BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Secara
umum tugas utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dari bentuk
simpanan. Kemudian dana yang telah terkumpul ersebut disalurkan kembali kepada
masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredir), serta memberikan jasa-jasa bank
lainnya. Untu bisamenghimpun dana dari masyarakat, makaS bank harus memiliki
keharusan untuk meyakinkan nasabah bahwa uang yang mereka titipkan dijamin
keamannya. Dengan demikian agar bisa memberikan kepada para nasbah, maka bank
tersebut harus likuid. Kajian mengenai likuditas didunia perbankan, merupakan
satu keharusan yang harus dilakukan. Baik itu oleh pihak perbankan praktisi
keuangan,ataupun pihak-pihak ketiga yang berencana menitipkan dananya di bank.
Pentingnya penilaian atas likuiditas suatu bank, merupakan salah satu untuk
bisa menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat,cukup
sehat,kurang sehat,dan tidak sehat. Salah satu penyebab kebangkrutan suatu bank
adalah karena ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Oleh
karena itu, likuiditas yang tersedia harus cukup sehingga tidak mengganggu
kebutuhan operasional.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian dari manajemen likuiditas?
2. Apa
saja faktor-faktor dari likuiditas?
3. Apa
Tujuan Likuiditas?
C. TUJUAN MASALAH
1.
Untuk Mengetahui
Pengertian Manajemen Likuiditas.
2.
Untuk Mengetahui
Faktor-Faktor Dari Likuiditas.
3.
Untuk Mengetahui
Tujuan Dari Manajemen Likuiditas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Likuiditas
Likuiditas merupakan
suatu hal yang sangat penting bagi bank untuk dikelola dengan baik karena akan
berdampak pada profitabilitas serta business
sustainbility dan continuity. Hal
ini jga tercermin dari peraturan bank indonesia yang menetapkan likuiditas
sebagai salah satu dari delapan resiko yang harus dikelola oleh bank. Konsep
likuiditas didalam dunia bisnis diartikan sebagai kemampuan menjual aset dalam
waktu singkat degan kerugian yang paling minimal. Tetapi pengertian likuiditas
dalam dunia perbankan lebih kompleks dibanding dengan dunia bisnis secarra
umum. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh
aset menjadi bentuk tunai (cash), sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah
kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan fortofolio
liabilitas.
Secara
garis besar manajemen likuiditas terdiri dari dua bagian, yaitu:pertama,
memperkirakan kebutuhan dana, yang berasal dari penghimpunan dana (deposit inflow) dan untuk menyalurkan
dana (fund out flow) dan berbagai
komitmen pembiayaan (finance cimmitment),
bagian kedua dari manajemen likuiditas adalah bagaimana bank bisa memenuhi
kebutuhan likuiditasnya. oleh karena itu, bank harus mampu mengidentifikasikan
karakteristik setiap produk bank baik disisi aktiva maupun pasiva serta
faktor-faktor yang mmpengaruhinya.
Kelebihan
dan kekurangan likuiditas sama-sama memilki damak kepada bank. Jika bank
terlalu konservatif mengelola likuiditas dalam pengertian terlalu besar memelihara
likuiditas akan mengakibatkan profitabilitas bank menjadi rendah walaupun dari
sisi liquidity shortage risk akan
aman. Sebaliknya jika bank menganut pengelolaan likuiditas yang agresif maka
cebderung akan dekat dengan liquidity
shortage risk akan teteapi memiliki keseempatan untuk memperoleh profit
yang tinggi. Shortage liquidity risk akan
menyebabkan dampak serius terhadap business
contuinity dan businnes
sustainability.
Secara
garis besar kondisi likuiditas bank dipengaruhi oleh faaktor eksternal dan
internal. Faktor eksternal adalah uncontrollable
factor sedangkan faktor internal pada umumnya adalah yang bisa dikendalikan
oleh bank. Faktor eksternal antara lain kondisi ekonomi dan moneter,
karakteristik deposan, kondisi pasar uang, peraturan, dan lain-lain. Sedangkan
faktor internal sangat tergantung pada kemampuan manajemen mengatur setiap
instrumen likuiditas bank. Contohnya adalah pemilihan strategi penerapan asset-liabilitas manajemen.
B. Faktor-faktor yanag mempengaruhi
likuiditas
Likuiditas
merupakan hal yang penting dalam bisnis perbankan. Sebab, likuiditas berkaitan
dengan masalah kepercayaan masyarakat. Bank adalah bisnis yang dilandasi pada
kepercayaan. Baik-buruknya likuiditas bank dipengaruhi oleh banyak faktor.
Namun faktor dominannya dapat dikelompokan menjadi faktor eksternal dan
internal.
1. Faktor
Eksternal
Faktor
eksternal yang memengaruhi kondisi likuiditas bank syariah dapat diidentifikan
sebagai berikut :
a. Karakteristik
Penabung
Faktor eksternal adalah
berbagai hal yang terjadi diluar bank yang dapat mempengaruhi funf inflow. Sebagai contoh di indonesia
sebagai negara penduduk muslim terbesar di dunia menunjukan bahwa mereka sangat
rasional dalam urusan bisnis walaupun menyadari niali-nilai realigius dalam
transksi keuangan. Majelis ulama indonesia telah mengaharamkan bunga tetapi
meraka tetep menyimpan uangnya di bank konvensional swpanjang lebih
menguntungkan jika dibandingkan dengan bank syariah. Ini merupan salah stau
masalah yang harus diperhatikan jika kita bicara tentang manajemen likuiditas.
Secara spesifik para
deposan bank syariah memiliki pola prilaku menabung sebagai berikut:
1. Menyimpan
dalam instrumen tabungan jangka pendek sehingga bisa dicairkan kapan saja baik
dengan penalti atau tanpa panalti.
2. Untuk
kepentingan jangka pendek dan lebih mengutamakan keuntungan. Dalam kondisi
ekonomi dimana suku bunga naik dan pasar uang yang volatile, mereka akan pindah ke bank konvensional ataun pasar uang
konvensional.
3. Oleh
karenanya banyak penabung di bank syariah juga tetap memeihara rekening
tabungan di bank konvensional.
Data
pada tahun 2007-2008 menunjukan bahwa jenis simpanan yang paling digemari oleh
para penyimpan di bank syariah adalah deposito mudorobah yaitu 46%, [1]kemudian
diikuti oleh tabungan mudorobah 33% dan giro wadiah 21%.
Hal ini menunjukan
bahwa kecendrungan penyimpan untuk mendapatkan return yang lebih tinggi, walaupun mereka masih menepatkan dalam
jangka waktu relatif pendek, mudah diperpanjang dan dicairkan. Dari sisi
pengelolaan likuiditas hal ini tentu saja agak merepotkan bank, karena
dana-dana jangka pendek memiliki volatilitas yang sangat tinggi.
Salah satu cara untuk
menyelaraskan pendapatan dana dan penenaman
atau pembiayaan adalah dengan menciptakan return yang menarik pada
produk deposito. Bank syariah harus aktif mencari proyek-proyek (financing muqayyadah). Cara lain adalah
dengan mengarahkan pembiayaan mereka dari yang berbasis utang dan yang berbasis
penyertaan dengan return yang
menarik. Sebenarnya inilah bentuk operasi bank syariah yang ideal.
Mencari dan membiayai
proyek-proyek dengan basis penyertaan terutama yang berjangka panjang bukanlah
masalah yang mudah untuk dilakukan tetutama dari sudut pandang resiko karena
pembiyaan dari jenis ini membutuhkan dana pengelolaan yang tinggi. Oleh karena
itu, bank-bank syariah lebih memilh membiayai proyekdengan basis utang yang
berjangka pendek seperti murabahah, ijarah dan istisna. Selain profil para
penyimpan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, salah satu syarat agar
pembiayaan berbasis penyertaan ini berhasil adalah dilakukan monitoring pembiayaan dan evaluasi
secara intensif serta koordinasi dengan stakholder.
Untuk mampu melakukan jenis pembiayaan jenis ini bank harus melakukan
Sumber Daya Insani yang profesional, teknologi tinggi dan networking yang luas. Di samping itu, kesulitan lain yang dihadapi
oleh bank syariah adalah kurangnya kemampuan untuk mengidentifikasi dan
menyeleksi proyek-proyek yang profitable,
reliable,prospektif dan dengan tolerance risk yang bisa diterima serta
partner bisnis yang bisa diandalkan.
Pembiyaan dengan basis
utang ini mendominasi kira-kira 65% dari total pembiayaan bank syariah di
indonesia. Sementara itu, pembiyaan berdasarkan penyertaan seperti mudarobah
dan musyarakah hanya mencapai 35% dari total penyaluran pembiayaan. Dengan
menerapkan strategi penyaluran pembiayaan seperti ini, maka sosok bank syariah
dapat digambarkan sebagai berikut; memberikan return yang hampir sama dengan bank konvensional, harus
mengantisipasi kebutuhan likuiditas jangka pendeknya dan memiliki tingkat
risiko pembiayaan rendah.
b. Kondisi
Ekonomi dan Moneter
Sebagai bagian dari sistm perekonomian, kondisi perekonomian
secara umum sangat mempengaruhi kondisi likuiditas perbankan syariah. Pada saat
tingkat inflasi tinggi yang ditandai dengan tingginya demand, otoritas moneter akan mengambil kebijakan kontaksi moneter
dengan memainkan instrumen moeter seperti menaikkan tingkat suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia.
Akibatnya
bank konvensional juga akan menaikkan suku bunganya sehingga deposan yang memiliki
mind-set rational akan menarik
dananya dari bank syariah dan memindahkannya ke bank konvensional. Bank
konvensional lebih memiliki fleksibilitas dan menyesuaikan returnya (suku
bunganya) dibandingkan dengan bank syariah. Tidak bisa dipungkiri bahwa
persaingan didalam menarik dana masyarakat tidak hanya datang dari bank
konvensional, terutama persaingan didalam mmperebutkan segmen deposan rational.
Terkadang terjadi
distorsi pasar dimana bank lebih memilih untuk menahan dananya untuk
menempatkan di instrumen keuangan yang aman seperti SBIS daripada menyalurkan
dalam bentuk pembiayaan karena terjadi kelesuan disektor riel. Hal ini juga
menyebabkan bank bank kelebihan likuiditas secara individual dana mengakibatkan
terjadinya penurunan tingkat profitabilitas yang tentu saja yang menimblkan
penurunan bagi hasil penyimpan dana di bank syariah. Belum lagi masuknya hot money yang berasal sari luar sebagai
konsekuensi dari sistem ekonomi terbuka akan membanjiri pasar uang sehingga
industri riel memiliki banyak pilihan untuk membiayai usaha mereka. Kesemuanya
menjadi tantangan tersendiri di dalam mengelola likuiditas bank syariah.
c. Persaingan
antar Lembaga Keuangan
Persiangan
antar lembaga keuangan juga mempengaruhi likuiditas bank syariah. Pada saat
bank syariah memberikan likuiditas bank return
yang rendah, pada pemilik dana terutama pemilik dana rasional akan mencari
alternatif lain untuk mengoptimumkan return mereka. Berbagai lembaga keuangan
seperti bank konvensional, Lembaga Keuangan[2]
Bukan Bank dan pasar uang dan modal merupakan pesaing yang harus diperhitungkan
didalam memperebutkan dana masyarakat. Bahkan fatw haram bunga bank menurut
Majelis Ulama Indonesia dan Muhammadiyah bau-baru ini tidak mempengaruhi
perbankan syariah dalam arti tidak terjadi perpindahan dana yang signifikan ke
bank syariah. Direktur perbankan syariah Bank Indoneia Ramzi Azuhdi menyatakan
fatwa haram bunga bank yang dikeluarkan Muhammadiyah tidak mempengaruhi
perbankan syariah. Hal yang sama pernah terjadi ketika Majelis Ulama Indonesia
mengeluarkan fatwa serupa beberapa waktu yang lalu, pengaruhnya saat itu tidak
begitu besar.
Presiden Direktur Karim
Bussines Consulting Adiwarman Karim mengatakan pasar yang digarap perbanka
syariah masih terbatas. Masih pada level usaha kecil dan menengah, segmen
korporasi sulit dijaring karena keterbatasan modal. Bahkan bank syariah sampai
sekarang belm menggarap nasabah tabungan dan giro. Padahal nasabah kedua produk
ini kebanyakan dari kalangan berduit. Produk bank syariah yang masih sederhana
membuat golongan orang kaya ini sulit dijangkau.
Dari
pernyataan-pernyataan tersebut jelas tergambar bahwa perbankan syariah belm
bisa mewarnai pasar atau dengan perkataan lain bahwa kondisi perbankan di
Indonesia masih didominasi oleh bank konvensional sehingga didalam
operasionalnya bank syariah dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi pada
perbankan konvensional.
C. Faktor
Internal
Faktor
internal yang memengaruhi kondisi likuiditas bank syariah dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
a.
Manajemen Rrsiko
Likuiditas
Risiko
adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (event)
yang dapat menimbulkan kerugian. Manajemen risiko adalah[3]
serangkaian prosedur dan teknologi yang digunakan untuk
mengidentifikasi,mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari
kegiatan usaha bank. Risiko likuiditas adalah risiko terjadinya kerugian yang
merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada
umumnya berjangaka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Besar
kecilnya risiko likuiditas ditentukan antara lain:
1.
Kecermatan dalam
perencanaan arus kas atau arus dana berasarkan prediksi pembiyaan dan
pertumbuhan dana termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana.
2.
Ketepatan dalam
mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana non Profit Loss Sharing (PLS).
3.
Kemampuan menciptakan
akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort. Apabila
kesenjangan tersebut cukup besar maka akan menurunkan kemampuan bank untuk
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu, untuk
mengantisipasinya terjadinya risiko likuiditas, yang mana pengelolaan
likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas.
Dalam mengantisipasi trjadinya risiko
likuiditas, aktivitas manajemen risiko yang pada umumnya ditetapkan oleh bank
antara lain adalah:
1.
Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya
penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik berua penarikan melalui kliring
maupun penarikan tunai.
2.
Meleaksanakan monitoring secara harian atas semua dana
masuk baik melalui incoming transfer
maupun setoran tunai nasabah.
3.
Membuat analisis
penarikan dana bersih terbesar yang oernah terjadi dan membndingkannya dengan
penarikan dana bersih rata-rata ssaat ini. Dari analisi tersebut dapat
diketahui tingkat ketahanan likuiditass bank.
4.
Selanjutnya bank
menetapkan secondary reserve untuk
menjaga posisi likuiditas bank, antara lain menetapkan kelebihan dana dalam
intrumen keuangan yang likuid.
5.
Menetapkan kebijakan cash holding limit pada kantor-kantor
cabang bank.
6.
Melaksanakan fungsi
ALCO (asset-liability committee) untuk
mengatur tingkat return dan
likuiditas bank.
7.
Mengatur struktur
portofolio dana.
8.
Mengadakan perjanjian credit line dengan lembaga keuangan
lain.
Ø
Pengelolaan Likuiditas
Pengelolaan
likuiditas bak dimaksudkan untuk memenuhi tujuan dan terbentuknya likuiditas
yang sehat, dengan kondisi sebagai berikut:
1.
Tujuan manajemen
likuiditas adalah untuk:
a.
Menjalankan transaksi
bisnisnya sehari-hari.
b.
Memenuhi kebutuhan dana
mendesak.
c.
Memuaskan permintaan
nasabah akan pembiyaan.
d.
Memberikan
fleksibelitas dalam meraih kesempatan investasi menarik yang menguntungkan.
e.
Menjaga posisi
likuiditas bank agar mampu memenuhi ratio yang ditentukan bank sentral.
f.
Meminimalkan idle fund
(dana mengendap).
2.
Ciri-ciri bank yang
memiliki likuiditas sehat.
Dengan
melakukan manajemen likuiditas maka bank akan dapat memelihara likuiditas yang
dianggap sehat dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Memiliki sejumlah alat
likuid, cash asset (uang kas,rekening
pada bank sentral dan bank lainnya) setara dengan kebutuhan likuiditas yang
diperkirakan.
b.
Memiliki likuiditas
kurang dari kebutuhan, tetapi memiliki surat-surat berharga yang segera dapat dialihkan
menjadi kas, tanpa harus mngalami kerugian baik sebelum atau sesudah jatuh
tempo.
c.
Memiliki kemampuan
untuk memperoleh likuiitas dengan cara menciptakan uang, misalnya dengana
menjual surat berharga dengan repurchase
agreement.
d.
Memenuhi ratio
pengukuran likuiditas yang sehat yaitu:
1.
Rasio alat likuid
terhadap dana pihak ketiga:
a.
Merupakan ukuran untuk
menilai
b.
Alat likuid bank
terdiri atas uang kas,saldo giro pada bank sentral dan bank koresponden.
c.
Semakin besar rasio ini
semakin besar kemampuanbank memenuhi kewajiban jangka pendeknya,tetapi disisi
lain mengidentifikasikan semakin besarnya idle money.
2.
Ratio pembiayaan
terhadap total dana pihak ketiga (FDR).
a.
Finance
to Deposit Ratio (FDR), yang menggambarkan
perbnidngan pembiayaan yang disalurkan dengan jumlah DPK yang disalurkan.
b.
Ratio ini harus
dipelihara pada posisi tertentu yaitu 75-100%. Jika ratoi dibawah 75% maka bank
dalam kondisi kelebihan likuiditas, dan jika ratio iatas 100% maka bank dalam
kondisi kurang likuid.
c.
Menurut kriteria Bank
Indonesia, ratio sebesar 115% keatas nilai kesehatan likuiditas bank adalah
nol.
Ø Perencanaan
Likuiditas
dalam hal bank syariah melakukan
perencanaan likuiditas, maka perencanaan likuiditas dapat dilakukan melalui
tahapan sebagai berikut:
1.
Melakukan analisis
perencanaan likuiditas yaitu mengidentifikasi kebutuhan utama terhadap
likuiditas kemudian membandingkan kebutuhan tersebutdengan jumlah aktiva lancar
yang dimiliki bank pada saat itu. Analisis ini dilakukan dengan tiga tahap
sebagai berikut:
a.
Tahap pertama
Klasifikassikan
sumber-sumber dana utama bank berdasarkan tingkat kecepatan berputarnya.
Kelompokan dana yang sifatnya stabil atau tetap dan dana yang berfluktuasi.
Estimasikan persentasse pada masing-masing kelompok pada dana ayaitu dana yang
dapat ditarik pada saat jatuh tempo meliputi investasi mudharobah. Untuk
memperkirakan jumlah penarikan pada tabungan dan giro wadiah, bank syariah
harus menganalisis dari pengalaman penarikan dana masa-masa sebelumnya (historical data).
b.
Tahap kedua
1.
Kelompok jenis aktiva
yang likuid maupun yang tidak likuid.
2.
Pngelompokan ini
dimaksudkan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan
likuiditasnya dari aktiva lancar yang dimilikinya.
c.
Tahap ketiga
1.
Bandingkan total aktiva
lancar dengan dana ang dianggap berubah-ubah (volitile).
2.
apabila perbandingan
tersebut hasilnya sama dengan satu berarti posisi kebutuhan likuiditas persis
sama dengan jumlah aktiva lancar yang dimiliki bank saat itu (balance liquidity position).
d.
Tahap keempat
Tentukan
kebutuhan likuiditas bank yang biasanya dipengaruhi oleh fakto-faktor berikut
inia:
1.
Kewajiban reserve yang ditetapkan oleh bank
sentral, yaitu merupakan Giro Wajib Minimum (GWM) yang merupakan ketentuan Bank
Indonesia. Giro Wajib Minimum merupakan kewajiban cadangan (reserve rerequirement) yang ditetapkan
oleh Bank Indoneisia sebesar persentase dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
Dana
Pihak Ketiga meliputi seluruh DPK dalam rupiah maupun valuta asing pada seluruh
kantor bank yang bersangkutan di indoneisa.
2.
Kebutuhan Dana
Operasional
3.
Rencana penyaluran
pembiayaan termasuk komitmen bank kepada nasabah atau pihak lain untuk
memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan inestasi. Bisnis di perbankan merupakan
bisnis kepercayaan, oleh karenanya pemenuhan komitmen harus menjadi fokus bank
syariah.
4.
Estimasi penarikan dana
oleh nasabah, baik yang reguler maupun inreguler.
5.
Saldo minimum pada bank
koresponden.
Ø Strategi
Pengelolaan Likuiditas
Di
dalam memelihara likuiditas maka faktor ekstern harus diperhatikan dan
diantisipasi. Harus didasari bahwa perbankan syariah adalah industri yang
masih dalam tahap permulaan sehingga
belum mampu menjadi pemimpin dalam industri perbankan khususnya di Indonesia. Berdassarkan
kenyataan tersebut maka di dalam isu llikuiditas ini, di samping bersaing
dengan sesama bank syariah, persaingan juga terjadi dengan bank konvensional
yang sudah mapan. Untuk mengatasi damn mengatsi massalah likuiditas dikaitkan
dengan upaya pengembangan bank syariah, tuntunan deposan,profesionalitas,
tingkat profitabilitas dan kepatuhan terhadap sistem syariah, bank syariah
harus melakukan hal-hal berikut ini:
1.
Menggiatkan pendidikan
dan sosialisasi bank isalam khususnya menjelaskan tentang aspek-aspek ekonomi
dan sistem nilai keislaman kepada masyarakat. Diharapkan dengan cara ini akan
memberikan dampak positif berikut:
a.
Deposan atau investor
baru akan datang mendeposit dananya ke bank islam.
b.
Meningkatkan dana baru
yang masuk akan meningkatkan kemampuan ekspansi bisnis bank islam dan suatu
saat diharapkan mampu mewarnai industri
perbankan.
c.
Deposan tidak
terpengaruh dengan return tinggi yang
tidak halal yang ditawarkan oleh lembaga keuangan konvensional.
2.
Terus memperbaiki dan
meningkatkan kinerja bank syariah. Mengintensifkan dan fokus pada equity based financing seperti joint
financing untuk membiayai proyek-proyek pemerintah dan swasta, membeli
sukuk pemerintah atau corporate, dan
lain-lain.
Menawarkan
return tinggi dan komperatif adalah
salah satu cara memelihara loyalitas segmen deposan rasional juga menarik
deposan baru.
3.
Memperkuat koordinasi,komunikasi,
daan pengertian dengan deposan atau investor dan patner bisnis. Terkait dengan pendekatan syariah terhadap risiko
likuiditas, proses mobilisasi dana dan proses penyaluran dana menyangkut tiga
komponen penting, yaitu:
a.
Tingkah laku masyarakat
karena operassional bank syariah didasarkan pada amanah dan berbagai resiko
dengan patner bisnis.
b.
Harmonisasi asset dan liability.
c.
Pengukuran dan monitoring dana.
4.
Mengidentifikasikan
berapa banyak deposan rational yang dimiliki bank. Salah satu cara untuk
mengidentifikasikan rational deposan adalah dengan mengamati berapa banyak dan
mereka yang menarik dananya dan memindahkan ke bank konvensional ketika tingkat
suku bunga dari bank konvensional lebih tinggi dari return yang dihasilkan oleh Bank Islam.
5.
Membentuk satuan tugas
atau tim khusus untuk memonitor, mengevaluasi dan mendeteksi kemungkinan
terjadinya kesulitan likuiditas yang akan menimpa bank. Hal pertama yang harus
dilakukan adalah meneliti aliran dana untuk mengantisipasi mismatch asset-likuiditas, menetapkan kebijakan internal mengenai
ukuran default dari partner bisnis,
mendesain strategi menghadapi masalah likuiditas sekaligus struktur birokrasi
pengambilan keputusan di dalam memenuhi
kebutuhan likuiditas yang mendesak.
6.
Menyiapkan kas dan
cadangan likuiditas untuk kondisi tertentu. Bank membutuhkan lukuiditas untuk
transakasi reguler maupun irreguler. Transakasi reguler adalah operasional
sehari-hari, sementara transaksi irreguler terdiri dari dua hal yaitu:
a.
Irreguler tetapi dapat
diprediksi.
b.
Irreguler dan tidak
dapat diprediksi.
Kebutuhan
likuiditas irreguler yang dapat diprediksi diantaranya adalah kewajiban menyediakan
dana untuk kebutuhan keuangan untuk operasional pemerintah yang biasanya sangat
besar. Tetapi kebutuhan kebutuhan likuiditas irreguler adalah penarikan yang
tiba-tiba oleh deposan dalam jumlah besar yang disebabkan keadaan tertentu.
7.
Mendisain fortofolio
bank termasuk intrumen yang likuid. Likuid instrumen tersebut siap setiap saat
untuk dicairkan kapanpn dibutuhkan. Alternatif lain adalah dengan mencari
likuiditas dari pasar uang syariah atau didalam keadaan yang sangat mendesak
bank dapat memohon bantuan likuiditas dari bank sentral.[4]
Bank
syariah belum menjadi pemain utama di industri perbankan Indonesia oleh karena
itu di dalam menjalankan operasionalnya harus mencermati dinamika yang terjadi
pada perbankan konvensional. Walaupun penduduk indoneisa mayoritas beragama
islam, namun sikap di dalam mengambl keputusan memilih lembaga untuk menabung
atau berinvestasi lebih berorientasi kepada return
yang ditawarkan oleh lembaga keuangan. Kondisi perekonomian, dinamika
perbankan konvensioanal dan keberpihakan masyarakat islam terhadap bank syariah
sangat memengaruhi strategi pengelolaan likuiditas bank syariah.
Manajemen likuiditas di bank syariah
atau Unit Usaha Syariah merupakan bagian dari asset dan liability management
yang secara umum bertujuan untuk menjaga likuiditas suatu bank syariah atau
Unit Usaha Syariah agar kegiatan operasional tetap berjalan dan kepercayaan
masyarakat terjaga. Sumber kebutuhan likuiditas berasal dari kewajiban reserve yang ditetapkan oleh bank
setral, jenis dana yang dihimpun bank dan komitmen bank dalam pembiayaan atau
investasi.
Alat
untuk memenuhi likuiditas adalah:
1.
Primary
reserve yang terdiri dari alat likuid.
2.
Secondary
reserve, yang terdiri dari intrumen keuangan
syariah.
3.
Asset
sale atau sekuritisasi aset.
Jika
terjadinya kekurangan likuiditas, maka bank syariah atau Unit Usaha Syariah
perlu mengupayakan dana dana dari Pasar Uang Antar bank Syariah (PUAS) dan jika
tidak mencukupi bank dapat mengajukan permohonan Fasilitas Pembiayaan Jangka
Pendek Syariah (FPJPS) kepada Bank Indonesia. Ruang Lingkup dalam pengelolaan
likuiditas adalah mengoptimalisasi penggunaan dana agar tidak terjadi idle fund yang besar dan tidak terjebak
dalam kesulitan likuiditas. Untuk itu estimasi kebutuhan dana likuiditas yang
diperoleh melalui proyeksi arus kas menjadi sangat penting. Intsrumen di Pasar
Uang Antar Bank Syariah masih kurang.
C.TUJUAN MANAJEMEN LIKUIDITAS
Tujuan manajemen lukuiditas adalah sebagai berikut
1. Cadangan yang dibutuhkan dan yang telah di tetapkan
oleh bank sentral karena kalau tidak dipenuhi nakan terkena pinalti dari bank
sentral.
2. Memperkecil dana yang menganmggur karena kalau
memiliki banyak dana yang menganggur akan Mencapai mengurangi profitabilitas
bank.
3. Mencapai likuiditas yang aman menjaga proyeksi cashflow
kedalam kondisi yang sangat mendesak misalnya penarikan dana dari nasabah,
pengambilan nasabah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari berbagai penjelasan diatas, maka ditarik sebuah
kesimpiulan bahwa manajemen likuiditas bank syariah diartikan sebagai suatu
program pengendalian alat-alat likuiditas yang mudah ditunaikan guna memenuhi
suatu kewajiban bank yang segera harus dibayar. Adapun tujuan dari manajemen
likuiditas adalah
Tujuan manajemen lukuiditas adalah sebagai berikut
1.
Cadangan yang
dibutuhkan dan yang telah di tetapkan oleh bank sentral karena kalau tidak
dipenuhi nakan terkena pinalti dari bank sentral.
2.
Memperkecil dana
yang menganmggur karena kalau memiliki banyak dana yang menganggur akan mencapai
mengurangi profitabilitas bank.
Mencapai likuiditas yang aman menjaga proyeksi cashflow
kedalam kondisi yang sangat mendesak misalnya penarikan dana dari nasabah,
pengambilan nasabah.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhamad Syafi, 1999. Bank Syariah, Wacana Ulama dan
Cedekiawan. Jakarta: diterbitkan atas Kerja
Sama BI dan Tazkiya Institute.
Arifin, Zainul. 2002. Dasar-Dasar Menejemen Bank Syariah. Jakarta: Alfabeta.
Bank
Indonesia. Surat
Edaran Bank Indonesia NO.26/1/BPPP
Tanggal
29 Mei1993
Hempel,George
H.,Alan B.Colemen dan Donal G.Simonson.
1986.
Bank Management. Teks and Case. New York: Johan Wiley dan Sons
Johson,
Prak P. Dan Richerd D. Johson. 1995. Comercial
Bank Management. New York : UPP –AMP YKPN.
[1] Rifki ismal, islamic
Banking Charestik, economoc condition and liguidity Risk problum (indonesia
Case: 2001-2007),http://www
docstoc.com/docs/9464086/islamic-banking-and-liquidity-risk-problem.
[2]
Ibid
[3] Sumber laporan statistik
perbankan syariah Bank Idonesia Desember 2009.
[4] Rifki ismal, op.cit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar