BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertengahan kedua dari abad IX M.
Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud
Almaturidi. Kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran Maturidiyah
Definisi dari aliran Maturidiyah
adalah aliran kalam yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli
kalami jugamerupakan aliran teologi dalam Islam yang merupakan ajaran
teknologi yang bercorak rasional.
Jika dilihat dari metode berpikir
dari aliran Maturidiyah, aliran ini merupakan aliran yang memberikan otoritas
yang besar kepada akal manusia, tanpa berlebih-lebihan atau melampaui batas,
maksudnya aliran Maturidiyah berpegang pada keputusan akal pikiran dalam
hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’.
Sebaliknya jika hal itu bertentangan
dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’. Pada
perkembangannya, aliran Maturidiyah terbagi dua golongan, yaitu Golongan
Samarkand tempat aliran ini lahir, dan Golongan Bukhara yang dibawa oleh
Bazdawi.
B. Rumusan
Masalah
Berdasar dari latar belakang di
atas, penulis merumuskan beberapa pokok masalah sebagai berikut :
1. Sejarah Aliran Maturidiyah
2. Pokok-pokok ajaran aliran Maturidiyah
3. Maturidiyah Bukhara ( Al-Bazdawi)
4. Persamaan dan Perbedaan
Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara
5. Beberapa aspek kesamaan pemahaman
antara Asy’ariyah dan Maturidiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Aliran
Maturidiyah
Abu Manshur Muhammad Ibn Muhammad
Ibn Mahmud al-Maturudi lahir di Samarkand pada pertengahan ke dua dari abad ke
sembilan Masehi dan meninggal di tahun 944 M. Tidak banyak diketahui mengenai
riwayat hidupnya.Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-paham teologinya
banyak persamaannya dengan paham-paham yang dimajukan Abu Hanifah. Sistem
pemikiran teologi yang ditimbulkan Abu Mansur termasuk dalam golongan teologi
ahli sunnah dan dikenal dengan al-Maturidiah[1].
Abu Mansur al-Maturidi mencari ilmu
pada pertiga terakhir dari abad ke tiga Hijrah, di mana aliran Mu’tazilah sudah
mengalami kemundurannya, dan di antara gurunya adalah Nasr bin Yahya al-Balakhi
(wafat 268 H). Negeri Samarkand pada saat itu merupakan tempat diskusi dalam
ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Diskusi di bidang Fiqh berlangsung antara pendukung
mazhab Hanafi dan pendukung mazhab Syafi’i
Selain itu, aliran Maturidiyah
merupakan salah satu dari sekte Ahl al-Sunnah wal al-Jama’ah yang tampil
bersama dengan Asy’ariyah. Kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan
mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas kaum
rasionalis di mana yang berada di barisan paling depan adalah Mu’tazilah,
maupun ekstrimitas kaum tekstualis di mana yang berada di barisan paling depan
adalah kaum Hanabillah (para pengikut Imam Ibnu Hambal).
Memang aliran Asy’ariyah lebih dulu
menentang paham-paham dari aliran Mu’tazilah. Seperti yang kita ketahui,
al-Maturidi lahir dan hidup di tengah-tengah iklim keagamaan yang penuh dengan
pertentangan pendapat antara Mu’tazilah (aliran teologi yang amat mementingkan
akal dan dalam memahami ajaran agama) dan Asy’ariyah (aliran yang menerima
rasional dan dalil wahyu) sekitar masalah kemampuan akal manusia.Maka dari itu,
Al-Maturidi melibatkan diri dalam pertentangan itu dengan mengajukan pemikiran
sendiri.Pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran Mu’tazilah dan
Asy’ariyah. Karena itu juga, aliran Maturidiyah sering disebut “berada antara
teologi Mu’tazilah dan Asy’ariyah[2]”.
Pada awalnya antara aliran Maturidiyah
dan Asy’ariyah dipisahkan oleh jarak: aliran Asy’ariyah di Irak dan Syam
(Suriah) kemudian meluas ke Mesir, sedangkan aliran Maturidiyah di Samarkand
dan di daerah-daerah di seberang sungai (Oxus-pen). Kedua aliran ini bisa hidup
dalam lingkungan yang kompleks dan membentuk satu mazhab.
Nampak jelas bahwa perbedaan sudut
pandang mengenai masalah-masalah Fiqh kedua aliran ini merupakan faktor
pendorong untuk berlomba dan survive. Orang-orang Hanafiah (para pengikut Imam
Hanafi) membentengi aliran Maturidiyah, dan para pengikut Imam al-Syafi’I dan
Imam al-Malik mendukung kaum Asy’ariyah.Memang aliran Asy’ariyah lebih dulu
menentang paham-paham dari aliran Mu’tazilah.
Seperti yang kita ketahui,
al-Maturidi lahir dan hidup di tengah-tengah iklim keagamaan yang penuh dengan
pertentangan pendapat antara Mu’tazilah (aliran teologi yang amat mementingkan
akal dan dalam memahami ajaran agama) dan Asy’ariyah (aliran yang menerima
rasional dan dalil wahyu) sekitar masalah kemampuan akal manusia.
Maka dari itu, Al-Maturidi
melibatkan diri dalam pertentangan itu dengan mengajukan pemikiran sendiri.
Pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran Mu’tazilah dan
Asy’ariyah. Kerana itu juga, aliran Maturidiyah sering disebut “berada antara
teologi Mu’tazilah dan Asy’ariyah”. Salah satu pengikut penting dari
al-Maturidi adalah Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-493 H).
Nenek al-Bazdawi adalah murid dari
al-Maturidi, dan al-Bazdawi mengetahui ajaran-ajaran al-Maturidi dari orang
tuanya. Al-bazdawi sendiri mempunyai murid-murid dan salah seorang dari mereka
ialah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H). Akan dijelaskan kemudian. B.
Ajaran Aliran Maturidiyah Sebelum kita memahami konsep ajaran dari aliran
Maturidiyah sebelum terpecah menjadi dua golongan, kita harus tahu konsep
pemikiran al-Maturudi terlebih dahulu yakni kewajiban ma’rifah terhadap Allah
Swt. mungkin di temukan berdasarkan penalaran akal[3],
sebagaimana Allah Swt. telah memerintahkan untuk melakukan penalaran dalam
sejumlah ayat Al-Qur’an.
Allah Swt. memerintahkan kepada
manusia untuk berpikir mengenai kerajaan langit dan bumi dan memberikan
pengarahan kepada manusia bahwa sekira akal pikiran diarahkan secara konsisten,
terlepas dari hawa nafsu dan taklid. Sesuai dengan firman Allah Swt. berikut: Artinya:
“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.”
(QS. Al-Jaatsiyah, 45: 13)
Maka dari itu, al-Maturudi
memberikan kontribusi pemikirannya kurang lebih tiga ajaran yakni: Mengenai
sifat-sifat Allah Swt. Mengenai sifat-sifat Allah Swt., aliran Asy’ariyah
mengatakan sifat-sifat Allah Swt. itu merupakan sesuatu yang berada di luar
Dzat. Mereka juga menetapkan adanya qudrah, iradah,’ ilm, bayah, sama’, bashir
dan kalam pada Dzat Allah Swt. Kata mereka, semua itu merupakan sesuatu di luar
Dzat-Nya. Mu’tazilah mengatakan bahwa tidak ada sesuatu di luar Dzat-Nya[4].
Adapun yang disebutkan dalam
Al-Qur’an, seperti:’Alim(Maha mengetahui), Khabir(Maha mengenal), Hakim(Maha
bijaksana), Bashir(Maha melihat), merupakan nama-nama bagi Dzat Allah Swt.
Kemudian al-Maturidi menetapkan sifat-sifat itu bagi Allah Swt., tetapi ia
mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah sesuatu di luar Dzat-Nya, bukan pula
sifat-sifat yang berdiri pada Dzat-Nya dan tidak pula terpisah dari Dzat-Nya.
Al-Maturidi juga menerima segala sesuatu yang disifatkan Allah Swt. kepada
diri-Nya sendiri, baik berupa sifat maupun keadaan.
Sekalipun demikian, ia menetapkan
bahwa Allah Maha Suci dari antropomorfisme (menyerupai bentuk manusia) dan dari
mengambil ruang dan waktu. Terhadap ayat-ayat yang mengandung makna
sifat-sifat, seperti pernyataan bahwa Allah Swt. mempunyai wajah, tangan, mata
dan lainnya, maka al-Maturidi berdiri pada posisi penta’wil dan berjalan di
atas prinsipnya, yaitu membawa ayat-ayat yang mutasyabih kepada yang muhkam.
Misalnya, ia menginterpretasikan firman Allah Swt.: Artinya: “Lalu Dia
bersemayam di atas ‘Arsy….”(QS. Al-A’raf, 7:54) Ia menafsirkan dengan makna
alternatif, yaitu bahwa Allah Swt. menuju ‘Arsy dan menciptakannya dalam keadaan
rata, lurus dan teratur.
Menurut pendapat kami al-Maturidi
dalam memahami sifat-siafat Allah Swt. hampir sependapat dengan aliran
Mu’tazilah, yang mengatakan bahwa antara Dzat dan sifat-sifat Allah itu tidak
terpisah. Sehingga dalam hal ini, jelas al-Maturidi lebih dekat dengan aliran
Mu’tazilah[5].
B. Pokok-pokok
Ajaran Maturidiyah
1. Mengenai sifat-sifat Allah Swt.
Baginya Tuhan memiliki
sifat-sifat.Tuhan Mengetahui bukan dengan zat-Nya tapi dengan pengetahuan-Nya,
dan berkusa pun bukan dengan zat-Nya.
Al-Maturidi juga menerima segala
sesuatu yang disifatkan Allah Swt. kepada diri-Nya sendiri, baik berupa sifat
maupun keadaan. Sekalipun demikian, ia menetapkan bahwa Allah Maha Suci dari antropomorfisme
(menyerupai bentuk manusia) dan dari mengambil ruang dan waktu. Hampir
sependapat dengan aliran Mu’tazilah, yang mengatakan bahwa antara Dzat dan
sifat-sifat Allah itu tidak terpisah.Sehingga dalam hal ini, jelas al-Maturidi
lebih dekat dengan aliran Mu’tazilah.
- Melihat Allah Swt.
Pada hari kiamat manusia akan
berjumpa atau melihat Allah Swt. (bagi orang-orang yang beriman). Namun dalam
hal sifat dan bagaimana bentuk Allah Swt., hanya Dialah yang mengetahui,
sebagaimana kita tidak mengetahui kapan terjadinya hari kiamat.
- Pelaku dosa besar
Al-Maturidi mengatakan bahwa orang
mu’min yang berdosa adalah menyerahkan persoalan mereka kepada Allah Swt. Jika
Allah Swt. menghendaki maka Dia mengampuni mereka sebagai karunia, kebaikkan
dan rahmat-Nya. Sebaliknya, jika Allah Swt. menghendaki, maka Dia menyiksa
mereka sesuai dengan kadar dosa mereka. Dengan demikian, orang mu’min berada di
antara harapan dan kecemasan. Allah boleh saja menghukum dosa kecil dan
mengampuni dosa besar
C. Maturidiyah Bukhara (al Bazdawi)
§ Riwayat hidupnya
Nama
lengkapnya ialah Abu Yusr Muhammad bin Muhammad bin al Husain bin Abd. Karim al Bazdawi, dilahirkan pad tahun 421 H. Kakek al Bazdawi
yaitu Abd. Karim, hidupnya semasa dengan al Maturidi dan salah satu murid al
Maturidi, maka wajarlah jika cucunya juga menjadi pengikut aliran Maturidiyah.
Sebagai tangga pertama, al Bazdawi memahami ajaran-ajaran al Maturidi lewat
ayahnya.Al Bazdawi mulai memahami ajaran-ajaran al Maturidiyah lewat lingkungan
keluarganya kemudian dikembangkan pada kegiatannya mencari ilmu pada
ulama-ulama secara tidak terikat.
Al Bazdawi
berada di Bukhara pada tahun 478 H / 1085 M. Kemudian ia menjabat sebagai qadhi
Samarkand pada tahun 481 H / 1088 M, lalu kembali di Bukhara dan meninggal di
kota tersebut tahun 493 H / 1099 M.
§ Pemikiran-pemikiran al Bazdawi
1.
Akal dan Wahyu
Al Bazdawi berpendapat
bahwa akal tidak dapat mengetahui tentang kewajiban mengetahui Tuhan sekalipun
akal dapat mengetahui Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Kewajiban mengetahui
Tuhan haruslah melalui wahyu
Dalam paham
golongan Bukhara dikatakan bahwa akal tidak dapat mengetahui
kewajiban-kewajiban dan hanya mengetahui sebab-sebab yang membuat
kewajiban-kewajiban menjadi suatu kewajiban. Di sini dapat dipahami bahwa
mengetahui Tuhan dalam arti berterima kasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu
tidaklah wajib bagi manusia.
2.
Sifat-sifat Tuhan
Al Bazdawi
berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Tuhan pun qadim. Akan
tetapi untuk menghindari banyaknya yang menyertai qadimnya zat Tuhan,
maka al Bazdawi mengatakan bahwa ke qadiman sifat-sifat Tuhan itu
melalui ke qadiman yang melekat pada diri zat Tuhan, bukan melalui ke qadiman
sifat-sifat itu sendiri.
3. Perbuatan
manusia
Al Bazdawi
berpendapat bahwa perbuatan manusia itu di ciptakan Tuhan, sekalipun perbuatan
tersebut di sebabkan oleh qudrah hadisah yang berasal dari manusia itu
sendiri.Karena timbulnya perbuatan itu terdapat dua daya yaitu daya untuk
mewujudkan dan daya untuk melakukan.
D. Persamaan dan Perbedaan
Maturidiyah Samarkand an Maturidiyah Bukhara
Setelah Maturidiyah terpecah menjadi
dua bagian, yakni aliran Samarkand dan Bukhara, ajaran aliran maturidiyah
mengalami perbedaan dan ada juga yang sama di antara ke dua aliran ini, yakni
sebagai-berikut:
1. Mengenai pelaku dosa besar
Aliran Maturidiyah, baik Samarkand
maupun Bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa besar masih tetap sebagai
mukmin karena adanya keimana dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya
kelak diakherat bergantung apa yang dilakukannya di dunia.
Jika ia meninggal tanpa taubat
terlebih dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT.
Jika menghendaki pelaku dosa besar itu diampuni, ia akan memasukkannya
keneraka, tetapi tidak kekal didalamnya.
2. Mengenai Iman dan Kufur
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah
Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan
semata-mata iqrar bi al-lisan, dimana suatu penegasan bahwa keimanan itu
tidak cukup hanya perkataan semata, tanpa diimani pula oleh kalbu.Apa yang di
ucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila hati tidak
mengakui ucapan lidah.
Maturidiyah Bukhara mengembangkan
pendapat yang berbeda.Al-Bazdawi menyatakan bahwa iman tidak dapat berkurang,
tidak bisa bertambah dengan adanya ibadah-ibadah yang dilakukan.Al-Bazdawi
menegaskan hal tersebut dengan membuat analogi bahwa ibadah-ibadah yang
dilakukan berfungsi sebagai bayangan dari iman. Jika bayangan itu hilang, esnsi
yang digambarkan oleh bayangan itu tidak akan berkurang. Sebaliknya, dengan
kehadiran baying-bayang (ibadah) itu, iman justru menjadi bertambah.
3. Mengenai perbuatan Tuhan dan
perbuatan manusia
a. Mengenai perbuatan Tuhan
Mengenai perbuatan Allah SWT.ini,
terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkad dan Maturidiyah
Bukhara.Aliran Maturidiyah Samarkad,pengiriman rasul dipandang
Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.Maturidiyah Bukhara memiliki
pandangantentang pengiriman rasul, sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin
saja.
b. Mengenai perbuatan Manusia
Ada perbedaan antara Maturidiyah
Samarkand dan Maturidiyah Bukharah mengenai perbuatan manusia. Kehendak dan
daya berbuat pada diri manusia, menurut Maturidiyah Samarkand, adalah kehendak
dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya dan bukan dalam arti kiasan,
maksudnya daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama
dengan perbuatannya. Sedangkan Maturidiyah Bukharah memberikan tambahan dalam
masalah daya.Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya
Tuhanlah yang dapat mencipta, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang
telah diciptakan Tuhan bagi-Nya.
4. Mengenai sifat-sifat Tuhan
Maturidiyah Bukhara berpendapat
Tuhan tidaklah mempunyai sifat-sifat jasmani.Ayat-ayat Al-Qur’an yang
menggambarkan Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani haruslah diberi ta’wil.
Sedangkan golongan Samarkand
mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan, tetapi tidak lain dari Tuhan.Dalam
menghadapi ayat-ayat yang memberi gambaran Tuhan bersifat dengan menghadapi
jasmani ini.Al-Maturidi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tangan, muka,
mata, dan kaki adalah kekuasaan Tuhan.
5. Mengenai kehendak mutlak Tuhan
dan keadilan Tuhan
Kehendak mutlak Tuhan, menurut
Maturidiyah Samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan.Tuhan adil mengandung arti
bahwa segala perbuatannya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta
tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia.Adapun Maturidiyah
Bukhara berpendapat bahwa Tuhan memiliki kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa
saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang
menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.
E. Beberapa
aspek kesamaan pemahaman antara Asy’ariyah dan Maturidiyah
Sebagai aliran yang se zaman dengan
mazhab Asya`irah, jika di tela’ah terdapat banyak kesamaan antara dua mazhab
ini.Keduanya termasuk dalam aliran Ahlussunnah. Terkait kepemimpinan para
khalifah setelah Nabi saw sesuai urutan historis yang telah terjadi, keduanya
memiliki pandangan serupa. Juga tak ada perbedaan dalam pandangan mereka
terhadap para penguasa Bani Umayah dan Bani Abbas.
Dalam semua sisi masalah imamah pun
mereka saling sepakat. Keduanya juga sepaham bahwa Allah bisa dilihat tanpa kaif
(cara), had (batas), qiyam (berdiri) wa qu`ud (duduk) dan
hal-hal sejenisnya. Berbeda dengan Hasyawiyah dan Ahlul hadits yang berpendapat
bahwa Allah, seperti selain-Nya, bisa dilihat dengan kaif dan had.
Dalam hal kalam Allah
(Al-Quran), kedua mazhab ini juga memiliki pandangan sama, yaitu bahwa kalam-Nya
memiliki dua tingkatan. Pertama adalah kalamnafsi yang bersifat qadim
(dahulu), dan kedua adalah kalamlafdhi (lafal) yang bersifat hadits
(baru).Ini adalah pendapat moderat dari kedua mazhab ini, yang berada di
antara pendapat Mu`tazilah bahwa kalam Allah hadits secara
mutlak, dan pendapat Ahlul hadits bahwa kalam-Nya qadim secara
mutlak.
Ringkas kata, Asya`irah dan
Maturidiyah memiliki banyak kesamaan pandangan dalam masalah akidah. Namun, di
saat yang sama, ada pula beberapa perbedaan dalam prinsip-prinsip teologis dua
mazhab ini, yang membedakan mereka satu sama lain, antara lain:
-
Asya`irah membagi sifat-sifat Allah kepada dzati dan fi`li. Namun
Maturidiyah menolak pembagian ini dan menyatakan bahwa semua sifat fi`li-Nya
qadim seperti sifat dzati.
-
Asya`irah mengatakan bahwa Allah mustahil membebankan taklif yang tak mampu
dilakukan manusia, sementara Maturidiyah berpendapat sebaliknya.
-
Asya`irah meyakini bahwa semua yang dilakukan Allah adalah baik, sedangkan
Maturidiyah, berdasarkan hukum akal, berpandangan bahwa Dia mustahil berbuat
zalim.
Meskipun dua tokoh aliran Maturidi
dan juga Asy’ari berbeda dalam beberapa hal tetapi punya prinsip yang sama.
Jika terdapat pertentangan antara akal dan usaha, maka akal harus tunduk kepada
wahyu.Itulah satu contoh sehingga mereka terpadu dengan satu aliran besar (Ahlu
Sunnah Wal Jama’ah).Di samping itu mereka tampil menentang Mu’tazilah, hanya saja
Asy’ari berhadapan langsung dengan pikiran yang sangat bertentangan dengan
Mu’tazilah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Maka dari bererapa penjelasan di
atas, kami bisa memberikan simpulan bahwa aliran Maturidiyah merupakan aliran
yang namanya diambil dari nama pendirinya yakni al-Maturudi.
Aliran ini menggunakan akal dalam
analogi pemikiran atau penafsiran ayat, namun hal itu bukan menjadi hal yang
mutlak karena apabila terdapat keputusan akal yang bertentangan dengan syara’,
maka itu ditolak.
Pada masa
perkembangannya aliran ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu Maturidiyah
Samarkand an Maturidiyah Bukhara.
B. Saran
Alhamdulillah, makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik.Namun walaupun demikian masih terdapat kekurangan disana sini.Untuk itu,
kami mengharapkan kritikan yang sifatnya membangun dari pembaca.
Semoga untuk kedepannya lebih baik lagi dari yang sekarang
ini.Akhir kata, kami mengharapkan semoga makalah ini bisa menjadi salah satu
sumber ilmu pengetahuan bagi para pembaca semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad,
Muhammad. 2009. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
Anwar,
Rosihan Dan Abdul Rozak. 2011. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
Azyumardi,
Azra. 2007. Jejak-Jejak Jaringan Kaum Muslim. Jakarta: Hikmah
Gymnastiar,
Abdullah. 2005. Menggapai Qolbun Salim. Bandung: Khas MQ
Permadi.
1997. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Rineka Cipta
[1] Ahmad, Muhammad. 2009. Tauhid
Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
[2] Anwar, Rosihan Dan Abdul Rozak.
2011. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
[3] Azyumardi, Azra. 2007.
Jejak-Jejak Jaringan Kaum Muslim. Jakarta: Hikmah
[4] Gymnastiar, Abdullah. 2005.
Menggapai Qolbun Salim. Bandung: Khas MQ
[5] Permadi. 1997. Pengantar Ilmu
Tasawuf. Jakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar