DAFTAR ISI
Kata Pengantarii
Daftar Isiiii
BAB I
PENDAHULUAN 1
A.
Latar Belakang1
B.
Rumusan
Masalah1
C.
Tujuan
Penulisan1
BAB II
PEMBAHASAN 2
A. Definisi kebijakan publik
menurut para ahli2
B.
Sistem merupakan jeneralisasi dari realitas7
C.
Tahapan-tahapan dalam pembentukan kebijakan publik7
D.
Agenda kebijakan8
E.
Jenis-jenis agenda kebijakan9
F.
Model-model implementasi kebijakan publik12
G.
Konsep evaluasi kebijakan publik13
H. Model
evaluasi kebijakan publik14
I.
Bentuk penyimpangan dalam proses kebijakan publik14
BAB III
PENUTUP 17
A. Kesimpulan17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi kebijakan publik berusaha untuk meninjau berbagi teori dan proses
yang terjadi dalam kebijakan publik. Dapat dikatakan bahwa kebijakan publik
tidak lepas dari proses pembentukan kebijakan itu sendiri. Dengan demikian,
salah satu tujuan studi kebijakan publik adalah untuk menganalisis bagaimana
tahapan demi tahapan proses pembentukan kebijakan ublic tersebut sehingga
terwujudlah suatu kebijakan public tertentu.
Tahapan demi tahapan tersebut terangkum sebagai suatu proses siklus
pembuatan kebijakan publik. Setiap tahapan dalam proses pembentukan kebijakan publik
mengandung berbagai langkah dan metode yang lebih rinci lagi. Tahapan yang
terdapat dalam pembuatan suatu kebijakan publik memiliki berbagai manfaat serta
konsekuensi dari adanya proses tersebut, khususnya bagi para publik pembuat
kebijakan ublic.
Makalah ini mencoba menguraikan berbagi tahapan yang terjadi dalam
proses siklus perumusan kebijakan publik. Tujuannya adalah untuk memahami
berbagai tahapan pembuatan kebijakan publik sehingga mempermudah untuk
menganalisis masalah-masalah yang kompleks sehingga dapat dirumuskan ke dalam
suatu kebijakan publik tertentu
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kebijakan publik
menurut para ahli?
2. Bagaimana model-model
implementasi kebijakan publik?
3. Bagaimankonsep
evaluasi kebijakan publik?
4. Bagaimanbentuk penyimpangan
dalam proses kebijakan publik?
C. Tujuan Penulisan
1.
Memahami kebijakan publik
menurut para ahli.
2. Memahami model-model
implementasi kebijakan publik.
3. Memahami konsep
evaluasi kebijakan publik.
4. Memahami bentuk
penyimpangan dalam proses kebijakan publik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kebijakan Publik Menurut Para
Ahli
Dalam konsep yang sederhana, pada intinya pengertian
kebijakan publik adalah konsep yang mendasari rencana organisasi publik atau
rencana pemerintah dalam mengatur kepentingan orang banyak atau kepentingan
umum. Selain konsep yang sederhana mengenai kebijakan publik, ada juga
pengertian dari kebijakan publik secara umum, yaitu segala hal yang dikerjakan
maupun yang tidak dikerjakan oleh pemerintah untuk kepentingan orang banyak atau
umum. Dalam hal ini, kata segala hal mengacu pada setiap aturan yang ada dalam
kehidupan bersama dalam hubungan warga dengan warga maupun hubungan warga
dengan pemerintah. Beberapa bentuk dari kebijakan publik yang telah dituangkan
ke dalam peraturan perundang-undangan adalah seperti peraturan presiden serta
peraturan daerah. Berikut ini adalah pengertian dari kebijakan publik
berdasarkan para ahli.
Sedangkan menurut para ahli ialah:
1.
W.N.Dunn: Suatu daftar
pilihan tindakan yang saling berhubungan yang disusun oleh instansi atau
pejabat pemerintah antara lain dalam bidang pertahanan, kesehatan, pendidikan,
kesejahteraan, pengenda-lian kriminalitas, dan pembangunan perkotaan.
2.
Woll (1966): Kebijakan
publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di
masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat.
3.
Irfan Islami: kebijakan
publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanaka atau tidak
dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada
tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat. Ditegaskan lagi bahwa
kebijakan publik dibuat benar-benar atas nama kepentingan pubik, untuk
mengatasi masalah dan memenuhi keinginan dan tuntutan seluruh anggota
masyarakat.
4.
Aminullah dalam Muhammadi
(2001: 371 – 372): Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari
pemerintah sebagai public actor, terkait dengan kebijakan publik maka
diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan
yang berorientasi kepada kepentingan rakyat.
5.
Easton (1969): Kebijakan
publik diartikan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh
masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini hanya pemerintah yang
dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut
merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan
bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Definisi kebijakan
publik menurut Easton ini dapat diklasifikasikan sebagai suatu proses
management, yang merupakan fase dari serangkaian kerja pejabat publik. Dalam
hal ini hanya pemerintah yang mempunyai andil untuk melakukan tindakan kepada
masyarakat untuk menyelesaikan masalah publik, sehingga definisi ini juga dapat
diklasifikasikan dalam bentuk intervensi pemerintah.
6.
Heclo (1972): istilah
kebijakan secara luas, yakni sebagai rangkaian tindakan pemerintah atau tidak
bertindaknya pemerintah atas sesuatu masalah. Definisi ini dapat
diklasifikasikan sebagai decision making yaitu apa yang dipilih oleh pemerintah
untuk mengatasi suatu masalah publik, baik dengan cara melakukan suatu tindakan
maupun untuk tidak melakukan suatu tindakan.
7.
Richard Rose: Kebijakan
hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan
beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada
sebagai suatu keputusan tersendiri. Kebijakan ini dipahami sebagai arah atau
pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.
Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai intervensi negara dengan rakyatnya
dalam rangka mengatasi persoalan publik, karena melalui hal tersebut akan
terjadi perdebatan antara yang setuju dan tidak setuju terhadap suatu hasil
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
8.
Chandler dan Plano (1988):
Kebijkan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber
daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.
Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus
menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam
masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan
secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat
diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini
pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi
persoalan publik.
9.
Richard Rose: Kebijakan
hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan
beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka ya ng bersangkutan dari pada
sebagai suatu keputusan tersendiri. Kebijakan ini dipahami sebagai arah atau
pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.
Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai intervensi negara dengan rakyatnya
dalam rangka mengatasi persoalan publik, karena melalui hal tersebut akan
terjadi perdebatan antara yang setuju dan tidak setuju terhadap suatu hasil
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
10. Robert Eyestone: Secara luas kebijakan publik dapat didefinsikan
sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Definisi ini dapat
diklasifikasikan sebagai democratic governance, dimana didalamnya
terdapat interaksi negara dengan rakyatnya dalam rangka mengatasi persoalan
publik.
11.
Talidzuhu Ndraha: kebijakan
berasal dari terjemahan kata policy, yang mempunyai arti sebagai pilihan
terbaik dalam batas-batas kompetensi actor dan lembaga yang bersangkutan
dan secara formal mengikat. William N. Dunn: Analisis Kebijakan (Policy
Analysis) dalam arti historis yang paling luas merupakan suatu pendekatan
terhadap pemecahan masalah sosial dimulai pada satu tonggak sejarah ketika
pengetahuan secara sadar digali untuk dimungkinkan dilakukannya pengujian
secara eksplisit dan reflektif kemungkinan menghubungkan pengetahuan dan
tindakan.
12.
Carl Friedrich: “Public policy is a proposed course of action
of a person, group, or government within a given environment providing
obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and
overcome in an effort to reach a goal or realize an objective or purpose”.
Kebijakan publik adalah serangkaian
tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan- hambatan dan
kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam
rangka mencapai tujuan tertentu. Suatu usulan arah tindakan atau
kebijakan yang diajukan oleh seseorang, kelompok, atau peme-rintah guna
mengatasi hambatan atau untuk me-manfaatkan kesempatan pada suatu lingkungan
tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran.
13.
Henz Eulau dan Kenneth
Previt: Merumuskan kebijakan sebagai keputusan yang tetap, ditandai oleh
kelakuan yang berkesinambungan dan berulang-ulang pada mereka yang membuat kebijakan
dan yang melaksanakannya.
14.
Robert Eyestone: Secara
luas kebijakan publik dapat didefinsikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Definisi
ini dapat diklasifikasikan sebagai democratic governance, dimana didalamnya
terdapat interaksi negara dengan rakyatnya dalam rangka mengatasi persoalan
publik.
15.
Sulaiman: Kebijakan publik
itu adalah sebagai suatu proses yang mengandung berbagai pola aktivitas
tertentu dan merupakan seperangkat keputusan yang bersangkutan dengan tindakan
untuk mencapai tujuan dalam beberapa cara yang khusus. Dengan demikian, maka
konsep kebijakan publik berhubungan dengan tujuan dengan pola aktivitas
pemerintahan mengenai sejumlah masalah serta mengandung tujuan.
16.
Suradinata: Mendefinisikan
kebijakan publik sebagai kebijakan negara/pemerintah adalah kebijakan yang
dikembangkan oleh badan-badan atau lembaga dan pejabat pemerintah. Kebijakan
negara dalam pelaksanaannya meliputi beberapa aspek, berpedoman pada ketentuan
yang berlaku, berorientasi pada kepentingan umum dan masa depan, serta strategi
pemecahan masalah yang terbaik.
17.
Said Zainal Abidin:
Kebijakan secara umum menurut dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:
a.
Kebijakan umum, yaitu
kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat
positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau
instansi yang bersangkutan.
b.
Kebijakan pelaksanaan
adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat,
peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.
c.
Kebijakan teknis, kebijakan
operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.
18. Thomas R. Dye (1981) “Public
policy is whatever governments choose to do or not to do”. Kebijakan
publik sebagai apa saja yang telah dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan
maupun untuk tidak dilakukan. Dalam hal ini, pokok kajiannya adalah negara.
Yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan maupun tidak dilakukan akan
memiliki pengaruh atau dampak yang sama besarnya. Kebijakan publik ini bukan
hanya keinginan pemerintah semata-mata tetapi ketika pemerintah melakukan suatu
tindakan harus ada tujuan.
Pengertian yang
dikemukakan oleh Thomas R. Dye ini bisa dikelompokkan ke dalam pembuatan
keputusan atau decision making. Dalam hal ini, mereka memiliki wewenang
menggunakan keputusan seperti halnya membiarkan sesuatu terjadi dalam mengatasi
persoalan publik. Pada perkembangannya, pengertian kebijakan publik ini
diperbarui serta dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan lain dalam ilmu yang sama.
19.
James E.
Anderson: “Public
policies are those policies developed by governmental bodies and officials”. Kebijakan publik adalah pengertian
kebijakan publik adalah penentuan banyaknya nilai kekuasaan untuk seluruh
masyarakat yang mana keberadaannya mengikat. Hanya pemerintahlah yang bisa
melakukan tindakan kepada masyarakat. Tindakan yang dilakukan tersebut adalah
bentuk dari apa yang dipilih oleh pemerintah sebagai hasil pengalokasian nilai
kepada masyarakat tersebut. Pengertian yang dikemukakan oleh Easton ini
dikelompokkan ke dalam proses manajemen yang merupakan tahapan dari rangkaian
kerja pejabat publik. Definisi tersebut juga termasuk bentuk intervensi
pemerintah, sebab hanya pemerintah saja yang bisa melakukan tindakan kepada
masyarakat dalam menyelesaikan masalah publik.
Selanjutnya, Anderson
(1975) mengemukakan definisi lain dari kebijakan publik. Ia mengemukakan bahwa
pengertian kebijakan publik adalah bentuk-bentuk kebijakan yang dibangun oleh
para pejabat dan badan-badan pemerintah. Kebijakan-kebijakan tersebut mempunyai
beberapa implikasi. Yang pertama, kebijakan publik selalu memiliki tindakan
yang mengarah pada tujuan tertentu. Yang kedua, kebijakan yang berisi tindakan
pemerintah adalah sesuatu yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan
publik juga memiliki makna yang positif maupun negatif. Dalam makna yang
bersifat positif, pemerintah memutuskan bertindak untuk masalah tertentu
setidaknya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan
dalam makna yang bersifat negatif, pemerintah memutuskan untuk tidak melakukan
sesuatu.
Lebih lanjut dikatakan Anderson ada
elemen-elemen penting yang terkandung dalam kebijakan publik antara lain
mencakup:
1.
Kebijakan
selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.
2.
Kebijakan
berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
3.
Kebijakan
adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa yang
bermaksud akan dilakukan.
4.
Kebijakan
publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah
tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan
sesuatu).
5.
Kebijakan
publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang
bersifat memaksa (otoritatif).
Sebagai keputusan yang mengikat publik maka
kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang
menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses
pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan
publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh
birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah
pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara
untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak.
Menyeimbangkan peran negara yang mempunyai kewajiban menyediakan pelayan publik
dengan hak untuk menarik pajak dan retribusi; dan pada sisi lain menyeimbangkan
berbagai kelompok dalam masyarakat
dengan berbagai kepentingan serta mencapai amanat konstitusi.
B. Sistem merupakan jeneralisasi dari realitas
Sistem cenderung berfungsi dengan cara yang
sama. Sistem bekerja dengan melibatkan masukan dan keluaran dengan mana
berlangsung suatu proses aktifitas dari sistem, yang kemudian menghasilkan
perubahan-perubahan
Ragam bagian dari suatu sistem memiliki
fungsi-fungsi tertentu, dan demikian pula halnya dengan adanya
hubungan-hubungan struktural, yang juga terbentuk dalam hubungan fungsional
tertentu
Karena adanya hubungan fungsional antar
bagian-bagian dari sistem, maka berlangsunglah
aliran atau transfer atas substansi tertentu. Sistem juga mempertukarkan
enerji atau substansi tertentu dengan sistem yang lebih besar.Adanya hubungan
fungsional adalah karena adanya kekuatan pengendali. Bagian-bagian
akan mengarah pada taraf integrasi, dalam arti bagian-bagian bekerja dalam situasi kebersamaan Dalam pada
itu, suatu sistem berada pada suatu situasi
berikat (boundary). Situasi itu ditandai dengan adanya suatu
kesatuan sistem.
C. Tahapan-Tahapan dalam Pembentukan Kebijakan
Publik
Problem
Identification (Identifikasi Masalah)
A. Tahap
Identifikasi :
1. Identifikasi
Masalah dan Kebutuhan: Tahap pertama dalam perumusan kebijakan sosial adalah
mengumpul-kan data mengenai permasalahan sosial yang dialami masyarakat dan
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi (unmet
needs).
2. Analisis
Masalah dan Kebutuhan: Tahap berikutnya adalah mengolah, memilah dan memilih
data mengenai masalah dan kebutuhan masyarakat yang selanjutnya dianalisis dan
ditransformasikan ke dalam laporan yang terorganisasi. Informasi yang perlu
diketahui antara lain: apa penyebab masalah dan apa kebutuhan masyarakat?
Dampak apa yang mungkin timbul apabila masalah tidak dipecahkan dan kebutuhan
tidak dipenuhi? Siapa dan kelompok mana yang terkena masalah?
3. Penginformasian
Rencana Kebijakan: Berdasarkan laporan hasil analisis disusunlah rencana
kebijakan.Rencana ini kemudian disampaikan kepada berbagai sub-sistem
masyarakat yang terkait dengan isu-isu kebijakan sosial untuk memperoleh
masukan dan tanggapan.Rencana ini dapat pula diajukan kepada lembaga-lembaga
perwakilan rakyat untuk dibahas dan disetujui.
4. Perumusan
Tujuan Kebijakan: Setelah mendapat berbagai saran dari masyarakat dilakukanlah
berbagai diskusi dan pembahasan untuk memperoleh alternatif-alternatif
kebijakan.Beberapa alternatif kemudian dianalisis kembali dan dipertajam
menjadi tujuan-tujuan kebijakan.
5. Pemilihan
Model Kebijakan: Pemilihan model kebijakan dilakukan terutama untuk menentukan
pendekatan, metoda dan strategi yang paling efektif dan efisien mencapai
tujuan-tujuan kebijakan.Pemilihan model ini juga dimaksudkan untuk memperoleh
basis ilmiah dan prinsip-prinsip kebijakan sosial yang logis, sistematis dan
dapat dipertanggungjawabkan.
6. Penentuan
Indikator Sosial: Agar pencapaian tujuan dan pemilihan model kebijakan dapat
terukur secara objektif, maka perlu dirumuskan indikator-indikator sosial yang
berfungsi sebagai acuan, ukuran atau standar bagi rencana tindak dan
hasil-hasil yang akan dicapai.
7. Membangun
Dukungan dan Legitimasi Publik: Tugas pada tahap ini adalah menginformasikan
kembali rencana kebijakan yang telah disempurnakan. Selanjutnya melibatkan
berbagai pihak yang relevan dengan kebijakan, melakukan lobi, negosiasi dan
koalisi dengan berbagai kelompok-kelompok masyarakat agar tercapai konsensus
dan kesepakatan mengenai kebijakan sosial yang akan diterapkan.
D. Agenda Kebijakan
Agenda kebijakan adalah tuntutan-tuntutan agar
para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan
tertentu. Dengan demikian, maka agenda kebijakan dapat dibedakan dari
tuntutan-tuntutan politik secara umum serta dengan istila “prioritas” yang
biasanya dimaksudkan untuk merujuk pada susunan pokok-pokok agenda dengan
pertimbangan bahwa suatu agenda lebih penting dibandingkan dengan agenda lain.
Barbara Nelson menyatakan bahwa proses agenda kebijakan berlangsung ketika
pejabat publik belajar mengenai masalah-masalah baru, memutuskan untuk memberi
perhatian secara personal dan memobilisasi organisasi yang mereka miliki untuk
merespon masalah tersebut. Dengan demikian, agenda kebijakan pada dasarnya
merupakan pertarungan wacana yang terjadi dalam lembaga pemerintah.
Menurut Peter Bachrach dan Morton Barazt ada
beberapa cara yang digunakan oleh para pembuat kebijakan untuk menghalangi
suatu masalah masuk ke dalam agenda kebijakan, yaitu:
a. Menggunakan
kekerasan.
b. Menggunakan
nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan yang berlaku, yaitu dengan menggunakan
budaya politik.
Kepemimpinan politik merupakan faktor penting
dalam penyusunan agenda kebijaakn. Para pemimpin politik, apakah dimotivasi
oleh pertimbangan-pertimbangan keuntungan politik, kepentingan publik, maupun
kedua-duanya, mungkin menanggapi masalah-masalah tertentu, menyebarluaskannya
dan mengusulkan penyelesaian terhadap masalah-masalah tersebut. Dalam kaitan
ini, eksekutif yaitu Presiden dan legislatif yaitu DPR mempunyai peran utama
dalam politik dan pemerintahan untuk menyusun agenda publik.
E. Jenis-jenis Agenda Kebijakan
Roger W. Cobb dan Charles D. Elder
mengidentifikasi dua macam agenda pokok, yaitu:
a. Agenda sistemik
• Undang-Undang
Undang-undang merupakan peraturan tinggi
setelah undang-undang dasar yang diangkat sebagai konstitusi negara
Indonesia.Undang-undang mengatur urusan-urusan yang bersifat spesifik.Misalnya
masalah pertanian, lalu lintas, pemasaran, dan lain sebagainya.
•PERPU ( peraturan pemerintah pengganti
Undang-undang)
Perpu baru bisa diputusan oleh presiden disaat
yang genting.Misalnya dalam hal penanganan masalah bencana alam ataupun
perang.Sebab harus dibahas DPR pada kesempatan pertama untuk dijadikan UU.
Dalam konteks ini, DPR cuma punya dua pilihan: menolak atau menyetujui.
•PP
Peraturan pemerintah diterbitkan untuk
memeberikan penjelasan terhadap undang-uandang agar tidak terjadi salah tafsir
bagi masing-masaing penafsir kebijakan.
• Peraturan Presiden
Peraturan presiden merupakan peraturan yang
dikeluarkan oleh presiden untuk menajalankan implementasi kebijakan kepada
pemerintahan.
• Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah Naskah Dinas yang
berbentuk peraturan perundang-undangan, yang mengatur urusan otonomi daerah dan
tugas pembantuan atau untuk mewujudkan kebijaksanaan baru, melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan menetapkan sesuatu
organisasi dalam lingkungan Pemerintah daerah yang ditetapkan oleh Kepala
Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Policy Implementation (Implementasi Kebijakan).
Implementasi mengacu pada tindakan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan.Tindakan ini
berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola
operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil
sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga
upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program
dilaksanakan. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan instansi yang
bertanggung jawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut
jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Dalam tataran praktis,
implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar.
Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan
yakni:
1. Tahapan
pengesahan peraturan perundangan;
2. Pelaksanaan
keputusan oleh instansi pelaksana;
3. Kesediaan
kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan;
4. Dampak
nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak;
5. Dampak
keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana;
6. Upaya
perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.
Proses persiapan implementasi setidaknya
menyangkut beberapa hal penting yakni:
1. Penyiapan
sumber daya, unit dan metode;
2. Penerjemahan
kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan;
3. Penyediaan
layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.
Oleh karena itu, implikasi sebuah kebijakan
merupakan tindakan sistematis dari pengorganisasian, penerjemahan dan aplikasi.
Berikut ini merupakan tahapan-tahapan operasional implementasi sebuah
kebijakan:
1. Tahapan
intepretasi. Tahapan ini merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang
bersifat abstrak dan sangat umum ke dalam kebijakan atau tindakan yang lebih bersifat
manajerial dan operasional. Kebijakan abstrak biasanya tertuang dalam bentuk
peraturan perundangan yang dibuat oleh lembaga eksekutif dan legislatif, bisa
berbentuk perda ataupun undang-undang. Kebijakan manajerial biasanya tertuang
dalam bentuk keputusan eksekutif yang bisa berupa peraturan presiden maupun
keputusan kepala daerah, sedangkan kebijakan operasional berupa keputusan
pejabat pemerintahan bisa berupa keputusan/peraturan menteri ataupun keputusan
kepala dinas terkait. Kegiatan dalam tahap ini tidak hanya berupa proses
penjabaran dari kebijakan abstrak ke petunjuk pelaksanaan/teknis, namun juga
berupa proses komunikasi dan sosialisasi kebijakan tersebut, baik yang
berbentuk abstrak maupun operasional kepada para pemangku kepentingan.
2. Tahapan
pengorganisasian. Kegiatan pertama tahap ini adalah penentuan pelaksana
kebijakan (policy implementor) yang setidaknya dapat diidentifikasikan
sebagai berikut: instansi pemerintah (baik pusat maupun daerah); sektor swasta;
LSM maupun komponen masyarakat. Setelah pelaksana kebijakan ditetapkan; maka
dilakukan penentuan prosedur tetap kebijakan yang berfungsi sebagai pedoman,
petunjuk dan referensi bagi pelaksana dan sebagai pencegah terjadinya
kesalahpahaman saat para pelaksana tersebut menghadapi masalah.Prosedur tetap
tersebut terdiri atas prosedur operasi standar (SOP) atau standar pelayanan
minimal (SPM). Langkah berikutnya adalah penentuan besaran anggaran biaya dan
sumber pembiayaan. Sumber pembiayaan bisa diperoleh dari sektor pemerintah
(APBN/APBD) maupun sektor lain (swasta atau masyarakat). Selain itu juga
diperlukan penentuan peralatan dan fasilitas yang diperlukan, sebab peralatan
tersebut akan berperan penting dalam menentukan efektifitas dan efisiensi
pelaksanaan kebijakan. Langkah selanjutnya penetapan manajemen pelaksana
kebijakan diwujudkan dalam penentuan
pola kepemimpinan dan koordinasi pelaksanaan, dalam hal ini penentuan focal
point pelaksana kebijakan. Setelah itu, jadwal pelaksanaan implementasi
kebijakan segera disusun untuk memperjelas hitungan waktu dan sebagai salah
satu alat penentu efisiensi implementasi sebuah kebijakan.
3. Tahapan
implikasi. Tindakan dalam tahap ini adalah perwujudan masing-masing tahapan
yang telah dilaksanakan sebelumnya.
Dalam proses implementasi sebuah kebijakan,
para ahli mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi sebuah kebijakan. Dari kumpulan faktor tersebut bisa kita tarik
benang merah faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan
publik. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Isi atau
content kebijakan tersebut. Kebijakan yang baik dari sisi content setidaknya
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: jelas, tidak distorsif, didukung oleh
dasar teori yang teruji, mudah dikomunikasikan ke kelompok target, didukung
oleh sumberdaya baik manusia maupun finansial yang baik.
2. Implementator
dan kelompok target. Pelaksanaan implementasi kebijakan tergantung pada badan
pelaksana kebijakan (implementator) dan kelompok target (target
groups). Implementator harus mempunyai kapabilitas, kompetensi, komitmen
dan konsistensi untuk melaksanakan sebuah kebijakan sesuai dengan arahan dari
penentu kebijakan (policy makers), selain itu, kelompok target yang
terdidik dan relatif homogen akan lebih mudah menerima sebuah kebijakan
daripada kelompok yang tertutup, tradisional dan heterogen. Lebih lanjut,
kelompok target yang merupakan bagian besar dari populasi juga akan lebih
mempersulit keberhasilan implementasi kebijakan.
3. Lingkungan.
Keadaan sosial-ekonomi, politik, dukungan publik maupun kultur populasi tempat
sebuah kebijakan diimplementasikan juga akan mempengaruhi keberhasilan
kebijakan publik. Kondisi sosial-ekonomi sebuah masyarakat yang maju, sistem
politik yang stabil dan demokratis, dukungan baik dari konstituen maupun elit
penguasa, dan budaya keseharian masyarakat yang mendukung akan mempermudah
implementasi sebuah kebijakan
F. Model-model Implementasi Kebijakan Publik
1. Implementasi Sistem Rasional (Top-Down)
Menurut Parsons (2006), model implementasi
inilah yang paling pertama muncul. Pendekatan top down memiliki pandangan
tentang hubungan kebijakan implementasi seperti yang tercakup dalam Emile karya
Rousseau : “Segala sesuatu adalah baik jika diserahkan ke tangan Sang Pencipta.
Segala sesuatu adalah buruk di tangan manusia”.Masih menurut Parsons (2006),
model rasional ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah menjadikan orang
melakukan apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan dalam sebuah
sistem. Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Ratmono (2008), berpendapat bahwa
implementasi top down adalah proses pelaksanaan keputusan kebijakan mendasar.
2. Implementasi Kebijakan Bottom Up
Model implementasi dengan pendekatan bottom up
muncul sebagai kritik terhadap model pendekatan rasional (top down). Parsons
(2006), mengemukakan bahwa yang benar-benar penting dalam implementasi adalah
hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Model bottom up
adalah model yang memandang proses sebagai sebuah negosiasi dan pembentukan
consensus. Masih menurut Parsons (2006), model pendekatan bottom up menekankan
pada fakta bahwa implementasi di lapangan memberikan keleluasaan dalam
penerapan kebijakan. Ahli kebijakan yang
lebih memfokuskan model implementasi kebijakan dalam persfektif bottom up
adalah Adam Smith. Menurut Smith (1973) dalam Islamy (2001), implementasi
kebijakan dipandang sebagai suatu proses atau alur. Model Smith ini memamndang
proses implementasi kebijakan dari proses kebijakan dari persfekti perubahan
social dan politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan
untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok
sasaran.
G. Konsep Evaluasi Kebijakan Publik
Dalam Studi Analisis Kebijakan Publik, maka
salah satu cabang bidang kajiannya adalah Evaluasi Kebijakan. Mengapa Evaluasi
Kebijakan dilakukan? karena pada dasarnya setiap kebijakan negara (public
policy) mengandung resiko untuk mengalami kegagalan. (Abdul Wahab, 1990 :
47-48), mengutip pendapat Hogwood dan Gunn (1986), selanjutnya menjelaskan
bahwa penyebab dari kegagalan suatu kebijakan (policy failure) dapat
dibagi menjadi 2 katagori, yaitu : (1) karena “non implementation” ( tidak
terimplementasi ), dan (2) karena “unsuccessful” (implementasi yang
tidak berhasil). Tidak terimplementasikannya suatu kebijakan itu berarti bahwa
kebijakan itu tidak dilaksanakan sesuai dengan di rencanakan. Sedangkan
implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi bila suatu kebijakan tertentu
telah dilaksanakan sudah sesuai rencana, dengan mengingat kondisi eksternal
ternyata sangat tidak menguntungkan, maka kebijakan tersebut tidak dapat
berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang telah dikehendaki.
Biasanya kebijakan yang memiliki resiko untuk gagal disebabkan oleh
faktor-faktor diantaranya : pelaksanaannya jelak (bad execution),
kebijakannya sendiri itu memang jelek (bad policy) atau kebijakan itu
sendiri yang bernasib kurang baik (bad luck). Adapun telaah mengenai
dampak atau evaluasi kebijakan adalah, dimaksudkan untuk mengkaji akibat-akibat
dari suatu kebijakan atau dengan kata lain untuk mencari jawaban apa yang
terjadi sebagai akibat dari pada “implementasi kebijakan”.
H. Model Evaluasi Kebijakan Publik
( House, 1978 : 45 ) dalam William Dunn,
mengemukakan beberapa Model Evaluasi Kebijakan Publik yang terdiri dari :
1. The
Adversary Model, para
evaluator dikelompokkan menjadi dua, yang pertama bertugas menyajikan hasil
evaluasi program yang positip, hasil dampak kebijakan yang efektif dan baik,
tim kedua berperan untuk menemukan hasil evaluasi program negatif, tidak
efektif, gagal dan yang tidak tepat sasaran. Kedua kelompok ini dimaksudkan
untuk menjamin adanya netralitas serta obyektivitas proses evaluasi. Temuannya
kemudian dinilai sebagai hasil evaluasi. Menurut model dari evaluasi ini tidak
ada efisiensi data yang dihimpun.
2. The
Transaction Model, Model
ini memperhatikan penggunaan metode studi kasus, bersifat naturalistik dan
terdiri dua jenis, yaitu : evaluasi responsif (responsive evaluation)
yang dilakukan melalui kegiatan - kegiatan secara informal, ber ulang-ulang
agar program yang telah direncanakan dapat digambarkan dengan akurat ; dan
evaluasi iluminativ (illuminativ evaluation) bertujuan untuk mengkaji
program inovativ dalam rangka mendeskripsikan dan menginterpretasikan
pelaksanaan suatu program atau kebijakan. Jadi evaluasi model ini akan berusaha
mengungkapkan serta mendokumenter pihak-pihak yang berpartisipasi dalam
program.
3. Good
Free Model, model
evaluasi ini ber tujuan untuk mencari dampak aktual dari suatu kebijakan, dan
bukan hanya sekedar untuk menentukan dampak yang diharapkan sesuai dengan
ditetapkan dalam program. Dalam upaya mencari dampak aktual, evaluator tidak
perlu mengkaji secara luas dan mendalam tentang tujuan dari program yang
direncanakan. Sehingga evaluator (peneliti) dalam posisi yang bebas menilai dan
ada obyektivitas.
I. Bentuk penyimpangan dalam proses kebijakan
publik
Studi kebijakan publik dalam konteks Indonesia menjadi
semakin penting dan menarik jika dikaitkan dengan wacana otonomi daerah yang
kini tengah dijalankan. Pelaksanaan otonomi daerah tersebut diharapkan akan
memberi kesejahteraan kepada sebagian besar rakyat, namun dibalik harapan
tersebut juga diliputi kekhawatiran. Otonomi daerah dicemaskan hanya akan
melahirkan “raja-raja kecil” di daerah, yang tidak memperdulikan kesejahteraan
rakyat. Dengan demikian, maka studi kebijakan publik dengan alasan profesional
semakin dibutuhkan.
Dalam posisi yang bersebelahan dengan kebijakan publik yang semakin penting,
perihal kebijakan publik akan menjadi sebuah upaya tanggung jawab dari
pemerintah untuk melayani masyarakat sebagai individu yang menjadi ladang
penerapan kebijakan publik. Kebijakan publik menjadi sebuah tindakan pemegang
kebijakan untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu terhadap
masyarakatnya.Kemudian diambil suatu upaya untuk mencapai kebijakan publik yang
tepat sasaran sesuai dengan prinsip good governance. Maka dibentuklah
suatu agenda kebijakan yang dimaksudkan sebagai wadah untuk menampung
masalah-masalah yang akan diselesaikan oleh pemerintah.
Agenda kebijakan berbentuk daftar masalah
tersebut kemudian di identifikasi oleh lembaga pengambil keputusan untuk
dijadikan pembahasan guna menentukan kebijakan publik yang akan diambil. Tetapi
kenyataan yang diterima oleh masyarakat agenda kebijakan tidak sepenuhnya
tercapai, karena dalam penerapannya kelembagaan pemerintah malah mendapat
permasalahan yang lebih rumit. Hal ini disebabkan antara lain keterbatasan
waktu dan begitu banyaknya masalah yang harus ditangani oleh sebuah lembaga
pengambil keputusan.
Korupsi adalah penyebab utama mengapa tingkat
kesejahteraan masyarakat di Indonesia tidak bisa ditingkatkan melalui kebijakan
pemerintah. Fenomena korupsi juga menjelaskan mengapa krisis multi-dimensional
di Indonesia yang terjadi sejak tahun 1998 terjadi berkepanjangan dan tak
kunjung bisa ditanggulangi. Tidak berlebihan jika seorang pakar mengatakan
bahwa korupsi adalah akar dari semua masalah (the root of evils) di
Indonesia.Dari perspektif administrasi publik, penyebab korupsi adalah
rendahnya akuntabilitas birokrasi publik. Selain itu tidak diikutkannya
masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dalam birokrasi membuat
akuntabiltas birokrasi sulit diwujudkan.
Syed Hussein Alatas seorang ahli sosiologi
korupsi memaparkan 7 tipologi korupsi,
yang dalam derajat tertentu dapat mengidentifikasi fenomena korupsi dalam
kebijakan publik. Ketujuh tipologi korupsi itu adalah sebagai berikut :
1. Transaktif
(korupsi yang menunjukan adanya kesepakatan
timbal balik antara pihak yang memberi dan menerima keuntungan bersama, dan
kedua pihak sama-sama aktif menjalankan perbuatan tersebut)
2. Eksortif
(korupsi yang menyatakan bentuk-bentuk koersi
tertentu, dimana pihak-pihak pemberi dipaksa menyuap guna mencegah kerugian
yang mengancam diri, kepentingan, orang-orang, atau hal-hal yang dihargainya)
3. Investif (korupsi yang melibatkan suatu penawaran
barang atau jasa, tanpa adanya pertalian langsung dengan keuntungan tertentu
bagi pemberi, selain keuntungan yang diharapkan akan diperoleh di masa
mendatang)
4. Nepotistik (korupsi berupa pemberian perlakuan khusus
kepada pertemanan atau yang mempunyai kedekatan hubungan dalam rangka menduduki
jabatan publik)
5. Autogenik (korupsi yang dilakukan individu karena
mempunyai kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari pengetahuan dan
pemahamannya atas sesuatu yang hanya diketahui seorang diri)
6. Suportif (korupsi yang mengacu pada penciptaan suasana
yang kondusif untuk melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak korupsi)
7. Defensif (korupsi yang terpaksa dilakukan dalam rangka
memepertahankan diri dari pemerasan)
Mencegah korupsi dan kolusi tidaklah begitu
sulit, kalau kita semua sadar untuk menempatkan kepentingan umum (kepentingan
rakyat banyak) diatas kepentingan pribadi dan golongan. Sebab betapapun
sempurnanya peraturan, kalau niat korup tetap ada dihati yang memiliki peluang
untuk melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut, korupsi akan terus terjadi.
Sebab faktor mental yang menentukan. Selain itu, hendaklah dipahami juga
tanggung jawab atas perbuatan terkutuk ini (apabila dilakukan dengan cara
kolusi) tidak hanya terletak pada mental pejabat saja, tetapi juga terletak
pada mental pengusaha tertentu yang berkolusi yang selalu ingin menggoda oknum
pejabat untuk mendapatkan fasilitas dan keuntungan sebesar-besarnya. Walaupun
pejabat ingin melakukan korupsi, kalau tidak disambut oleh oknum pengusaha
berupa pemberian suap atau janji memberi imbalan, korupsi tidak akan separah
ini. Suap sungguh sangat berbahaya, karena si penerima suap tidak akan
tanggung-tanggung dalam menyalahgunakan kewenangannya, sehingga kekayaan dan
aset negara dipreteli dalam jumlah milyaran atau trilyunan rupiah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Studi kebijakan publik melihat proses pembentukan kebijakan sebagai
suatu proses siklus dimana terdapat berbagai tahapan yang pasti dan berulang
kembali. Tahapan-tahapan pembentukan kebijakan publik yang terdapat dalam
proses siklus tersebut adalah problem identification, agenda setting, policy
formulation, policy legitimation, policy implementation, dan policy evaluation.
Satu demi satu tahapan dalam proses pembentukan kebijakan publik menunjukkan
bahwa suatu tahapan proses kebijakan publik terkait dengan tahapan yang
sebelumnya dan mempengaruhi tahapan yang selanjutnya.
Adanya siklus kebijakan memberikan keuntungan, antara lain untuk
membantu mempermudah kompleksitas perumusan kebijakan publik, memberikan
kesempatan yang bagus untuk melakukan kajian-kajian kebijakan publik yang
relevan secara sistimatis dan analitis sesuai dengan batasan area, dan sebagai
tolak ukur untuk menilai efektifitas dan efesiensi sebuah kebijakan dilihat
berdasarkan masing-masing tahapan itu.
DAFTAR PUSTAKA
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori
dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.
http://hykurniawan.wordpress.com/2009/01/23/proses-implementasi-kebijakan-publik/
http://mulyono.staff.uns.ac.id/2009/05/13/penelitian-evaluasi-kebijakan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar