Jumat, 31 Maret 2017

MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN II TUGAS PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI/OBSERVASI



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
           Kondisi pembelajaran IPS dewasa ini khususnya pada jenjang sekolah dasar, menunjukan indikasi bahwa pola pembelajaran yang di kembangkan oleh guru cenderung bersifat guru sentris sehingga peserta didik hanya menjadi objek pembelajaran. Model pembelajaran yang demikian lebih cenderung beragkat dari asumsi dasar bahwa pembelajaran IPS hanya dimaksudkan untuk mentransfer pengetahuan atau konsep dari kepala guru ke kepala siswa. Akibatnya, mungkin guru telah merasa membelajarkan siswa namun siswa belum belajar
           Mengingat manusia dalam kontek sosialnya sedemikian luas akan sulit kiranya memeberikan definisi dari ilmu pengetahuan sosial, karena IPS suatu perwujudtan dari suatu pendekatan interdisipliner dari penerapan ilmu-ilmu sosial lainya. Dalam pembelajaran perlu menggunakan suatu pendekatan agara sisiwa mempunyai daya tarik untuk memngikuti peajaran yang sedang berlangsung di dalam kelas.  Adapun pendekatannya  adalah seperangkat asumsi yang saling berkaitan dengan hakikat bahasa, hakikat pengajaran biasa, serta hakikat apa yang diajarkan. Pendekatan bersifat aksiomatis artinya bahwa kebenaran itu tidak dipersoalkan atau tidak perlu dibuktikan lagi
           Menurut Brown (2009:9) dalam Ambar Setyowati Sri (2007) memperjelas konsep pembelajaran dengan menambahkan kata kunsi yang harus di perhatikan, yaitu pembelajaran menyangkut hal praktis, pembelajaran adalah penyimpanan informasi, pembelajaran adalah penyusunan oganisasi, pembelajaran memerlukan keaktifan dan kesadaran, pembelajaran relatif permanen, dan pembelajaran adalah perubahan tingkah laku.



1.2  Rumusan Masalah
1.      Pengertian Pendekatan Pembelajaran
2.      Pendekatan Interdisipliner
3.      Pendekatan Monodisipliner
4.      Pendekatan Crossdisipliner

1.3  Tujuan
1.      Mengetahu Pengertian Pendekatan Pembelajaran
2.      Mengetahui Pendekatan Interdisipliner
3.      Mengetahui Pedekatan Monodisipliner
4.      Menegetahui Pendekata Crossdisipliner













BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendekatan Pembelajaran
         Belajar adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar. Istilah pembelajaran merupakan padanan dari kata dalam bahasa Inggris in-struction, yang berarti proses membuat orang belajar. Tujuannya ialah membantu orang belajar, atau memanipulasi (merekayasa) lingkungan sehingga memberi kemudahan bagi  orang yang belajar. Gagne dan Briggs (1979) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu rangkaian events (kejadian, peristiwa, kondisi dan sebagainya) yang sengaja dirancang untuk mempengaruhi siswa (pembelajar), sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah. Sesuai dengan perkembangan teknologi dan komputer, fungsi pembelajaran bukan hanya fungsi guru, melainkan juga fungsi pemanfaatan sumber-sumber belajar lain yang digunakan oleh pembelajar untuk belajar sendiri. Pada umumnya orang berpendapat bahwa kegiatan pembelajaran adalah penerapan prinsip serta teori belajar.
2.2 Pendekatan Interdisipliner
Pentingnya pendekatan interdisipliner sebagai solusi problematika masyarakat akademik terutama untuk kepentingan mahasiswa untuk melihat masalah sosial dan budaya secara lebih luas dan komperehensi. Sehingga pada akhirnya mereka dapat dapat melihat dan memecahkan masalah sosial secara utuh. Jenis pendekatan ini pada hakekatnya sangat cocok dengan tuntutan pasal 5 ayat 1 keputusan Dirjen Dikti yangmerekomendasikan untuk melakukan pendekatan multi disiplin.
Pengajaran ilmu sosial pada hakekatnya adalah membantu siswa memperoleh informasi, nilai dan konsep yang komperhensip antara gejala-gejala sosial yang heterogen yang ada dalam masyarakat. Gejala sosial yang komplek tersebut harus dipelajari dan ditelaah dengan pendekatan integrasi atau interdisiplner. Prinsip dasar pendekatan interdisipliner adalah yang melihat keseluruhan (holistication) peristiwa sosial yang terjadi merupakan suatu sistem yang teroganisir dan sistemik. Gejala-gejala sosial masing-masing tidak berdiri sendiri atau indenpenden, melainkan saling interelasi satu sama lainnya.
Dengan demikian, peristiwa sosial yang satu diakibatkan oleh peristiwa yang lain atau sebaliknya. Pemecahan masalah-masalah sosial tidak mungkin  dilakukan dari sudut atau tinjauan saja melainkan harus menggunakan tinjauan multiparadigma. Itu sebabnya, dalam pengajaran ilmu pengetahuan sosial memandang suatu problem sosial dalam masyarakat melalui sub-sub IPS yang terkandung didalamnya
Tujuan penggunaan pendekatan interdisipliner:
1.      Menciptakan kemampuan berfikir kognitif siswa yang berwawasan luas dan interdisipliner pengetahuan.
2.      Mengantarkan siswa pada suatu pembahasan yang realistik dan berdimen si ganda.
3.      Mengingat tujuan akhir sebuah pendidikan adlah terciptaya kepribadian yang utuh dan bulat dalam setiap jenjang dan jenis pendidikana maka kebulatan dan keutuhan konsep hanya dicapai dengan menggunakan pendekatan interdisipliner.
4.      Menciptakan guru yang memiliki kompetensi luas terhadap berbgai pengetahuan, karena dia harus memiliki dan bewawasan luas tentang ilmu sosial kemasyarakatan.
5.      Tujuan-tujuan tersebut dimaksutkan agar para siswa pada gilirannya dapat ikut serta aktif dalam penggunaan modernisasi
Bentuk-bentuk yang dapat dikembangkan dari pendekatan interdisipliner:
1.      Pendekatan strukttual, yaitu suatu pendekatan dimana materi dan bahan pelajaran harus terlebih dahulu didesain dalam suatu kerangka kurikulum yang sistematik.
2.      Pendekatan fungsional, yaitu jenis pendekatan interdisipliner yang mengkaji masalah sosial berdasarkan tingkat kebermaknaannya bagi perkembangan kekayaan pikir siswa.
3.      Pendekatan lapangan, pada hakikatnya pendekatan ini memiliki dua konsep dalam pelaksanaannya, yaitu: satu pendekatan humanistikadalah suatu pendekatan yang menjadi inti permasalahannya, kedua pendekatan lapangan dengan pendekatan kedaerahan memandang kebudayaan daerah sebagai bagian inti dalam pembahasannya.


Kelebihan pendekatan interdisipliner:
1.      Siswa kaya akan pengetahuan
2.      Guru harus berwawasan luas
3.      Kurikulum terpadu
4.      Siswa tidak bosan dengan pengetahuan homogen
5.      Sebagai bekal siswa untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi

2.3 Pendekatan Monodisipliner
          Pendekatan monodisipliner sering juga disebut sebagai pendekatan struktural. Bila dipenggal secara linguistik maka kata “monodisipliner” berasal dari dua kata yaitu mono yang berarti satu atau tunggal dan disiplin. Dengan demikian maka, pendekatan monodisipliner adalah suatu model pendekatan yang melakukan studi sosial berdasarkan satu disiplin ilmu sosial saja tanpa menghubungkan dengan ilmu-ilmu sosial yang lainnya. Dengan kata lain pendekatan monodisiplinermelihat gejala dan kejadian-kejadian sosial kemasyarakatan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri (independensi) dan bukan merupakan suatu komponen yang sistematik dan berinterelasi.   
2.4 Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
          Pendekatan konsektual (Concextual Teaching And Learning (CTL)) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarkat.
          Pendekatan konsektual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut:
1)      Belajar tidak hanya menghapal teori dan konsep sosial tertentu tetapi siswa harus mengkontruksikan pengetahuannya sendiri.
2)      Anak belajar dari mengalami. Anak-anak mencatat pola-pola bermakna dari dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
3)      Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh sesorang itu teroganisasi dan mencerminkan pemahaman oyang mendalam tentang suatu persoalan (subject matter).
4)      Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
5)      Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi yang baru.
6)      Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
7)      Proses belajar dapat mengubah struktur otak 
   Pendekatan konstektual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengakaitkan antara materi yang di ajarkan dengan situasi nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antaa penegetahuan yang dimiikinya  dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tuju komponen pendekatan kontektual yakni;
1.      Konstruktivisme (contructivism)
Pengetahuan dapat di bangun oleh manusia sendiri sedikit demi sedikit dengan pemikirannya sendiri.untuk itu siswa di perlu di biasakan untuk memecahkan masalah dengan pengetahuan dan kemampuan berfikir mereka sendiri, sehingga siswa akan selalu berusaha untuk mandiri dan aktif dalam membangun pengetahuan mereka sendiri. Dalam membangun pengetahuan siswa tidak dapat berdiri sendiri, harus ada keterlibatan guru dalam membantu siswa untuk membangun pengetahuan sendiri. Guru dapat membantu siswa memperoleh gambaran  awal tentang konsep suatu materi dengan memunculkan masalah konstektual yang terkait dengan materi  di awal pembelajaran. Melalui masalah kontekstual tersebut siswa didorong untuk dapat memecahkan masalah dengan kemampuan berfikir berfikir sendiri. Jika siswa mengalami kesulitan guru dapat membantu dengan mengingatkan siswa beberapa konsep yang telah di pelajari siswa yang dapat di gunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut
2.      Menemukan (inquiry)
Pengetahuan tidak akan cepat hilang dari benak siswa jika siswa sendiri ikut terlibat dalam proses penemuan suatu konsep pengetahuan tersebut. Dalam inquiri adalah suatu proses belajar sosiokultural untuk menemukan suatu penegetahuan baru dengan cara bekerja sama dengan  orang lain yang lebih tahu dalam proses menemukan siswa dapat bekerjasama dengan siswa lain melalui kerja kelompok. selama diskusi berlangsung guru memberikan dukungan yang di perlukan siswa baik secara klasik maupun individual sangat di tekankan  dalam pembelajaran karena setiap siwa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam hal menyerap informasi dan setiap siswa mempunyai kemampuan awal yang berbeda.
3.      Bertanya
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis konstektual. Bertanya dalam pembelajaran di pandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan siswanya. Bertanya tidak hanya di lakukan oleh guru, siswa juga di harapkan untuk bertanya jika menemui kesulitan.
4.      Masyarakat belajar
Dalam kelas dengan pendekatan konstektual guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam bentuk kelompok-kelompok belajar. Siswa di bagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Masyarakat belajar dapat berjalan jika ada komunikasi antar anggota-anggotanya. Guru dapat mengembangkan keberadaan masyarakat belajar dalam kelas dengan menghidupkan diskusi dengan kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran dengan diskusi memungkinkan seluruh siswa untuk belajar menghargai pendapat teman dan belajar untuk menyampaikan pendapat.
5.      Pemodelan
Dalam sebuah pembelajaran pengetahuan atau keterampilan tertentu, di harapkan ada model yang bisa di tiru dan guru bukanlah satu-satunya model, model dapat di rancang dengan melibatkan siswa. Guru dapat menggunakan alat peraga untuk mencontohkan suatu konsep materi. Guru juga dapat memberikan contoh penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari untuk menjukan pada siswa gambaran pada konsep tersebut.
6.      Refleksi
Refleksi dalam pembelajaran adalah mengingat kembali atau menegaskan apa yang sudah di dapatkan selama pembelajaran berlangsung. Refleksi dapat di lakukan dengan membuat kesimpulan dari keseluruhan materi yang di pelajari di akhir pembelajaran.


7.      Penilaian yang sebenarnyan
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa, sedangkan kemajuan belajar siwa dinilai dari proses bukan dari hasil saja, maka penilaian harus di peroleh dari hasil kegiatan nyata yang di kerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.

















BAB III
KESIMPULAN
3.1  Kesimpulan
        Pendekatan dapat diartikan sebagai proses, perbuatan, atau cara untuk mendekati sesuatu. Sedangkan pembelajaran atau intruction merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan tujuan mengaktifkan faktor intern dan faktor ekstern dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu, pembelajaran juga mengandung pengertian, bagaimana para guru mengajarkan sesuatu kepada peserta didik, tetapi di samping itu juga terjadi peristiwa bagaimana peserta didik mempelajarinya.
Sementara macam-macam pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam IPS, yaitu antara lain pendekatan keterampilan proses, pendekatan CBSA, pendekatan komunikatif, pendekatan integrative, dan pendekatan konsep ilmu, teknologi, dan masyarakat dalam pemelajaran IPS. Remy, 1990 (dalam Udin. S. Winataputra, dkk: 2007) mengemukakan hasil tinjauan reformasi pendidikan di Amerika Serikat akhir-akhir ini yang perhatiannya banyak dicurahkan terhadap konsep Ilmu, Teknologi dan Masyarakat (ITM). Konsep Ilmu,  Teknologi dan Masyarakat (ITM) memberikan kontribusi secara langsung, terhadap misi pokok IPS, khususnya dalam mempersiapkan warga Negara dengan sub pokok bahasan  seperti memahami ilmu pengetahuan di masyarakat, pengambilan keputusan warga negara, membuat hubungan antara pengetahuan, dan mengingatkan generasi pada sejarah bangsa-bangsa beradab.
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD/MI harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11 tahun menurut Piaget (1963) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh.

      
3.2  Saran
           Demikian makalah yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini.
           Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna apabila ada keslahan mohon dapat mema’afkan dan memakluminya.


























DAFTAR PUSTAKA
Tasrif. 2008. Pengantar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Yogyakarta: CV Printika






Tidak ada komentar:

Posting Komentar