Senin, 10 April 2017

MAKALAH THAHARAH



 BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam pembahasan berbagai macam kitab yang menjelaskan tentang fikih selalu ada bab thaharah berada pada bab yang paling awal atau paling utama. Hal itu terjadi dikarenakan thaharah adalah bagian yang peling penting dipelajari. Melaksanakan shalat tanpa thaharah maka tentu saja shalat yang dikerjakan tidak sah. Dalam artian jika ada seseorang yang mengerjakan shalat tanpa bersuci terlebih dahulu maka shalat yang dilakukan sia-sia. Karena pada dasarnya islam memang mewajibkan setiap orang ingin melaksanakan shalat itu harus bersuci.
Mungkin masih banyak dikalangan orang awam yang tidak tahu persis tentang pentingnya thaharah. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa ada yang mengetahui tentang thaharah namun mengabaikannya.maka dari pada itu kami akan mencoba sedikit menjelaskan apa-apa yang kami ketahui tentang thaharah dari berbagai sumber.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa makna dari thaharah?
2.      Apa bagian-bagian dari thaharah?
3.      Apa saja yang digunakan untuk bersuci?

C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui arti atau makna thaharah
2.      Untuk mengetahui bagian-bagian dari thaharah
3.      Untuk mengetahui hal-hal yang digunakan untuk bersuci








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Taharah

Taharah secara Bahasa berarti bersih (nadhafah), Suci (nadhafah) terbebas (khulus) dari kotoran (danas). Allah SWT berfirman:
... ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§q­G9$# =Ïtäur šúï̍ÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ  

Artinya: “ sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan mensucikan diri”. (al-baqarah/2: 222).
Rasulullaah SAW bersabda.
مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ
Artinya: Kunci shalat adalah bersuci
Menurut syara’ thaharah itu ialah mengangkat (menghilangkan) penghalang yang timbul dari hadas dan najis. Thaharah secara syari’ menurut para ulama terbagi menjadi dua macam yaitu thaharah dari hadats dan thaharah dari najis. Taharah terbagi kedalam dua bagian yaitu taharah jasmani dan taharah rohani. Taharah Rohani adaalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertaubat secara benar dari semua dosa dan maksiat,dan membersihkan hati dari semua kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, iri, sombonhg, ujub, riya’, dan sum’ah dengan ikhlas, keyakinan, cinta kebaikan, lemah lembut, tawadu’, dan menginginkan keridhaan Allah dengan semua niat dana mal shalih. Sedangkan taharah jasmani adalah taharah dari najis dan taharah dari hadas,(kotoran yang bisa dihilangkan dengan wudhu, mandi, atau, tayammum.
Taharah adalah mengerjakan suatu yang mana ibadah shalat tidak akan sah tanpa melaksanakan bersuci, yang mana bersuciini terbagi kedalam dua bagian lagi. Yang pertama yaitu bersucidari hadas dan yang kedua bersuci darikotoran atau najis. Yang dimaksud bersuci dari hada itu sendiri yaitu berwudhu, mandi besar, dan juga tayamum sebagai pengganti wudhu. Sedangkan yang dimaksud bersuci dari kotoranataupun najis itu sendiri yaitu istinjak, dan menghilangkan najis dati badan dan tempat.

B.     Alat Thaharah
a.      Air mutlak atau air yang suci lagi menyucikan air inilah yang layak dipakai untuk berwudhu dan mandi janabat,  air tersebut adalah air asli yang didak tercampuri oleh suatu apapun dari najis, seperti air sumur air mata air, air lembah, air sungai, air salju, dan air laut, karena dalil berikut:
... $uZø9tRr&ur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB #YqßgsÛ ÇÍÑÈ  
Artinya: “Dan Kami turunkan air dari langit yang amat suci.” (Al-Furqan:48).
b.      Tanah yang suci di atas bumi, atau pasir, atauu batu, atau tanah berair,
Firman Allah:
öNn=sù... (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y7ÍhŠsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNä3Ïdqã_âqÎ/ öNä3ƒÏ÷ƒr&ur 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. #qàÿtã #·qàÿxî ÇÍÌÈ  

Artinya: “kemudian kalian tidak mendapat air maka bertayamumlah kalian dengan tanah yang suci.”(An-nisa:43).
       Selain penjelasan diatas para ulama membagi alat bersuci itu menjadi tiga bagian yaitu, air thahir mutahir (air mutlak), air thahir ghairu mutahir, dan air mutanajis. Namun didalam kitab lain juga dijelaskan bahwa air itu terbagi menjadi empat bagian yaitu, air thahir muthahir, air tahir ghairu mutahir, air mutanajis, dan air musyamma.
       Air thahir mutahir (air mutlak) yaitu setiap air yang tusun dari langit atupun yang keluar dari bumi yang mana keluarnya tersebut keluar seperti asal kejadiannya serta salah satu sifatnya air tidak berubah sebab ada sesuatu yang mencampurinya,macam-macam air tahir mutahir yaitu sebagai berikut, air hujan, laut, sungai, sumur, mata air, air es atu salju, air embun.
       Air thahir ghairu mutahir yaitu, air yang suci namun air tersebut tidak dapat digunakan untuk bbersuci. Diantara contoh yang term,asuk dalam kategori air thahir ghairu mutahir yaitu air kopi, teh dan sebaginya. Ataupun air hujan yang mna air tersebut dicampuri dengan air teh sehingga merubah warna air, air tersebut bisa dikatakan air thahir ghairu mutahir
       Air mutanajjis yaitu, setiap yang mana didalam air tersebut kejatuhan najis, air semacam ini sama sekalisama sekali tidak bbisa digunakan untuk bersuci menghilangkan hadas, bukan hanya itu air yang semacam ini juga tidak boleh diminum dan semacamnya. Jika air itu sampai dua qullah atau lebih maka jika ada najis yang jatuh kedalamnya maka hukumnya diperinci lagi.
1.      Jika najis yang jatuh kedalamnya sampai merubah salah satu sifatnya air maka airitu dihukumi sebagi air yang mutanajjis atau air yang sudah tidak bisa lagi dipakai untuk bersuci.
2.      Jika najis itu jatuh kedalamnyanamun tidak sampai berubah salah satu sifatnya air maka air itu dihukumi suci. Namun jika air tidak sampai 2 qullahmaka air itu dihukumi sebagai air yang mutanajjis secara mutlak.
Air musyammah yaitu, air yang kena sinar matahari sampai panas. Air yang semacam ini
dihukumi suci dikarenakan tidak terkena najis. Namun air ini dihukumi makruh untuk sigunakan, dalam suatu riwayat diterangkan: nabbi Saw, melarang Aisyah menggunakan air musyammas, beliau bersabda: air itu bisa menimbulkan belang.
       Air musta’mal yaitu,setiap air yang telah digunakanuntuk bersuci.air sejenis ini termasuk juga kedalam jenis air thahir ghairu mutahi. Yaitu air ini tetap dihukumi sucinmau sudah tidak bisa digunakan untuk bersuci lagi

C.    Thaharah Dari Hadats
Hadats adalah keadaan pada diri seseorang yang dianggap bernajis sehingga menyebabkan seseorang menjadi tidak suci. Thaharah dari hadats ada tiga macam yaitu wudhu’, mandi, dan tayamum.

a.      Wudhu’
Secara Bahasa wudhu’ adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuih tertentu. Sedangkan wadhu ialah air yang digunakan untuk berwudhu’, kata ini berasal dari kata wadha’a yang berarti baik, dan bersih. Dalam istilah syara’ ialah perbuatan tertentu yang berkaitan tengan mengalirkan air kebeberapa anggota tubuh yang dimulai dengan niat.
Berkaitan dengan syariaat wudhu ada dalil didalam al-quran dan hadits yang menegaskan kewajibannya.
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$#  

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan  kedua mata kaki....”(QS Al-maidah[5]: 6)
Dari Abu Hurairah ra. Menyatakan:
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

Artinya: “Allah tidak menerima shalat seseorang di antara kamu bila ia berhadats, sampai ia berwudhu”. (HR. Bukhari Muslim, Daud dan Tirmizi).

Wudhu’ diwajibkan sejak zaman rasulullah hingga sekarang, sehingga sudah menjadi ajaran yang tidak dapat dibantah lagi. Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan ibnu majah , wudhu diwajibkan sebelum hijrah, pada malam isra bersamaan dengan kewajiban sholat 5 waktu. Mula-mulal wudhu diwajibkan setiap kali hendak melakuaakan shalat. Tetapi kemudian keadaan itu dikaitkan dengan keadaan ber hadats.

1.      Syarat sahnya wudhu’ialah:
a.       Islam
b.      Tamyiz (aqil dan balig)
c.       Air mutlak
d.      Tidak ada yang menghalangi baik hissy maupun syar’i
e.       Masuk waktu sholat ( khusus bagi orang yang hadats nya berkepanjangan).

2.      Fardhu (rukun) wudhu’ ada enam yaitu:
a.       Niat
Menurut ijma, niat adalah wajib dalam thaharah, separti dalam mandi wajib, wudhu dan tayamum, oleh karena itu thaharah  harus dengan niat. Namun, Hanafi berpendapat: mandi wajib dan whudu tidak perlu dengan niat. Namun, tayamum harus dengan niat. Niat dalah didalam hati. Agar lebih sempurna, niat didalam hati dibarengi dengan hafalan dengan lisan. Akan tetapi, Maliki berpendapat, bahwa niat adalah makruh. Para ulama sepakat bahwa niat didalam hati sudah memadi, tetapi dengan lisan saja tidak cukup.
Hakikat niat adalah menyengaja (qashd) Sesuatu serentak dengan melakukannya dalam rangka mencari ridho allah dan menjalankan hukum-hukum allah.tempat dan pelaku niat itu adalah hati, karenanya tidak disyariatkan untuk diucapkan. Namun demikian dengan mengikutinya dengan ucapan dianggapnya Sunnah, untuk membantu memantapkan pernyataan sengaja yang didalam hati. Rasulullah SAW bersabda:
.إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Artinya: “sesungguhnya tiap-tiap amal hanya sah dengan niat.” (Hadits riwayat jama’ah).
Dalam AL-Qur’an Allah SWT juga menegaskan:

b.      Membasuh Muka
Membasuh muka diwajibkan oleh Allah SWT. Dalam qur’an surat Al-maidah ayat 6
(#qè=Å¡øî$$sù.. öNä3ydqã_ãr
Artinya: “maka basuhlah muka kalian.” (Al-Maidah ayat 6).
Basuhan itu mesti merata keseluruh wajah yaitu bagian depan kepala. Batas yang yang wajib dibasuh ketika berwudu’ adalah memanjang dari tempat tumbuh rambut sampai dengan ujung dagu.
c.       Membasuh Tangan
Kewajiban ini berdasarkan firman Allah SWT
öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$#
Artinya: “…Dan tanganmu sampai dengan siku.””(QS Al-maidah ayat 6)
Para ulama sepakat bahwa basuhan itu meliputi keseluruhan tangan dan ujung-ujung jari sampai dengan kedua siku.
d.      Mengusap kepala
Kewajiban ini berdasarkan firman Allah SWT:
(#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/
“…dan sapulah kepalamu.”(QS Al-Maidah ayat 6).
Menyapu kepala dari kening hingga tengkuk.

e.       Membasuh kaki
Kewajiban ini berdasar firman Allah.
öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4  
 “…Dan basuh kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki.”(Qs Al-maidah ayat 6)
f.       Tertib
Yaitu melakukan rukun-rukun wudhu sesuai dengan urutan tersebut sesuai dengan ayat wudhu diatas, dimulai dengan muka, tangan, kepala, dan kaki.

3.      Sunat Wudhu’
a.       membaca basmalah pada awalnya
tiga imam madzhab membaca basmalah ketika wudhu adalah sunnah, bukan wajib, sedangkan menurut imam Hambali dalam riwayat yang paling sohih membaca basmalah adalah wajib
b.      Membasuh kedua telapak tangan sampai kepergelangan tangan sebanyak tiga kali.
Para ulama sepakat bahwa membasuhkedua telapak tangan sebelum wudhu adalah sunah bukan wajib. Menurut Hambali hal itu wajib jika berwudhu sesudah bangun tidur malam, bukan tidur siang.  

Rasulullah SAW bersabda.
إِذَاسْـتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَلاَ يَغْـمِسْيَدَهُ فِي الإِنَاءِ حَتىّ َيَغْـسِلَهَا فَإِنَّهُ لاَيَدْرِ يأَيْنَبَاتَتْ يَدُهُ
Artinya: Jika salah dari seorang kalian bangun dari tidurnya maka jangan mencelupkan sbermalam. (muttafaq Alaih).
c.       Madhmadhah
Yakni berkumur-kumur memasukkan air  kemulut sambal mengguncangkannya,
Maliki dan Syafi’i berkumur-kumur dan menghirup air kedalam hidung adalah sunnah didalam wudhu dan mandi. Hambali mengatakan hal itu wajib.
kemudian membuangnya selama 3 kali. Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِض
“Apabila kamu berwudhu’ maka berkumur-kumurlah”.
d.      Istinsyaq
Yakni memasukkan air kehidung kemudian membuangnya sebanyak 3 kali. Ini berdasarkan hadis rasulullah SAW.
إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَنْشِقْ
Dan bersungguh-sungguhlah dalam melakukan istinsyaq kecuali kalu engkau dalam keadaan berpuasa”.
e.       Meratakan sapuan keseluruh kepala yakni dengan meletakkan kedua jempol kekening, mempertemukan kedua telunjuk kebagian depan kepala, menggesernya kebelakang sampai ketengkuk, kemudian kembali lagi kedepan, seperti tersebut pada peragaan wudhu’nabi oleh Abdullah ibn zayd.
f.       Menyapu kedua telinga dengan memasukkan ujung kedua telunjuk kelubang telinga, kemudian menggeserkannya mengikuti lipatan-lipatan sebelah dalamdaun telinga dan menggosokkan induk jari pada bagian luarnya, kemudian menekankan kedua telapak tangan yang masih basah kepada daun telinga. Menurut imam Hanafi, Maliki, dan Hambali kedua telinga termasuk bagian dari kepala. Oleh karena itu, disunahkan mengusap keduanya ketika mengusap kepala. Sedangkan menurut imam Syafi’i menyapu kedua daun telinga adalah sunah. Mengusapnya dengan air yang baru, yaitu sesudah mengusap kepala, bukan air sisah mengusap kepala. Menurut ijma tidak sah mengusap telinga saja tanpa mengusap kepala.
g.      Menyela-nyelakan janggut dengan jari, menurut para imam mazdhab menyelah-nyelah jenggot adalah sunah.
h.      Mendahulukan yang kanan atas yang kiri
i.        Melakukan setiap perbuatan bersuci itu tiga kali, kecuali menyapu kepala hanya dilakukan satu kali.
j.        Muwalah yaitu melakukan perbuatan wudhu tersebut secara beruntun , tidak berselang lama antara satu dengan yang lainnya.
k.      Menghadap kiblat
l.        Menggosok anggosok anggota anggota wudhu khususnya bagian tumit.
m.    Menggunakan air dengan hemat.

4.      Hal-hal yang membatalkan wudhu’
a.       Sesuatu yang keluar dari dua lubang manusia(kemaluan dan dubur)
b.      Tidur berat dilakukan dengan berbaring. Rasulullah SAW bersabda:
mata adalah tali dubur maka barang siapa tidur, ia harus wudhu’ lagi.”(diriwayatkan dari abu daud)
c.       Hilangnya akal dan perasaan, missal pingsan, mabuk, atau gila. Maka seseorang ketika kehilangan akal maka ia tidak mengetahui apakah wudhunya sudah batal atau belum.
d.      Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan bagian dalam dan jari-jari.
e.       Murtad missal dengan mengatakan perkataan yang menunjukkan kekafiran, maka karenanya wudhunya batal.
f.       Menyentuh wanita dengan syahwat.

b. Mandi
Menurut  lughat, mandi disebut al-ghasl al-ghusl berarti mengalirnya air pada sesuatu. Sedangkan pada istilah syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan niat.
Mandi disyari’atkan oleh al-quran dalam firman-Nya:
4 bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#r㍣g©Û$$sù 4
 “jika kalian junub maka mandilah”(qs Al-maidah ayat 6).

1.      Rukun Mandi
Fardhu yang dilakukan ketika mandi hanya dua, yaitu:
a.       Niat seperti halnya wudhu’
b.      Menyampaikan air keseluruh tubuh

2.      Hal-hal yang disunahkan ketika mandi
a.       Membaca basmalah
b.      Membasuh tangan sebelum memasukkan kebejana
c.       Berwudhu’ dengan sempurna sebelum melaksanakan mandi
d.      Membasuh seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangan, seraya memperhatikan apakah air itu benar-benar mencapai seluruh bagian tubuh yang tersembunyi seperti ketiak, daun telinga, lipatan-lipatan pada perut, pusar dan sebagainya,
e.       Muwalah
f.       Mendahulukan menyiram bagian kanan dari tubuh , punggung, daan perutnya, sebab Rasulullah suka mendahulukan yang kanan pada semua pekerjaan
g.      Menyiram dan menggosok badaan sebanyak tiga kali
h.      Khusus untuk perempuan ketika setelah mandi haid atau nifas disunatkan untuk memakai kasutri atau wewangian pada bekas darahnya, kecuali ketika ia sedang ihram atau berkabung, kasutri itu ditaruh pada kapas kemudian dimasukkan pada mulut kemaluannya.

3.      Hal-hal yang mewajibkan mandi
a.       Bersetubuh , yakni masuknya zakar sebatas hasyafah kedalam faraj. A’isyah menceritakan bahwa Nabi SAW bersabda “apabila bertemu dua bekas khitan, maka telah wajib mandi walaupun tidak keluar mani. A’isyah menambahkansaya melakukan hal itu kepada rasulullah , kemudian kami pun mandi.” (HR Muslim). Empat imam mazdhab sepakat apabila seorang laki-laki telah bersetubuh dengan seorang perempuan dan bertemu kedua kelaminnya, meskipun tidak keluar mani, mereka wajib mandi. Daud berpendapat, mandi tidak wajib, kecuali keluar mani. Demikian juga pendapat sekelompok sahabat nabi Saw. Sedangkan menurut imam syafi’i, Maliki, dan Hambali tidak ada bedanya antara kelamin manusia dan kelamin binatang. Menurut imam Hanafi tidak wajib mandi karena menyetubuhi binatang kecuali keluar mani.   
b.      Keluar mani, sesuai dengan hadits, "air (mandi) hanyalah (wajib) karena air (mani).”(HR Muslim), keluar air mani mewajibkan mandi, meskipun tidak disertai rasa nikmat. Sedangkan menurut imam Hanafi dan Maliki jika keluarnya tidak disertai rasa nikmat maka tidak wajib mandi. Seseorang telah selesai mandi wajib, lalu keluar mani, menurut Imam Hanafi dan Hambali jika keluar mani selesai kencing maka tidak wajib mandi. Namun jika keluarnya sebelum kencing maka wajib mandi. Menurut imam Safi’i wajib mandi secara mutlak. Sedangkan menurut imam Maliki tidak wajib mandi sama sekali. 
c.       Air mani dapat dikenali dengan: (1) keluarnya memancar beberapa kali, (2) rasa lezat ketikak keluar dan hilang syahwat setelahnya, (3) bau adonan gandum ketika masih basah, (4) bau putih telur setelah mani itu kering.
d.      Mati, kecuali mati syahid.
e.       Haid.Darah haid adalah darah alami yang keluar dari rahim terdalam seorang perempuan setelah balig dan dalam keadaan sehat. Darah haid paling sedikit terjadi selama satu hari satu malam (24 jam), paling banyak lima belas hari dan rata-rata enam atau tujuh hari.
Masa suci setelah haid paling sedikit adalah lima belas hari. Masa terlama tidak terbatas karena sebagian perempuan tidak memiliki haid. Dan masa rata-rata adalah dua puluh tiga atau dua puluh empat hari. Penentuan jumlah hari ini didasarkan pada penelitian terhadap kebiasaan para perempuan.
Cara mengetahui kesucian haid adalah dengan meletakkan kapas di tempat keluarnya darah. Jika kapas tersebut bersih maka haid dianggap telah berhenti, tapi jika masih ada warna kekuningan atau keruh maka dianggap belum selesai.
Usia paling dini bagi seorang perempuan untuk haid adalah kurang lebih sembilan tahun dengan perhitungan kalender qamariah (tahun hijriyah). Maksud kurang lebih disini adalah jika seorang perempuan melihat darah sebelum mencapai usia sembilan tahun dalam masa yang tidak cukup untuk terjadi haid dan suci  yaitu enam belas hari maka darah itu juga dianggap sebagai darah haid.
f.       Nifas. Darah nifas adalah darah yang keluar setelah rahim kosong dari janin (selesai melahirkan). Empat imam mazdhab sepakat bahwa haram bagi perempuan nifas segala hal yang diharamkan dalam haid. Akan tetapi, mereka berbeda pendapat tentang lamanya masa nifas. Keluar darah tidak dapat disebut darah nifas kecuali jika memenuhi syarat-syarat berikut:
  1. Darah itu keluar setelah rahim kosong dari janin.
  2. Darah itu keluar sebelum 15 hari setelah kosongnya rahim.
  3. Jika darah itu terpotong maka jarak bersih antara darah terakhir dengan darah setelahnya tidak lebih dari 15 hari. Jika tidak maka darah kedua dianggap darah haid.
  4. Darah itu tidak lebih dari 60 hari.
Masa terpendek darah nifas adalah sekejab saja. Rata-rata kemunculan adalah 40 hari, dan paling lama 60 hari. Semua ini berdasarkan penelitian terhadap kebiasaan perempuan. Menurut imam Hanafi dan Hambali lama masa nifas adalah empat puluh hari. Demikian juga salah satu pendapat imam Maliki. Dan imam Syafi’i berpendapat lama masa nifas enam puluh hari.
g.      Darah istihadah Perempuan yang mendapatkan darah istihadah (mustahadah) berbeda dengan perempuan yang mendapatkan haid atau nifas. Perempuan mustahadah tetap harus melaksanakan shalat. Shalatnya sah dan tidak perlu diulang. Jika datang puasa Ramadhan ia harus berpuasa. Dan suaminya juga boleh menggaulinya meskipun masih ada darah yang keluar.
Menentukan awal masa istihadhah, empat mazdhab berbeda pendapat tentang perempuan musthahadah (yang mengeluarkan darah istihadhah). Menurut imam Hanafi jika ia mempunyai kebiasaan (masa haid yang teratur), hendaknya ia merujuk pada kebiasaan, ia tidak boleh berpegang pada perbedaan darah, melainkan ia harus berpedoman pada masa haid minimal. Menurut imam Maliki ia tidak boleh berpegang pada kebiasaan, tetapi berpegang kepada kepada perbedaan darah. Oleh karena itu, jika ia dapat membedakannya, ia berpegang pada perbedaan tersebu. Jika tidak bisa, ia dianggap tidak haid sama sekali dan mengerjakan shalat. Hal ini dalam bulan kedua dan ketiga. Adapun dalam bulan pertama, ada dua riwayat. Salah satunya yang termasyhur adalah pedoman pada masa haid maksimal. Menurut imam Syafi’i jika ia mempunyai mempunyai kebiasaan dan dapat membedakaan darah haid dari darah penyakit, maka didahulukan pembedaan tersebut. Jika ia tidak bisa membedakannya maka ia berpedoman pada kebiasan. Jika keduanya tidak dapat dilakukan jadilah ia seperti perempuan yang baru mengalami haid dan berpegang pad ketentuan tersebut. Menurut imam Hambali jika ia mempunyai kebiasaan an dapat membedakannya, maka ia berpedoman pada perbedaan tersebut. Namun jika keduanya tidak dapat dilakukan, dalam hal ini ada dua pendapat, pertama, berpedoman pada masa haid minimal.pedoman kep[ada kebiasaan perempuan lain pada umumnya, yaitun enam atau hari.
Jika seorang perempuan mustahadah hendak melaksanakan shalat maka ada beberapa hal yang harus ia lakukan, yaitu:
  1. Membersihkan semua najis yang ada di tubuh atau pakaiannya termasuk darah.
  2. Menyumpal bagian yang mengeluarkan darah dengan kapas atau sejenisnya kecuali jika merasa sakit karenanya atau ia sedang dalam keadaan puasa karena kapas itu dapat membatalkan puasanya. Jika penyumpalan tidak cukup maka ia harus memasang sejenis kain perban, seperti pembalut.
  3. Ia  harus bersegera untuk berwudhu. Disyaratkan dalam wudhunya harus setelah masuk waktu shalat dan harus berkelanjutan (muwalah).
  4. Setelah itu ia harus segera melaksanakan shalat dan tidak boleh ditunda kecuali untuk melakukan tindakan yang berkaitan dengan shalat seperti menjawab azan, melaksanakan shalat sunah qabliyah dan menunggu jamaah shalat.

c.   Tayammum
Apabila dalam keadaan tertentu tidak dapat mandi dan berwudhu’ maka thaharah itu dapat digantikan dengan taharah tayamum sebagai pengganti.menurut lughat thaharah artinya menyengaja, menurut istilah syara’ialah menyampaikan tanah kewajah dan kedua tangan dengan syarat dan ketentuan. Dasar hukum tayamum ini adalah firman allah ta’ala.
bÎ)ur LäêYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!$y_ Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãLäêó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y7ÍhŠsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNä3Ïdqã_âqÎ/ öNä3ƒÏ÷ƒr&ur 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. #qàÿtã #·qàÿxî ÇÍÌÈ  
Artinya: “dan jika kamu dalam keadaaan sakit atau sedang dalam musafir atau kembali ketempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian tidak mendapat air maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci).”(QS An-nisa/4:43).
Dalam sebuah hadits dinyatakan “telah dijadikan seluruh bumi ini sebagai masjid dan tanahnya mensucikan  .” (HR Muslim).
Para imam mazdhab bahwa tayamum adalah dengan tanah yang suci, ketika tidak ada air atau ada air, tetapi takut menggunakannya. Namun mereka berbeda pendapat tentang hakikat ashsa’id. Imam Syafi’i dan Hambali ash-sha’id adalah at-turab (tanah). Oleh karena itu, tidak boleh bertayamum kecuali dengan tanah yang suci atau dengan pasir yang berdebu. Hanafi dan Maliki ash-sha’id adalah al-ardh (tanah). Oleh karena itu boleh bertayamum dengan tanah dan segala macam bagiannya, walaupun dengan batu yang tidak bertanah dan peasir yang tidak berdebu.
Maliki menambahkan boleh bertayamum dengan apa saja yang berkaitan dengan bumi, seperti tumbuh-tumbuhan. Syafi’i dan Maliki  mencari air terlebih dahulu merupakan syarat yang dibolehkannya tayamum. Hanafi mencari air tidak merupakan syarat. Hambali wajib mencari air. Para imam mazdhab sepakat bahwa orang junub boleh bertayamum seperti orang yang berhadas kecil. Musafir yang mempunyai air sedikit dan takut kehausan boleh menyimpan air tersebut untuk minum, lalu ia bertayamum.
1.      Syarat tayamum ada
a.       ‘uzur, sehingga tidak dapat menggunakan air. Ini terjadi karena musafir, sakit, atau hajat.
b.      Masuk waktu sholat, tayamum untuk sholat yang berwaktubaik fardhu maupun sunat hanya dibenarkan setelah masuk waktu alasannya karena tayammum adalah thaharah darurat dan tidak ada keadaan darurat kecuali sudah masuk waktunya shalat.
c.       Tanah yang murni atau khalis dan suci. Tayamum akan sah jika menggunakan tanah yang suci dan berdebu.

2.      Rukun tayamum
a.       Niat istibahah (membolehkan)shalat atau ibadah lain yang memerlukan thaharah, seperti thawaf, sujud tilawah dan sebagainya.
b.      Menyapu wajah
c.       Menyapu keduau tangan hingga kedua siku. Hanafi dan qaul jadid Syafi’i mengusap kedua belah tangan dalam tayamumadalh sapai kesiku. Sedangkan menurunut imam Maliki dan Hambali mengusap sampai kesiku  adalah mustahab (sunah), sedangkan sampai kepergelangan tangan adalah wajib. Diriwayatkan dari az-Zuhri, mengusap tangan itu sampai ke ketiak.
d.      Tartib yaitu mendahulukan wajah dari tangan.

3.      Sunah tayamum
a.       Membaca basmalah diawalnya.
b.      Memulai sapuan dan bagian atas wajah.
c.       Menipiskan debu ditelapak tangan sebelum menyapukannya.
d.      Merenggangkan jari-jari ketika pertama menepukkannya pertama kali ketanah.
e.       Mendahulukan tangan kanan atas tangan kiri.
f.       menyela jari setelah menyapu ketangan.
g.      Tidak mengangkat tangan dari anggota yang sedang disapu sebelum selesai menyapunya.
h.      Muawalah, menyapu wajah dan kedua tangan secara beruntun, tidak berselang lama antara satu dengan yang lainnya.
4.      Yang membatalkan tayamum.
a.       Semua yang membatalkan wudhu’.
b.      Melihat air sebelum melakukan sholat. Empat imam mazdhab sepakat bahwa seseorang berhadas yang bertayamum, lalu ia mendapatkan air sebelum shalat, tayamumnya batal dan ia wajub bersuci dengan air itu. Namun mereka berbeda pendapat jika diperoleh air sesudah shalat.  Menurut imam Syafi’i jika shalat itu termasuk shalat yang dapat gugur kewajibannya kkarena tayamum, seperti solat orang musafir, maka shalatnya tidak batal. Ia boleh meneruskan shalatnya, tetapi menghentikan shalatnya untuk wudhu adalah lebih baik. Menurut imam Maliki ia boleh meneruskan solatnya, tdk perlu digugurkan, dan shalatnya sah. Imam Hanafi tayamumnya batal dan ia wajib keluar dari shalatnya untuk berwudhu denagn air, kecuai jika shalat itu shalat jenazah dan shalat hari raya. Imam Hambali tayamumnya batal secara mutlak. Dan menurut para imam mazdhab sepakat bahwa jika seseorang melihat air setelah shalat, maka ia tidak wajib mengulangi shalatnya, walaupun waktu shal;atnya masih ada.
c.       Murtad.

D.    Thaharah dari najis
Di dasarkan atas firman Allah
y7t/$uÏOur öÎdgsÜsù ÇÍÈ  
Artinya: “dan pakaianmu bersihkanlah.”(Al mudatsir ayat 4).
a.       Macam-macam najis
Yaitu kencing, tahi, muntah, daarah, mani hewan selain manusia, nanh, cairan luka yang membusuk, bangkai, khamr, anjing, babi, susu binatang yang tidaak hahal dimakan keculai manusia, dan cairan kemaluan wanita.

Najisnya benda-benda tersebut dapat diketahui dengan:
1.      Hadits nabi saw yang diucapkan pada ammar, “engkau hanya perlu membasuh pakaianmu dari tahi, kencing, mani, mazi, darah, daan munta.”( HR Ahmad).
2.      Tugas dari nabi saw untuk menyiramkan air kekencing orang.
3.      Hadits dari Ali, “aku adalah hseorangg yang selalu keluar mazi, tapi aku malu bertanya kepada rasul saw, lalu kusuruh almiqdad, dan ia pun menanyakannya, “ nabi saw bertaanya “dibasuhnya zakarnya dan berwudhu”(HR Muslim).
4.      Di dalam ayat Al-qur’an disebutkan “ diharamkan bagimu makan bangkai, darah, daging babi….” (QS Al-maidah ayat 3).
b.      Cara menghilagkan najis
Dalam hal ini ada 3 macam cara membersihkan najis
1.      Cara menghilangkan najis dari jilatan anjing adalah membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah berdasarkan dengan hadis rasulullah saw “ apabila anjung menjilat bejana seorang kamu maka hendaklah ia menumpahkan isinya dan membasuhnya tujuh kali” (HR Muslim). Selain itu menurut pendapat yang kuat didalam mazhab syafi’i ketentuan ini berlaku pula bagi sessuatu yang terkena najis babi dengan alasan pula bahwaa babi lebih buruk dari anjing. Untuk memperjelas lagi menurut mazdhab imam Syafi’i dan Hambali Anjing adalah najis. Bejana yang dijilat anjing harus dibasuh tujuh kali. Hanafi anjing adalah najis, tetapi bekas jilatannya boleh dicuci sebagaimana kita mencuci najis lainnya. Apabila diduga najisnya sudah suci, meskipun dibasuh satu kali, maka hal itu sudah cukup. Namun, jika diduga bahwa najisnya belum hilang, maka bekas jilatan itu harus dibasuh lagi hingga diyakini telah bersih, walaupun harus dibasuh dua puluh kali. Menurut imam Maliki annjing adalah suci dan bekas jilatannya tidak najis. Namun bejana yang dijilatnya harus dicuci semata-mata sebagai ibadah saja.
2.      Khusus untuk membersihkan yang terkena kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan cukup dipercikkan dengan air. “ kencing anak perempuan dibasuh dan kencing anak laki-laki dipercik.” (HR Attirmizi). Menurut imam Syafi’i dan Hanafi menyucikan air kencing bayi laki-laki yang hanya minum air susu cukup dengan dipercikan air diatasnya. Namun, air kencing bayi perempuan harus dibasuh atau disiram. Menurut imam Maliki keduanya harus dibasuh dan hukum keduanya sama. Menurut imam Hambali air kencing bayi perempuan yang masih menyusu adlah suci.
3.      Cara membersihkan najis lainnya dibedaakan berdasarkan keadaan
a.       Najis ‘ainy harus dibasuh dengan air sehingga hilang rasa bau dan warnanya. Basuh ari yang wajib harinya sekali asalkan hilang rasa dan bau dan warnanya. Namun warna atau bau najis yang sulit dihilangkan dapat diabaikan dan basuhari dianggap bersih, walaupun salah satu bau atau warna darinajis masih tersisa. Akan tetapi jika kedua-dua warnanya dan bau masih ada basuhari masih belum bias dihukumkan bersih, sebaab itu menujukkan bahwa zat najis itu belum hilang.
Dalam sebuh hadits yang berasal dari Ibn umar “ mula-mula sholat itu adalah lima puluh kali, mandi jariabah tujuh kali, dan membasuh pakaian dari kencing tujuh kali. Namun, rasulullah terus-terusan meminta, sehingga sholat itu ditetapkan lima, mandi jariabah sekali dan membasuh dari kencing pun sekali.” (HR Abu Dawud).
b.      Najis hukmiy dapat dibersihkan dengan sekali mengalirkan air padanya.






                                                                       






















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
     Taharah adalah mengerjakan suatu yang mana ibadah shalat tidak akan sah tanpa melaksanakan bersuci, yang mana bersuciini terbagi kedalam dua bagian lagi. Yang pertama yaitu bersucidari hadas dan yang kedua bersuci darikotoran atau najis. Yang dimaksud bersuci dari hada itu sendiri yaitu berwudhu, mandi besar, dan juga tayamum sebagai pengganti wudhu. Sedangkan yang dimaksud bersuci dari kotoranataupun najis itu sendiri yaitu istinjak, dan menghilangkan najis dati badan dan tempat.
Bagian bagian tahara ada dua yaitu tahara dari hadas, dan tahara dari najis. Tahara dari hadats adalah keadaan pada diri seseorang yang dianggap bernajis sehingga menyebabkan seseorang menjadi tidak suci. Thaharah dari hadats ada tiga macam yaitu wudhu’, mandi, dan tayamum. Sedangkan tahara dari najis adalah, membersihkan atau menyucikan segala hal yang terkena najis, baik karena jilatan anjing atau yang lainnya.
Dan alat lat yang digunakan untuk bersuci itu yaitu, air,debu,batu dan samak..












                                                                                   





DAFTAR PUSTAKA


Abu Bakar Jabir Al-Jazairi. Ensiklopedi Muslim: PT Darul Falah, Jakarta 2008
Rasyid Sulaiman, Fiqh Islam: Sinar Baru Algensindo, Bandung 2014
Bunyamin, Mahmudin, Fiqh Ibadah: IAIN Raden Intan Lampung, Lampung 2010
Muhammad,  Fiqih Empat Mazdhab: Hasyimi, Bandung 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar