Minggu, 17 Desember 2017

MAKALAH TAUHID IMLU KALAM PEMIKIRAN KALAM KONTEMPORER MUHAMMAD ABDUH

MAKALAH TAUHID IMLU KALAM
PEMIKIRAN KALAM KONTEMPORER MUHAMMAD ABDUH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Blakang
Mempelajari mata kuliah ilmu kalam merupakan salah satu dari komponen utama rukun iman. Ketiga komponen itu, yaitu nutqun bi al-lisani (mengucapkan dengan lisan),  ‘amalun bi al-arkani (melaksanakan sesuai dengan rukun-rukun), dan tashdiqun bi al-qalbi (membenarkan dalam hati). Agar keyakinan itu dapat tumbuh dengan kukuhnya, para ulama dahulu dan telah melakukan kajian secara mendalam.
Untuk menjadikan ucapan lisan secara meyakinkan dan kukuh diperlukan ilmunya, yaitu ilmu tauhid, ilmu yang membahas tentang ketuhanan. Pada gilirannya dengan perkembangan situasi dan kondisi sosial yang berlaku saatnya, ilmu tauhid telah berkembang menjadi ilmu kalam. Sementara itu ilmu yang dapat memperkukuh amalan-amalan iman dinamakan ilmu fiqh. Ilmu fiqh menjelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan amalan-amalan seorang beriman agar keimanannya kuat.
Di antara amalan itu, yaitu amalan-amalan ibadah mahdhah, seperti shalat,puasa,zakat, dan berhaji ke baitullah. Adapun ilmu yang membahas agar hati seorang mu’min dapat memperileh iman yang kuat, para ulama masa lalu mengajarkan ilmu tasawuf. Dengan ilmu ini, diharapkan iman seorang mukmin mampu meresap ke dalam hati seseorang mukmin yang terdalam.
Ketiga komponenilmu itu, dalam kajian ilmu-ilmu keislaman secara ilmiah, menjadi kajian utamanya. Hanya, sterssingya terkadang berbeda-beda antara satu wilayah atau negara dengan wilayah lain atau negara lain. Terkadang di satu wilayah atau negara, ilmu fiqh dan ilmu kalam di perkuat seperti itu tasawufnya kurang berkembang. Di wilayah atau negara lain ilmu fiqh dengan ilmu tasawuf yang lebih di kembangkan, dengan kurang memperhatikan pengembangan ilmu kalam,atau berbagai model lagi.

B.     Rumusa Masalah
1.      Mengkaji pemikiran kalam Muhammad Abduh.

C.    Tujuan Masalah
1.      Mahasiswa mengenal dan mampu memahami pemikiran kalam Muhammad Abduh.

BAB II
Kajian Pustaka
A.    Syekh Muhammad Abduh

1.      Riwayat Hidup Singkat Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya Muhammad bin ‘Abduh bin Hasan Khairullah di lahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten Al-Buhairah,Mesir, pada tahun 1849 M. Beliau berasal dari keturunan bangsawan. Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka meberi pertolongan.[1] Kekerasan yang ditetapkan penguasa-penguasa Muhammad ‘Ali alam memungut pajak menyebabkan penduduk pindah-pindah tempat untuk menghindarinya. Abduh mulai dilahirkan dalam kindisi yang penuh kecemasan ini.[2]
Mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke Masjid Al-Ahmadi Tatan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain Al-Azhar. Akan tetapi, sistem pembelajaran di sana sangat menjengkelkannya sehingga setelah dua tahun di sana, ia memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani, seperti saudara-saudara atau kerabatnya. Waktu kembali ke desa, ia di nikahkan saat ia berumur 16 tahun. Semula ia berkekas untuk tidak melanjutkan studinya, tetapi akhirnya kembali belajar atas dorongan pamannya, Syekh Darwish, yang banyak mempengaruhi kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan Jamaluddin Al-Afghani. Atas jasanya, Abduh berkata, “ia telah membebaskanku dari penjara kebodohan (the prison of ignorance) dan membimbingku menuju ilmu pengetahuan.”[3]
Setelah merampungkan studinya di bawah bimbingan pamannya, Abduh melanjutkan studi Al-Azhar pada bulan februari 1866.[4]
Pada tahun 1871, Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897) tiba di Mesir. Saat itu, Abduh menjadi mahasiswa Al-Azhar. Kehadirannya di sambut Abduh dengan menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiyahnya. Untuk yang selanjutnya, ia menjadi murid kesayangan Al-Afghani.
Lalu, Afghani yang mendorong Abduh aktif menulis dalam bidang sosial dan politik. Artikel-artikel pembaruannya banyak dimuat di surat kabar Al-Ahram di Kairo.[5]
Setelah menyelesaikan studinya di Al-Azhar pada pada tahun 1877 dengan gelar “alim”, Abduh mulai mengajar di Al-Azhar, kemudian da Dar Ulum dan di rumanhya. Tak lama kemudian Al-Afghani diusir dari Mesir pada tahun 1879 karena dituduh mengadakan gerakan penenyangan terhadap Khadewi Taufiq, Abduh juga di pandang ikut campur di dalamnya, di buang di Kairo. Pada tahun 1880 ia di peroleh kembali ke ibu kota kemudian di angkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintahan Mesir, Al-Waqa’i Al-Mishriyah. Pada waktu bersamaan, kesadaran nasional Mesir mulai tampak.  Di bawah pimpinan Abduh, surat kabar resmi itu membuat artikel-artikel tentang ugernes nasionl Mesir di samping berita-berita resmi.[6]
Setelah revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan), Abduh ketika itu masih memimpin surat kaar Al-Waqa’i dituduh terlibat dalam revolusi besar tersebut, sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk mengasingkannya selama tiga tahun dengan memberi hak kepadanya untuk memilih tempat pengasingannya, Ia pun memilih Suriah. Dia menetap selama satu tahun. Kemudian ia menyusul gurunya, Al-Afghani yang ketika itu berada di Paris.

Di sana mereka menerbitkan surat kabarAl-‘Urwah Al-Wutsqa pada tahun 1884.  Karya-karyanya yang di buat di surat kabar banyak menghendaki kebebasan berfikir dan modern .
Pendapatnya mulai mengarah juga kepada para fukaha yang masih memperselihkan masalah furuiyyah. [7] Yang bertujuan mendirikan Pan Islam serta menentang penjajah Barat, khususnya Inggris.
Pada Tahun 1885, Abduh diutus oleh surat kabar terseut ke inggris untuk menemui tokoh-tokoh negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir.[8] Tahun 1899, Abduh di angkat menjadi multi Mesir. Kedudukan tinggi iu di pegangnya ia meniggal dunia tahun 1905.

B.     Pemikiran-pemikiran Kalam Syekh Muhammad Abduh
a.       Kedudukan akal dan fungsi wahyu
Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus pemikiran Abduh, sebagai mana yang diakuinya, yaitu:
1)   Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimanahak salaf al-ummah (ulama sebelun abad ke-3 Hijrah), sebelum timbulnya perpecahan , yaitu memahami langsung dari sumber pokoknya Al-Qur’an.
2)   Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik digunakan dalan percakapan resmi di kantor-kantor pemerintah maupun dalam tulisan-tulisan media massa.
Dua persoalan pokok yang menjadi fokus pemikiran Abduh tampanya ia muncul ketika ia meratapi perkembangan umat islam pada masanya. Sebagaimana yang di jelaskan Sayyid Quthb (l. 1906), kondisi umat islam saat itu di gambarkan sebagai “suatu masyarakat yang beku, kaku, menutup rapat-rapat pintu ijtihad, mengabaikan peranan akal dalam memahami syariat Allah atau men-istinbat-kan para hukum-hukum karena mereka telah merasa cukup dengan hasil karya  para pendahulunya yang hidup dalam masa kebekalan akal serta yang berdasarkan khurafat-khutafat.[9]
Atas dasar kedua pikirannya itu, Muhammad Abduh memberikan peranan yang sangat besar pada akal. Begitu besarnya peranan yang diberikan olehnya, sehingga Harun Nasution menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh memberi kekuatan yang lebih tinggi pada akal dari pada Mu’tazilah.[10] Menurut Abduh , akal dapat hal-hal berikut ini antara lain :
1)       Tuhan dan sifat-sifatnya.
2)       Keberadaan hidup di akhirat.
3)       Kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada mengenal Tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada tidak mengenal Tuhan dan berbuat jahat.
4)       Kewajiban manusia mengenal tuhan.
5)       Kewajiban manusia berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiannya di akhirat.
6)       Hukum-hukum mengenai kewajiban itu.[11]
7)       Abduh berpendapat bahwa antara akal dan wahyu tidak ada pertentangan, keduanya dapat disesuaikan. Kalau antara wahyu dan akal bertentang maka ada dua kemungkinan.[12]
8)       Wahyu sudah diubah sehingga sudah tidak sesuai dengan akal.
9)       Kesalahan dalam menggunakan penalaran.
Pemikiran semacam ini sangat dibutuhkan untuk menjelaskan bahwa islam adalah agama yang umatnya bebas berfikir secara rasional sehingga mendapatkan ilmu pengetahuan dan teori-teori ilmiah untuk kepentingan hidupnya, sebagaimana yang telah dimiliki oleh bangsa barat saat itu, dimana dengan ilmu pengetahuan mereka menjadi kreatif, dinamis dalam hidupnya.
Dengan memperhatikan pandangan Muhammad Abduh tentang peranan akal, dapat diketahui pula bagaimana fungsiwahyu baginya. Wahyu adalah penolong (al-mu’in). Kata ini ia pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia. Wahyu menolong akal untuk mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat dan mengetahui cara beribadah kepada tuhan.
Dengan demikian, wahyu bagi Abduh berfungsi sebagai konfirmasi, yaitu untuk menguatkan dan menyempurnakan pengetahuan akkal dan informasi. Abduh memandang bahwa menggunakan akal merupakan salah satu dasar islam. Imam seseorang tidak sempurna apabila tidak didasarkan persadaraan antara akal dan agama. Islam menurut agama pertama kali mengikat mengikat persaudaraan akal dan agama.
Menurut kepercayaannya, pada eksistensi Tuhan yang didasarkan akal. Wahyu yang di bawa Nabi tidak mungkin bertentangan degan akal. Apabila ternyata antara keduanya terdapat pertentangan, menurutnya terdapat penyimpangan dalam tataran interpretasi sehingga di perlukan interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.


b.     Kebebasan manusia dan fanalisme
Bagi Abduh, di samping mempunyai daya pikir, manusia juga mempunyai kebebasan memilih yang merupakan sifat dasar alami yang harus ada dalam diri manusia. Jika sifat ini di hilangkan dari dirinya sendiri, ia bukan manusia lagi, melainkan makhluk lain. Manusia dengan akalnya mempertimbangkan akibat perbuatannya yang di lakukuan, kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya dan mewujudkan perbuatannya dengan daya yang ada di dalam dirinya.
Karena manusia menurut hukum alam dan sunnatullah mempunyai kebebasan dalam kemauan dan daya untuk mewujudkan kamauan. Menurutnya, manusia adalah manusia karena ia mempunyai kemampuan berpikir dan kebebasan dalam memilih.manusia tidak memiliki kebebasan absolut. Ia menyebut orang yang mengatakan manusia mempunyai kebebasan mutlak sebagai orang yang angkuh.

c.       Sifat-sifat Tuhan
Dalam risalah, ia menyebut sifat-sifat Tuhan. Mengenai masalah apakah sifat itu termasuk esensi Tuhan yang lain, menjelaskan bahwa hal itu terletak di luar kemampuan manusia untuk mengetahuinya.

d.      Kehendak mutlak Tuhan
Karena yakin akan kebebsan dn kemampuan manusia, Abduh melihat bahwa Tuhan tidak bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi kehendak mutlaknya dengan memberi kebebasan dan kesanggupan kepada manusia yang secara bebas dapat dipergunakannya dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Ia tidak mungkin menyimpang dari sunnatullah yang telah ditetapkannya. Di dalam kandungannya arti bahwa Tuhan dengan kemauannya telah membatasi kehendaknya dengan sunnatullah yan diciptakannya untuk mengatur alam.

e.       Keadilan Tuhan
Karena memberikan daya besar pada akal dan kebebasan manusia, Abduh mempunyai kecenderungan untuk memahami dan meninjau alam bukan hanya dari segi kehendak mutlak Tuhan, melainkan juga dari segi pandangan dan kepentingan manusia. Ia berpendapat bahwa alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia dan tidak satu pun ciptaan Tuhan tang tidak membawa manfaat bagi manusia.
Mengenai keadialan Tuhan, ia memandang tidak hanya dari segi kesempurnaannya, tetapi juga dari pemikiran rasional manusia. Sifat ketidakadilan tidak sejalan dengan kesempurnaan aturan alam semesta.

f.       Antropomorfisme
Karena itu Tuhan termasuk dalam alam rohani, rasio tidak dapat menerima paham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifatjasmani. Abduh memberi kekuatan besar pada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin esensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh makhluk di alam ini. Kata-kata wajah,tangan dan sebagainya harus di pahami sesuai dengan pengertian yang diberikan orang Arab kepadanya. 
Demikian kata al-arsy dalam Al-Qur’an berarti kerajaan atau kekuasaan, kata al-kursy berarti pengetahuan.

g.      Melihat Tuhan
Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya, apakah Tuhan yang bersifat rohani itu dapat di lihat oleh manusia dengan mata kepalanya pada hari perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa orang yang percaya pada tanzih sepakat mengatakan bahwa Tuhan tidak dapat di gambarkan ataupun dijelaskan dengan kata-kata. Kesanggupan melihat Tuhan dianugrahkan hanya kepada orang-orang tertentu di akhirat.

h.      Perbuatan Tuhan
Karena berpendapat bahwa ada perbuatan Tuhan yang wajib, Abduh sepaham dengan mu’tazilah dalam mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan untuk berbuat yang terbaik untuk manusia.

BAB III
ANALISIS PENULIS
Menurut penulis kajian pemikiran kalam Muhammad Abduh sangat jelas dan rinci yaitu dimana beliau menjelaskan tentang kedudukan akal dalam fungsi wahyu, kebebasan manusia, sifat-sifat tuhan, kehendak mutlak tuhan, keadilan tuhan, antropomorfisme, melihat tuhan, dan perbuatan tuhan. Sehingga penulis dapat mengetahui persoalan-persoalan dalam mengkaji pemikiran kalam muhammad abduh.

BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Muhammad Abduh merupakan salah satu tokoh yang memberikan peranan besar terhadap ilmu kalam. Dan pemikiran kalam menurut muhammad abduh antara lain:
a)        Kedudukan akal dan fungsi wahyu
yang menurutnya kekuatan akal lebih tinggi daripada mutazilah. Dimana akal terdapat hal-hal sebagai berikut:
2.         Tuhan dan sifat sifatnya .
3.         Keberadaan hidup di akhirat.
4.         Kebahagiaan jiwa di akhirat tergantung pada mengenal tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraanya  bergantung pada tidak mengenal tuhan dan berbuat jahat.
5.         Kewajiban manusia mengenal tuhan
6.         Kewajiban manusia berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk untuk kebahagiannya di akhirat.
7.         Hukum hukum mengenai kewajiban itu.
8.         Wahyu sudah diubah sehingga tidak sesuai dengan akal.
9.         Kesalahan dalam menggunakan penalaran.
b)        Kebebasan manusia dan fatalisme
c)        Sifat sifat tuhan
d)       Kehendak mutlak tuhan
e)        Keadilan tuhan
f)         Antropomorfisme
g)        Melihat tuhan
h)        Perbuatan tuhan

B.     SARAN
Penulis berharap agar makalah ini bermamfaat guna menunjang pemahaman terhadap mata kuliah Ilmu Kalam. Semoga makalah ini bermamfaat bagi pembaca serta penulis sendiri. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran guna perkembangan kedepan dalam menyusun makalah kembali.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag, ; Prof. Dr. H. Rosihon Anwar,M.Ag. 2012. Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia.
Nasir. A. Sahilun. 2010. Pemikiran kalam (teologi islam). Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Ilyas,yunahar.2013.Kuliah aqidah islam. Yogyakarta;LPPI  



[1]Quraish Sihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar, Pustaka Hidayah, Bandung, 1994, hlm.12; Versi lain mengatakan bahwa Abduh lahir di Mesir Hilir dan akhirnya menetap di Mahallah Nashr setelah lari dari ancaman para penguasa muhammad ‘Ali. Lihat Harun Nasution, pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, Jakarta, hlm.68  
[2]Nasution, loc. Cit. Drs
[3]Albert Huorani, Arabic Thought in the Liberal Age:179-1939, combridge University Press, 1993, hlm. 131. Drs. Abdul Rozak,M.Ag, Ilmu Kalam, (CV Pustaka Setia: Bandung, 2006), hlm 252.
[4]Kendatipun Abduh tidak puas dengan sistem pengajaran Al-Azhar, tetapi di sana ia beruntung dapat berjumpa dengan Syekh Hasan Ath-Thahawi yang mengajarinya kitab-kitab filsafat Ibn Sina, logika karangan Aristoteles, ddan lain-lan. Lihat Shihab, op. Cit., hlm. 13.
[5]Huorani, op. Cit,. Hlm. 132; Shihab, op. Cit., hlm. 14
6 Nasution, op., cit., hlm. 61; Shihab, loc. Cit.; Hourani, op. Cit., hlm. 133.
[7]Abdillah F Hasan, Tokoh-Tokoh Mashur Dunia Islam, (Jawara: Surabaya, 2004), hlm 259.
[8]Di antara tujuan kunjungannya adalah mendiskusikan kemerdekaan Mesir dengan para diplomat Inggris. Disini pula, Abduh berkenalan dengan Wilfrid Scawen Blunt, seorang penulis Inggrisyang berpartisipasi atas nasib Mesir..
[9]Sayyid Quthub, Khasha’ish At-Tashawwur Al-Islami,t,t, hlm.19.
[10]Harun Nasution, Muhammab Abduh dan Teologi Rasional, UI Press, 1987, hlm. 57.
[11]Nasution Pembaharuan.....op,cit, hlm. 74.
[12]Drs. H. Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, (Pustaka Setia: Bandung, 1997), hlm 149.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar