Jumat, 08 Desember 2017

HAKIKAT, SUMBER PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN (MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU)


HAKIKAT, SUMBER PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN
 (Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu)


KATA PENGANTAR

            Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “Hakikat, Sumber Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran”. Dalam menyusun tugas makalah ini, banyak sekali mendapat hambatan dan rintangan akan tetapi dengan usaha, kerja keras dan bantuan dari berbagai pihak semua masalah tersebut dapat teratasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja sama dan membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada Dosen Pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu, yang telah memberikan arahan, pencerahan dan telah membimbing pembelajaran dan diskusi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari bentuk penyusunan dan materinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca agar makalah ini bisa menjadi lebih baik dan sempurna. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca.
  
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A.    Definisi dan jenis pengetahuan
1.      Definisi pengetahuan
2.      Jenis pengetahuan
B.     Hakikat dan Sumber pengetahuan
1.      Hakikat pengetahuan
2.      Sumber pengetahuan
C.     Ukuran Kebenaran
1.      Jenis-jenis Kebenaran
2.      Upaya memperoleh kebenaran
D.    Klasifikasi dan Hirarki Ilmu
1.      Klasifikasi Ilmu
2.      Pendapat para ilmuan mengenai hirarki ilmu


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karna manusia adalah satu-satunya mahluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun penegtahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya(survival). Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini dan berbagai problema yang menyelimuti kehidupan. Manusia senantiasa penasaran terhadap cita-cita hidup ini. Yang hendak diraih adalah pengetahuan yang benar, kebenaran hidup itu. Manusia merupaka makhluk yang berakal budi yang selalu ingin mengejar kebenaran.
Manusia merupakan makhluk yang berakal budi yang selalu ingin mengejar kebenaran. Dengan akal budinya, manusia mampu mengembangkan kemampuan yang spesifik manusiawi, yang menyangkut daya cipta, rasa maupun karsa. Pada pembahasan makalah kali ini penulis mencoba menjelaskan tentang pengetahuan dan ukuran kebenaran, yang meliputi hakikat pengetahuan, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dimana atau dari mana pengetahuan itu diperoleh, dan apakah pengetahuan tersebut merupakan pengetahuan yang benar adanya atau sebaliknya. Serta bagaimana ukuran kebenaran dari pengetahuan yang didapat tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dan jenis  pengetahuan ?
2.      Bagaimana hakikat dan sumber pengetahuan ?
3.      Bagaimana  ukuran kebenaran ?
4.      Bagaimana Klasifikasi Dan Hirarki  Ilmu?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Dan Jenis Pengetahuan
1.      Definisi pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar. Beberapa Definisi pengetahuan menurut para tokoh: Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan adalah semua milik atau isi pikiran. Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri.[1] Sidi Gazalba mengatakan “apa yg diketahui atau hasil pekerjaan tahu (sadar, kenal, insaf, mengerti dan pandai), atau semua milik (isi) pikiran. Jadi, pengetahuan mrpk hasil proses dari usaha manusia untuk tahu”. Dalam Kamus Filsafat mengatakan bahwa pengetahuan merupakan “proses kehidupan yg diketahui manusia scr langsung dari kesadarannya sendiri. Dlm peristiwa ini yg mengetahui (subjek) memiliki yg diketahui (objek) di dlm dirinya sedemikian aktif, sehingga yg mengetahui itu menyusun yg diketahui pada dirinya sendiri dlm kesatuan aktif.[2]
2.      Jenis -jenis pengetahuan:
a.       Pengetahuan Biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense, dan dalam filsafat dikatakan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Dengan common sense semua orang sampai pada kenyataan secara umum tentang sesuatu, dimana mereka berpendapat sama semuanya. Ia diperoleh dari pengalaman sehari-hari.
b.      Pengetahuan Ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Science yaitu untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatis dan objektif. Ilmu pd prinsipnya mrpk usaha utk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense. Namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode. Pengetahuan yang diperoleh melalui ilmu diperoleh melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral (tdk subjektif), karena dimulai dengan fakta
c.       Pengetahuan Filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. C.D. Broad berkata : “maksud dari filsafat spekulatif adalah untuk ambil alih hasil-hasil dari berbagai ilmu, dan menambahkannya dengan hasil pengalaman keagamaan dan budi pekerti. Dgn cara ini, diharapkan bahwa kita akan dapat sampai kepada suatu kesimpulan tentang watak alam ini, serta kedudukan dan prospek kita di dalamnya.
d.      Pengetahuan Agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan ini mengandung beberapa hal pokok, baik ttg hubungan dgn Tuhan (vertikal), maupun dgn sesama manusia (horizontal).
B.     Hakikat dan Sumber Pengetahuan.
1.      Hakikat Pengetahuan.
Pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran. Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir dikarenakan persentuhan kita dengan suatu perkara. Keluasan dan kedalaman kehadiran kondisi-kondisi ini dalam pikiran dan jiwa kita sangat bergantung pada sejauh mana reaksi, pertemuan, persentuhan, dan hubungan kita dengan objek-objek eksternal. John Dewey beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil dan capaian dari suatu penelitian dan observasi. Menurutnya, pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia dengan realitas-realitas   yang tetap dan yang senantiasa berubah. Dalam pengetahuan sangat mungkin terdapat dua aspek yang berbeda, antara lain:
a.       Hal-hal yang diperoleh.
Pengetahuan seperti ini mencakup tradisi, keterampilan, informasi, pemilkiran-pemikiran, dan akidah-akidah yang diyakini oleh seseorang dan diaplikasikan dalam semua kondisi dan dimensi penting kehidupan. Misalnya pengetahuan seseorang tentang sejarah negaranya dan pengetahuannya terhadap etika dan agama dimana pengetahuan-pengetahuan ini nantinya ia bisa aplikasikan dan menjadikannya sebagai dasar pembahasan.
b.      Realitas yang terus berubah.
Sangat mungkin pengetahuan itu diasumsikan sebagai suatu realitas yang senantiasa berubah dimana perolehan itu tidak pernah berakhir. Pada kondisi ini, seseorang mengetahui secara khusus perkara- perkara yang beragam, kemudian ia membandingkan perkara tersebut satu sama lain dan memberikan pandangan atasnya, dengan demikian, ia menyiapkan dirinya untuk mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru yang lebih global.
2.      Sumber Pengetahuan
Semua orang mengakui memiliki pengetahuan. Persoalannya adalah dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan didapat. Persoalan yang muncul tentang bagaimana proses terbentuknya pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dapat diperoleh melalui cara pendekatan apriori maupun aposteriori. Pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan apriori adalah pengetahuan yang diperoleh tanpa mengetahui proses pengalaman, baik pengalaman yang bersumber pada panca indra maupun pengalaman batin atau jiwa. Sebaliknya, pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan aposteriori adalah pengetahuan yang diperolehnya melalui informasi dari orang lain atau pengalaman yang telah ada sebelumnya. Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan  berbagai alat yang merupakan sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan, antara lain:[3]
a.       Empirisme
Menurut aliran ini, manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya, kebenaran pengetahuan hanya didasarkan pada fakta-fakta yang ada dilapangan. Pengetahuan manusia itu dapat diperoleh melalui pengalaman yang konkret karena gejala-gejala alamiah yang terjadi dimuka bumi ini adalah bersifat konkret dan dapat dinyatakan melalui pancaindra manusia. Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal, yakni kesan-kesan (impressions) dan pengertian-pengertian atau ide-ide (ideas). Yang dimaksud kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman, seperti merasakan tangan terbakar. Yang dimaksud dengan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang samar-samar yang dihasilkan dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman. Berdasarkan teori ini, akal hanya megelola konsep gagasan inderawi. Sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari panca indera. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun ada, itu pun sebatas ide yang kabur.
b.      Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Fungsi panca indera hanya untuk memperoleh data-data dari alam nyaa dan akalnya menghubungkan data-data itu dengan yang lain.[4]
c.       Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi mengatasi sifat lahiriyah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat analisis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu oleh penggambaran secara simbolis. Karena itu, intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika.Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan. Pengetahuan intuisi dapat dipergunakan sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Kegiatan intuisi dan analisis bisa bekerja saling membantu dalam menemukan kebenaran.
d.      Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para Nabi. Para Nabi memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan, mereka terjadi atas kehendak Tuhan semesta. Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transendental. Kepercayaan ini yang merupakan titik tolak dalam agama lewat pengkajian selanjutnya dapat menigkatkan atau menurunkan kepercayaan itu.
C.     Ukuran Kebenaran.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai di situ saja.Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya espistemologi.[5]
1.      Jenis-jenis kebenaran.
a.       Kebenaran Individual
Kebenaran Individual ini merupakan kebenaran yang di ikuti manusia berdasarkan pendapat sendiri.
b.      Kebenaran Objektif merupakan kebenaran yang biasanya bersumber dari ajaran leluhur  yang diwariskan secara turun temurun dan sudah mendarah daging dalam masyarakat.
c.       Kebenaran Hakiki
Kebenaran yang sifatnya mutlak, pasti dan tidak akan pernah mengalami perubahan, tentunya kebenaran ini bukan dari manusia, tetapi kebanaran ini datangnya dari Sang Pencipta.
Menurut Michael Williams terdapat 5  kriteria teori kebenaran yaitu:
a.    Kebenaran Koherensi
Sesuatu yang koheren dengan sesuatu yang lain berarti ada kesesuaian atau keharmonisan dengan sesuatu yang memiliki hirarki lebih tinggi, hal ini dapat berupa skema, sisitem, atau nilai. Koheren tersebut mungkin saja tetap pada dataran sensual rasional, tetapi mungkin pula menjangkau dataran transenden.
b.    Kebenaran Korespondensi
Berfikir benar korespondensi adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu yang lain. Korespondensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan (positifisme), antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik.
c.    Kebenaran Performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan actual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis, yang teoritik, maupun yang filosofik. Orang yang mengetengahkan kebenaran tampilan actual yang disebut dengan kebenaran performatif tokoh penganut ini antara lain Strawson (1950) dan Geach (1960) sesuatu sebagai benar biladapat diaktualkan dalam tindakan.
d.   Kebenaran Pragmatik
Perintis teori ini adalah Charles S. Pierce. Yang benar adalah yang konkret, yang individual, dan yang spesifik, demikian James Deweylebih lanjut menyatakan bahwa kebenaran merupakan korespondensi antara ide denga fakta, dan arti korespondensi menurut Dewey adalah kegunaan praktis.
e.    Kebenaran Proposisi
Sesuatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai denganpersyaratan formal suatu proposisi. Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks.[6]
2.      Upaya memperoleh kebenaran.
a.       Pendekatan Empiris
Manusia mempunyai seperangkat indera yang berfungsi sebagai penghubung dirinya dengan dunia nyata, dengan inderanya manusia mampu mengenal berbagai hal yang ada di sekitarnya. Kenyataan seperti ini menyebabkan timbulnya anggapan bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui penginderaan atau pengalaman. Bagi yang mempercayai bahwa penginderaan merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh kebenaran disebut sebagai kaum empiris.
b.      Pendekatan Rasional
Cara lain untuk mendapatkan kebenaran adalah dengan mengandalkan rasio, upaya ini sering disebut sebagai pendekatan rasional. Manusia merupakan makhluk hidup yang dapat berpikir,sehingga dengan kemampuannya tersebut manusia dapat menangkap ide atau prinsip tentang sesuatu, yang pada akhirnya sampai pada kebenaran, yaitu kebenaran rasional.
c.       Pendekatan Intuitif
Pendekatan ini merupakan pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses penalaran tertentu. Misalkan Seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah secara tiba-tiba menemukan jalan pemecahan dari masalah yg dihadapi.
d.      Pendekatan Religius
Kita sebagai makhluk Tuhan yang diberi akal pikiran harus menyadari bahwa alam semesta beserta isinya ini diciptakan dan dikendalikan oleh kekuatan Tuhan. Upaya untuk memperoleh kebenaran dengan jalan seperti ini disebut sebagai pendekatan religious.
e.       Pendekatan Otoritas
Yang dimaksud dengan pendekatan otoritas ini adalah seseorang yang memiliki kelebihan tertentu disbanding orang lain. Kelebihan-kelebihan tersebut bisa berupa kekuasaan, kemampuan intelektual, keterampilan, pengalaman, dan sebagainya. Yang memiliki kelebihan-kelebihan seperti itu disegani, ditakuti, ataupun dijadikan figur panutan. Apa yang mereka nyatakan akan diterima sebagai suatu kebenaran.
D.    Klasifikasi Dan Hirarki  Ilmu
1.       Klasifikasi ilmu
Klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Pemunculan suatu cabang ilmu baru terjadi karena beberapa factor. Bert Hoselitz. menyebut adanya tiga hal  Pembentukan suatu disiplin khusus yang baru dalam bidang ilmu, yaitu sebagai berikut.
a.        eksistensi dan pengenalan seperangkat problem-problem baru yang menarik perhatian beberapa penyelidik.
b.      pengumpulan sejumlah cukup data yang akan memungkinkan penggerapan generalisasi-generalisasi  yang cukup luas lingkupnya untuk menunjukkan ciri-ciri umum problem-problem yang sedang diselidiki.
c.       pencapaian pengakuan resmi atau institusional terhadap disiplin bikti itu.\
Ada beberapa pandangan yang terkait dengan klasifikasi ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut:[7]
a.       Pada Zaman Purba dan Abad Pertengahan
Pembagian ilmu pengetahuan pada zaman ini berdasarkan “artis liberalis” atau kesenian yang merdeka, yang terdiri atas dua bagian yaitu:
1)      Trivium atau tiga bagian yaitu:
a)      Gramatika, bertujuan agar manusia dapat berbicara yang baik.
b)      Dialektika, bertujuan agar manusia dapat berpikir baik, formal dan logis.
c)      Retorika, bertujuan agar manusia dapat berbicara dengan baik.
2)      Quadrivium atau empat bagian yaitu:
a)      Aritmatika yaitu ilmu hitung.
b)      Geometrika yaitu ilmu ukur.
c)      Musikal yaitu ilmu musik.
d)     Astronomia yaitu ilmu perbintangan.

b.      The Liang Gie
The Liang Gie membagi pengetahuan ilmiah berdasarkan dua hal, yaitu ragam pengetahuan dan jenis pengetahuan. Pembagian ilmu menurut ragamnya mengacu pada salah satu sifat atributif yang dipilih sebagai ukuran. Pembagian ini hanya menunjukkan sebuah ciri dari sekumpulan pengetahuan ilmiah. Sifat atributif yang akan dipakai dasar untuk melakukan pembagian dalam ragam ilmu adalah sifat dasar manusia yang berhasrat mengetahui dan ingin berbuat.
c.       Cristian Wolff
Wolff mengklasifikasikan ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu ilmu pengetahuan empiris, matematika, dan filsafat.
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Wolff ini dapat diskemakan sebagai berikut:
1)      Ilmu pengetahuan Empiris
                                                                        i.     kosmologis empiris
                                                                      ii.     psikologi empiris
2)      Matematika
                                                                        i.          Murni: aritmatika, geometri, dan aljabar.
                                                                      ii.          Campuran: mekanika, dan lain-lain.
3)      Filsafat
4)      Spekulatif (metafisika): umum-ontologi, dan khusus; psikologi, kosmologi, theologi. Praktis: intelek-/Logika, kehendak; ekonomi, etika, politik, dan pekerjaan fisik; teknologi.
d.      Auguste Comte
Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan Auguste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Urutan dalam penggolongan ilmu pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut:
1)      Ilmu Pasti (Matematika) merupakan dasar bagi semua ilmu pengetahuan.
2)      Ilmu Perbintangan (Astronomi) dapat menyusun hukum yang bersangkutan dengan gejala benda langit.
3)      Ilmu Alam (Fisika) merupakan ilmu yang lebih tinggi dari ilmu perbintangan.
4)      Ilmu Kimia (Chemistry), gejala-gejala dalam ilmu kimia lebih kompleks daripada ilmu alam.
5)      Ilmu Hayat (Fisiologi atau Biologi) merupakan ilmu yang kompleks dan berhadapan dengan gejala kehidupan.
6)      Fisika Sosial (Sosiologi) merupakan urutan tertinggi dalam penggolongan ilmu pengetahuan.
e.        Aristoteles
Aristoteles memberikan suatu klasifikasi berdasarkan objek formal yaitu ilmu teoritis (spekulatif), praktis, dan poietis (produktif). Ilmu teoritis bertujuan bagi pengetahuan itu sendiri, yaitu untuk keperluan perkembangan ilmu. Ilmu praktis yaitu ilmu pengetahuan yang bertujuan mencari norma atau ukuran begi perbuatan kita. Poietis yaitu ilmu pengetahuan yang bertujuan menghasilkan suatu hasil karya, alat, dan teknologi.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Jadi, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni : pendidikan, media dan keterpaparan informasi.
Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia Uraian dan ulasan mengenai berbagai teori kebenaran di atas telah menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari berbagai teori kebenaran. Teori Kebenaran mempunyai Kelebihan Kekurangan Korespondensi sesuai dengan fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta Koherensi bersifat rasional dan Positivistik Mengabaikan hal-hal non fisik Pragmatis fungsional-praktis tidak ada kebenaran mutlak Performatif . Bila pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat Tidak kreatif, inovatif dan kurang inisiatif Konsensus Didukung teori yang kuat dan masyarakat ilmiah Perlu waktu lama untuk menemukan kebenaran.



DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal, 2005, Filsafat Ilmu, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,
Tafsir, Dr. Ahmad, 2003, Filsafat Ilmu, Bandung: Rosda Karya
Adib, Muhammad, 2011, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka belajar






[1] Bakhtiar, Amsal, 2005, Filsafat Ilmu, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, h. 85
[2] Ibid, h. 88
[3] Tafsir, Dr. Ahmad, 2003, Filsafat Ilmu, Bandung: Rosda Karya, h. 90
[4] Ibid, h.92-97
[5] Adib, Muhammad, 2011, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka belajar, h. 80
 [6]ibid, h. 90
[7] Bakhtiar, Amsal, 2005, Filsafat Ilmu, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, h. 105

Tidak ada komentar:

Posting Komentar