Sabtu, 01 April 2017

MATURIDIYAH SAMARKAND DAN MATURIDIYAH BUKHARA



BAB I
PENDAHULUAN
  
A.    Latar Belakang
Pertengahan kedua dari abad IX M. Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud Almaturidi. Kemudian namanya dijadikan  sebagai nama aliran Maturidiyah
Definisi dari aliran Maturidiyah adalah aliran kalam yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami jugamerupakan aliran teologi dalam Islam yang merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.
Jika dilihat dari metode berpikir dari aliran Maturidiyah, aliran ini merupakan aliran yang memberikan otoritas yang besar kepada akal manusia, tanpa berlebih-lebihan atau melampaui batas, maksudnya aliran Maturidiyah berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’.
Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’. Pada perkembangannya, aliran Maturidiyah terbagi dua golongan, yaitu Golongan Samarkand tempat aliran ini lahir, dan Golongan Bukhara yang dibawa oleh Bazdawi.


B.     Rumusan Masalah
Berdasar dari latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa pokok masalah sebagai berikut :
1. Sejarah Aliran Maturidiyah
2. Pokok-pokok ajaran aliran Maturidiyah
3. Maturidiyah Bukhara ( Al-Bazdawi)
4. Persamaan dan Perbedaan Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara
5. Beberapa aspek kesamaan pemahaman antara Asy’ariyah dan Maturidiyah.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Aliran Maturidiyah
Abu Manshur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al-Maturudi lahir di Samarkand pada pertengahan ke dua dari abad ke sembilan Masehi dan meninggal di tahun 944 M. Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya.Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-paham teologinya banyak persamaannya dengan paham-paham yang dimajukan Abu Hanifah. Sistem pemikiran teologi yang ditimbulkan Abu Mansur termasuk dalam golongan teologi ahli sunnah dan dikenal dengan al-Maturidiah[1].
Abu Mansur al-Maturidi mencari ilmu pada pertiga terakhir dari abad ke tiga Hijrah, di mana aliran Mu’tazilah sudah mengalami kemundurannya, dan di antara gurunya adalah Nasr bin Yahya al-Balakhi (wafat 268 H). Negeri Samarkand pada saat itu merupakan tempat diskusi dalam ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Diskusi di bidang Fiqh berlangsung antara pendukung mazhab Hanafi dan pendukung mazhab Syafi’i
Selain itu, aliran Maturidiyah merupakan salah satu dari sekte Ahl al-Sunnah wal al-Jama’ah yang tampil bersama dengan Asy’ariyah. Kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas kaum rasionalis di mana yang berada di barisan paling depan adalah Mu’tazilah, maupun ekstrimitas kaum tekstualis di mana yang berada di barisan paling depan adalah kaum Hanabillah (para pengikut Imam Ibnu Hambal).
Memang aliran Asy’ariyah lebih dulu menentang paham-paham dari aliran Mu’tazilah. Seperti yang kita ketahui, al-Maturidi lahir dan hidup di tengah-tengah iklim keagamaan yang penuh dengan pertentangan pendapat antara Mu’tazilah (aliran teologi yang amat mementingkan akal dan dalam memahami ajaran agama) dan Asy’ariyah (aliran yang menerima rasional dan dalil wahyu) sekitar masalah kemampuan akal manusia.Maka dari itu, Al-Maturidi melibatkan diri dalam pertentangan itu dengan mengajukan pemikiran sendiri.Pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Karena itu juga, aliran Maturidiyah sering disebut “berada antara teologi Mu’tazilah dan Asy’ariyah[2]”.
Pada awalnya antara aliran Maturidiyah dan Asy’ariyah dipisahkan oleh jarak: aliran Asy’ariyah di Irak dan Syam (Suriah) kemudian meluas ke Mesir, sedangkan aliran Maturidiyah di Samarkand dan di daerah-daerah di seberang sungai (Oxus-pen). Kedua aliran ini bisa hidup dalam lingkungan yang kompleks dan membentuk satu mazhab.
Nampak jelas bahwa perbedaan sudut pandang mengenai masalah-masalah Fiqh kedua aliran ini merupakan faktor pendorong untuk berlomba dan survive. Orang-orang Hanafiah (para pengikut Imam Hanafi) membentengi aliran Maturidiyah, dan para pengikut Imam al-Syafi’I dan Imam al-Malik mendukung kaum Asy’ariyah.Memang aliran Asy’ariyah lebih dulu menentang paham-paham dari aliran Mu’tazilah.
Seperti yang kita ketahui, al-Maturidi lahir dan hidup di tengah-tengah iklim keagamaan yang penuh dengan pertentangan pendapat antara Mu’tazilah (aliran teologi yang amat mementingkan akal dan dalam memahami ajaran agama) dan Asy’ariyah (aliran yang menerima rasional dan dalil wahyu) sekitar masalah kemampuan akal manusia.
Maka dari itu, Al-Maturidi melibatkan diri dalam pertentangan itu dengan mengajukan pemikiran sendiri. Pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Kerana itu juga, aliran Maturidiyah sering disebut “berada antara teologi Mu’tazilah dan Asy’ariyah”. Salah satu pengikut penting dari al-Maturidi adalah Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-493 H).
Nenek al-Bazdawi adalah murid dari al-Maturidi, dan al-Bazdawi mengetahui ajaran-ajaran al-Maturidi dari orang tuanya. Al-bazdawi sendiri mempunyai murid-murid dan salah seorang dari mereka ialah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H). Akan dijelaskan kemudian. B. Ajaran Aliran Maturidiyah Sebelum kita memahami konsep ajaran dari aliran Maturidiyah sebelum terpecah menjadi dua golongan, kita harus tahu konsep pemikiran al-Maturudi terlebih dahulu yakni kewajiban ma’rifah terhadap Allah Swt. mungkin di temukan berdasarkan penalaran akal[3], sebagaimana Allah Swt. telah memerintahkan untuk melakukan penalaran dalam sejumlah ayat Al-Qur’an.
Allah Swt. memerintahkan kepada manusia untuk berpikir mengenai kerajaan langit dan bumi dan memberikan pengarahan kepada manusia bahwa sekira akal pikiran diarahkan secara konsisten, terlepas dari hawa nafsu dan taklid. Sesuai dengan firman Allah Swt. berikut: Artinya: “Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Jaatsiyah, 45: 13)
Maka dari itu, al-Maturudi memberikan kontribusi pemikirannya kurang lebih tiga ajaran yakni: Mengenai sifat-sifat Allah Swt. Mengenai sifat-sifat Allah Swt., aliran Asy’ariyah mengatakan sifat-sifat Allah Swt. itu merupakan sesuatu yang berada di luar Dzat. Mereka juga menetapkan adanya qudrah, iradah,’ ilm, bayah, sama’, bashir dan kalam pada Dzat Allah Swt. Kata mereka, semua itu merupakan sesuatu di luar Dzat-Nya. Mu’tazilah mengatakan bahwa tidak ada sesuatu di luar Dzat-Nya[4].
Adapun yang disebutkan dalam Al-Qur’an, seperti:’Alim(Maha mengetahui), Khabir(Maha mengenal), Hakim(Maha bijaksana), Bashir(Maha melihat), merupakan nama-nama bagi Dzat Allah Swt. Kemudian al-Maturidi menetapkan sifat-sifat itu bagi Allah Swt., tetapi ia mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah sesuatu di luar Dzat-Nya, bukan pula sifat-sifat yang berdiri pada Dzat-Nya dan tidak pula terpisah dari Dzat-Nya. Al-Maturidi juga menerima segala sesuatu yang disifatkan Allah Swt. kepada diri-Nya sendiri, baik berupa sifat maupun keadaan.
Sekalipun demikian, ia menetapkan bahwa Allah Maha Suci dari antropomorfisme (menyerupai bentuk manusia) dan dari mengambil ruang dan waktu. Terhadap ayat-ayat yang mengandung makna sifat-sifat, seperti pernyataan bahwa Allah Swt. mempunyai wajah, tangan, mata dan lainnya, maka al-Maturidi berdiri pada posisi penta’wil dan berjalan di atas prinsipnya, yaitu membawa ayat-ayat yang mutasyabih kepada yang muhkam. Misalnya, ia menginterpretasikan firman Allah Swt.: Artinya: “Lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy….”(QS. Al-A’raf, 7:54) Ia menafsirkan dengan makna alternatif, yaitu bahwa Allah Swt. menuju ‘Arsy dan menciptakannya dalam keadaan rata, lurus dan teratur.
Menurut pendapat kami al-Maturidi dalam memahami sifat-siafat Allah Swt. hampir sependapat dengan aliran Mu’tazilah, yang mengatakan bahwa antara Dzat dan sifat-sifat Allah itu tidak terpisah. Sehingga dalam hal ini, jelas al-Maturidi lebih dekat dengan aliran Mu’tazilah[5].

B.     Pokok-pokok Ajaran Maturidiyah
   1. Mengenai sifat-sifat Allah Swt.
Baginya Tuhan memiliki sifat-sifat.Tuhan Mengetahui bukan dengan zat-Nya tapi dengan pengetahuan-Nya, dan berkusa pun bukan dengan zat-Nya.
Al-Maturidi juga menerima segala sesuatu yang disifatkan Allah Swt. kepada diri-Nya sendiri, baik berupa sifat maupun keadaan. Sekalipun demikian, ia menetapkan bahwa Allah Maha Suci dari antropomorfisme (menyerupai bentuk manusia) dan dari mengambil ruang dan waktu. Hampir sependapat dengan aliran Mu’tazilah, yang mengatakan bahwa antara Dzat dan sifat-sifat Allah itu tidak terpisah.Sehingga dalam hal ini, jelas al-Maturidi lebih dekat dengan aliran Mu’tazilah.


  1. Melihat Allah Swt.
Pada hari kiamat manusia akan berjumpa atau melihat Allah Swt. (bagi orang-orang yang beriman). Namun dalam hal sifat dan bagaimana bentuk Allah Swt., hanya Dialah yang mengetahui, sebagaimana kita tidak mengetahui kapan terjadinya hari kiamat.
  1. Pelaku dosa besar
Al-Maturidi mengatakan bahwa orang mu’min yang berdosa adalah menyerahkan persoalan mereka kepada Allah Swt. Jika Allah Swt. menghendaki maka Dia mengampuni mereka sebagai karunia, kebaikkan dan rahmat-Nya. Sebaliknya, jika Allah Swt. menghendaki, maka Dia menyiksa mereka sesuai dengan kadar dosa mereka. Dengan demikian, orang mu’min berada di antara harapan dan kecemasan. Allah boleh saja menghukum dosa kecil dan mengampuni dosa besar

C.    Maturidiyah Bukhara (al Bazdawi)

§  Riwayat hidupnya
Nama lengkapnya ialah Abu Yusr Muhammad bin Muhammad bin al Husain bin Abd. Karim al Bazdawi, dilahirkan pad tahun 421 H. Kakek al Bazdawi yaitu Abd. Karim, hidupnya semasa dengan al Maturidi dan salah satu murid al Maturidi, maka wajarlah jika cucunya juga menjadi pengikut aliran Maturidiyah. Sebagai tangga pertama, al Bazdawi memahami ajaran-ajaran al Maturidi lewat ayahnya.Al Bazdawi mulai memahami ajaran-ajaran al Maturidiyah lewat lingkungan keluarganya kemudian dikembangkan pada kegiatannya mencari ilmu pada ulama-ulama secara tidak terikat.
Al Bazdawi berada di Bukhara pada tahun 478 H / 1085 M. Kemudian ia menjabat sebagai qadhi Samarkand pada tahun 481 H / 1088 M, lalu kembali di Bukhara dan meninggal di kota tersebut tahun 493 H / 1099 M.


§  Pemikiran-pemikiran al Bazdawi
1.      Akal dan Wahyu
Al Bazdawi berpendapat bahwa akal tidak dapat mengetahui tentang kewajiban mengetahui Tuhan sekalipun akal dapat mengetahui Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Kewajiban mengetahui Tuhan haruslah melalui wahyu
Dalam paham golongan Bukhara dikatakan bahwa akal tidak dapat mengetahui kewajiban-kewajiban dan hanya mengetahui sebab-sebab yang membuat kewajiban-kewajiban menjadi suatu kewajiban. Di sini dapat dipahami bahwa mengetahui Tuhan dalam arti berterima kasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu tidaklah wajib bagi manusia.
2.      Sifat-sifat Tuhan
Al Bazdawi berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Tuhan pun qadim. Akan tetapi untuk menghindari banyaknya yang menyertai qadimnya zat Tuhan, maka al Bazdawi mengatakan bahwa ke qadiman sifat-sifat Tuhan itu melalui ke qadiman yang melekat pada diri zat Tuhan, bukan melalui ke qadiman sifat-sifat itu sendiri.
3. Perbuatan manusia
Al Bazdawi berpendapat bahwa perbuatan manusia itu di ciptakan Tuhan, sekalipun perbuatan tersebut di sebabkan oleh qudrah hadisah yang berasal dari manusia itu sendiri.Karena timbulnya perbuatan itu terdapat dua daya yaitu daya untuk mewujudkan dan daya untuk melakukan.

D. Persamaan dan Perbedaan Maturidiyah Samarkand an Maturidiyah Bukhara
Setelah Maturidiyah terpecah menjadi dua bagian, yakni aliran Samarkand dan Bukhara, ajaran aliran maturidiyah mengalami perbedaan dan ada juga yang sama di antara ke dua aliran ini, yakni sebagai-berikut:


1. Mengenai pelaku dosa besar
Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa besar masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimana dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak diakherat bergantung apa yang dilakukannya di dunia.
Jika ia meninggal tanpa taubat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Jika menghendaki pelaku dosa besar itu diampuni, ia akan memasukkannya keneraka, tetapi tidak kekal didalamnya.

2. Mengenai Iman dan Kufur
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan, dimana suatu penegasan bahwa keimanan itu tidak cukup hanya perkataan semata, tanpa diimani pula oleh kalbu.Apa yang di ucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah.
Maturidiyah Bukhara mengembangkan pendapat yang berbeda.Al-Bazdawi menyatakan bahwa iman tidak dapat berkurang, tidak bisa bertambah dengan adanya ibadah-ibadah yang dilakukan.Al-Bazdawi menegaskan hal tersebut dengan membuat analogi bahwa ibadah-ibadah yang dilakukan berfungsi sebagai bayangan dari iman. Jika bayangan itu hilang, esnsi yang digambarkan oleh bayangan itu tidak akan berkurang. Sebaliknya, dengan kehadiran baying-bayang (ibadah) itu, iman justru menjadi bertambah.

3. Mengenai perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia
a. Mengenai perbuatan Tuhan
Mengenai perbuatan Allah SWT.ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkad dan Maturidiyah Bukhara.Aliran Maturidiyah Samarkad,pengiriman rasul dipandang Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.Maturidiyah Bukhara memiliki pandangantentang pengiriman rasul, sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.
b. Mengenai perbuatan Manusia
Ada perbedaan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukharah mengenai perbuatan manusia. Kehendak dan daya berbuat pada diri manusia, menurut Maturidiyah Samarkand, adalah kehendak dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya dan bukan dalam arti kiasan, maksudnya daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Sedangkan Maturidiyah Bukharah memberikan tambahan dalam masalah daya.Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya Tuhanlah yang dapat mencipta, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan bagi-Nya.

4. Mengenai sifat-sifat Tuhan
Maturidiyah Bukhara berpendapat Tuhan tidaklah mempunyai sifat-sifat jasmani.Ayat-ayat Al-Qur’an yang menggambarkan Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani haruslah diberi ta’wil.
Sedangkan golongan Samarkand mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan, tetapi tidak lain dari Tuhan.Dalam menghadapi ayat-ayat yang memberi gambaran Tuhan bersifat dengan menghadapi jasmani ini.Al-Maturidi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tangan, muka, mata, dan kaki adalah kekuasaan Tuhan.

5. Mengenai kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan
Kehendak mutlak Tuhan, menurut Maturidiyah Samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan.Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatannya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia.Adapun Maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan memiliki kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.

E.     Beberapa aspek kesamaan pemahaman antara Asy’ariyah dan Maturidiyah
Sebagai aliran yang se zaman dengan mazhab Asya`irah, jika di tela’ah terdapat banyak kesamaan antara dua mazhab ini.Keduanya termasuk dalam aliran Ahlussunnah. Terkait kepemimpinan para khalifah setelah Nabi saw sesuai urutan historis yang telah terjadi, keduanya memiliki pandangan serupa. Juga tak ada perbedaan dalam pandangan mereka terhadap para penguasa Bani Umayah dan Bani Abbas.
Dalam semua sisi masalah imamah pun mereka saling sepakat. Keduanya juga sepaham bahwa Allah bisa dilihat tanpa kaif (cara), had (batas), qiyam (berdiri) wa qu`ud (duduk) dan hal-hal sejenisnya. Berbeda dengan Hasyawiyah dan Ahlul hadits yang berpendapat bahwa Allah, seperti selain-Nya, bisa dilihat dengan kaif dan had.
Dalam hal kalam Allah (Al-Quran), kedua mazhab ini juga memiliki pandangan sama, yaitu bahwa kalam-Nya memiliki dua tingkatan. Pertama adalah kalamnafsi yang bersifat qadim (dahulu), dan kedua adalah kalamlafdhi (lafal) yang bersifat hadits (baru).Ini adalah pendapat moderat dari kedua mazhab ini, yang berada di antara pendapat Mu`tazilah bahwa kalam Allah hadits secara mutlak, dan pendapat Ahlul hadits bahwa kalam-Nya qadim secara mutlak.
Ringkas kata, Asya`irah dan Maturidiyah memiliki banyak kesamaan pandangan dalam masalah akidah. Namun, di saat yang sama, ada pula beberapa perbedaan dalam prinsip-prinsip teologis dua mazhab ini, yang membedakan mereka satu sama lain, antara lain:
-          Asya`irah membagi sifat-sifat Allah kepada dzati dan fi`li. Namun Maturidiyah menolak pembagian ini dan menyatakan bahwa semua sifat fi`li-Nya qadim seperti sifat dzati.
-          Asya`irah mengatakan bahwa Allah mustahil membebankan taklif yang tak mampu dilakukan manusia, sementara Maturidiyah berpendapat sebaliknya.
-          Asya`irah meyakini bahwa semua yang dilakukan Allah adalah baik, sedangkan Maturidiyah, berdasarkan hukum akal, berpandangan bahwa Dia mustahil berbuat zalim.
Meskipun dua tokoh aliran Maturidi dan juga Asy’ari berbeda dalam beberapa hal tetapi punya prinsip yang sama. Jika terdapat pertentangan antara akal dan usaha, maka akal harus tunduk kepada wahyu.Itulah satu contoh sehingga mereka terpadu dengan satu aliran besar (Ahlu Sunnah Wal Jama’ah).Di samping itu mereka tampil menentang Mu’tazilah, hanya saja Asy’ari berhadapan langsung dengan pikiran yang sangat bertentangan dengan Mu’tazilah.










BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Maka dari bererapa penjelasan di atas, kami bisa memberikan simpulan bahwa aliran Maturidiyah merupakan aliran yang namanya diambil dari nama pendirinya yakni al-Maturudi.
Aliran ini menggunakan akal dalam analogi pemikiran atau penafsiran ayat, namun hal itu bukan menjadi hal yang mutlak karena apabila terdapat keputusan akal yang bertentangan dengan syara’, maka itu ditolak.
            Pada masa perkembangannya aliran ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu Maturidiyah Samarkand an Maturidiyah Bukhara.

B.     Saran
   Alhamdulillah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.Namun walaupun demikian masih terdapat kekurangan disana sini.Untuk itu, kami mengharapkan kritikan yang sifatnya membangun dari pembaca.
Semoga untuk kedepannya lebih baik lagi dari yang sekarang ini.Akhir kata, kami mengharapkan semoga makalah ini bisa menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan bagi para pembaca semua.
















DAFTAR PUSTAKA


Ahmad, Muhammad. 2009. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
Anwar, Rosihan Dan Abdul Rozak. 2011. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
Azyumardi, Azra. 2007. Jejak-Jejak Jaringan Kaum Muslim. Jakarta: Hikmah
Gymnastiar, Abdullah. 2005. Menggapai Qolbun Salim. Bandung: Khas MQ
Permadi. 1997. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Rineka Cipta



[1] Ahmad, Muhammad. 2009. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
[2] Anwar, Rosihan Dan Abdul Rozak. 2011. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia
[3] Azyumardi, Azra. 2007. Jejak-Jejak Jaringan Kaum Muslim. Jakarta: Hikmah
[4] Gymnastiar, Abdullah. 2005. Menggapai Qolbun Salim. Bandung: Khas MQ
[5] Permadi. 1997. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar