Senin, 10 April 2017

MANAJEMEN LIKUIDITAS


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Secara umum tugas utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dari bentuk simpanan. Kemudian dana yang telah terkumpul ersebut disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredir), serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Untu bisamenghimpun dana dari masyarakat, makaS bank harus memiliki keharusan untuk meyakinkan nasabah bahwa uang yang mereka titipkan dijamin keamannya. Dengan demikian agar bisa memberikan kepada para nasbah, maka bank tersebut harus likuid. Kajian mengenai likuditas didunia perbankan, merupakan satu keharusan yang harus dilakukan. Baik itu oleh pihak perbankan praktisi keuangan,ataupun pihak-pihak ketiga yang berencana menitipkan dananya di bank. Pentingnya penilaian atas likuiditas suatu bank, merupakan salah satu untuk bisa menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat,cukup sehat,kurang sehat,dan tidak sehat. Salah satu penyebab kebangkrutan suatu bank adalah karena ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Oleh karena itu, likuiditas yang tersedia harus cukup sehingga tidak mengganggu kebutuhan operasional.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari manajemen likuiditas?
2.      Apa saja faktor-faktor dari likuiditas?
3.      Apa Tujuan Likuiditas?
    C. TUJUAN MASALAH
1.      Untuk Mengetahui Pengertian Manajemen Likuiditas.
2.      Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Dari Likuiditas.
3.      Untuk Mengetahui Tujuan Dari Manajemen Likuiditas.
     


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Likuiditas
Likuiditas merupakan suatu hal yang sangat penting bagi bank untuk dikelola dengan baik karena akan berdampak pada profitabilitas serta business sustainbility dan continuity. Hal ini jga tercermin dari peraturan bank indonesia yang menetapkan likuiditas sebagai salah satu dari delapan resiko yang harus dikelola oleh bank. Konsep likuiditas didalam dunia bisnis diartikan sebagai kemampuan menjual aset dalam waktu singkat degan kerugian yang paling minimal. Tetapi pengertian likuiditas dalam dunia perbankan lebih kompleks dibanding dengan dunia bisnis secarra umum. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk tunai (cash), sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan fortofolio liabilitas.
Secara garis besar manajemen likuiditas terdiri dari dua bagian, yaitu:pertama, memperkirakan kebutuhan dana, yang berasal dari penghimpunan dana (deposit inflow) dan untuk menyalurkan dana (fund out flow) dan berbagai komitmen pembiayaan (finance cimmitment), bagian kedua dari manajemen likuiditas adalah bagaimana bank bisa memenuhi kebutuhan likuiditasnya. oleh karena itu, bank harus mampu mengidentifikasikan karakteristik setiap produk bank baik disisi aktiva maupun pasiva serta faktor-faktor yang mmpengaruhinya.
Kelebihan dan kekurangan likuiditas sama-sama memilki damak kepada bank. Jika bank terlalu konservatif mengelola likuiditas dalam pengertian terlalu besar memelihara likuiditas akan mengakibatkan profitabilitas bank menjadi rendah walaupun dari sisi liquidity shortage risk akan aman. Sebaliknya jika bank menganut pengelolaan likuiditas yang agresif maka cebderung akan dekat dengan liquidity shortage risk akan teteapi memiliki keseempatan untuk memperoleh profit yang tinggi. Shortage liquidity risk akan menyebabkan dampak serius terhadap business contuinity dan businnes sustainability.
Secara garis besar kondisi likuiditas bank dipengaruhi oleh faaktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah uncontrollable factor sedangkan faktor internal pada umumnya adalah yang bisa dikendalikan oleh bank. Faktor eksternal antara lain kondisi ekonomi dan moneter, karakteristik deposan, kondisi pasar uang, peraturan, dan lain-lain. Sedangkan faktor internal sangat tergantung pada kemampuan manajemen mengatur setiap instrumen likuiditas bank. Contohnya adalah pemilihan strategi penerapan asset-liabilitas manajemen.
B. Faktor-faktor yanag mempengaruhi likuiditas
Likuiditas merupakan hal yang penting dalam bisnis perbankan. Sebab, likuiditas berkaitan dengan masalah kepercayaan masyarakat. Bank adalah bisnis yang dilandasi pada kepercayaan. Baik-buruknya likuiditas bank dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun faktor dominannya dapat dikelompokan menjadi faktor eksternal dan internal.
1.      Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang memengaruhi kondisi likuiditas bank syariah dapat diidentifikan sebagai berikut :
a.       Karakteristik Penabung
Faktor eksternal adalah berbagai hal yang terjadi diluar bank yang dapat mempengaruhi funf inflow. Sebagai contoh di indonesia sebagai negara penduduk muslim terbesar di dunia menunjukan bahwa mereka sangat rasional dalam urusan bisnis walaupun menyadari niali-nilai realigius dalam transksi keuangan. Majelis ulama indonesia telah mengaharamkan bunga tetapi meraka tetep menyimpan uangnya di bank konvensional swpanjang lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan bank syariah. Ini merupan salah stau masalah yang harus diperhatikan jika kita bicara tentang manajemen likuiditas.
Secara spesifik para deposan bank syariah memiliki pola prilaku menabung sebagai berikut:
1.      Menyimpan dalam instrumen tabungan jangka pendek sehingga bisa dicairkan kapan saja baik dengan penalti atau tanpa panalti.
2.      Untuk kepentingan jangka pendek dan lebih mengutamakan keuntungan. Dalam kondisi ekonomi dimana suku bunga naik dan pasar uang yang volatile, mereka akan pindah ke bank konvensional ataun pasar uang konvensional.
3.      Oleh karenanya banyak penabung di bank syariah juga tetap memeihara rekening tabungan di bank konvensional.

Data pada tahun 2007-2008 menunjukan bahwa jenis simpanan yang paling digemari oleh para penyimpan di bank syariah adalah deposito mudorobah yaitu 46%, [1]kemudian diikuti oleh tabungan mudorobah 33% dan giro wadiah 21%.
Hal ini menunjukan bahwa kecendrungan penyimpan untuk mendapatkan return yang lebih tinggi, walaupun mereka masih menepatkan dalam jangka waktu relatif pendek, mudah diperpanjang dan dicairkan. Dari sisi pengelolaan likuiditas hal ini tentu saja agak merepotkan bank, karena dana-dana jangka pendek memiliki volatilitas yang sangat tinggi.

Salah satu cara untuk menyelaraskan pendapatan dana dan penenaman  atau pembiayaan adalah dengan menciptakan return yang menarik pada produk deposito. Bank syariah harus aktif mencari proyek-proyek (financing muqayyadah). Cara lain adalah dengan mengarahkan pembiayaan mereka dari yang berbasis utang dan yang berbasis penyertaan dengan return yang menarik. Sebenarnya inilah bentuk operasi bank syariah yang ideal.

Mencari dan membiayai proyek-proyek dengan basis penyertaan terutama yang berjangka panjang bukanlah masalah yang mudah untuk dilakukan tetutama dari sudut pandang resiko karena pembiyaan dari jenis ini membutuhkan dana pengelolaan yang tinggi. Oleh karena itu, bank-bank syariah lebih memilh membiayai proyekdengan basis utang yang berjangka pendek seperti murabahah, ijarah dan istisna. Selain profil para penyimpan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, salah satu syarat agar pembiayaan berbasis penyertaan ini berhasil adalah dilakukan monitoring pembiayaan dan evaluasi secara intensif serta koordinasi dengan stakholder. Untuk mampu melakukan jenis pembiayaan jenis ini bank harus melakukan Sumber Daya Insani yang profesional, teknologi tinggi dan networking yang luas. Di samping itu, kesulitan lain yang dihadapi oleh bank syariah adalah kurangnya kemampuan untuk mengidentifikasi dan menyeleksi proyek-proyek yang profitable, reliable,prospektif dan dengan tolerance risk yang bisa diterima serta partner bisnis yang bisa diandalkan.

Pembiyaan dengan basis utang ini mendominasi kira-kira 65% dari total pembiayaan bank syariah di indonesia. Sementara itu, pembiyaan berdasarkan penyertaan seperti mudarobah dan musyarakah hanya mencapai 35% dari total penyaluran pembiayaan. Dengan menerapkan strategi penyaluran pembiayaan seperti ini, maka sosok bank syariah dapat digambarkan sebagai berikut; memberikan return yang hampir sama dengan bank konvensional, harus mengantisipasi kebutuhan likuiditas jangka pendeknya dan memiliki tingkat risiko pembiayaan rendah.

b.      Kondisi Ekonomi dan Moneter
Sebagai bagian  dari sistm perekonomian, kondisi perekonomian secara umum sangat mempengaruhi kondisi likuiditas perbankan syariah. Pada saat tingkat inflasi tinggi yang ditandai dengan tingginya demand, otoritas moneter akan mengambil kebijakan kontaksi moneter dengan memainkan instrumen moeter seperti menaikkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia.
Akibatnya bank konvensional juga akan menaikkan suku bunganya sehingga deposan yang memiliki mind-set rational akan menarik dananya dari bank syariah dan memindahkannya ke bank konvensional. Bank konvensional lebih memiliki fleksibilitas dan menyesuaikan returnya (suku bunganya) dibandingkan dengan bank syariah. Tidak bisa dipungkiri bahwa persaingan didalam menarik dana masyarakat tidak hanya datang dari bank konvensional, terutama persaingan didalam mmperebutkan segmen deposan rational.
Terkadang terjadi distorsi pasar dimana bank lebih memilih untuk menahan dananya untuk menempatkan di instrumen keuangan yang aman seperti SBIS daripada menyalurkan dalam bentuk pembiayaan karena terjadi kelesuan disektor riel. Hal ini juga menyebabkan bank bank kelebihan likuiditas secara individual dana mengakibatkan terjadinya penurunan tingkat profitabilitas yang tentu saja yang menimblkan penurunan bagi hasil penyimpan dana di bank syariah. Belum lagi masuknya hot money yang berasal sari luar sebagai konsekuensi dari sistem ekonomi terbuka akan membanjiri pasar uang sehingga industri riel memiliki banyak pilihan untuk membiayai usaha mereka. Kesemuanya menjadi tantangan tersendiri di dalam mengelola likuiditas bank syariah.

c.       Persaingan antar Lembaga Keuangan
Persiangan antar lembaga keuangan juga mempengaruhi likuiditas bank syariah. Pada saat bank syariah memberikan likuiditas bank return yang rendah, pada pemilik dana terutama pemilik dana rasional akan mencari alternatif lain untuk mengoptimumkan return mereka. Berbagai lembaga keuangan seperti bank konvensional, Lembaga Keuangan[2] Bukan Bank dan pasar uang dan modal merupakan pesaing yang harus diperhitungkan didalam memperebutkan dana masyarakat. Bahkan fatw haram bunga bank menurut Majelis Ulama Indonesia dan Muhammadiyah bau-baru ini tidak mempengaruhi perbankan syariah dalam arti tidak terjadi perpindahan dana yang signifikan ke bank syariah. Direktur perbankan syariah Bank Indoneia Ramzi Azuhdi menyatakan fatwa haram bunga bank yang dikeluarkan Muhammadiyah tidak mempengaruhi perbankan syariah. Hal yang sama pernah terjadi ketika Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa serupa beberapa waktu yang lalu, pengaruhnya saat itu tidak begitu besar.

Presiden Direktur Karim Bussines Consulting Adiwarman Karim mengatakan pasar yang digarap perbanka syariah masih terbatas. Masih pada level usaha kecil dan menengah, segmen korporasi sulit dijaring karena keterbatasan modal. Bahkan bank syariah sampai sekarang belm menggarap nasabah tabungan dan giro. Padahal nasabah kedua produk ini kebanyakan dari kalangan berduit. Produk bank syariah yang masih sederhana membuat golongan orang kaya ini sulit dijangkau.

Dari pernyataan-pernyataan tersebut jelas tergambar bahwa perbankan syariah belm bisa mewarnai pasar atau dengan perkataan lain bahwa kondisi perbankan di Indonesia masih didominasi oleh bank konvensional sehingga didalam operasionalnya bank syariah dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi pada perbankan konvensional.
C.   Faktor Internal
Faktor internal yang memengaruhi kondisi likuiditas bank syariah dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
a.       Manajemen Rrsiko Likuiditas
Risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (event) yang dapat menimbulkan kerugian. Manajemen risiko adalah[3] serangkaian prosedur dan teknologi yang digunakan untuk mengidentifikasi,mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Risiko likuiditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangaka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuiditas ditentukan antara lain:
1.      Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berasarkan prediksi pembiyaan dan pertumbuhan dana termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana.
2.      Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana non Profit Loss Sharing (PLS).
3.      Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort. Apabila kesenjangan tersebut cukup besar maka akan menurunkan kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu, untuk mengantisipasinya terjadinya risiko likuiditas, yang mana pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas.
Dalam mengantisipasi trjadinya risiko likuiditas, aktivitas manajemen risiko yang pada umumnya ditetapkan oleh bank antara lain adalah:
1.      Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik berua penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.
2.      Meleaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer maupun setoran tunai nasabah.
3.      Membuat analisis penarikan dana bersih terbesar yang oernah terjadi dan membndingkannya dengan penarikan dana bersih rata-rata ssaat ini. Dari analisi tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditass bank.
4.      Selanjutnya bank menetapkan secondary reserve untuk menjaga posisi likuiditas bank, antara lain menetapkan kelebihan dana dalam intrumen keuangan yang likuid.
5.      Menetapkan kebijakan cash holding limit pada kantor-kantor cabang bank.
6.      Melaksanakan fungsi ALCO (asset-liability committee) untuk mengatur tingkat return dan likuiditas bank.
7.      Mengatur struktur portofolio dana.
8.      Mengadakan perjanjian credit line dengan lembaga keuangan lain.

Ø  Pengelolaan Likuiditas
Pengelolaan likuiditas bak dimaksudkan untuk memenuhi tujuan dan terbentuknya likuiditas yang sehat, dengan kondisi sebagai berikut:
1.      Tujuan manajemen likuiditas adalah untuk:
a.       Menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari.
b.      Memenuhi kebutuhan dana mendesak.
c.       Memuaskan permintaan nasabah akan pembiyaan.
d.      Memberikan fleksibelitas dalam meraih kesempatan investasi menarik yang menguntungkan.
e.       Menjaga posisi likuiditas bank agar mampu memenuhi ratio yang ditentukan bank sentral.
f.       Meminimalkan idle fund (dana mengendap).

2.      Ciri-ciri bank yang memiliki likuiditas sehat.
Dengan melakukan manajemen likuiditas maka bank akan dapat memelihara likuiditas yang dianggap sehat dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Memiliki sejumlah alat likuid, cash asset (uang kas,rekening pada bank sentral dan bank lainnya) setara dengan kebutuhan likuiditas yang diperkirakan.
b.      Memiliki likuiditas kurang dari kebutuhan, tetapi memiliki surat-surat berharga yang segera dapat dialihkan menjadi kas, tanpa harus mngalami kerugian baik sebelum atau sesudah jatuh tempo.
c.       Memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiitas dengan cara menciptakan uang, misalnya dengana menjual surat berharga dengan repurchase agreement.
d.      Memenuhi ratio pengukuran likuiditas yang sehat yaitu:
1.      Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga:
a.    Merupakan ukuran untuk menilai
b.   Alat likuid bank terdiri atas uang kas,saldo giro pada bank sentral dan bank koresponden.
c.    Semakin besar rasio ini semakin besar kemampuanbank memenuhi kewajiban jangka pendeknya,tetapi disisi lain mengidentifikasikan semakin besarnya idle money.
2.      Ratio pembiayaan terhadap total dana pihak ketiga (FDR).
a.       Finance to Deposit Ratio (FDR), yang menggambarkan perbnidngan pembiayaan yang disalurkan dengan jumlah DPK yang disalurkan.
b.      Ratio ini harus dipelihara pada posisi tertentu yaitu 75-100%. Jika ratoi dibawah 75% maka bank dalam kondisi kelebihan likuiditas, dan jika ratio iatas 100% maka bank dalam kondisi kurang likuid.
c.       Menurut kriteria Bank Indonesia, ratio sebesar 115% keatas nilai kesehatan likuiditas bank adalah nol.

Ø  Perencanaan Likuiditas
dalam hal bank syariah melakukan perencanaan likuiditas, maka perencanaan         likuiditas dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1.      Melakukan analisis perencanaan likuiditas yaitu mengidentifikasi kebutuhan utama terhadap likuiditas kemudian membandingkan kebutuhan tersebutdengan jumlah aktiva lancar yang dimiliki bank pada saat itu. Analisis ini dilakukan dengan tiga tahap sebagai berikut:
a.       Tahap pertama
Klasifikassikan sumber-sumber dana utama bank berdasarkan tingkat kecepatan berputarnya. Kelompokan dana yang sifatnya stabil atau tetap dan dana yang berfluktuasi. Estimasikan persentasse pada masing-masing kelompok pada dana ayaitu dana yang dapat ditarik pada saat jatuh tempo meliputi investasi mudharobah. Untuk memperkirakan jumlah penarikan pada tabungan dan giro wadiah, bank syariah harus menganalisis dari pengalaman penarikan dana masa-masa sebelumnya (historical data).
b.      Tahap kedua
1.      Kelompok jenis aktiva yang likuid maupun yang tidak likuid.
2.      Pngelompokan ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya dari aktiva lancar yang dimilikinya.
c.       Tahap ketiga
1.      Bandingkan total aktiva lancar dengan dana ang dianggap berubah-ubah (volitile).
2.      apabila perbandingan tersebut hasilnya sama dengan satu berarti posisi kebutuhan likuiditas persis sama dengan jumlah aktiva lancar yang dimiliki bank saat itu (balance liquidity position).
d.      Tahap keempat
Tentukan kebutuhan likuiditas bank yang biasanya dipengaruhi oleh fakto-faktor berikut inia:
1.      Kewajiban reserve yang ditetapkan oleh bank sentral, yaitu merupakan Giro Wajib Minimum (GWM) yang merupakan ketentuan Bank Indonesia. Giro Wajib Minimum merupakan kewajiban cadangan (reserve rerequirement) yang ditetapkan oleh Bank Indoneisia sebesar persentase dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
Dana Pihak Ketiga meliputi seluruh DPK dalam rupiah maupun valuta asing pada seluruh kantor bank yang bersangkutan di indoneisa.
2.      Kebutuhan Dana Operasional
3.      Rencana penyaluran pembiayaan termasuk komitmen bank kepada nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan inestasi. Bisnis di perbankan merupakan bisnis kepercayaan, oleh karenanya pemenuhan komitmen harus menjadi fokus bank syariah.
4.      Estimasi penarikan dana oleh nasabah, baik yang reguler maupun inreguler.
5.      Saldo minimum pada bank koresponden.

Ø Strategi Pengelolaan Likuiditas
Di dalam memelihara likuiditas maka faktor ekstern harus diperhatikan dan diantisipasi. Harus didasari bahwa perbankan syariah adalah industri yang masih  dalam tahap permulaan sehingga belum mampu menjadi pemimpin dalam industri perbankan khususnya di Indonesia. Berdassarkan kenyataan tersebut maka di dalam isu llikuiditas ini, di samping bersaing dengan sesama bank syariah, persaingan juga terjadi dengan bank konvensional yang sudah mapan. Untuk mengatasi damn mengatsi massalah likuiditas dikaitkan dengan upaya pengembangan bank syariah, tuntunan deposan,profesionalitas, tingkat profitabilitas dan kepatuhan terhadap sistem syariah, bank syariah harus melakukan hal-hal berikut ini:
1.      Menggiatkan pendidikan dan sosialisasi bank isalam khususnya menjelaskan tentang aspek-aspek ekonomi dan sistem nilai keislaman kepada masyarakat. Diharapkan dengan cara ini akan memberikan dampak positif berikut:
a.       Deposan atau investor baru akan datang mendeposit dananya ke bank islam.
b.      Meningkatkan dana baru yang masuk akan meningkatkan kemampuan ekspansi bisnis bank islam dan suatu saat diharapkan mampu  mewarnai industri perbankan.
c.       Deposan tidak terpengaruh dengan return tinggi yang tidak halal yang ditawarkan oleh lembaga keuangan konvensional.
2.      Terus memperbaiki dan meningkatkan kinerja bank syariah. Mengintensifkan dan fokus pada equity based financing seperti joint financing untuk membiayai proyek-proyek pemerintah dan swasta, membeli sukuk pemerintah atau corporate, dan lain-lain.
Menawarkan return tinggi dan komperatif adalah salah satu cara memelihara loyalitas segmen deposan rasional juga menarik deposan baru.
3.      Memperkuat koordinasi,komunikasi, daan pengertian dengan deposan atau investor dan patner bisnis. Terkait dengan pendekatan syariah terhadap risiko likuiditas, proses mobilisasi dana dan proses penyaluran dana menyangkut tiga komponen penting, yaitu:
a.       Tingkah laku masyarakat karena operassional bank syariah didasarkan pada amanah dan berbagai resiko dengan patner bisnis.
b.      Harmonisasi asset dan liability.
c.       Pengukuran dan monitoring dana.
4.      Mengidentifikasikan berapa banyak deposan rational yang dimiliki bank. Salah satu cara untuk mengidentifikasikan rational deposan adalah dengan mengamati berapa banyak dan mereka yang menarik dananya dan memindahkan ke bank konvensional ketika tingkat suku bunga dari bank konvensional lebih tinggi dari return yang dihasilkan oleh Bank Islam.
5.      Membentuk satuan tugas atau tim khusus untuk memonitor, mengevaluasi dan mendeteksi kemungkinan terjadinya kesulitan likuiditas yang akan menimpa bank. Hal pertama yang harus dilakukan adalah meneliti aliran dana untuk mengantisipasi mismatch asset-likuiditas, menetapkan kebijakan internal mengenai ukuran default dari partner bisnis, mendesain strategi menghadapi masalah likuiditas sekaligus struktur birokrasi pengambilan  keputusan di dalam memenuhi kebutuhan likuiditas yang mendesak.
6.      Menyiapkan kas dan cadangan likuiditas untuk kondisi tertentu. Bank membutuhkan lukuiditas untuk transakasi reguler maupun irreguler. Transakasi reguler adalah operasional sehari-hari, sementara transaksi irreguler terdiri dari dua hal yaitu:
a.       Irreguler tetapi dapat diprediksi.
b.      Irreguler dan tidak dapat diprediksi.
Kebutuhan likuiditas irreguler yang dapat diprediksi diantaranya adalah kewajiban menyediakan dana untuk kebutuhan keuangan untuk operasional pemerintah yang biasanya sangat besar. Tetapi kebutuhan kebutuhan likuiditas irreguler adalah penarikan yang tiba-tiba oleh deposan dalam jumlah besar yang disebabkan keadaan tertentu.
7.      Mendisain fortofolio bank termasuk intrumen yang likuid. Likuid instrumen tersebut siap setiap saat untuk dicairkan kapanpn dibutuhkan. Alternatif lain adalah dengan mencari likuiditas dari pasar uang syariah atau didalam keadaan yang sangat mendesak bank dapat memohon bantuan likuiditas dari bank sentral.[4]

        Bank syariah belum menjadi pemain utama di industri perbankan Indonesia oleh karena itu di dalam menjalankan operasionalnya harus mencermati dinamika yang terjadi pada perbankan konvensional. Walaupun penduduk indoneisa mayoritas beragama islam, namun sikap di dalam mengambl keputusan memilih lembaga untuk menabung atau berinvestasi lebih berorientasi kepada return yang ditawarkan oleh lembaga keuangan. Kondisi perekonomian, dinamika perbankan konvensioanal dan keberpihakan masyarakat islam terhadap bank syariah sangat memengaruhi strategi pengelolaan likuiditas bank syariah.
Manajemen likuiditas di bank syariah atau Unit Usaha Syariah merupakan bagian dari asset dan liability management yang secara umum bertujuan untuk menjaga likuiditas suatu bank syariah atau Unit Usaha Syariah agar kegiatan operasional tetap berjalan dan kepercayaan masyarakat terjaga. Sumber kebutuhan likuiditas berasal dari kewajiban reserve yang ditetapkan oleh bank setral, jenis dana yang dihimpun bank dan komitmen bank dalam pembiayaan atau investasi.
Alat untuk memenuhi likuiditas adalah:
1.      Primary reserve yang terdiri dari alat likuid.
2.      Secondary reserve, yang terdiri dari intrumen keuangan syariah.
3.      Asset sale atau sekuritisasi aset.
                    Jika terjadinya kekurangan likuiditas, maka bank syariah atau Unit Usaha Syariah perlu mengupayakan dana dana dari Pasar Uang Antar bank Syariah (PUAS) dan jika tidak mencukupi bank dapat mengajukan permohonan Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) kepada Bank Indonesia. Ruang Lingkup dalam pengelolaan likuiditas adalah mengoptimalisasi penggunaan dana agar tidak terjadi idle fund yang besar dan tidak terjebak dalam kesulitan likuiditas. Untuk itu estimasi kebutuhan dana likuiditas yang diperoleh melalui proyeksi arus kas menjadi sangat penting. Intsrumen di Pasar Uang Antar Bank Syariah masih kurang.
C.TUJUAN MANAJEMEN LIKUIDITAS
Tujuan manajemen lukuiditas adalah sebagai berikut
1.      Cadangan yang dibutuhkan dan yang telah di tetapkan oleh bank sentral karena kalau tidak dipenuhi nakan terkena pinalti dari bank sentral.
2.      Memperkecil dana yang menganmggur karena kalau memiliki banyak dana yang menganggur akan Mencapai mengurangi profitabilitas bank.
3.      Mencapai likuiditas yang aman menjaga proyeksi  cashflow kedalam kondisi yang sangat mendesak misalnya penarikan dana dari nasabah, pengambilan nasabah.
















BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
          Dari berbagai penjelasan diatas, maka ditarik sebuah kesimpiulan bahwa manajemen likuiditas bank syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian alat-alat likuiditas yang mudah ditunaikan guna memenuhi suatu kewajiban bank yang segera harus dibayar. Adapun tujuan dari manajemen likuiditas adalah
Tujuan manajemen lukuiditas adalah sebagai berikut
1.      Cadangan yang dibutuhkan dan yang telah di tetapkan oleh bank sentral karena kalau tidak dipenuhi nakan terkena pinalti dari bank sentral.
2.      Memperkecil dana yang menganmggur karena kalau memiliki banyak dana yang menganggur akan mencapai mengurangi profitabilitas bank.
          Mencapai likuiditas yang aman menjaga proyeksi  cashflow kedalam kondisi yang sangat mendesak misalnya penarikan dana dari nasabah, pengambilan nasabah.











DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhamad Syafi, 1999. Bank Syariah, Wacana Ulama dan Cedekiawan. Jakarta: diterbitkan atas Kerja Sama BI dan Tazkiya Institute.
Arifin, Zainul. 2002. Dasar-Dasar Menejemen Bank Syariah. Jakarta: Alfabeta.
Bank Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia NO.26/1/BPPP
          Tanggal 29 Mei1993
Hempel,George H.,Alan B.Colemen dan Donal G.Simonson.
1986. Bank Management. Teks and Case. New York: Johan Wiley dan Sons
Johson, Prak P. Dan Richerd D. Johson. 1995. Comercial Bank Management. New York : UPP –AMP YKPN.














[1] Rifki ismal, islamic Banking Charestik, economoc condition and liguidity Risk problum (indonesia Case: 2001-2007),http://www docstoc.com/docs/9464086/islamic-banking-and-liquidity-risk-problem.
[2] Ibid

[3] Sumber laporan statistik perbankan syariah Bank Idonesia Desember 2009.
[4] Rifki ismal, op.cit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar