Rabu, 20 Desember 2017

TASAWUF DARI MASA RASUL HINGGA TABI’IN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    PENDAHULUAN
Tasawuf sebagai sebuah wacana, dewasa ini telah mampu menyedot perhatian besar kaum muslim. Ketertarikan banyak orang terhadap sufisme tentunya berangkat dari keinginannya mendalami segi-segi esoterisme Islam,disamping keyakinan bahwa tasawuf akan mampu membawa pelaksananya kepada kesucian batin. Sementara kebersihan batin merupakan tujuan utama dari semua agama.
Penelitian-penelitian mutakhir membuktikan bahwa di samping kebersihan hati, para pengawal tasawuf juga lebih mendapatkan ketenangan hidup, stabilitas emosi, dan lebih dari itu.
Ilmu tasawuf ini tentu memiliki sejarah dan perkembangannya dari tiap masa,untuk itu kami akan merumuskan makalah yang berjudul Sejarah Perkembangan Tasawuf agar kita dapat memahami perkembangannya dari masa rasulullah,sahabat, tabi’in hingga sampai zaman kita ini.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana Perkembangan tasawuf pada masa pertama dan kedua hijriah?
2.    Bagaimana Perkembangan tasawuf pada abad ketiga dan keempat hijriah?
3.    Bagaimana Perkembangan tasawuf pada abad kelima dan keenam hijriah?
4.    Bagaimana Perkembangan tasawuf pada abad ketujuh dan kedelapan hijriah?







C.   TUJUAN MAKALAH
1.    Untuk mengetahui Perkembangan tasawuf pada masa pertama dan kedua hijriah.
2.    Untuk mengetahui Perkembangan tasawuf pada abad ketiga dan keempat hijriah.
3.    Untuk mengetahui Perkembangan tasawuf pada abad kelima dan keenam hijriah.
4.    Untuk mengetahui Perkembangan tasawuf pada abad ketujuh dan kedelapan hijriah





















BAB II
PEMBAHASAN

A.   Perkembangan Tasawuf Pada Masa Pertama dan Kedua Hijriah.
1.    Periode Abad I Masa Rasulullah
Hidup sufistik, secara tradisional dan historis sudah terdapat pada masa Nabi. Sehari hari Rasulullah beserta keluarganya selalu hidup sederhana dan apa adanya, disamping beliau menghabiskan waktunya untuk beribadah dan berjihat dalam mendekati Tuhannya. Tradisi serupa diwarisi oleh keluarga beliau, yakni Ali ra. dan Fatimah  ra. beserta anak anaknya.
Bukhari menceritakan, bahwa Rasulullah sendiri menegaskan, ”kami adalah golongan yang tidak makan kecuali kalau lapar, dan jika kami makan, maka tidaklah sampai kenyang.” Pada lain kesempatan Rasulullah juga bersabda, “kefakiran adalah kebanggaanku.”
Fakir, yakni perasaan tidak membutuhkan segala sesuatu kecuali terhadap Allah, sehingga segala dunia ini dipahami sebagai bentuk amanat,yang penyerahannya pasti disesuaikan dengan kesanggupan sang makhluk  untuk menerimanya.
Muhammad SAW adalah yang pertama tama memberikan contoh kesederhanaan(zuhud & fakir) yang menjadi sikap utama sufisme.[1]
Rosulullah bersabda, yang artinya:  “Sesungguhnya ada hak kewajibanmu terhadap dirimu, maka puasalah kamu dan berbuka, bangunlah beribadah pada malam hari dan tidur, karena kau bangun beribadah pada malam hari dan tidur, aku brpuasa dan berbuka, aku makan daging dan lemak, aku datangi perempuan perempuan. Barang siapa tidak suka pada sunahku itu maka tidakkah dia termasuk sebagian dari (umat)ku. Kemudian dihimpunkannya orang banyak lalu ia berkutbah di hadapan mereka, katanya: apakah halnya dengan beberapa kaum, mereka mengharamkan perempuan, makanan, wangi-wangian, tidur dan syahwat dunia? Ketahuilah bahwa aku tidak menyuruh kamu menjadi pendeta pendeta dan rahib rahib. Maka sesungguhnya tidak ada dalam agamaku meninggalkan makan daging dan meninggalkan perempuan dan tidak  pula membuat buat ibadah. Dan bahwasanya perlawatan umatku ialah puasa dan rubbaniyah(kebiasaan) mereka ialah jihad. Sembahlah Allah dan jangan sekutukan sesuatu dengan Dia. Kerjakanlah haji dan umrah. Dirikanlah sholat,  keluarkan zakat, puasalah dibulan ramadhan dan tetaplah atas yang demikian, niscaya kamu akan dimantapkan. Sesungguhnya orang orang yang dahulu daripada kamu binasa sebab memberat beratkan(urusan agama). Mereka berat beratkan atas diri mereka, lantas diberatkan pula oleh Allah. Maka itulah peninggalan peninggalan mereka pada gereja gereja dan tempat tempat peribadatan.”
Demikian patokan dari Rasulullah saw. tentang pandangan hidup muslim,bahwa dunia boleh dimanfaatkan,tatapi jangan terpengaruh oleh godaannya. Orang yang mengingkari patokan tersebut adalah orang yang sesat dan bukan termasuk umat Muhammad SAW.
Jadi ciri khas tasawuf dimasa Rasul ini ialah berpegang teguhnya kaum muslimin dengan Al Qur’an dan sunnah Nabi.[2]
2.    Periode Abad II Masa Sahabat
Dalam riwayat para sahabat kita ketahui bahwa perilaku kehidupan zuhud sangat kental dengan para sahabat terkemuka, seperti Abu Bakar yang mengenakan bajunya hanya dengan peniti, sehingga dikenal sebagai “si dua peniti”. Umar walau menjadi khalifah, hanya hidup dari roti dan minyak zaitun. Pakaiannya yang tidak seberapa banyak, sebagian ada yang bertambal 12 tempat. Utsman Bin Affan berpakaian sama dengan yang dikenakan pembantunya, walaupun ia  seorang yang kaya raya. Bahkan suatu hari, saat sudah menjadi khalifah ia mencari kayu bakar sendiri di kebunnya. Demikian pula sahabat Ali ra., yang hanya memiliki sebuah gubuk kecil untuk tempat tinggal.[3]
Dalam sumber lain dikisahkan juga bahwa  Abu Bakar yang hartawan itu telah mengobarkan harta bendanya secara keseluruhan untuk kepentingan agama. Pernah Rasul bertanya kepadanya; apalagi yang buat engkau hai Abu Bakar? Abu Bakar menjawab : “cukup bagiku Allah dan Rasulnya.”
Umar Bin Khathab adalah sahabat yang berbudi tinggi, dia menyediakan malamnya untuk beribadat dan siangnya untuk urusan negara. Meskipun ia seorang pemimpin negara, namun pakaiannya biasa biasa saja, rendah hati, wara’ dan berbudi luhur.
Pada suatu ketika ia berjalan malam hari untuk melihat keadaan rakyatnya dengan mata kepalanya sendiri. Pada malam itu beliau mendengar sayup sayup tangisan bayi di sebuah gubug tua. Lantas beliau dekati gubug tua itu dan terlihatlah seorang wanita sedang memasak. Beliau tanyakan mengapa anak itu menangis juga. Wanita itu menjawab bahwa ia sedang kelaparan dan ingin makan, sedang ia sendiri tidak mempunyai makanan dan yang dimasaknya itu hanya batu batu biasa untuk menenangkan bayinya agar tertidur. Kata wanita itu: “alangkah celakanya khalifah kami tidak memperhatikan kehidupan kami”. Setelah mendengar itu, umar yang terkenal geram itu terus pergi menuju gudang makanan diambilnya sekarung gandum dan dipikulnya di atas pundaknya sendiri, kemudian ia sendiri pula yang memasaknya. Setelah masak gandum si anak pun di beri makan. Kemudian ia berpesan agar wanita itu datang menghadap khalifah besoknya untuk mengadukan nasibnya. Besok harinya datanglah wanita itu menemui khalifah, ternyata laki laki yang menolognya malam tadilah yang berhadapan dengannya.
Utsman bin Affan adalah seorang hartawan yang dermawan  beliau telah memberikan sebagian dari hartanya untuk kepentingan agama. Bila dia berada di rumah,tak pernah lepas Al Quran dari tangannya. Beliau kerap kali mentilawahkan Al Quran dan memahami kandungannya hingga larut malam.
Ali bin Abi Thalib termasyur dengan tawadlu’nya, beliau tidak malu memakai pakaian yang bertambal-tambal, bahkan ia sendiri pulalah yang menambalnya. Sekali pernah beliau menjinjing daging dari pasar. Lantas orang bertanya: “apakah tuan tidak malu membawa daging itu ya amirul mukminin?” beliau menjawab : “yang kubawa ini adalah barang halal, apa yang kumalukan terhadapnya?”
Dapatlah kita katakan bahwa ciri-ciri tasawuf dimasa sahabat ini ialah:
1)      Memegang teguh ajaran kerohanian yang dipetik dari Al Qur’an.
2)      Meneladan perihidup Rasulullah SAW sepenuhnya.
B.   Perkembangan Tasawuf Pada Masa Ketiga Dan Keempat Hijriah
1.         Periode abad III Masa Tabi’in
Setelah masa sahabat berlalu datanglah masa tabi’in. Para tabi’in yang dekat dengan sahabat sahabat Nabi, terutama dengan sahabat sahabat besar, telah mendapatkan ajaran tasawuf secara langsung dari beliau beliau itu dan dapat meneladan peri hidup sahabat sahabat Rasul tadi.
Di masa tabi’in ini muncullah Hasan al Basri murid terdekat dari Huzaifah dan dibesarkan di bawah asuhan Ali bin Abi Thalib. Beliau di lahirkan pada tahun 21H (632M) di Madinah dan pernah menyusu pada istri Rasul SAW Ummu Salamah ra.
Beliau adalah orang pertama perintis ilmu tasawuf dan mengajarkan ilmu ini di Masjid Basrah. Ajaran ajaran tasawuf beliau senantiasa berjalan di atas Al Qur’an dan Hadist, karena memang beliau seorang ahli Hadist dan ahli Fiqh yang mempunyai mazhab sendiri. Beliau pernah bertemu dengan 70 orang sahabat yang ikut perang Badar dan 300 orang sahabat lainnya.
Pandangan yang amat teguh dipegangnya ialah zuhud, raja’ dan khauf. Al Hasan tidak terpengaruh oleh gangguan mata benda dunia yang telah mulai menulari sebagian kaum muslimin dewasa itu. Beliau tidak suka menjadi seorang pejabat, takut terganggu urusan agamanya.
Di samping sufi sufi pria terdapat juga seorang ahli taswauf dari kalangan wanita yaitu Rabiah al Adwiyah. Beliau juga hidup dipenghujung masa tabi’in. Corak tasawuf Rabiah ini masih mirip dengan tasawuf diperiode awal dari periode tabi’in, hanya saja perasaannya sudah mulai mengusai pribadinya.
Tasawuf dimasa tabi’in ini masih menurut jiwa Al Qur’an dan menurut praktek hidup Rasulullah SAW yang ditiru dan diteladan oleh sahabat sahabat beliau. Dari sahabat inilah para tabi’in menelaah cara hidup rasul. Dimasa tabi’in ini pelajaran tasawuf sudah mulai diajarkan dalam bentuk disiplin ilmu.
2.         Periode Abad IV Meluasnya Tasawuf
Pada periode IV ini ajaran tasawuf mempunyai corak tersendiri. Di dalam mengabdikan diri kepada Tuhan, orang sudah banyak dipengaruhi oleh perasaanya sendiri, sehingga mereka kadang-kadang sudah berlebih-lebihan dalam beribadat, dunia sudah ditinggalkan sama sekali. Kalau di periode-periode sebelumnya orang bukan benci kepada dunia tetapi tidak mau terpengaruh dengannya. Tetapi pada periode IV ini orang sudah mulai membenci dunia.
Di masa ini muncul nama-nama sufi seperti Sirri As-Suqty, Ma’ruf Al-Karakhi, Harts Al-Muhasiby, Sulaiman Ad-Darani dan lain-lain.
Dalam periode IV ini sampailah tasawuf di puncak ketinggiannya dengan datangnya Husain Bin Mansur Al-Hallaj dengan teori-teorinya yaitu :
1)      Al-Hulul yaitu menjelmanya Tuhan dalam manusia tertentu.
2)      Al-Haqiqatul Muhammadiyah atau Nur Muhammad yaitu pandangan bahwa
alam semesta ini berasal dari Nur Muhammad.
3)      Wahdatul Adyan yaitu pandangan bahwa semua agama pada hakikatnya
adalah satu, perbedaan antara satu dengan yang lainnya hanyalah pada nama.
Selain dari pandangan diatas dia juga memfatwakan :
1)      Ibadah shalat dapat diganti dengan mengerjakan shalat mulai dari tenggelam
matahari sampai siang terus-menerus. Dengan ini terhapuslah kewajiban shalat seumur hidup.
2)      Zakat dapat diganti dengan sodaqoh.
3)      Puasa Ramadhan boleh diganti dengan mengerjakan puasa tiga hari tiga
malam terus-menerus di luar Ramadhan.
4)      Orang yang ingin mengerjakan haji boleh saja ia kerjakan di sembarang tempat di luar Makkah, dan thawafnya cukup dengan mengelilingi sesuatu yang berbentuk segi empat di bulan haji, ditambah dengan memberi makan 30 orang anak yatim.
Ajaran di atas sangat menggemparkan para fuqaha yang berpegang teguh dengan sunah. Karena adanya ajaran ini, Ibnu Daud berfatwa bahwa ajaran Al-Hallaj menyesatkan. Fatwa ini akhirnya menjadi fatwa resmi, sehinggga mengakibatkan Al-Hallaj dibawa ketiang gantungan.
Tasawuf di periode IV ini sudah mulai mengembangkan sayapnya ke luar tanah Arab, seperti ke Iran, India, Afrika, dan lain-lain. Tasawuf dikurun ini ditandai dengan :
1)      Tumbuhnya tarekat-tarekat yaitu menentukan Dzikir-dzikir untuk diamalkan di dalam zawiyah-zawiyah. Tarekat-tarekat yang timbul pada periode ini antara lain : Tarekat As-Suqtiyah, Tarekat Khazzariyah, Tarekat Nuriyah, dan Tarekat Mulamatiyah.
2)      Mulai masuknya ajaran filsafat ke dalam tasawuf islam.
3)      Masuknya pengaruh Syi’ah atas jiwa tasawuf, sehingga timbullah ajaran-ajaran tentang wali.
C.   Perkembangan Tasawuf Pada Masa Kelima dan Keenam Hijriah
1.    Periode Abad V Masa Pencerahan
Kedatangan Al-Ghazaly (450 – 505 H = 1057 – 1111 M) keatas panggung sejarah tasawuf islam, membawa perhatian umum umat islam kembali kepada tasawuf. Tasawuf yang selama ini dipertentangkan dengan fiqh dan ilmu kalam, atas usaha orang besar ini dapatlah dipertautkan kembali.
Usaha Al-Ghazaly yang terbesar ialah mengadakan pencerahan kembali ilmu tasawuf dan mengembalikannya ke medan-medan ilmu keislaman, setelah sekian lama tenggelam akibat kerusakan-kerusakan berat yang ditimbulkan oleh ahli-ahli tasawuf yang sebelumnya kurang mengerti seluk beluk ajaran islam.
Dalam hal ini, jalan usaha Al-Ghazaly yang pertama ialah menyatukan antara fiqh , tasawuf dan ilmu kalam, sehingga hilang jurang pemisah antara ketiganya, antara satu dengan yang lain saling membutuhkan seperti tali berpilin tiga. Usaha ini terlihat dengan jelas di dalam Ihya Ulumuddin. Dalam usaha besar ini Al-Ghazaly tidak bosan-bosannya menuangkan buah pikirannya dalam buku-buku, baik besar maupun kecil.
2.         Periode Abad VI Masa Jayanya Tasawuf Falsafi
Al-Ghazaly telah memulihkan pandangan umum yang selama ini sinis kepada tasawuf. Atas usaha Al-Ghazaly ini tumbuhlah kembali tasawuf itu dengan suburnya bersama-sama dengan fiqh dan ilmu kalam.
Tetapi disamping usaha Al-Ghazaly ini, tasawuf Al-hallaj yang sudah mendarah daging dalam pribadi pengikut-pengikutnya, secara diam-diam tumbuh juga, bahkan mengambil bentuk yang lebih ekstrim dari pendahulunya.
Usaha Al-Ghazaly memadukan antara ilmu-ilmu keislaman yang sudah mulai cerah dan berhasil itu, mulai mundur kembali karena semakin besarnya pengaruh tasawuf ala Al-Hallaj yakni perpaduan tasawuf dengan filsafat. Atas perpaduan antara tasawuf dan filsafat ini timbullah filosofi-filosofi sufi yang buah fikirannya tidak jauh berbeda dengan Al-hallaj, mereka itu antara lain : Syuhrawardi, Ibnu Arabi, Ibnu Faridh, Ibnu Sabi’in, Abu Sa’id, Al- Anshari, Majdudin Sina’i, Fariduddin Al-Athar, dan Jalaludin Rumi.
D.   Perkembangan Tasawuf Pada Masa Ketujuh dan Kedelapan Hijriah
1.    Periode Abad VII Masa Pemurnian
Dalam periode VII inilah munculnya para pemurni Tasawuf Islam yang menghapuskan ajaran-ajaran tasawuf yang berbau syirik, bid’ah, dan khurafat. Bahkan bukan hanya dibidang tasawuf saja, tetapi dibidang ilmu-ilmu lainpun mereka mengoreksi dan menghapuskan segala hal yang dipandang bukan dari ajaran Al-Qur’an dan As-Sunah.
Semenjak meninggalnya Al-Ghazaly, tasawuf telah bercampur-baur dengan filsafat-filsafat Yunani, Hindu, Persia dan filsafat-filsafat lain. Dan disamping itu masuk pula perasaan-perasaan yang mendorong manusia untuk memperkuat ibadah dan perasaanya sendiri tanpa menurut ajaran yang telah dibentangkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.
Di kala itu muncullah Ulama’ul-ishlah yang membersihkan dan memurnikan ajaran tasawuf itu kembali dari noda-noda yng mengotorinya. Mereka itu antara lain: Ibnu Taimiyah Al-Harrani, Ibnu Qoyyim Al-jauziyyah, As-Sanusi, Jamaluddin Al-Afghani dan lain-lain.[4]
2.           Perkembangan Tasawuf  Pada Abad Kedelapan
Dengan terlampaunya abad ke-7 hijriah hingga masuk abad ke-8 hijriah, tidak terdengar lagi perkembangan dan pemikiran baru dalam tasawuf. Pada masa itu, banyak pengarang kaum sufi yang mengemukakan pemikiranya tentang ilmu tasawuf,      tetapi pemikiran mereka itu mendapatkan perhatian dan sumgguh – sungguh dar umat Islam. Bahkan, bisa dikatakan Bahwa nasib pajaran tasawuf ketika itu hampir sama dengan nasibnya pada Abad ke-7 hijriah.
Pengarang kitab tasawuf pada abad ke-8 antara lain :
1)        Al-kisany ( W. 739 H / 1321 M ).
2)        Abdul Karim Al-jily; pengarang kitab Al-Insanul kamil.
Apabila ada abad ke- 5 hijriah, imam Al- Ghazali di kenal sebagai tokoh muslim yang pernah memurnikan ajaran tasawuf dari unsur-unsur filasafat pada abad ke-8 ini, Ibnu taimiyah yang berfungsi seperti Imam Al-ghazali. Upaya maksimal yang dilakukan ibnu taimiya ketika itu tiada henti-hentinya hingga ia wafat pada tahun 727 H / 132 M.
Ajaran tasawuf yang domnan ketika itu adalah ajaran tasawus ibnu arabi, antara lain pemikiran wihdatul wujud. Karena ibnu taimiya memandang bahwa ajaran tersebut banyak menyesatkan islam, ia beruapaya untuk memberantasnya melalui kegiatan mengajar dan karangan – karanganya, antara lain kitabnya yang berjudul Ar – Radu ‘ Ala Ibnu ‘ aray.
Usaha – usaha seperti ini dilanjutkan lagi oleh murid-murid Ibnu Taimiyah, antara lain Ibnul Qayyim Al- Jauzy, dan hingga abad- abad sesudahnya, selalu ada ulama yang berupaya seperti itu, bahkan hingga sekarang.[5]



BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
TASAWUF DARI MASA RASUL HINGGA TABI’IN tidak jauh berbeda dimana sumber utama tasawuf adalah Al Qur’an dan Hadist. Kemudian mulai masuknya ajaran syi’ah,tumbuhnya tarekat tarekat serta masuknya ilmu filsafat pada masa perluasan tasawuf yang ajarannya sudah keluar dari tanah Arab.Terjadi pasang surut tasawuf karena pengaruh aliran aliran yang dianggap sesat seperti al Hallaj sampai kemudian muncul Ulama’ul-ishlah yang membersihkan tasawuf dari noda noda menjadi ajaran tasawuf yang murni.

B.       SARAN
Tulisan ini saya serahkan kepada pembaca untuk dipelajari dan saya mengharapkan suara-suara yang berfaedah untuk memperbaiki segala sesuatu yang dirasa perlu. Saya tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang menambah pengertian kami mengenai Sejarah Perkembangan Tasawuf Dari Masa Kemasa sehingga dapat terselesaikan makalah kami ini, baik dari refrensi para pengarang buku atau pun yang terdapat dalam blog internet, sekali lagi kami ucapkan terimakasih. Dan semoga bermanfaat.







[1] Muhammad Sholikin,Tasawuf Aktual,(Semarang:PT Pustaka Rizki Putra,2004),hal.47-48
[2] Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,1987), hal 56-57
[3] Muhammad Sholikin,Tasawuf Aktual,(Semarang:PT Pustaka Rizki Putra,2004),hal 50
[4] Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,1987),hal 58-92
[5] http://kampungilm.blogspot.co.id/2013/04/perkembangan-tasawuf-pada-abad-ketujuh.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar