BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam pembahasan berbagai macam kitab yang menjelaskan tentang fikih
selalu ada bab thaharah berada pada bab yang paling awal atau paling utama. Hal
itu terjadi dikarenakan thaharah adalah bagian yang peling penting dipelajari.
Melaksanakan shalat tanpa thaharah maka tentu saja shalat yang dikerjakan tidak
sah. Dalam artian jika ada seseorang yang mengerjakan shalat tanpa bersuci
terlebih dahulu maka shalat yang dilakukan sia-sia. Karena pada dasarnya islam
memang mewajibkan setiap orang ingin melaksanakan shalat itu harus bersuci.
Mungkin masih banyak dikalangan orang awam yang tidak tahu persis tentang
pentingnya thaharah. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa ada yang mengetahui
tentang thaharah namun mengabaikannya.maka dari pada itu kami akan mencoba
sedikit menjelaskan apa-apa yang kami ketahui tentang thaharah dari berbagai
sumber.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa makna dari thaharah?
2.
Apa bagian-bagian dari thaharah?
3.
Apa saja yang digunakan untuk bersuci?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui arti atau makna thaharah
2.
Untuk mengetahui bagian-bagian dari thaharah
3.
Untuk mengetahui hal-hal yang digunakan untuk
bersuci
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Taharah
Taharah secara
Bahasa berarti bersih (nadhafah), Suci (nadhafah) terbebas
(khulus) dari kotoran (danas). Allah
SWT berfirman:
... ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§qG9$# =Ïtäur úïÌÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ
Artinya:
“ sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan mensucikan diri”.
(al-baqarah/2: 222).
Rasulullaah SAW
bersabda.
مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ
Artinya: Kunci shalat
adalah bersuci
Menurut syara’ thaharah itu ialah mengangkat
(menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadas dan najis. Thaharah secara syari’ menurut para ulama
terbagi menjadi dua macam yaitu thaharah dari hadats dan thaharah dari najis. Taharah
terbagi kedalam dua bagian yaitu taharah jasmani dan taharah rohani. Taharah
Rohani adaalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan
bertaubat secara benar dari semua dosa dan maksiat,dan membersihkan hati dari
semua kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, iri, sombonhg, ujub, riya’, dan sum’ah
dengan ikhlas, keyakinan, cinta kebaikan, lemah lembut, tawadu’, dan
menginginkan keridhaan Allah dengan semua niat dana mal shalih. Sedangkan
taharah jasmani adalah taharah dari najis dan taharah dari hadas,(kotoran yang bisa
dihilangkan dengan wudhu, mandi, atau, tayammum.
Taharah adalah
mengerjakan suatu yang mana ibadah shalat tidak akan sah tanpa melaksanakan
bersuci, yang mana bersuciini terbagi kedalam dua bagian lagi. Yang pertama
yaitu bersucidari hadas dan yang kedua bersuci darikotoran atau najis. Yang dimaksud
bersuci dari hada itu sendiri yaitu berwudhu, mandi besar, dan juga tayamum
sebagai pengganti wudhu. Sedangkan yang dimaksud bersuci dari kotoranataupun
najis itu sendiri yaitu istinjak, dan menghilangkan najis dati badan dan
tempat.
B. Alat Thaharah
a. Air
mutlak atau air yang suci lagi
menyucikan air inilah yang layak dipakai untuk berwudhu dan mandi janabat,
air tersebut adalah air asli yang didak tercampuri oleh
suatu apapun dari najis, seperti air sumur air mata air, air lembah, air
sungai, air salju, dan air laut, karena dalil berikut:
... $uZø9tRr&ur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB #YqßgsÛ ÇÍÑÈ
Artinya: “Dan Kami
turunkan air dari langit yang amat suci.” (Al-Furqan:48).
b.
Tanah yang suci di atas bumi, atau
pasir, atauu batu, atau tanah berair,
Firman Allah:
öNn=sù... (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y7ÍhsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNä3Ïdqã_âqÎ/ öNä3Ï÷r&ur 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. #qàÿtã #·qàÿxî ÇÍÌÈ
Artinya: “kemudian
kalian tidak mendapat air maka bertayamumlah kalian dengan tanah yang
suci.”(An-nisa:43).
Selain penjelasan diatas para ulama membagi alat bersuci
itu menjadi tiga bagian yaitu, air thahir mutahir (air mutlak), air
thahir ghairu mutahir, dan air mutanajis. Namun didalam kitab lain
juga dijelaskan bahwa air itu terbagi menjadi empat bagian yaitu, air thahir
muthahir, air tahir ghairu mutahir, air mutanajis, dan air musyamma.
Air thahir mutahir (air mutlak) yaitu setiap air yang tusun dari langit
atupun yang keluar dari bumi yang mana keluarnya tersebut keluar seperti asal
kejadiannya serta salah satu sifatnya air tidak berubah sebab ada sesuatu yang
mencampurinya,macam-macam air tahir mutahir yaitu sebagai berikut, air hujan,
laut, sungai, sumur, mata air, air es atu salju, air embun.
Air thahir ghairu mutahir yaitu, air yang suci namun air tersebut tidak dapat
digunakan untuk bbersuci. Diantara contoh yang term,asuk dalam kategori air
thahir ghairu mutahir yaitu air kopi, teh dan sebaginya. Ataupun air hujan yang
mna air tersebut dicampuri dengan air teh sehingga merubah warna air, air
tersebut bisa dikatakan air thahir ghairu mutahir
Air mutanajjis yaitu, setiap yang
mana didalam air tersebut kejatuhan najis, air semacam ini sama sekalisama
sekali tidak bbisa digunakan untuk bersuci menghilangkan hadas, bukan hanya itu
air yang semacam ini juga tidak boleh diminum dan semacamnya. Jika air itu
sampai dua qullah atau lebih maka jika ada najis yang jatuh kedalamnya maka
hukumnya diperinci lagi.
1.
Jika
najis yang jatuh kedalamnya sampai merubah salah satu sifatnya air maka airitu
dihukumi sebagi air yang mutanajjis atau air yang sudah tidak bisa lagi dipakai
untuk bersuci.
2.
Jika
najis itu jatuh kedalamnyanamun tidak sampai berubah salah satu sifatnya air
maka air itu dihukumi suci. Namun jika air tidak sampai 2 qullahmaka air itu
dihukumi sebagai air yang mutanajjis secara mutlak.
Air musyammah yaitu, air yang kena sinar matahari sampai panas. Air yang semacam ini
dihukumi
suci dikarenakan tidak terkena najis. Namun air ini dihukumi makruh untuk
sigunakan, dalam suatu riwayat diterangkan: nabbi Saw, melarang Aisyah
menggunakan air musyammas, beliau bersabda: air itu bisa menimbulkan belang.
Air musta’mal yaitu,setiap air
yang telah digunakanuntuk bersuci.air sejenis ini termasuk juga kedalam jenis
air thahir ghairu mutahi. Yaitu air ini tetap dihukumi sucinmau sudah tidak
bisa digunakan untuk bersuci lagi
C. Thaharah Dari Hadats
Hadats adalah keadaan pada diri seseorang yang
dianggap bernajis sehingga menyebabkan seseorang menjadi tidak suci. Thaharah dari hadats ada tiga macam
yaitu wudhu’, mandi, dan tayamum.
a. Wudhu’
Secara Bahasa wudhu’ adalah perbuatan menggunakan
air pada anggota tubuih tertentu. Sedangkan wadhu ialah air yang digunakan
untuk berwudhu’, kata ini berasal dari kata wadha’a yang berarti baik, dan
bersih. Dalam istilah syara’ ialah perbuatan tertentu yang berkaitan tengan
mengalirkan air kebeberapa anggota tubuh yang dimulai dengan niat.
Berkaitan
dengan syariaat wudhu ada dalil didalam al-quran dan hadits yang menegaskan
kewajibannya.
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tÏ÷r&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$#
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,
dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki....”(QS Al-maidah[5]: 6)
Dari
Abu Hurairah ra. Menyatakan:
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ
صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
Artinya:
“Allah tidak menerima shalat seseorang di antara kamu bila ia berhadats, sampai
ia berwudhu”. (HR. Bukhari Muslim, Daud dan Tirmizi).
Wudhu’ diwajibkan
sejak zaman rasulullah hingga sekarang, sehingga sudah menjadi ajaran yang
tidak dapat dibantah lagi. Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan ibnu majah ,
wudhu diwajibkan sebelum hijrah, pada malam isra bersamaan dengan kewajiban
sholat 5 waktu. Mula-mulal wudhu diwajibkan setiap kali hendak melakuaakan
shalat. Tetapi kemudian keadaan itu dikaitkan dengan keadaan ber hadats.
1.
Syarat sahnya wudhu’ialah:
a.
Islam
b.
Tamyiz (aqil dan balig)
c.
Air mutlak
d.
Tidak ada yang menghalangi baik hissy
maupun syar’i
e.
Masuk waktu sholat ( khusus bagi orang
yang hadats nya berkepanjangan).
2.
Fardhu (rukun) wudhu’ ada enam yaitu:
a.
Niat
Menurut ijma, niat
adalah wajib dalam thaharah, separti dalam mandi wajib, wudhu dan tayamum, oleh
karena itu thaharah harus dengan niat.
Namun, Hanafi berpendapat: mandi wajib dan whudu tidak perlu dengan niat.
Namun, tayamum harus dengan niat. Niat dalah didalam hati. Agar lebih sempurna,
niat didalam hati dibarengi dengan hafalan dengan lisan. Akan tetapi, Maliki
berpendapat, bahwa niat adalah makruh. Para ulama sepakat bahwa niat didalam
hati sudah memadi, tetapi dengan lisan saja tidak cukup.
Hakikat niat adalah
menyengaja (qashd) Sesuatu serentak dengan melakukannya dalam rangka mencari
ridho allah dan menjalankan hukum-hukum allah.tempat dan pelaku niat itu adalah
hati, karenanya tidak disyariatkan untuk diucapkan. Namun
demikian dengan mengikutinya dengan ucapan dianggapnya Sunnah, untuk membantu
memantapkan pernyataan sengaja yang didalam hati. Rasulullah
SAW bersabda:
.إِنَّمَا
الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya:
“sesungguhnya tiap-tiap amal hanya sah dengan niat.” (Hadits riwayat jama’ah).
Dalam AL-Qur’an Allah
SWT juga menegaskan:
b.
Membasuh Muka
Membasuh muka
diwajibkan oleh Allah SWT. Dalam qur’an surat Al-maidah ayat 6
(#qè=Å¡øî$$sù.. öNä3ydqã_ãr
Artinya: “maka basuhlah
muka kalian.” (Al-Maidah ayat 6).
Basuhan
itu mesti merata keseluruh wajah yaitu bagian depan kepala. Batas yang yang
wajib dibasuh ketika berwudu’ adalah memanjang dari tempat tumbuh rambut sampai
dengan ujung dagu.
c.
Membasuh Tangan
Kewajiban ini
berdasarkan firman Allah SWT
öNä3tÏ÷r&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$#
Artinya: “…Dan tanganmu
sampai dengan siku.””(QS Al-maidah ayat 6)
Para ulama sepakat bahwa basuhan
itu meliputi keseluruhan tangan dan ujung-ujung jari sampai dengan kedua siku.
d.
Mengusap kepala
Kewajiban ini berdasarkan firman
Allah SWT:
(#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/
“…dan sapulah kepalamu.”(QS Al-Maidah
ayat 6).
Menyapu kepala dari kening hingga
tengkuk.
e.
Membasuh kaki
Kewajiban ini berdasar firman
Allah.
öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4
“…Dan
basuh kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki.”(Qs Al-maidah ayat 6)
f.
Tertib
Yaitu melakukan rukun-rukun wudhu
sesuai dengan urutan tersebut sesuai dengan ayat wudhu diatas, dimulai dengan
muka, tangan, kepala, dan kaki.
3.
Sunat Wudhu’
a.
membaca basmalah pada awalnya
tiga imam madzhab membaca basmalah ketika wudhu adalah
sunnah, bukan wajib, sedangkan menurut imam Hambali dalam riwayat yang paling
sohih membaca basmalah adalah wajib
b.
Membasuh kedua telapak tangan sampai
kepergelangan tangan sebanyak tiga kali.
Para ulama sepakat bahwa membasuhkedua telapak tangan
sebelum wudhu adalah sunah bukan wajib. Menurut Hambali hal itu wajib jika berwudhu
sesudah bangun tidur malam, bukan tidur siang.
Rasulullah SAW bersabda.
إِذَاسْـتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَلاَ يَغْـمِسْيَدَهُ فِي الإِنَاءِ حَتىّ َيَغْـسِلَهَا فَإِنَّهُ لاَيَدْرِ يأَيْنَبَاتَتْ يَدُهُ
Artinya: Jika salah
dari seorang kalian bangun dari tidurnya maka jangan mencelupkan sbermalam. (muttafaq Alaih).
c.
Madhmadhah
Yakni berkumur-kumur memasukkan
air kemulut sambal mengguncangkannya,
Maliki
dan Syafi’i berkumur-kumur dan menghirup air kedalam hidung adalah sunnah
didalam wudhu dan mandi. Hambali mengatakan hal itu wajib.
kemudian membuangnya selama 3 kali.
Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا
تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِض
“Apabila kamu berwudhu’
maka berkumur-kumurlah”.
d.
Istinsyaq
Yakni memasukkan air kehidung
kemudian membuangnya sebanyak 3 kali. Ini berdasarkan hadis rasulullah SAW.
إِذَا تَوَضَّأَ
أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَنْشِقْ
“Dan bersungguh-sungguhlah dalam
melakukan istinsyaq kecuali
kalu engkau dalam keadaan berpuasa”.
e.
Meratakan sapuan keseluruh kepala yakni
dengan meletakkan kedua jempol kekening, mempertemukan
kedua telunjuk kebagian depan kepala, menggesernya kebelakang sampai ketengkuk,
kemudian kembali lagi kedepan, seperti tersebut pada peragaan wudhu’nabi oleh
Abdullah ibn zayd.
f.
Menyapu kedua telinga dengan memasukkan ujung kedua telunjuk
kelubang telinga, kemudian menggeserkannya mengikuti lipatan-lipatan sebelah
dalamdaun telinga dan menggosokkan induk jari pada bagian luarnya, kemudian
menekankan kedua telapak tangan yang masih basah kepada daun telinga. Menurut imam Hanafi, Maliki, dan Hambali kedua
telinga termasuk bagian dari kepala. Oleh karena itu, disunahkan mengusap
keduanya ketika mengusap kepala. Sedangkan menurut imam Syafi’i menyapu kedua
daun telinga adalah sunah. Mengusapnya dengan air yang baru, yaitu sesudah
mengusap kepala, bukan air sisah mengusap kepala. Menurut ijma tidak sah
mengusap telinga saja tanpa mengusap kepala.
g.
Menyela-nyelakan janggut dengan jari, menurut para imam mazdhab menyelah-nyelah jenggot
adalah sunah.
h.
Mendahulukan yang kanan atas yang kiri
i.
Melakukan setiap perbuatan bersuci itu
tiga kali, kecuali menyapu kepala hanya dilakukan satu kali.
j.
Muwalah yaitu melakukan perbuatan wudhu
tersebut secara beruntun , tidak berselang lama antara satu dengan yang
lainnya.
k.
Menghadap kiblat
l.
Menggosok anggosok anggota anggota wudhu
khususnya bagian tumit.
m.
Menggunakan air dengan hemat.
4.
Hal-hal yang membatalkan wudhu’
a.
Sesuatu yang keluar dari dua lubang
manusia(kemaluan dan dubur)
b.
Tidur berat dilakukan dengan berbaring.
Rasulullah SAW bersabda:
“mata adalah tali dubur maka
barang siapa tidur, ia harus wudhu’ lagi.”(diriwayatkan dari abu daud)
c.
Hilangnya akal dan perasaan, missal
pingsan, mabuk, atau gila. Maka seseorang ketika kehilangan akal maka ia tidak
mengetahui apakah wudhunya sudah batal atau belum.
d.
Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan
bagian dalam dan jari-jari.
e.
Murtad missal dengan mengatakan
perkataan yang menunjukkan kekafiran, maka karenanya wudhunya batal.
f.
Menyentuh wanita dengan syahwat.
b.
Mandi
Menurut
lughat, mandi disebut al-ghasl al-ghusl berarti mengalirnya air pada
sesuatu. Sedangkan pada istilah syara’ ialah
mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan niat.
Mandi disyari’atkan
oleh al-quran dalam firman-Nya:
4
bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#rã£g©Û$$sù 4
“jika
kalian junub maka mandilah”(qs Al-maidah ayat 6).
1.
Rukun Mandi
Fardhu yang dilakukan
ketika mandi hanya dua, yaitu:
a.
Niat seperti halnya wudhu’
b.
Menyampaikan air keseluruh tubuh
2.
Hal-hal yang disunahkan ketika mandi
a.
Membaca basmalah
b.
Membasuh tangan sebelum memasukkan
kebejana
c.
Berwudhu’ dengan sempurna sebelum
melaksanakan mandi
d.
Membasuh seluruh tubuh yang terjangkau
oleh tangan, seraya memperhatikan apakah air itu benar-benar mencapai seluruh
bagian tubuh yang tersembunyi seperti ketiak, daun telinga, lipatan-lipatan
pada perut, pusar dan sebagainya,
e.
Muwalah
f.
Mendahulukan menyiram bagian kanan dari
tubuh , punggung, daan perutnya, sebab Rasulullah suka mendahulukan yang kanan
pada semua pekerjaan
g.
Menyiram dan menggosok badaan sebanyak
tiga kali
h.
Khusus untuk perempuan ketika setelah
mandi haid atau nifas disunatkan untuk memakai kasutri atau wewangian pada
bekas darahnya, kecuali ketika ia sedang ihram atau berkabung, kasutri itu
ditaruh pada kapas kemudian dimasukkan pada mulut kemaluannya.
3.
Hal-hal yang mewajibkan mandi
a.
Bersetubuh , yakni masuknya zakar sebatas hasyafah kedalam faraj. A’isyah
menceritakan bahwa Nabi SAW bersabda “apabila bertemu dua bekas khitan, maka
telah wajib mandi walaupun tidak keluar mani. A’isyah menambahkansaya melakukan
hal itu kepada rasulullah , kemudian kami pun mandi.” (HR Muslim). Empat imam mazdhab sepakat apabila seorang laki-laki
telah bersetubuh dengan seorang perempuan dan bertemu kedua kelaminnya, meskipun
tidak keluar mani, mereka wajib mandi. Daud berpendapat, mandi tidak wajib, kecuali
keluar mani. Demikian juga pendapat sekelompok sahabat nabi Saw. Sedangkan
menurut imam syafi’i, Maliki, dan Hambali tidak ada bedanya antara kelamin
manusia dan kelamin binatang. Menurut imam Hanafi tidak wajib mandi karena
menyetubuhi binatang kecuali keluar mani.
b.
Keluar mani, sesuai dengan hadits,
"air (mandi) hanyalah (wajib) karena air (mani).”(HR Muslim), keluar air mani mewajibkan mandi, meskipun tidak
disertai rasa nikmat. Sedangkan menurut imam Hanafi dan Maliki jika keluarnya
tidak disertai rasa nikmat maka tidak wajib mandi. Seseorang telah selesai
mandi wajib, lalu keluar mani, menurut Imam Hanafi dan Hambali jika keluar mani
selesai kencing maka tidak wajib mandi. Namun jika keluarnya sebelum kencing
maka wajib mandi. Menurut imam Safi’i wajib mandi secara mutlak. Sedangkan
menurut imam Maliki tidak wajib mandi sama sekali.
c.
Air
mani dapat dikenali dengan: (1) keluarnya memancar beberapa kali, (2) rasa
lezat ketikak keluar dan hilang syahwat setelahnya, (3) bau adonan gandum
ketika masih basah, (4) bau putih telur setelah mani itu kering.
d.
Mati, kecuali mati syahid.
e.
Haid.Darah
haid adalah darah alami yang keluar dari rahim terdalam seorang perempuan setelah balig dan dalam
keadaan sehat. Darah haid paling sedikit terjadi selama satu hari satu malam
(24 jam), paling banyak lima belas hari dan rata-rata enam atau tujuh hari.
Masa suci
setelah haid paling sedikit adalah lima belas hari. Masa terlama tidak terbatas
karena sebagian perempuan tidak memiliki haid. Dan masa rata-rata adalah dua
puluh tiga atau dua puluh empat hari. Penentuan jumlah hari ini didasarkan pada
penelitian terhadap kebiasaan para perempuan.
Cara
mengetahui kesucian haid adalah dengan meletakkan kapas di tempat keluarnya
darah. Jika kapas tersebut bersih maka haid dianggap telah berhenti, tapi jika
masih ada warna kekuningan atau keruh maka dianggap belum selesai.
Usia
paling dini bagi seorang perempuan untuk haid adalah kurang lebih sembilan
tahun dengan perhitungan kalender qamariah (tahun hijriyah). Maksud kurang
lebih disini adalah jika seorang perempuan melihat darah sebelum mencapai usia
sembilan tahun dalam masa yang tidak cukup untuk terjadi haid dan suci yaitu enam belas hari maka darah itu juga
dianggap sebagai darah haid.
f. Nifas. Darah
nifas adalah darah yang keluar setelah rahim kosong dari janin (selesai
melahirkan). Empat imam mazdhab sepakat bahwa haram bagi perempuan
nifas segala hal yang diharamkan dalam haid. Akan tetapi, mereka berbeda
pendapat tentang lamanya masa nifas. Keluar darah tidak dapat disebut darah
nifas kecuali jika memenuhi syarat-syarat berikut:
- Darah itu keluar setelah rahim kosong dari janin.
- Darah itu keluar sebelum 15 hari setelah kosongnya rahim.
- Jika darah itu terpotong maka jarak bersih antara darah terakhir dengan darah setelahnya tidak lebih dari 15 hari. Jika tidak maka darah kedua dianggap darah haid.
- Darah itu tidak lebih dari 60 hari.
Masa
terpendek darah nifas adalah sekejab saja. Rata-rata kemunculan adalah 40 hari,
dan paling lama 60 hari. Semua ini berdasarkan penelitian terhadap kebiasaan perempuan. Menurut imam Hanafi
dan Hambali lama masa nifas adalah empat puluh hari. Demikian juga salah
satu pendapat imam Maliki. Dan imam Syafi’i berpendapat lama masa
nifas enam puluh hari.
g.
Darah istihadah Perempuan yang mendapatkan darah
istihadah (mustahadah) berbeda dengan perempuan yang mendapatkan haid atau
nifas. Perempuan mustahadah tetap harus melaksanakan shalat. Shalatnya sah dan
tidak perlu diulang. Jika datang puasa Ramadhan ia harus berpuasa. Dan suaminya
juga boleh menggaulinya meskipun masih ada darah yang keluar.
Menentukan awal
masa istihadhah, empat mazdhab berbeda pendapat tentang perempuan musthahadah
(yang mengeluarkan darah istihadhah). Menurut imam Hanafi jika ia
mempunyai kebiasaan (masa haid yang teratur), hendaknya ia merujuk pada
kebiasaan, ia tidak boleh berpegang pada perbedaan darah, melainkan ia harus
berpedoman pada masa haid minimal. Menurut imam Maliki ia tidak boleh
berpegang pada kebiasaan, tetapi berpegang kepada kepada perbedaan darah. Oleh
karena itu, jika ia dapat membedakannya, ia berpegang pada perbedaan tersebu. Jika
tidak bisa, ia dianggap tidak haid sama sekali dan mengerjakan shalat. Hal ini
dalam bulan kedua dan ketiga. Adapun dalam bulan pertama, ada dua riwayat.
Salah satunya yang termasyhur adalah pedoman pada masa haid maksimal. Menurut
imam Syafi’i jika ia mempunyai mempunyai kebiasaan dan dapat membedakaan
darah haid dari darah penyakit, maka didahulukan pembedaan tersebut. Jika ia
tidak bisa membedakannya maka ia berpedoman pada kebiasan. Jika keduanya tidak
dapat dilakukan jadilah ia seperti perempuan yang baru mengalami haid dan
berpegang pad ketentuan tersebut. Menurut imam Hambali jika ia mempunyai
kebiasaan an dapat membedakannya, maka ia berpedoman pada perbedaan tersebut.
Namun jika keduanya tidak dapat dilakukan, dalam hal ini ada dua pendapat,
pertama, berpedoman pada masa haid minimal.pedoman kep[ada kebiasaan perempuan lain
pada umumnya, yaitun enam atau hari.
Jika seorang perempuan mustahadah
hendak melaksanakan shalat maka ada beberapa hal yang harus ia lakukan, yaitu:
- Membersihkan semua najis yang ada di tubuh atau pakaiannya termasuk darah.
- Menyumpal bagian yang mengeluarkan darah dengan kapas atau sejenisnya kecuali jika merasa sakit karenanya atau ia sedang dalam keadaan puasa karena kapas itu dapat membatalkan puasanya. Jika penyumpalan tidak cukup maka ia harus memasang sejenis kain perban, seperti pembalut.
- Ia harus bersegera untuk berwudhu. Disyaratkan dalam wudhunya harus setelah masuk waktu shalat dan harus berkelanjutan (muwalah).
- Setelah itu ia harus segera melaksanakan shalat dan tidak boleh ditunda kecuali untuk melakukan tindakan yang berkaitan dengan shalat seperti menjawab azan, melaksanakan shalat sunah qabliyah dan menunggu jamaah shalat.
c. Tayammum
Apabila dalam keadaan tertentu tidak dapat mandi dan
berwudhu’ maka thaharah itu dapat digantikan dengan taharah tayamum sebagai
pengganti.menurut lughat thaharah artinya menyengaja, menurut istilah
syara’ialah menyampaikan tanah kewajah dan kedua tangan dengan syarat dan
ketentuan. Dasar hukum tayamum ini adalah firman allah ta’ala.
bÎ)ur LäêYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!$y_ Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãLäêó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y7ÍhsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNä3Ïdqã_âqÎ/ öNä3Ï÷r&ur 3
¨bÎ) ©!$# tb%x. #qàÿtã #·qàÿxî ÇÍÌÈ
Artinya: “dan jika kamu dalam keadaaan sakit atau sedang dalam
musafir atau kembali ketempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
kemudian tidak mendapat air maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik
(suci).”(QS An-nisa/4:43).
Dalam sebuah
hadits dinyatakan “telah dijadikan seluruh bumi ini sebagai masjid dan tanahnya
mensucikan .” (HR Muslim).
Para imam mazdhab bahwa tayamum adalah dengan tanah yang
suci, ketika tidak ada air atau ada air, tetapi takut menggunakannya. Namun
mereka berbeda pendapat tentang hakikat ashsa’id. Imam Syafi’i dan
Hambali ash-sha’id adalah at-turab (tanah). Oleh karena itu,
tidak boleh bertayamum kecuali dengan tanah yang suci atau dengan pasir yang
berdebu. Hanafi dan Maliki ash-sha’id adalah al-ardh (tanah).
Oleh karena itu boleh bertayamum dengan tanah dan segala macam bagiannya,
walaupun dengan batu yang tidak bertanah dan peasir yang tidak berdebu.
Maliki menambahkan boleh bertayamum dengan apa saja yang
berkaitan dengan bumi, seperti tumbuh-tumbuhan. Syafi’i dan Maliki mencari air terlebih dahulu merupakan syarat yang
dibolehkannya tayamum. Hanafi mencari air tidak merupakan syarat. Hambali wajib
mencari air. Para imam mazdhab sepakat bahwa orang junub boleh bertayamum seperti
orang yang berhadas kecil. Musafir yang mempunyai air sedikit dan takut
kehausan boleh menyimpan air tersebut untuk minum, lalu ia bertayamum.
1.
Syarat
tayamum ada
a.
‘uzur,
sehingga tidak dapat menggunakan air. Ini terjadi karena musafir, sakit, atau
hajat.
b.
Masuk
waktu sholat, tayamum untuk sholat yang berwaktubaik fardhu maupun sunat hanya
dibenarkan setelah masuk waktu alasannya karena tayammum adalah thaharah
darurat dan tidak ada keadaan darurat kecuali sudah masuk waktunya shalat.
c.
Tanah yang murni atau khalis dan suci.
Tayamum akan sah jika menggunakan tanah yang suci dan berdebu.
2.
Rukun tayamum
a.
Niat istibahah (membolehkan)shalat atau
ibadah lain yang memerlukan thaharah, seperti thawaf, sujud tilawah dan
sebagainya.
b.
Menyapu wajah
c.
Menyapu keduau tangan hingga kedua siku. Hanafi dan qaul jadid Syafi’i mengusap kedua belah
tangan dalam tayamumadalh sapai kesiku. Sedangkan menurunut imam Maliki dan
Hambali mengusap sampai kesiku adalah
mustahab (sunah), sedangkan sampai kepergelangan tangan adalah wajib. Diriwayatkan
dari az-Zuhri, mengusap tangan itu sampai ke ketiak.
d.
Tartib yaitu mendahulukan wajah dari
tangan.
3.
Sunah tayamum
a.
Membaca basmalah diawalnya.
b.
Memulai sapuan dan bagian atas wajah.
c.
Menipiskan debu ditelapak tangan sebelum
menyapukannya.
d.
Merenggangkan jari-jari ketika pertama
menepukkannya pertama kali ketanah.
e.
Mendahulukan tangan kanan atas tangan
kiri.
f.
menyela
jari setelah menyapu ketangan.
g.
Tidak mengangkat tangan dari anggota yang
sedang disapu sebelum selesai menyapunya.
h.
Muawalah, menyapu wajah dan kedua tangan
secara beruntun, tidak berselang lama antara satu dengan yang lainnya.
4.
Yang membatalkan tayamum.
a.
Semua yang membatalkan wudhu’.
b.
Melihat air sebelum melakukan sholat. Empat imam mazdhab sepakat bahwa seseorang berhadas yang
bertayamum, lalu ia mendapatkan air sebelum shalat, tayamumnya batal dan ia
wajub bersuci dengan air itu. Namun mereka berbeda pendapat jika diperoleh air
sesudah shalat. Menurut imam Syafi’i
jika shalat itu termasuk shalat yang dapat gugur kewajibannya kkarena tayamum,
seperti solat orang musafir, maka shalatnya tidak batal. Ia boleh meneruskan
shalatnya, tetapi menghentikan shalatnya untuk wudhu adalah lebih baik. Menurut
imam Maliki ia boleh meneruskan solatnya, tdk perlu digugurkan, dan
shalatnya sah. Imam Hanafi tayamumnya batal dan ia wajib keluar dari
shalatnya untuk berwudhu denagn air, kecuai jika shalat itu shalat jenazah dan
shalat hari raya. Imam Hambali tayamumnya batal secara mutlak. Dan
menurut para imam mazdhab sepakat bahwa jika seseorang melihat air setelah
shalat, maka ia tidak wajib mengulangi shalatnya, walaupun waktu shal;atnya
masih ada.
c.
Murtad.
D. Thaharah dari najis
Di
dasarkan atas firman Allah
y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ
Artinya:
“dan pakaianmu bersihkanlah.”(Al mudatsir ayat 4).
a.
Macam-macam najis
Yaitu kencing, tahi, muntah, daarah, mani hewan selain
manusia, nanh, cairan luka yang membusuk, bangkai, khamr, anjing, babi, susu
binatang yang tidaak hahal dimakan keculai manusia, dan cairan kemaluan wanita.
Najisnya benda-benda tersebut dapat
diketahui dengan:
1.
Hadits nabi saw yang diucapkan pada
ammar, “engkau hanya perlu membasuh pakaianmu dari tahi, kencing, mani, mazi,
darah, daan munta.”( HR Ahmad).
2.
Tugas dari nabi saw untuk menyiramkan
air kekencing orang.
3.
Hadits dari Ali, “aku adalah hseorangg
yang selalu keluar mazi, tapi aku malu bertanya kepada rasul saw, lalu kusuruh
almiqdad, dan ia pun
menanyakannya, “ nabi saw bertaanya “dibasuhnya zakarnya dan berwudhu”(HR
Muslim).
4.
Di dalam ayat Al-qur’an disebutkan “
diharamkan bagimu makan bangkai, darah, daging babi….” (QS Al-maidah ayat 3).
b.
Cara menghilagkan najis
Dalam hal ini ada 3 macam cara membersihkan najis
1. Cara
menghilangkan najis dari jilatan anjing adalah membasuhnya dengan air sebanyak
tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah berdasarkan dengan hadis
rasulullah saw “ apabila anjung menjilat bejana seorang kamu maka hendaklah ia
menumpahkan isinya dan membasuhnya tujuh kali” (HR Muslim). Selain itu menurut pendapat yang kuat
didalam mazhab syafi’i ketentuan ini berlaku pula bagi sessuatu yang terkena
najis babi dengan alasan pula bahwaa babi lebih buruk dari anjing. Untuk memperjelas lagi menurut mazdhab imam Syafi’i dan
Hambali Anjing adalah najis. Bejana yang dijilat anjing harus dibasuh tujuh
kali. Hanafi anjing adalah najis, tetapi bekas jilatannya boleh dicuci
sebagaimana kita mencuci najis lainnya. Apabila diduga najisnya sudah suci,
meskipun dibasuh satu kali, maka hal itu sudah cukup. Namun, jika diduga bahwa
najisnya belum hilang, maka bekas jilatan itu harus dibasuh lagi hingga
diyakini telah bersih, walaupun harus dibasuh dua puluh kali. Menurut imam Maliki
annjing adalah suci dan bekas jilatannya tidak najis. Namun bejana yang
dijilatnya harus dicuci semata-mata sebagai ibadah saja.
2.
Khusus
untuk membersihkan yang terkena kencing anak laki-laki yang belum memakan
makanan cukup
dipercikkan dengan air. “ kencing anak perempuan dibasuh dan kencing anak
laki-laki dipercik.” (HR Attirmizi).
Menurut imam Syafi’i dan Hanafi menyucikan air kencing bayi
laki-laki yang hanya minum air susu cukup dengan dipercikan air diatasnya.
Namun, air kencing bayi perempuan harus dibasuh atau disiram. Menurut imam Maliki
keduanya harus dibasuh dan hukum keduanya sama. Menurut imam Hambali air
kencing bayi perempuan yang masih menyusu adlah suci.
3.
Cara membersihkan najis lainnya
dibedaakan berdasarkan keadaan
a.
Najis ‘ainy harus dibasuh dengan air sehingga
hilang rasa bau dan
warnanya. Basuh ari
yang wajib harinya sekali asalkan hilang rasa dan bau dan warnanya. Namun warna atau bau najis yang sulit
dihilangkan dapat diabaikan dan basuhari dianggap bersih, walaupun salah satu
bau atau warna darinajis masih tersisa. Akan tetapi jika kedua-dua warnanya dan
bau masih ada basuhari masih belum bias dihukumkan bersih, sebaab itu
menujukkan bahwa zat najis itu belum hilang.
Dalam sebuh hadits
yang berasal dari Ibn umar “ mula-mula sholat itu adalah lima puluh kali, mandi
jariabah tujuh kali, dan membasuh pakaian dari kencing tujuh kali. Namun,
rasulullah terus-terusan meminta, sehingga sholat itu ditetapkan lima, mandi
jariabah sekali dan membasuh dari kencing pun sekali.” (HR Abu Dawud).
b.
Najis hukmiy dapat dibersihkan dengan
sekali mengalirkan air padanya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Taharah
adalah mengerjakan suatu yang mana ibadah shalat tidak akan sah tanpa
melaksanakan bersuci, yang mana bersuciini terbagi kedalam dua bagian lagi.
Yang pertama yaitu bersucidari hadas dan yang kedua bersuci darikotoran atau
najis. Yang dimaksud bersuci dari hada itu sendiri yaitu berwudhu, mandi besar,
dan juga tayamum sebagai pengganti wudhu. Sedangkan yang dimaksud bersuci dari
kotoranataupun najis itu sendiri yaitu istinjak, dan menghilangkan najis dati
badan dan tempat.
Bagian bagian
tahara ada dua yaitu tahara dari hadas, dan tahara dari najis. Tahara dari hadats
adalah keadaan pada diri seseorang yang dianggap bernajis sehingga menyebabkan
seseorang menjadi tidak suci. Thaharah dari hadats ada tiga macam
yaitu wudhu’, mandi, dan tayamum. Sedangkan tahara dari najis adalah, membersihkan atau menyucikan segala
hal yang terkena najis, baik karena jilatan anjing atau yang lainnya.
Dan alat lat yang
digunakan untuk bersuci itu yaitu, air,debu,batu dan samak..
DAFTAR
PUSTAKA
Abu Bakar Jabir Al-Jazairi. Ensiklopedi Muslim: PT Darul Falah,
Jakarta 2008
Rasyid Sulaiman, Fiqh Islam:
Sinar Baru Algensindo, Bandung 2014
Bunyamin, Mahmudin, Fiqh Ibadah: IAIN
Raden Intan Lampung, Lampung 2010
Muhammad, Fiqih
Empat Mazdhab: Hasyimi, Bandung 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar