HAKIKAT, SUMBER PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN
(Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Filsafat Ilmu)
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita
panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan anugrah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
membahas tentang “Hakikat, Sumber Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran”. Dalam
menyusun tugas makalah ini, banyak sekali mendapat hambatan dan rintangan akan
tetapi dengan usaha, kerja keras dan bantuan dari berbagai pihak semua masalah
tersebut dapat teratasi.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja sama dan
membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada Dosen Pengampu mata
kuliah Filsafat Ilmu, yang telah memberikan arahan, pencerahan dan telah
membimbing pembelajaran dan diskusi.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari bentuk
penyusunan dan materinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari para pembaca agar makalah ini bisa menjadi lebih
baik dan sempurna. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para
pembaca.
DAFTAR
ISI
Halaman Judul
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Rumusan
Masalah
BAB
II PEMBAHASAN
A. Definisi
dan jenis pengetahuan
1. Definisi
pengetahuan
2. Jenis
pengetahuan
B. Hakikat
dan Sumber pengetahuan
1. Hakikat
pengetahuan
2. Sumber
pengetahuan
C. Ukuran
Kebenaran
1. Jenis-jenis
Kebenaran
2. Upaya
memperoleh kebenaran
D. Klasifikasi
dan Hirarki Ilmu
1. Klasifikasi
Ilmu
2. Pendapat
para ilmuan mengenai hirarki ilmu
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang
merupakan ciri khas manusia karna manusia adalah satu-satunya mahluk yang
mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai
pengetahuan, namun penegtahuan ini terbatas untuk kelangsungan
hidupnya(survival). Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi
kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini dan berbagai problema yang menyelimuti
kehidupan. Manusia senantiasa penasaran terhadap cita-cita hidup ini. Yang
hendak diraih adalah pengetahuan yang benar, kebenaran hidup itu. Manusia
merupaka makhluk yang berakal budi yang selalu ingin mengejar kebenaran.
Manusia merupakan makhluk yang berakal budi yang
selalu ingin mengejar kebenaran. Dengan akal budinya, manusia mampu
mengembangkan kemampuan yang spesifik manusiawi, yang menyangkut daya cipta,
rasa maupun karsa. Pada pembahasan makalah kali ini penulis mencoba menjelaskan
tentang pengetahuan dan ukuran kebenaran, yang meliputi hakikat pengetahuan,
bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dimana atau dari mana pengetahuan itu
diperoleh, dan apakah pengetahuan tersebut merupakan pengetahuan yang benar
adanya atau sebaliknya. Serta bagaimana ukuran kebenaran dari pengetahuan yang
didapat tersebut.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
definisi dan jenis pengetahuan ?
2. Bagaimana
hakikat dan sumber pengetahuan ?
3. Bagaimana ukuran kebenaran ?
4. Bagaimana
Klasifikasi Dan Hirarki Ilmu?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Dan Jenis Pengetahuan
1. Definisi
pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam
bahasa inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan
bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar. Beberapa Definisi
pengetahuan menurut para tokoh: Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah
apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah
hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan adalah semua
milik atau isi pikiran. Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan
adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri.[1]
Sidi Gazalba mengatakan “apa yg diketahui atau hasil pekerjaan tahu (sadar,
kenal, insaf, mengerti dan pandai), atau semua milik (isi) pikiran. Jadi,
pengetahuan mrpk hasil proses dari usaha manusia untuk tahu”. Dalam Kamus
Filsafat mengatakan bahwa pengetahuan merupakan “proses kehidupan yg diketahui
manusia scr langsung dari kesadarannya sendiri. Dlm peristiwa ini yg mengetahui
(subjek) memiliki yg diketahui (objek) di dlm dirinya sedemikian aktif,
sehingga yg mengetahui itu menyusun yg diketahui pada dirinya sendiri dlm
kesatuan aktif.[2]
2. Jenis
-jenis pengetahuan:
a. Pengetahuan
Biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common
sense, dan dalam filsafat dikatakan dengan good sense, karena seseorang
memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Dengan common sense semua
orang sampai pada kenyataan secara umum tentang sesuatu, dimana mereka
berpendapat sama semuanya. Ia diperoleh dari pengalaman sehari-hari.
b. Pengetahuan
Ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Science yaitu untuk
menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatis dan objektif. Ilmu
pd prinsipnya mrpk usaha utk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common
sense. Namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan
menggunakan berbagai metode. Pengetahuan yang diperoleh melalui ilmu diperoleh
melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan
menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral (tdk
subjektif), karena dimulai dengan fakta
c. Pengetahuan
Filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat
kontemplatif dan spekulatif. C.D. Broad berkata : “maksud dari filsafat
spekulatif adalah untuk ambil alih hasil-hasil dari berbagai ilmu, dan
menambahkannya dengan hasil pengalaman keagamaan dan budi pekerti. Dgn cara
ini, diharapkan bahwa kita akan dapat sampai kepada suatu kesimpulan tentang
watak alam ini, serta kedudukan dan prospek kita di dalamnya.
d. Pengetahuan
Agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya.
Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
Pengetahuan ini mengandung beberapa hal pokok, baik ttg hubungan dgn Tuhan
(vertikal), maupun dgn sesama manusia (horizontal).
B. Hakikat
dan Sumber Pengetahuan.
1. Hakikat
Pengetahuan.
Pengetahuan
(knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang
dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam
sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi,
akidah, dan pikiran-pikiran. Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir
dikarenakan persentuhan kita dengan suatu perkara. Keluasan dan kedalaman
kehadiran kondisi-kondisi ini dalam pikiran dan jiwa kita sangat bergantung
pada sejauh mana reaksi, pertemuan, persentuhan, dan hubungan kita dengan
objek-objek eksternal. John Dewey beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan
hasil dan capaian dari suatu penelitian dan observasi. Menurutnya, pengetahuan
seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia dengan realitas-realitas yang tetap dan yang senantiasa berubah.
Dalam pengetahuan sangat mungkin terdapat dua aspek yang berbeda, antara lain:
a. Hal-hal
yang diperoleh.
Pengetahuan seperti ini
mencakup tradisi, keterampilan, informasi, pemilkiran-pemikiran, dan
akidah-akidah yang diyakini oleh seseorang dan diaplikasikan dalam semua
kondisi dan dimensi penting kehidupan. Misalnya pengetahuan seseorang tentang
sejarah negaranya dan pengetahuannya terhadap etika dan agama dimana
pengetahuan-pengetahuan ini nantinya ia bisa aplikasikan dan menjadikannya
sebagai dasar pembahasan.
b. Realitas
yang terus berubah.
Sangat mungkin
pengetahuan itu diasumsikan sebagai suatu realitas yang senantiasa berubah
dimana perolehan itu tidak pernah berakhir. Pada kondisi ini, seseorang
mengetahui secara khusus perkara- perkara yang beragam, kemudian ia
membandingkan perkara tersebut satu sama lain dan memberikan pandangan atasnya,
dengan demikian, ia menyiapkan dirinya untuk mendapatkan
pengetahuan-pengetahuan baru yang lebih global.
2. Sumber
Pengetahuan
Semua
orang mengakui memiliki pengetahuan. Persoalannya adalah dari mana pengetahuan
itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan didapat. Persoalan yang muncul tentang
bagaimana proses terbentuknya pengetahuan yang dimiliki oleh manusia dapat
diperoleh melalui cara pendekatan apriori maupun aposteriori. Pengetahuan yang
diperoleh melalui pendekatan apriori adalah pengetahuan yang diperoleh tanpa
mengetahui proses pengalaman, baik pengalaman yang bersumber pada panca indra
maupun pengalaman batin atau jiwa. Sebaliknya, pengetahuan yang diperoleh
melalui pendekatan aposteriori adalah pengetahuan yang diperolehnya melalui
informasi dari orang lain atau pengalaman yang telah ada sebelumnya.
Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang merupakan sumber
pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber
pengetahuan, antara lain:[3]
a. Empirisme
Menurut aliran ini,
manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya, kebenaran pengetahuan
hanya didasarkan pada fakta-fakta yang ada dilapangan. Pengetahuan manusia itu
dapat diperoleh melalui pengalaman yang konkret karena gejala-gejala alamiah
yang terjadi dimuka bumi ini adalah bersifat konkret dan dapat dinyatakan
melalui pancaindra manusia. Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan
memberikan dua hal, yakni kesan-kesan (impressions) dan pengertian-pengertian
atau ide-ide (ideas). Yang dimaksud kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang
diterima dari pengalaman, seperti merasakan tangan terbakar. Yang dimaksud
dengan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang samar-samar yang dihasilkan
dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima
dari pengalaman. Berdasarkan teori ini, akal hanya megelola konsep gagasan
inderawi. Sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang
diperoleh dari panca indera. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun ada, itu pun
sebatas ide yang kabur.
b. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan
bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh
dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan
menangkap objek. Fungsi panca indera hanya untuk memperoleh data-data dari alam
nyaa dan akalnya menghubungkan data-data itu dengan yang lain.[4]
c. Intuisi
Menurut Henry Bergson
intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Intuisi adalah
suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi.
Intuisi mengatasi sifat lahiriyah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya
bersifat analisis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu oleh penggambaran
secara simbolis. Karena itu, intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika.Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan.
Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat
diandalkan. Pengetahuan intuisi dapat dipergunakan sebagai hipotesa bagi
analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan.
Kegiatan intuisi dan analisis bisa bekerja saling membantu dalam menemukan
kebenaran.
d. Wahyu
Wahyu adalah
pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para
Nabi. Para Nabi memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah
payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan, mereka terjadi
atas kehendak Tuhan semesta. Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik
mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang
mencakup masalah transendental. Kepercayaan ini yang merupakan titik tolak
dalam agama lewat pengkajian selanjutnya dapat menigkatkan atau menurunkan
kepercayaan itu.
C. Ukuran
Kebenaran.
Berpikir
merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Pada setiap
jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak
pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak
sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Secara umum orang merasa bahwa
tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran, namun masalahnya tidak
hanya sampai di situ saja.Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan
berkembangnya espistemologi.[5]
1. Jenis-jenis
kebenaran.
a. Kebenaran
Individual
Kebenaran Individual
ini merupakan kebenaran yang di ikuti manusia berdasarkan pendapat sendiri.
b. Kebenaran
Objektif merupakan kebenaran yang biasanya bersumber dari ajaran leluhur yang diwariskan secara turun temurun dan
sudah mendarah daging dalam masyarakat.
c. Kebenaran
Hakiki
Kebenaran yang sifatnya mutlak,
pasti dan tidak akan pernah mengalami perubahan, tentunya kebenaran ini bukan
dari manusia, tetapi kebanaran ini datangnya dari Sang Pencipta.
Menurut Michael Williams terdapat 5 kriteria teori kebenaran yaitu:
a. Kebenaran
Koherensi
Sesuatu yang koheren
dengan sesuatu yang lain berarti ada kesesuaian atau keharmonisan dengan
sesuatu yang memiliki hirarki lebih tinggi, hal ini dapat berupa skema,
sisitem, atau nilai. Koheren tersebut mungkin saja tetap pada dataran sensual
rasional, tetapi mungkin pula menjangkau dataran transenden.
b. Kebenaran
Korespondensi
Berfikir benar
korespondensi adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan
sesuatu yang lain. Korespondensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan
atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan (positifisme),
antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik.
c. Kebenaran
Performatif
Ketika pemikiran
manusia menyatukan segalanya dalam tampilan actual dan menyatukan apapun yang
ada dibaliknya, baik yang praktis, yang teoritik, maupun yang filosofik. Orang
yang mengetengahkan kebenaran tampilan actual yang disebut dengan kebenaran
performatif tokoh penganut ini antara lain Strawson (1950) dan Geach (1960)
sesuatu sebagai benar biladapat diaktualkan dalam tindakan.
d. Kebenaran
Pragmatik
Perintis teori ini
adalah Charles S. Pierce. Yang benar adalah yang konkret, yang individual, dan
yang spesifik, demikian James Deweylebih lanjut menyatakan bahwa kebenaran
merupakan korespondensi antara ide denga fakta, dan arti korespondensi menurut
Dewey adalah kegunaan praktis.
e. Kebenaran
Proposisi
Sesuatu kebenaran dapat
diperoleh bila proposisi-proposisinya benar dalam logika Aristoteles, proposisi
benar adalah bila sesuai denganpersyaratan formal suatu proposisi. Proposisi
adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks.[6]
2. Upaya
memperoleh kebenaran.
a. Pendekatan
Empiris
Manusia mempunyai
seperangkat indera yang berfungsi sebagai penghubung dirinya dengan dunia
nyata, dengan inderanya manusia mampu mengenal berbagai hal yang ada di
sekitarnya. Kenyataan seperti ini menyebabkan timbulnya anggapan bahwa
kebenaran dapat diperoleh melalui penginderaan atau pengalaman. Bagi yang
mempercayai bahwa penginderaan merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh
kebenaran disebut sebagai kaum empiris.
b. Pendekatan
Rasional
Cara lain untuk
mendapatkan kebenaran adalah dengan mengandalkan rasio, upaya ini sering
disebut sebagai pendekatan rasional. Manusia merupakan makhluk hidup yang dapat
berpikir,sehingga dengan kemampuannya tersebut manusia dapat menangkap ide atau
prinsip tentang sesuatu, yang pada akhirnya sampai pada kebenaran, yaitu
kebenaran rasional.
c. Pendekatan
Intuitif
Pendekatan ini
merupakan pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses penalaran tertentu.
Misalkan Seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah secara tiba-tiba
menemukan jalan pemecahan dari masalah yg dihadapi.
d. Pendekatan
Religius
Kita sebagai makhluk
Tuhan yang diberi akal pikiran harus menyadari bahwa alam semesta beserta
isinya ini diciptakan dan dikendalikan oleh kekuatan Tuhan. Upaya untuk
memperoleh kebenaran dengan jalan seperti ini disebut sebagai pendekatan
religious.
e. Pendekatan
Otoritas
Yang dimaksud dengan
pendekatan otoritas ini adalah seseorang yang memiliki kelebihan tertentu
disbanding orang lain. Kelebihan-kelebihan tersebut bisa berupa kekuasaan,
kemampuan intelektual, keterampilan, pengalaman, dan sebagainya. Yang memiliki
kelebihan-kelebihan seperti itu disegani, ditakuti, ataupun dijadikan figur
panutan. Apa yang mereka nyatakan akan diterima sebagai suatu kebenaran.
D. Klasifikasi
Dan Hirarki Ilmu
1. Klasifikasi
ilmu
Klasifikasi atau
penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan atau perubahan sesuai
dengan semangat zaman. Pemunculan suatu cabang ilmu baru terjadi karena
beberapa factor. Bert Hoselitz. menyebut adanya tiga hal Pembentukan suatu disiplin khusus yang baru
dalam bidang ilmu, yaitu sebagai berikut.
a. eksistensi dan pengenalan seperangkat
problem-problem baru yang menarik perhatian beberapa penyelidik.
b. pengumpulan
sejumlah cukup data yang akan memungkinkan penggerapan
generalisasi-generalisasi yang cukup
luas lingkupnya untuk menunjukkan ciri-ciri umum problem-problem yang sedang
diselidiki.
c. pencapaian
pengakuan resmi atau institusional terhadap disiplin bikti itu.\
Ada
beberapa pandangan yang terkait dengan klasifikasi ilmu pengetahuan, yaitu
sebagai berikut:[7]
a. Pada
Zaman Purba dan Abad Pertengahan
Pembagian ilmu
pengetahuan pada zaman ini berdasarkan “artis liberalis” atau kesenian yang
merdeka, yang terdiri atas dua bagian yaitu:
1) Trivium
atau tiga bagian yaitu:
a) Gramatika,
bertujuan agar manusia dapat berbicara yang baik.
b) Dialektika,
bertujuan agar manusia dapat berpikir baik, formal dan logis.
c) Retorika,
bertujuan agar manusia dapat berbicara dengan baik.
2) Quadrivium
atau empat bagian yaitu:
a) Aritmatika
yaitu ilmu hitung.
b) Geometrika
yaitu ilmu ukur.
c) Musikal
yaitu ilmu musik.
d) Astronomia
yaitu ilmu perbintangan.
b. The
Liang Gie
The Liang Gie membagi
pengetahuan ilmiah berdasarkan dua hal, yaitu ragam pengetahuan dan jenis
pengetahuan. Pembagian ilmu menurut ragamnya mengacu pada salah satu sifat
atributif yang dipilih sebagai ukuran. Pembagian ini hanya menunjukkan sebuah
ciri dari sekumpulan pengetahuan ilmiah. Sifat atributif yang akan dipakai
dasar untuk melakukan pembagian dalam ragam ilmu adalah sifat dasar manusia
yang berhasrat mengetahui dan ingin berbuat.
c. Cristian
Wolff
Wolff
mengklasifikasikan ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu ilmu
pengetahuan empiris, matematika, dan filsafat.
Klasifikasi ilmu
pengetahuan menurut Wolff ini dapat diskemakan sebagai berikut:
1) Ilmu
pengetahuan Empiris
i. kosmologis
empiris
ii. psikologi
empiris
2) Matematika
i.
Murni:
aritmatika, geometri, dan aljabar.
ii.
Campuran:
mekanika, dan lain-lain.
3) Filsafat
4) Spekulatif
(metafisika): umum-ontologi, dan khusus; psikologi, kosmologi, theologi.
Praktis: intelek-/Logika, kehendak; ekonomi, etika, politik, dan pekerjaan
fisik; teknologi.
d. Auguste
Comte
Pada dasarnya penggolongan ilmu
pengetahuan yang dikemukakan Auguste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan
itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling
umum akan tampil terlebih dahulu. Urutan dalam penggolongan ilmu pengetahuan
Auguste Comte sebagai berikut:
1) Ilmu
Pasti (Matematika) merupakan dasar bagi semua ilmu pengetahuan.
2) Ilmu
Perbintangan (Astronomi) dapat menyusun hukum yang bersangkutan dengan gejala
benda langit.
3) Ilmu
Alam (Fisika) merupakan ilmu yang lebih tinggi dari ilmu perbintangan.
4) Ilmu
Kimia (Chemistry), gejala-gejala dalam ilmu kimia lebih kompleks daripada ilmu
alam.
5) Ilmu
Hayat (Fisiologi atau Biologi) merupakan ilmu yang kompleks dan berhadapan
dengan gejala kehidupan.
6) Fisika
Sosial (Sosiologi) merupakan urutan tertinggi dalam penggolongan ilmu
pengetahuan.
e. Aristoteles
Aristoteles memberikan suatu klasifikasi berdasarkan
objek formal yaitu ilmu teoritis (spekulatif), praktis, dan poietis (produktif).
Ilmu teoritis bertujuan bagi pengetahuan itu sendiri, yaitu untuk keperluan
perkembangan ilmu. Ilmu praktis yaitu ilmu pengetahuan yang bertujuan mencari
norma atau ukuran begi perbuatan kita. Poietis yaitu ilmu pengetahuan yang
bertujuan menghasilkan suatu hasil karya, alat, dan teknologi.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengetahuan
itu adalah semua milik atau isi pikiran. Jadi, pengetahuan merupakan hasil proses
dari usaha manusia untuk tahu. Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yakni : pendidikan, media dan keterpaparan informasi.
Semua
teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata. Yang
mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia Uraian dan ulasan
mengenai berbagai teori kebenaran di atas telah menunjukkan kelebihan dan
kekurangan dari berbagai teori kebenaran. Teori Kebenaran mempunyai Kelebihan
Kekurangan Korespondensi sesuai dengan fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta
Koherensi bersifat rasional dan Positivistik Mengabaikan hal-hal non fisik
Pragmatis fungsional-praktis tidak ada kebenaran mutlak Performatif . Bila
pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat Tidak kreatif, inovatif dan kurang
inisiatif Konsensus Didukung teori yang kuat dan masyarakat ilmiah Perlu waktu
lama untuk menemukan kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar,
Amsal, 2005, Filsafat Ilmu,
Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,
Tafsir,
Dr. Ahmad, 2003, Filsafat Ilmu,
Bandung: Rosda Karya
Adib,
Muhammad, 2011, Filsafat Ilmu,
Yogyakarta: Pustaka belajar
[1]
Bakhtiar, Amsal, 2005, Filsafat Ilmu,
Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, h. 85
[2]
Ibid, h. 88
[3]
Tafsir,
Dr. Ahmad, 2003, Filsafat Ilmu,
Bandung: Rosda Karya, h. 90
[4]
Ibid, h.92-97
[5]
Adib, Muhammad, 2011, Filsafat Ilmu,
Yogyakarta: Pustaka belajar, h. 80
[7]
Bakhtiar, Amsal, 2005, Filsafat Ilmu,
Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, h. 105
Tidak ada komentar:
Posting Komentar