Kamis, 06 April 2017

AKHLAK TASAWUF HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Sebelum melangkah lebih jauh membahas materi, seyogyanya perlu dimengerti bahwa ahlak merupakan suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan terlebih dahulu. sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, dan menerangkan apa yang harus diperbuat oleh sebagian manusia terhadap sesamanya dan menjelaskan tujuan yang hendak dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan yang lurus yang harus diperbuat. Ilmu Akhlak sering disamakan dengan ethika, namun diantara keduanya memiliki perbedaan yaitu etika menentukan baik dan buruk perbuatan manusia dengan tolak ukur akal pikiran, sedangkan ilmu akhlak menentukannya dengan tolak ukur ajaran agama. Dengan demikian objek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Kaitannya dengan akhlak seseorang, itu tidak terlepas dari tingkah laku (sikap) dengan sesama dan penciptanya (Tuhannya). Maka dalam hal ini ilmu akhlak tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang terkait dengan ilmu-ilmu lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan kontribusi ilmu akhlak terhadap ilmu-ilmu tersebut dan sebaliknya bagaimana kontribusi ilmu lain terhadap ilmu akhlak.

B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana Hubungan ilmu ahklak dengan ilmu filsafat?
2.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu psikologi?
3.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu sosiologi?
4.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu hukum?
5.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf?
6.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu pendidikan?

7.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu akidah dan ibadah?
8.    Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid?

C.     Tujuan
1.    Untuk mengetahui bagaimana Hubungan ilmu ahklak dengan ilmu filsafat.
2.    Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu psikologi.
3.    Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu sosiologi.
4.    Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu hukum.
5.    Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf.
6.     Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu pendidikan.
7.   Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu akidah dan ibadah.
8.   Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid.














BAB II
PEMBAHASAN

HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU-ILMU LAINNYA
Perkembangan keilmuan dalam islam melaju dengan cepat dan pasti. Dalam hal ini Nabi Muhammad sebagai tokoh penyebar agama islam, telah memberikan penegasan tentang fungsi dan peran ilmu dalam Islam.
Ilmu-ilmu agama islam muncul pada masa-masa awal Dinasti Abasiyah (133-766 H/750-1258), tepatnya setelah kaum muslimin dapat menciptakan stabilitas keamanan diseluruh wilayah islam. Kaum muslimin yang tingkat kehidupanya semakin baik, tidak lagi berorientasi untuk memperluas wilayah, melainkan berupaya untuk membangun suatu peradaban melalui pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, muncullah berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kengangkitan ilmu pengetahuan. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa: 1) penyusun buku-buku, 2) perumusan ilmu-ilmu Islam, dan 3) penerjemahan manuskrip dan buku-buku berbahasa asing ke bahasa Arab[1]
Ilmu pengetahuan yang berkembang saat itu, tidak hanya Ilmu-ilmu agama Islam. Ilmu-ilmu keduniaan yang memang tidak bisa dipisahkan dari ilmu-ilmu agama juga turut berkembang, sehingga pada masa ini muncul ahli-ahli ilmu bahasa arab, ahli ilmu alam, dan para filsuf.
Ada beberapa hal yang mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan sebagai berikut:
1.      Masuknya orang-orang non-Arab kedalam agama islam (mawali), baik dari Persia, bizantium, maupun Mesir. sebagian dari mereka adalah orang dewasa yang sudah memiliki ilmu pengetahuan cukup tinggi, atau memiliki kemampuan dibidang administrasi negara.
2.      Dukungan Khalifah Abasiyah, terutama sejak Abu Ja’far Al-Manshur (137-159 H/734-755 M), untuk melakukan penerjemahan buku-buku filsafat yunani ke dalam bahasa Arab, serta pembukuan ilmu-ilmu islam. Penulisan buku-buku ini selain atas dorongan internal kaum muslimin pada waktu itu,  juga sebagai upaya untuk pelindungi pengaruh pemikiran-pemikiran asing yang tidak sesuai dengan ajaran islam.
3.      Bertambahnya perhatian dalam menghafal Alquran dan pembukuan hadis, sehingga mempermudah ijtihad dan menemukan ilmu-ilmu agama islam[2].
Ilmu-ilmu agama islam yang timbul dikalangan umat islam ketika itu, antara lain; ulum Alquran, ilmu hadis, ilmu fiqih Islam-ushul fiqih, ilmu kalam (akidah), ilmu tasawuf, ilmu akhlak, ilmu filsafat islam, ilmu sejarah islam, Ilmu pendidikan islam, dan ilmu dakwah. Sementara itu, akhlak sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman, tidak dapat lepas dari ilmu-ilmu keislaman lainya, seperti ilmu filsafat, tasawuf, psikologi, ilmu kalam, dan fiqh.
Secara subtansial, pengertian akhlak dan moral tidak terlalu berbeda, keduanya mengacu pada masalah perbuatan baik dan buruk. Oleh karena itu, sebagian ahli menyebut bahwa akhlak merupakan konsep moral dalam Islam. Dengan demikian, objek formal dalam kajian akhlak adalah tentang perilaku baik dan buruk manusia.
Ajaran akhlak dan moral biasanya mengacu pada ajaran yang disampaikan melalui khutbah-khutbah, kumpulan peraturan dan ketepatan, tentang bagaimana manusia hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik.[3] Ajaran-ajaran moral dalam islam, bersumber dari Alquran dan hadis.
Firman Allah :
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ  
Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (QS. AL-Qalam (68) : 4).
Rasulullah memberikan keteladanan kepada umatnya untuk berakhlak mulia. Oleh karena itu, salah satu misi utama diutusnya Nbi Muhammad adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Akhlak sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, dalam menjalankan fungsinya memilii keterkaitan dengan ilmu-ilmu yang lain. Berikut akan dijelaskan hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu-ilmu lainya.

A. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN FILSAFAT
Menurut Al-Farabi (w. 950 M), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud, dan bertujuan menyelidiki hakikatnya.[4] sementara menurut Immanuel Kant (1725-1804), filsafat merupakan ilmu pokok dari segala ilmu pengetahuan, yang mencakup empat persoalan, yaitu a) apa yang dapat kita ketahui? (Dijawab oleh metafisika), b) apa yang boleh kita kerjakan? (Dijawab oleh etika, akhlak), c) sampai dimana penghargaan kita? (Dijawab oleh agama), dan d) apa yang dinamakan manusia? (Dijawab antropologi).
            Objek kajian filsafat meliputi, alam dengan segala isinya; manusia, perilaku, dan sikapnya; serta mengenal eksistensi Allah. Adapun objek kajian ilmu akhlak, adalah perilaku manusia tersebut, dapat diketahui sebagai perbuatan baik atau buruk melalui kajian ilmu filsafat, dengan dasar-dasar ajaran agama.
            Pada masa lampau, ketika ilmu-ilmu sangat terbatas, ternyata filsafat menaungi semua ilmu, demikian juga filsuf pada masa itu, mampu menguasai semua ilmu. Pada saat itu, objek kajian filsafat terbagi menjadi dua bagian, pertama, hal-hal yang tidak terdapat intervensi manusia, kecuali yang berkaitan dengan perbuatan manusia (filsafat teoretis). Kedua, hal-hal yang bergantung pada usaha manusia, yaitu tindakan-tindakan manusia (filsafat praktis).


Filsafat teoretis (al-hikmah an-nazhariyyah) terbagi dalam tiga bagian.
1.      Filsafat ketuhanan (al-hikmah al-Ilahiyyah), yaitu yang berkaitan dengan aturan-aturan umum tentang eksistensi, awal mula eksistensi, dan akhir eksistensi.
2.      Fisika (thabi’iyat) yang terbagi dalam beberapa bagian lagi.
3.      Matematika yang juga terbagi dalam beberapa bagian.
Adapun filsafat praktis al-hikmah al-amaliyyah terbagi dalam tiga bagian.
1.      Akhlak yang menjadi penyebab bagi kebahagiaan atau kesesatan manusia.
2.      Manajemen rumah tangga (tadbir al-manzil) dan segala sesuatu yang berkaitan dengan keluarga.
3.      Politik dan manajemen negara.
            Antara ilmu filsafat dan ilmu akhlak pada awalnya saling berkaitan. Bahkan karya-karya khusus dibidang akhlak juga turut berbicara mengenai manajemen rumah tangga dan politik negara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ilmu akhlak merupakan cabang filsafat praktis. Namun demikian, karena sekarang jumlah ilmu sedemikian banyak, ilmu akhlak berdiri menjadi ilmu tersendiri.

B. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN PSIKOLOGI
Psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa, dan beradab[5]. Menurut Ahmad Amin, psikologi menyelidiki dan membicarakan kekuatan perasaan, paham, mengenal, ingatan, kehendak, kemerdekaan, khayal, rasa kasih, kenikmatan, dan rasa sakit. Sementara itu, akhlak membutuhkan sesuatu yang dibahas dalam psikologi. Bahkan psikologi merupakan pengantar bagi akhlak.[6]
            Psikologi mempelajari tingkah laku manusia selaku anggota masyarkat, sebagai manifestasi dan aktifitas rohaniah, terutama yang ada hubunganya dengan tingkah laku. Selain itu, psikologi juga membahas interaksi antara satu orang dengan lainya dalam masyarakat. Adapun ilmu akhlak memberikan gambaran kepada manusia tentang perbuatan yang baik dan yang buruk, perbuatan yang terpujji dan tercela, perbuatan yang halal dan haram.
            Sementara itu, psikologi agama menurut Zakiah Daradjat, adalah ilmu yang mempelajari kesadaran agama pada seseorang, yang pengaruhnya terlihat dalam perilaku beragama orang itu dalam kehidupan. Thoeless menyatakan bahwa persoalan pokok dalam psikologi agama, adalah kajian terhadap kesadaran dan tingkah laku agama.
            Psikologi agama menelaah ihwal kehidupan beragama pada seseorang, dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama terhadap sikap dan tingkah laku, serta keadaan hidup pada umumnya. Selain itu, psikologi agama juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut.
            Adapun akhlak berupaya mengkaji kehidupan seseorang, seberapa besar pengaruh keyakinan agama terhadap sikap, perilaku, serta keadaan hidup pada umumnya. Dalam akhlak dipelajari bagaimana cara seseorang bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama.
            Oleh Karena Itu, Ilmu Akhlak Memiliki Keterkaitan Dengan Psikologi. Dalam hal ini, psikologi berhubungan dengan tingkah laku, khususnya kejiwaan manusia, sementara ilmu akhlak juga mempelajari tingkah laku. Dengan demikian, antara psikologi dan ilmu akhak saling membutuhkan. Keduanya saling berkaitan, karena refleksi dari psikologi juga menjadi refleksi dari akhlak seseorang. Pengendalian kejiwaan seseorang sangat dipengaruhi oleh akhlak atau budi pekerti seseorang.

C. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN SOSIOLOGI
Sosiologi mempelajari perbuatan manusia dalam masyarakat, dimana hal ini juga merupakan objek kajian dalam ilmu akhlak. Manusia tidak dapat hidup tanpa bermasyarakat. Dalam hal ini, ilmu akhlak memberikan gambaran mengetahui bentuk masyarakat yang ideal, menyangkut perilaku, manusia yang baik dan sesuai dengan ajaran agama dalam masyarakat[7]
            Sosiologi mempelajari tingkah laku, bahasa, agama, dan keluarga, bahkan pemerintahan dalam masyarakat. Semua hal tersebut berkaitan dengan tingkah laku yang timbul dari kehendak jiwa (akhlak). Dengan demikian sosiologi bekontribusi pada ilmu akhlak, dalam merumuskan pengertian tingkah laku manusia dalam kehidupanya.
            Ilmu akhlak adalah bagian tidak terpisahkan dengan ilmu sosiologi mengingat keduanya saling berhubungan. Dengan mempelajari ilmu akhlak seseorang akan mudah dalam bergaul di masyarakat karena pada dasarnya sosiologi adalah cara hidup bermasyarakat, maka antara ilmu akhlak dengan ilmu sosiologi saling membutuhkan dan keberadaanya saling melengkapi.
            manusis adalah mahluk sosial, karena itu diperlukan sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masalah-masalah sosial manusia. Adapun ilmu akhlak, mempelajari bagaimana seseorang bisa diterima dengan baik dalam komunitasnya, melalui tingkah laku atau perbuatan yang baik. Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa antara sosiologi dan ilmu akhalak saling berkaitan

D. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU HUKUM
Antara Ilmu Hukum Dan Ilmu Akhlak Memiliki Pokok Pembicaraan Yang sama, yaitu perbuatan manusia. Tujuanya pun hampir sama, yaitu mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian, keselarasan, keselamatan, dan kebahagiaan. Tata cara manusia bertingkah laku, terdapat pada kaidah-kaidah hukum dan akhlak.[8]
            Namun demikian, ruang lingkup ilmu akhlak lebih luas. Dalam hal ini, ilmu aklak memerintahkan perbuatang yang bermanfaat dan melarang perbuatan yang membahayakan. Adapun ilmu hukum tidak demikian, banyak perbuatan yang jelas-jelas bermanfaat, namun tidak diperintahkan dalam ilmu hukum. Sebagai contoh, berbuat baik pada fakir miskin, dan perlakuan baik antara suami dan istri. Sebaliknya, terdapat beberapa perbuatan yang jelas-jelas tidak baik, tetapi tidak dicegah  dalam ilmu hukum, misalnya dusta dan dengki.
            Ilmu hukum tidak membahas hal-hal tersebut, karena tidak mempunyai kapasitas untuk memerintah atau melarang. Ilmu hukum berbicara sesuai aturan dan ketentuan hukumnya, suatu perbuatan dianggap melanggar aturan hukum atau tidak. Jika tidak melanggar ketentuan, hukum membolehkanya, walaupun mungkin bertentangan dengan akhlak.
            Hukum Islam memiliki lingkup pembahasan lebih lengkap dibanding ilmu akhlak. Dalam hal ini, semua perbuatan yang dinilai baik atau buruk oleh akhlak, akan mendapat kepastian hukum tertentu. Misalnya, menyingkirkan duri dari jalan raya, dinilai sebagai perbuatan yang baik, sementara hukum positif menilainya tidak berarti apa-apa. Dalam hukum islam, ihwal tersebut dinilai sebagai sesuatu yang diaanjurkan (mandub).
            Dengan demikian, pertalian antara hukum islam dan akhlak, lebih erat dibandingkan dengan hukum positif atau etika filsafat. setiap perbuatan yang dinilai oleh akhlak, pasti mendapatkan kepastian hukum islam, berupa salah satu dari lima kategori, yaitu wajib, sunnah, mubah, haram, dan makruh. Sebaliknya, untuk segala perbuatan yang diputus hukumnya oleh hukum islam, akan dinilai oleh akhlak tentang baik buruknya. Ini adalah manifestasi dari luasnya ruang lingkup hukum islam yang menilai setiap perbuatan.
            Di samping itu, ilmu hukum hanya mempelajari tingkah laku dari segi luasnya saja, sedangkan ilmu akhlak melihatnya secara utuh; dari sisi luar dan batin manusia. Ilmu akhlak mengatur agar manusia memiliki perilaku yang baik dan benar, tidak melanggar hukum dan peraturan yang berlaku. Dengan demikian, akan tercipta kehidupan masyarakat yang damai, tentram, serta terwujud kebahagiaan manusia, secara lahir dan batin.



E. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU TASAWUF
Tasawuf ialah usaha melatih jiwa yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, yang dapat membebaskan manusia dari pengaruh kehidupan duniawi untuk bertaqarub kepada tuhan. Dengan demikian, jiwa manusia akan menjadi bersih, mencerminkan akhlak mulia, dan menemukan kebahagiaan spiritual.[9]
            Dalam kajian tasawuf, terdapat satu asas yang disepakati, yaitu tasawuf ialah moralitas yang berasaskan Islam. Dalam hal ini, seluruh ajaran islam dari segala aspeknya adalah prinsip moral. Bertasawuf adalah manifestasi dari pengalaman nilai-nilai luhur akhlaq al-karimah kepada Allah, dalam upaya bertaqarub ila Allah.
            Jika tasawuf dipahami sebagai ilmu tentang filsafat hidup, ilmu tentang bagaimana mengelola hati agar menjadi baik, jelaslah hubungan keterkaitan antara akhlak dengan tasawuf. Hubungan ini semakin tampak jelas pada aspek terkait dengan akhlak bathini, semisal ikhlas dalam beribadah, tawakal, dan sabar, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
            Dengan pemahaman tersebut, tidak heran jika ada sebagian ulama yang mengartikan bahwa inti tasawuf adalah akhlak itu sendiri. Misalnya, dikatakan oleh Abdul Qadir Isa dalam kitab Haqa’iq At-Tashawwuf, bahwa ar-tashawwuf kulluhu akhlaq, faman zada ‘alaika bil akhlaq, zada alaika bi at-tasawuf (tasawuf itu semuanya akhlaq, barang siapa yang semakin bertambah baikakhlaknya, berarti semakin baik pula kadar kesufianya). Dengan demikian, adalah hal yang kontra, ketika seseorang mengaku bertasawuf, tetapi tidak berakhal. Karena pada dasarnya, bertasawuf adalah berakhlak.
            Tasawuf dapat dikategorikan menjadi dua: pertama, tasawuf nazhari. Tasawuf yang bersifat teoritis filosofis ini, dimunculkan oleh para filsuf-sufi, dengan mengedepankan beberapa ajaran tertentu. Diantara konsep yang diajarkan dalam tasawuf ini, adalah Hulul, widhatul wujud, fana, baqa, dan berbagai konsep lain. Kedua, tasawuf ‘amali (praktis), yaitu ajaran-ajaran moral yang dimaksudkan untuk membentuk keshalehan seseorang, baik secara ritual maupun sosial. Pada taraf inilah hubungan akhlak dengan tasawuf sangat erat, bahkan keduanya memiliki entitas yang sama.
Memang terdapat sebagan orang yang tidak suka dengan istilah tasawuf, sebab tasawuf dianggap berasal dari ajaran non-islam. padahal inti dari ajaran tasawuf, adalah keluhuran akhalak sebagai menifestasi dari ma’rifatullah (mengenal Allah), yang dalam hadis Nabi disebut dengan istilah ihsan. Ihsan adalah perasaan selalu diawasi oleh Allah dalam beribadah (bertindak, bersikap, dan bertutur kata).
            Perihal ihsan, Nabi menyatakan, “Al-ihsanu an ta’budallaha ka’annaka tarahu fain lam takun tarahu fa’innahu yaraka.”(Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak bisa melihat-Nya ‘dengan mata hati’, maka ketahuilah sesungguhnya Dia melihatnya). (HR. Al-Bukhari)
            Dengan ma’rifatullah yang merupakan pancaran dari nilai-nilai ihsan, munculah kesadaran moral dalam hidup seseorang, yang disebut dengan istilah moral otonom. Sebagai contoh perilaku moral otonom, adalah seorang karyawan yang selalu bekerja dengan baik, rajin, profesional, dan tepat waktu, meski tidak ada pengawasan idari atasanya. Akan tetapi, ia melakukan hal tersebut karena sadar bahwa pekerjaanya itu adalah bagian dari ibadah dan amanat yang harus dipertanggungjawabkan, tidak hanya didunia, tetapi juga dihadapan Allah.
            Bertasawuf tanpa akhlak adalah hal yang mustahil. Seorang sufi adalah pelaku akhlak yang luhur, tidak hanya kepada Allah, tetapi kepada seluruh manusia dan seluruh makhluk-Nya. Islam merupakan agama yang sangat menjaga keseimbangan dalam beragama. Oleh karna itu, antara keshalehahan ritual dan individual dengan keshalehahan sosial harus seimbang. Sebagian besar pembicara tasawuf berkaitan dengan pengetahuan tentang ketuhanan (al-ma’arif Al-Ilahiyah). Akan tetapi, hal tersebut tidak ditempuh dengan jalan ilmu dan pembuktian ilmiah. Oleh karena itu hati manusia harus berfungsi seperti cermin yang bersih, sehingga dapat menangkap hakikat dan menyikap tirai.
            Tujuan ilmu tasawuf adalah membersihkan hati (tazkiyatun nafs) . dalam hal ini, ilmu akhlak dapat membantu seseorang untuk menghilangkan berbagai penyakit hati, yang menghalangi pemiliknya dari esensi ketuhanan. Jadi, dapat dikatakan bahwa akhlak merupakan pintu gerbang menuju ilmu tasawuf.

F. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU PENDIDIKAN
            Pendidikan tidak bisa dipisahkan dari akhlak, karena pada dasarnya tujuan pendidikan dalam islam, adalah membentuk perilaku anak didik menjadi baik dan mulia. Hakikat pendidikan adalah menyiapkan dan mendampingi seseorang agar memperoleh kemajuan dan kesempurnaan.kebutuhan manusia terhadap pendidikan beragam, seiring dengan beragamnya kebutuhan manusia. Manusia membutuhkan kebutuhan fisik untuk menjaga kesehatan fisiknya. Pendidikan etika untuk menjaga tingkah lakunya, ia membutuhkan pendidikan alam agar dapat mengenal alam, serta berbagai disiplin ilmu yang lain.
            Ilmu pendidikan dalam hal ini pendidikan islam,memang sangat erat kaitannya dengan ilmu akhlak. Menurut Asy-Syaibani, tujuan pendidikan islam sebagai berikuat :
1.      Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengatahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani, dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan akhirat.
2.      Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, dan memperkaya pengalaman masyarakat.
3.      Tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Menurut Ahmad Tafsir, pendidikan islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain, agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran islam. Singkatnya pendidikan islam adalah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin.[10]
            Berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran islam, menjadi tujuan akhlak. Karena seseorang yang mempelajari akhlak kemudian menjalankannya sesuai ajaran islam, adalah inti dari menjalankan nilai-nilai pendidikan islam. Dengan demikian, ilmu pendidikan islam berjalan parallel dengfan ilmu akhlak. Hal ini karena keduanya sama-sama bertujuan membentuk pribadi sebagai insan kamil, yang menjalankan ajaran islam sesuai dengan tuntunan yang diajarkan Rasulullah.

G. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN AKIDAH DAN IBADAH
            Akidah merupakan barometer bagi setiap ucapan dan perbuatan dengan segala bentuk interaksi manusia. Berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan Sunnah, seseorang yang beriman kepada Allah, merupakn bukti bahwa ia memiliki akhlak terpuji.
            Untuk mengetahui hubungan akhlak dengan akidah atau keimanan, terlebih dahulu dijelaskan pengertian iman. Iman menurut bahasa berarti membenarkan (at-tashdiq), sedangkan menurut syara’ adalah membenarkan dengan hati, dalam arti menerima dan tunduk pada sesuatu yang berasal dari agama Nabi Muhammad SAW. Mengenai hal ini ada yang mengatakan bahwa, selain membenarkan dalam hati, iman juga menuturkan dengan lisan, dan mengajarkan dengan anggota badan[11]. Definisi lain menyebutkan, iman adalah membenarkan Rasul tentang apa yang beliau datangkan dari Tuhannya.
            Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa iman bukan sekedar tashdiq (membenarkan) dalam hati, tetapi diperlukan juga sikap menerima dan tunduk. Denag kata lain, setelah membenarkan dan mempercayai dalam hatinya, kemudian dilanjutkan dengan realisasi penerimaan lisan, juga diamalkan dengan anggota badan. Iman tidak hanya memercayai  ihwal yang terkandung dalam rukun iman lebih dari itu, mencakup pengalaman terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dengan demikian, makna imam sesungguhnya, I’tikad bi al-qalbi,wa al-amalu bi-al arkan akan terwujud.
Lalu apa hubungan antara akhlak dan akidah? Kolerasi antara kedua nya dapat dilihat pada firman Allah Swt, yang mengaitkan keimanan dengan akhlah mulia
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà­ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( Ÿwur öNà6¨ZtB̍ôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã žwr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)­G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ÇÑÈ  
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah (5):8).
Antara iman (akidah) dan amal shaleh (akhlak), dianjurkan untuk dilaksanakan secara bersamaan. Iman tidak cukup sekedar disimpan dalam hati, tetapi harus direalisasikan dalam perbuatan nyata dan amal shaleh. Hanya iman yang melahirkan amal shaleh, yang dinamakan iman yang sempurna.
Adapun hubungan antara ilmu akhlak dengan ibadah, tercermin dari tujuan akhir ibadah, yaitu keluhuran akhlak. Misalnya pada ibadah shalat. Shalat merupakan ibadah terpenting dan yang paling pertama di hisab pada hari kiamat. Dalam hal ini, hikmah disyariatkannya shalat, adalah menjauhkan dari perbuatan kerji dan mungkar. Firman Allah:
ã@ø?$# !$tB zÓÇrré& y7øs9Î) šÆÏB É=»tGÅ3ø9$# ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ( žcÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍s3ZßJø9$#ur 3 ãø.Ï%s!ur «!$# çŽt9ò2r& 3 ª!$#ur ÞOn=÷ètƒ $tB tbqãèoYóÁs? ÇÍÎÈ  
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.  (QS. Al-Ankabut (29): 45)
Maka jelaslah bahwa ilmu akhlak memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan akidah dan ibadah. Iman (akidah) dan amal shaleh (ibadah) tidak bisa dipisahkan dengan perilaku manusia, dalam hal ini akhlak manusia. Seseorang yang akidahnya baik, dapat dipastikan akhlaknya baik pula. Sebaliknya, seseorang yang ibadahnya baik, sudah pasti akhlaknya juga baik.

H. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU TAUHID [12]
Ilmu Tauhid dikemukakan Harun Nasution mengandung arti sebagai ilmu yang membahas tentang cara-cara meng-Esakan Tuhan sebagai salah satu sifat -sifat Tuhan Lainya. Selain itu ilmu ini juga di sebut sebagai Ilmu Ushul al-Din dan oleh karena itu buku yang membahas soal-soal Teologi dalam islam selalu diberi nama Kitab Ushul-al-Din. Selain itu ilmu ini disebut juga Ilmu ‘Aqa’id kredo atau keyakinan-keyakinan, dan buku-buku yang mengupas keyakinan –keyakinan itu diberi judul al-‘aqaid. ilmu ini dinamai Ilmu aqa’id (ikatan yang kokoh), karena keyakinan kepada Tuhan harus merupakan ikatan yang kokoh yang tidak boleh dibuka atau dilepaskan begitu saja, karena bahayanya amat besar bagi kehidupan manusia.selanjutnya ilmu tauhid disebut pula Ilmu Kalam yang secara Harfiah berarti Ilmu tentang kata-kata. Kalauyang dimaksud dengan Kalam adalah Sabda Tuhan , maka yang dimkasud adalah Kalam Tuhan yang ada dalam Al-Qur’an dan masalah ini pernah menimbulkan perbincangan bahkan pertentangan keras dikalangan umat islam diabad ke Sembilan Masehi sehingga menimbulkan pertentangan dan penganiayaan terhadap sesama umat Muslim. Selanjutnya kalau yang dimaksud kalam adalah kata-kata manusia maka yang dimaksud dengan ilmu kalam ilmu yang membahas tentang kata-kata atau silat lidah dalam rangka mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing. Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan ilmu tauhid itu kita dapat memperoleh kesan yang mendalam bahwa ilmu tauhid pada intinya berkaitan dengan upaya memahami dan menyakini adanya tuhan dengan segala sifat dan perbuatan nya.
 Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid ini sekurang-kurangnya dapat dilihat melalui dua analisis sebagai berikut:
 Pertama ,diihat dari segi objek pembahasan nya, ilmu Tauhid sebagaimana di uraikan di atas membahas masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatannya. Kepercayaan yang mantap kepada tuhan yang demikian itu akan menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan  manusia, sehingga perbuatan yang dilakukan manusia itu tertuju semata-mata karna Allah  SWT. Ilmu tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi iklas,dan keikhlasan nya ini merupakan salah satu akhlak yang mulia. Allah SWT, berfirman,
!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãƒur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsŒur ß`ƒÏŠ ÏpyJÍhŠs)ø9$# ÇÎÈ  

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.  (QS AL-Bayyinah [98]:5).
Kedua dilihat dari segi fungsinya ilmu tauhid menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup dengan  menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja,tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap subjek yang terdapat dalam rukun Iman itu. jika kita percaya bahwa allah memiliki sifat-sifat yang mulia, maka sebaiknya manusia  meniru sifat Tuhan itu.  Allah SWT. Misalnya bersifat al-Rahman, dan al-Rahim (Maha Pengasih dan Maha Penyanyang ),  maka sebaiknya manusia meniru sifat tersebut dengan mengembangkan sikap kasih sayang dimuka Bumi.
Demikian juga jika  seseorang beriman kepada para Malaikat, maka yang di maksudkan antara lain adalah agar manusia meniru sifat-sifat yang terdapat Malaikat, seperti  sifat jujur, amanah, tidak pernah durhaka dan patuh melaksanakan segala diperintahkan Tuhan. Dengan cara demikian percaya  kepada malaikat akan membawa kepada perbaikan akhlak yang mulia Allah SWT,  berfirman,
$¨B àáÏÿù=tƒ `ÏB @Aöqs% žwÎ) Ïm÷ƒys9 ë=Ï%u ÓŠÏGtã ÇÊÑÈ  
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. ( QS. Qaaf [50]: 18) . 
Dari uraian yang agak panjang lebar ini dapat dilihat dengan jelas adanya hubungan yang erat antara keimanan yang dibahas ilmu Tauhid dengan perbuatan baik yang dibahas dalam ilmu Akhlak.Tauhid tanpa Akhlak yang mulia tidak akan ada artinya, dan Akhlak yang mulia tanpa Tauhid tidak akan kokoh. Selain itu Tauhid memberi arah terhadap Akhlak, dan Akhlak memberi isi terhadap arahan tersebut disinilah letak hubungan yang erat dekat anatara Tauhid dan Akhlak.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Ilmu akhlak tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang terkait dengan ilmu-ilmu lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan kontribusi ilmu akhlak terhadap ilmu-ilmu tersebut dan sebaliknya bagaimana kontribusi ilmu lain terhadap ilmu akhlak. Ilmu akhlak memiliki banyak hubungan dengan ilmu lainnya seperti ilmu filsafat, filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud, dan bertujuan menyelidiki hakikatnya. Lalu ada ilmu sosiologi yaitu ilmu  akhlak memberikan gambaran kepada manusia tentang perbuatan yang baik dan yang buruk, perbuatan yang terpujji dan tercela, perbuatan yang halal dan haram. Ilmu hukum Antara ilmu hukum dan ilmu akhlak memiliki pokok pembicaraan yang sama, yaitu perbuatan manusia. Tujuanya pun hampir sama, yaitu mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian, keselarasan, keselamatan, dan kebahagiaan. Tata cara manusia bertingkah laku, terdapat pada kaidah-kaidah hukum dan akhlak. dan masih banyak lagi ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu tasawuf, ilmu pendidikan, ilmu akidah dan ibadah dan juga ilmu tauhid.













DAFTAR PUSTAKA

Amin,Samsul Munir, Ilmu Akhlak, (Wonosobo: Imprint Bumi Aksara, 2016)
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013)



[1] Masykuri Abdillah, Sejarah dan Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Agama Islam, (Jakarta: 1997),hlm.2.
[2] Ibid.,hlm.2-3

[4] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat Dan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990),Hlm.83.
[5] Jalalluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), Hlm.77
[6] Ahmad Amin, Etika(Ilmu Akhlak), Terj. Farid Ma’ruf, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), Hlm.8
[7] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta:Bulan Bintang,1970),Hlm.15
[8] Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak,(Wonosobo:Imprin Bumi Aksara,2016),Hlm.131
[9] Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah,Cetakan Ke-3,2015),Hlm.9
[10] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), Hlm.32.
[11] Muhammad Bin Alan Ash-Shidiqy Syafi’i Al Asy’ari Al-Maky, Dalilul Falikhin, Juz1, (Mesir: Musthafa Al-Babi Al-Halabi Wa Auladih,1971) ,Hlm.219
[12] Harun Nasution,Islam Rasional,Op.Cit.,Hlm.59.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar