MENDIDIK
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Secara teknis operasional pendidikan khusus
diatur dengan Permendiknas No. 01 tahun 2008 tentang Standar
Operasional Pendidikan Khusus yang secara sederhana dapat dipahami sbb :
- Pengelompokan siswa adalah bagian A untuk siswa Tunanetra, bagian B untuk siswa Tunarungu, bagian C untuk siswa Tuangrahiata ringan, Bagian C1 untuk siswa Tunagrahita sedang, Bagian D untuk siswa Tunadaksa, bagian D1 untuk siswa Tunadaksa sedang dan bagian E untuk anak Tunalaras.
- Pengelolaan kelas diatur untuk jenjang TKLB dan SDLB maksimum 5 anak per kelas, dan untuk SMPLB dan SMALB 8 anak perkelas.
- Kurikulum yang diterapkan adalah KTSP dalam bentuk kurikulum jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB masing-masing untuk bagian A, B, C, C1, D, D1 dan E
- Pembelajaran bersifat indifidual.
- Pembagian tugas untuk jenjang TKLB dan SDLB adalah guru kelas, sedang untuk SMPLB dan SMALB sebagai guru matapelajaran.
- Persyaratan untuk menjadi guru pada TKLB dan SDLB diharuskan berijazah S1 (sarjana) Pendidikan Khusus (PK) atau Pendidikan Luar Biasa (PLB), sedang untuk guru SMPLB dan SMALB dapat S1 PK / PLB atau S1 matapelajaran yang diajarkan di SMPLB dan SMALB.
PEMBINAAN
Pada saat Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 masih
berlaku, pembinaan SLB berada di Pemerintah Provinsi. Kewenangan
penyelenggaraan SLB berada di Dinas Pendidikan Provinsi. Atas kondisi ini (
pada saat itu) Pemerintah Kabupaten belum menempatkan pembinaan SLB sebagai
tanggungjawabnya. Pembinaan dititipkan pada Pengaswas TK/SD. Bagi SDLB tak
masalah, tetapi bagi SMPLB dan SMALB adakalanya menemui situasi yang
kurang menguntungkan. Hal ini berlangsung hingga lahir PP No. 38 Tahun
2007.
Perkembangan selanjutnya pembinaan umum kelembagaan
mengacu pada UU No. 32 tahun 1999 dan PP No. 38 Tahun 2007
dimana pada hakekatnya adalah sama dengan pembinaan terhadap pendidikan jenjang
PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah pada umumnya. Hal yang
membedakan adalah pembinaan teknis pendidikannya. Atas dasar ketentuan ini
selanjutnya SECARA NORMATIF tanggungjawab pembinaan berada di pundak
PEMERINTAH KABUPATEN melalui dinas terkaitnya. Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Pusat sifatnya memvasilitasi.
Oleh karena itu demi terselenggaranya pembinaan
teknis, idealnya setiap Kabupaten memiliki minimal seorang Pengawas Pendidikan
Khusus, sehingga diharapkan pembinaan teknis edukatif tidak terlewatkan.
KENDALA YANG DIHADAPI
- Kendala senantiasa kita temui dan kita hadapi dalam perjalanannya hingga sekarang, walaupun kita sadar bahwa pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada hakekatnya sama dengan pelayanan pendidikan pada umumnya. Akan tetapi inilah kenyataannya.
- Kendala dari sisi anak, belum semua anak dapat mengikuti program pendidikan khusus karena berbagai sebab.
- Kendala dari sisi tenaga guru, entah karena apa, dari dahulu hingga sekarang jumlah tenaga guru belum mencukupi.
- Masih minimnya publikasi dan sosialisasi, sehingga adakalanya masyarakat kurang mengetahui keberadaan TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB di daerahnya, serta minimnya dukungan stikholder yang ada.
- Kendala dari sisi pembinaan ( menurut hemat penulis) ada beberapa sebab antara lain:
a) Belum
tercipta kesamaan persepsi di jajaran pendidikan khusus ( SDLB, SMPLB, dan
SMALB) sehingga ada yang belum bisa menerima kenyataan bahwa aturan
normatif nya pembinaan adalah PP No. 38 Tahun 2007. Ada sebagian sekolah
(khususnya swasta) yang masih berbeda persepsi dengan pembina di tingkat
kabupaten.
b) Demikian
pula di jajaran pembina pendidikan kabupaten, masih ada sebagian pembina
tingkat Pemerintah Kabupaten yang belum berkenan menempatkan pendidikan khusus
sebagai bagian dari tanggungjawabnya. Hal ini berdampak pada
terbatasnya pembinaan dalam segala aspeknya. Mudahan ini kerliru !
c) Apabila
telah tercipta kesepaham di tingkat Pembina Kabupaten, belum semua Kabupaten
memiliki seorang pengawas Pendidikan Khusus sebagai pembina teknisnya.
d) Belum
tercipta kesamaan persepsi bentuk pembinaan terhadap pendidikan khusus antara
jajaran Pembina tingkat Provinsi, Tingkat kabupaten dasn kalangan sekolah
sendiri. Ini sebuah kenyataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar