.
Setelah itu, hamba mulai menghitung keuntungan yang hamba peroleh
dari hasil penjualan di toko yang hamba miliki. Jumlahnya ternyata mencapai dua
ribu dinar. Hamba sungguh bersyukur kepada Allah dan hamba juga gembira atas
keuntungan yang besar itu. Setelah itu, hamba berikan sebagian dari keuntungan
yang hamba miliki kepada saudara hamba itu. Selama beberapa hari saudara hamba
itu tinggal di rumah hamba.
Beberapa pekan kemudian, kedua orang saudara hamba meminta hamba
untu pergi bersama mereka. Hamba menolak permintaan mereka berdua. Hamba
katakan kepada mereka, 'Apa yang akan kalian lakukan dalam perjalanan kalian,
sehingga aku juga harus ikut serta?' Akan tetapi kedua orang saudara hamba itu
terus mendesak hamba untuk ikut, dan hamba pun tetap bergeming. Hamba bersama
dua orang saudara hamba itu kembali melanjutkan usaha di toko yang hamba
miliki.
Satu tahun berlalu. Kedua orang saudara hamba itu kembali meminta
hamba untuk ikut pergi bersama mereka. Dan hamba pun terus menolak permintaan
mereka. Sampai akhirnya, setelah enam tahun berturut-turut kedua orang saudara
hamba itu terus meminta hamba untuk ikut pergi, hamba pun bersedia untuk ikut
pergi bersama mereka.
Tetapi, sebelum berangkat hamba mengatakan kepada mereka bahwa
hamba ingin menghitung terlebih dulu keuntungan yang dihasilkan dari toko hamba
selama enam tahun ini. Kami bertiga kemudian menghitung keuntungan yang
dihasilkan oleh toko hamba. Alhamdulillah. Jumlahnya mencapai enam ribu dinar.
Pada saat itu hamba mengusulkan kepada kedua saudara hamba.
Bagaimana jika kita kuburkan setengah dari keuntungan ini di dalam
tanah, agar kita dapat menggunakannya ketika kita memiliki suatu keperluan. Dan
masing-masing kita dapat mengambil seribu dinar.' 'Alangkah bagusnya usulan
itu,' kedua saudara hamba menyetujui usul hamba itu.
Sesudah itu, hamba segera membagi dua keuntungan yang hamba
peroleh. Bagian pertama yang sebesar tiga ribu dinar, hamba kuburkan di dalam
tanah. Sedangkan yang tiga ribu dinar lagi hamba bagikan kepada kami bertiga
dengan bagian masing-masing sebesar seribu dinar. Uang itu kami gunakan untuk
membeli beberapa barang dagangan, dan sebuah kapal yang akan kami gunakan untuk
mengangkut barang dagangan kami.
Setelah mengarungi lautan selama satu bulan penuh, akhirnya kami
pun tiba di sebuah kota untuk menjual barang-barang dagangan yang kami bawa.
Ternyata, dari hasil penjualan yang kami lakukan di kota itu, kami mendapatkan
keuntungan sepuluh kali lipat. Atau dengan kata lain, dari setiap dinar yang
kami jadikan modal, kami berhasil mendapatkan keuntungan sebesar sepuluh dinar.
Ketika kami ingin bertolak pulang, kami berjumpa dengan seorang
perempuan di tepi pantai. Perempuan itu mendekat dan mencium tangan hamba
seraya berkata, 'Wahai tuan, apakah tuan bersedia memperlakukan hamba dengan
santun dan baik, untuk kemudian hamba akan memberi balasan atas perbuatan itu?'
'Tentu,' jawab hamba. Perempuan itu lalu berkata lagi, 'Wahai tuan,
nikahilah hamba dan bawalah hamba ke negeri tuan, karena sebenarnya hamba telah
menyerahkan jiwa raga hamba kepada tuan. Perlakukanlah hamba dengan santun dan
baik, karena siapa pun yang memperlakukan hamba dengan cara demikian pasti akan
mendapatkan balasan atas perbuatannya itu. Janganlah tuan tertipu oleh keadaan
hamba.' Demi mendengar perkataan perempuan itu, muncullah rasa iba di dalam
hati hamba karena teringat perintah Allah s.w.t. Hamba akhirnya membawa
perempuan itu pulang.
Di sepanjang perjalanan, hamba selalu memberi perempuan itu pakaian
dan hamba perlakukan dia dengan baik. Hamba juga selalu merawat dan
memuliakannya. Di tengah perjalanan yang kami lalui itulah di dalam hati hamba
terbit rasa cinta yang menggelegak terhadap perempuan itu, hingga hamba tak
pernah mau berpisah dengannya baik di kala siang maupun di kala malam.
Sunggguh, hamba telah mabuk kepayang. Perempuan itu telah
memalingkan perhatian hamba dari kedua orang saudara hamba, sehingga hamba
tidak mengetahui bahwa ternyata kedua orang saudara hamba itu mulai merasa iri
dan dengki terhadap hamba karena hamba memiliki harta yang amat banyak.
Diam-diam, mereka berdua mulai mengincar harta hamba, dan bahkan
keduanya telah merencanakan pembunuhan atas diri hamba, agar mereka dapat
menguasai seluruh harta yang hamba miliki. Apalagi setan memang terus meniupkan
angin kejahatan kepada kedua orang saudara kandung hamba itu.
Sampai akhirnya pada suatu malam, kedua orang saudara kandung hamba
itu mendatangi hamba yang sedang terlelap tidur bersama istri hamba. Mereka pun
mengangkat tubuh hamba dan kemudian mereka lemparkan hamba ke lautan.
Ketika istri hamba bangun dari tidurnya dan mengetahui apa yang
menimpa diri hamba, berkobarlah amarahnya, dan dia langsung berubah wujud
menjadi sosoknya yang asli, yaitu jin. Istri hamba yang ternyata adalah jin
betina itu langsung mengangkat hamba dari laut dan kemudian membawa hamba untuk
diselamatkan di sebuah pulau. Sebentar kemudian dia menghilang, lalu kembali
keesokan paginya.
Istri hamba berkata, Aku adalah istrimu. Akulah yang telah
mengangkatmu dari laut dan menyelamatkanmu dari pembunuhan atas perkenan Allah
s.w.t. Ketahuilah suamiku, bahwa aku adalah jin. Dulu aku melihatmu dan
langsung jatuh cinta padamu. Aku adalah jin yang beriman kepada Allah s.w.t.
dan Rasulullah s.a.w. Aku mendatangimu dengan keadaan seperti yang kau lihat
ketika itu, dan kau pun menikahiku. Inilah wujudku yang sebenarnya. Aku telah
menolongmu sehingga kau tidak tenggelam di laut, dan aku benar-benar marah
kepada kedua saudaramu, sehingga aku pasti akan membinasakan mereka berdua,'
panjang lebar istri hamba menuturkan perkara yang sebenarnya.
Ketika hamba mendengar penuturan istri hamba itu, hamba benarbenar
terkejut. Dan hamba sangat berterima kasih padanya atas apa yang dilakukannya.
Hamba kemudian berkata padanya, 'Istriku, janganlah kau bunuh kedua orang
saudaraku.' Dan kemudian hamba juga menceritakan padanya kesepakatan yang telah
hamba lakukan dengan kedua orang saudara hamba yang jahat itu.
'Baik,
kalau begitu malam ini juga aku akan terbang untuk menenggelamkan kapal yang
ditumpangi oleh saudara-saudaramu, agar keduanya ikut tenggelam,' ujar istri
hamba.
'Demi Allah, jangan kau lakukan itu istriku! Karena ada orang bijak
yang berkata, 'Duhai orang baik, biarlah orang jahat menelan kejahatannya
sendiri.' Bagaimanapun, mereka berdua tetaplah saudaraku,' ujar hamba.
'Tetapi, mereka tetap harus dibunuh,' desak istri hamba. Mendengar
desakan itu, hamba kembali meminta agar istri hamba yang jin itu dapat
mengasihani kedua orang saudara hamba. Akhirnya, dia membawa hamba terbang
pulang ke rumah hamba. Hamba kemudian diletakkan olehnya di halaman rumah. Dan
kemudian hamba membuka pintu gerbang untuk menggali uang yang hamba kubur.
Hamba juga kembali membuka toko hamba setelah hamba membeli barang-barang untuk
dijual. Setelah malam tiba, hamba pulang ke rumah. Pada saat itulah hamba
menemukan kedua anjing ini dalam keadaan terikat di dalam rumah. Ketika kedua
anjing itu melihat hamba datang, keduanya langsung berdiri dan menggelayuti
tubuh hamba sambil menangis. Entah apa yang hamba rasakan saat itu. 'Kedua
anjing itu adalah saudara-saudaramu,' tiba-tiba terdengar suara istri hamba.
'Siapakah gerangan yang telah melakukan perbuatan ini?' tanya hamba. Aku
mengirimkan kedua saudaramu kepada salah seorang saudara perempuanku. Dialah
yang telah menyihir keduanya menjadi wujud mereka yang sekarang. Pengaruh sirih
atas kedua saudaramu itu baru akan hilang setelah sepuluh tahun,' ujar istri
hamba.
Oleh sebab itulah, hamba pergi untuk menemui saudara perempuan
istri hamba itu agar kedua orang saudara hamba ini benar-benar dapat kembali
menjadi manusia setelah sepuluh tahun. Namun rupanya di tengah perjalanan hamba
bertemu dengan si pedagang kaya ini yang telah menceritakan persoalan yang
menimpanya. Maka hamba lalu bertekad untuk tidak meninggalkannya, sampai hamba
tahu apa yang akan terjadi antara Paduka dengan dirinya. Demikian kisah
hamba."
Si raja jin lalu berkata, "Sungguh ceritamu tadi adalah cerita
yang menakjubkan. Oleh sebab itu aku gugurkan sepertiga dari hukumanku terhadap
pedagang kaya ini.
Setelah mendengar ucapan jin itu, kakek tua yang membawa bagal
berkata kepada sang jin, "Wahai Paduka Raja Jin, bersediakah Paduka
mengizinkan hamba untuk menceritakan kepada Paduka sebuah cerita yang lebih
menakjubkan daripada kedua cerita yang telah dituturkan kedua orang teman hamba
ini. Dan sebagai ganjarannya, hamba memohon pengampunan Paduka atas sepertiga
hukuman yang harus dipikul oleh pedagang ini."
"Ya, aku bersedia," jawab jin itu. Kakek tua pemilik
bagal memulai ceritanya. "Wahai Paduka Sultan yang memimpin kaum jin,
ketahuilah bahwa bagal ini sebenarnya adalah istri hamba sendiri. Pada suatu
ketika, hamba pergi meninggalkan istri hamba ini selama satu tahun penuh.
Setelah genap satu tahun, pada suatu malam, hamba kembali pulang ke rumah.
Namun malang bagi hamba, karena sesampainya di rumah hamba memergoki istri
hamba sedang bercengkerama dengan salah seorang budak. Keduanya asyik bercanda
sambil tertawa-tawa, bahkan kadang mereka saling berciuman.
Demi melihat kedatangan hamba yang tiba-tiba, istri hamba langsung
mendekati hamba sambil membawa sebuah gayung berisi air. Setelah merapalkan
sebuah mantera ke dalam gayung, istri hamba itu kemudian menyiramkan air yang
dibawanya ke tubuh hamba seraya berseru, 'Berubahlah kau menjadi anjing!'
Seketika, tubuh hamba berubah menjadi anjing. Istri hamba lalu mengusir hamba
dari rumah.
Dalam bentuk seekor anjing, hamba terus menyusuri jalan, sampai
akhirnya hamba tiba di sebuah kios seorang penjual daging. Di kios itu hamba
makan beberapa potong tulang.
Ketika si penjual daging pemilik kios itu melihat hamba, dia pun
membawa hamba ke rumahnya. Sesampainya di rumah si penjual daging, putri si
penjual daging itu melihat hamba dan berkata, 'Mengapa ayah membawa seorang
lakilaki asing ke dalam rumah, dan membiarkannya masuk ke hadapanku?'
'Lelaki apa yang kau maksud?' Tanya si penjual daging kepada
putrinya. Putrinya menjawab, 'Sebenarnya anjing yang ayah bawa itu adalah
seorang lelaki yang telah disihir oleh seorang perempuan. Dan aku sanggup
mengembalikan dia ke wujudnya semula.' Setelah berkata demikian, putri si
penjual daging itu mengambil sebuah gayung berisi air sambil merapalkan sebuah
mantera. Kemudian dia memercikkan sebagian air yang sudah dimanterai itu ke
tubuh hamba sambil berseru, 'Kembalilah ke wujudmu yang semula!'
Seketika hamba pun kembali berubah wujud menjadi manusia. Hamba
lalu mencium tangan putri si penjual daging itu dan memintanya untuk menyihir
istri hamba sebagai balasan atas perbuatannya terhadap diri hamba. Putri si
penjual daging itu kemudian mengambil sebagian air yang sudah dimanterai tadi
dan menyerahkannya kepada hamba. Dia berkata, 'Percikkanlah air ini ke tubuh
istri Bapak ketika dia sedang tidur. Maka dia akan berubah wujud menjadi
binatang apa pun yang Bapak kehendaki,' ujarnya.
Sambil membawa air mantera dari putri si penjual daging, hamba
pulang ke rumah. Kebetulan, ketika hamba sampai di rumah, ternyata istri hamba
sedang tidur. Tanpa pikir panjang, hamba langsung memercikkan air mantera yang
hamba bawa ke tubuh istri hamba seraya berkata, 'Berubahlah kau dari wujudmu
yang sekarang menjadi wujud seekor bagal!'
Inilah dia istri hamba, wahai sultan para jin dalam wujudnya
sebagai bagal." Mendengar kisah dari kakek tersebut, sang jin merasa
sangat senang sehingga dia bersedia menggugurkan sepertiga hukuman yang akan
dijatuhkannya kepada si pedagang kaya.
Tanpa terasa, pagi telah datang. Syahrazad mengakhiri ceritanya.
"Duhai, indah nian cerita yang kakak tuturkan malam ini," Dunyazad
memuji kakaknya. Syahrazad berkata, "Tetapi cerita ini belum apa-apa
dibandingkan cerita yang akan kakak ceritakan padamu besok malam, itu pun
seandainya kakak masih hidup, dan raja berkenan memberi izin kepada
kakak," ujar Syahrazad. Raja Syahrayar yang kejam hanya diam, meski di
dalam hati ia berbisik, "Demi Allah aku tidak akan membunuh perempuan ini
sebelum mendengar sebuah cerita lagi darinya." Malam berlalu. Pagi datang.
Untuk kedua kalinya Syahrazad berhasil selamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar