BAB I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Tasawuf sebagai sebuah wacana,
dewasa ini telah mampu menyedot perhatian besar kaum muslim. Ketertarikan
banyak orang terhadap sufisme tentunya berangkat dari keinginannya mendalami
segi-segi esoterisme Islam,disamping keyakinan bahwa tasawuf akan mampu membawa
pelaksananya kepada kesucian batin. Sementara kebersihan batin merupakan tujuan
utama dari semua agama.
Penelitian-penelitian mutakhir
membuktikan bahwa di samping kebersihan hati, para pengawal tasawuf juga lebih
mendapatkan ketenangan hidup, stabilitas emosi, dan lebih dari itu.
Ilmu tasawuf ini tentu memiliki
sejarah dan perkembangannya dari tiap masa,untuk itu kami akan merumuskan
makalah yang berjudul Sejarah Perkembangan Tasawuf agar kita dapat memahami
perkembangannya dari masa rasulullah,sahabat, tabi’in hingga sampai zaman kita
ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Perkembangan tasawuf pada masa pertama
dan kedua hijriah?
2. Bagaimana Perkembangan tasawuf pada abad ketiga dan
keempat hijriah?
3. Bagaimana Perkembangan tasawuf pada abad kelima dan
keenam hijriah?
4. Bagaimana Perkembangan tasawuf pada abad ketujuh
dan kedelapan hijriah?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui Perkembangan tasawuf pada masa pertama
dan kedua hijriah.
2. Untuk mengetahui Perkembangan tasawuf pada abad ketiga dan
keempat hijriah.
3. Untuk mengetahui Perkembangan tasawuf pada abad kelima dan
keenam hijriah.
4. Untuk mengetahui Perkembangan tasawuf pada abad ketujuh
dan kedelapan hijriah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Tasawuf Pada Masa
Pertama dan Kedua Hijriah.
1. Periode Abad I Masa Rasulullah
Hidup sufistik, secara tradisional
dan historis sudah terdapat pada masa Nabi. Sehari hari Rasulullah beserta
keluarganya selalu hidup sederhana dan apa adanya, disamping beliau
menghabiskan waktunya untuk beribadah dan berjihat dalam mendekati Tuhannya.
Tradisi serupa diwarisi oleh keluarga beliau, yakni Ali ra. dan Fatimah
ra. beserta anak anaknya.
Bukhari menceritakan, bahwa
Rasulullah sendiri menegaskan, ”kami adalah golongan yang tidak makan kecuali
kalau lapar, dan jika kami makan, maka tidaklah sampai kenyang.” Pada lain
kesempatan Rasulullah juga bersabda, “kefakiran adalah kebanggaanku.”
Fakir, yakni perasaan tidak
membutuhkan segala sesuatu kecuali terhadap Allah, sehingga segala dunia ini
dipahami sebagai bentuk amanat,yang penyerahannya pasti disesuaikan dengan
kesanggupan sang makhluk untuk menerimanya.
Muhammad SAW adalah yang pertama
tama memberikan contoh kesederhanaan(zuhud & fakir) yang menjadi sikap
utama sufisme.[1]
Rosulullah
bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya ada hak kewajibanmu terhadap
dirimu, maka puasalah kamu dan berbuka, bangunlah beribadah pada malam hari dan
tidur, karena kau bangun beribadah pada malam hari dan tidur, aku brpuasa dan
berbuka, aku makan daging dan lemak, aku datangi perempuan perempuan. Barang siapa tidak suka pada sunahku
itu maka tidakkah dia termasuk sebagian dari (umat)ku. Kemudian dihimpunkannya
orang banyak lalu ia berkutbah di hadapan mereka, katanya: apakah halnya dengan
beberapa kaum, mereka mengharamkan perempuan, makanan, wangi-wangian, tidur dan
syahwat dunia? Ketahuilah bahwa aku tidak menyuruh kamu menjadi pendeta pendeta
dan rahib rahib. Maka sesungguhnya tidak ada dalam agamaku meninggalkan makan
daging dan meninggalkan perempuan dan tidak pula membuat buat ibadah. Dan
bahwasanya perlawatan umatku ialah puasa dan rubbaniyah(kebiasaan) mereka ialah
jihad. Sembahlah Allah dan jangan sekutukan sesuatu dengan Dia. Kerjakanlah
haji dan umrah. Dirikanlah sholat, keluarkan zakat, puasalah dibulan
ramadhan dan tetaplah atas yang demikian, niscaya kamu akan dimantapkan.
Sesungguhnya orang orang yang dahulu daripada kamu binasa sebab memberat
beratkan(urusan agama). Mereka berat beratkan atas diri mereka, lantas
diberatkan pula oleh Allah. Maka itulah peninggalan peninggalan mereka pada
gereja gereja dan tempat tempat peribadatan.”
Demikian patokan dari Rasulullah
saw. tentang pandangan hidup muslim,bahwa dunia boleh dimanfaatkan,tatapi
jangan terpengaruh oleh godaannya. Orang yang mengingkari patokan tersebut
adalah orang yang sesat dan bukan termasuk umat Muhammad SAW.
Jadi ciri khas tasawuf dimasa Rasul
ini ialah berpegang teguhnya kaum muslimin dengan Al Qur’an dan sunnah Nabi.[2]
2. Periode Abad II Masa Sahabat
Dalam riwayat para sahabat kita
ketahui bahwa perilaku kehidupan zuhud sangat kental dengan para sahabat terkemuka,
seperti Abu Bakar yang mengenakan bajunya hanya dengan peniti, sehingga dikenal
sebagai “si dua peniti”. Umar walau menjadi khalifah, hanya hidup dari roti dan
minyak zaitun. Pakaiannya yang tidak seberapa banyak, sebagian ada yang
bertambal 12 tempat. Utsman Bin Affan berpakaian sama dengan yang dikenakan
pembantunya, walaupun ia seorang yang kaya raya. Bahkan suatu hari, saat
sudah menjadi khalifah ia mencari kayu bakar sendiri di kebunnya. Demikian pula
sahabat Ali ra., yang hanya memiliki sebuah gubuk kecil untuk tempat tinggal.[3]
Dalam sumber lain dikisahkan juga
bahwa Abu Bakar yang hartawan itu telah mengobarkan harta bendanya secara
keseluruhan untuk kepentingan agama. Pernah Rasul bertanya kepadanya; apalagi
yang buat engkau hai Abu Bakar? Abu Bakar menjawab : “cukup bagiku Allah dan
Rasulnya.”
Umar Bin Khathab adalah sahabat yang
berbudi tinggi, dia menyediakan malamnya untuk beribadat dan siangnya untuk
urusan negara. Meskipun ia seorang pemimpin negara, namun pakaiannya biasa
biasa saja, rendah hati, wara’ dan berbudi luhur.
Pada suatu ketika ia berjalan malam
hari untuk melihat keadaan rakyatnya dengan mata kepalanya sendiri. Pada malam
itu beliau mendengar sayup sayup tangisan bayi di sebuah gubug tua. Lantas
beliau dekati gubug tua itu dan terlihatlah seorang wanita sedang memasak.
Beliau tanyakan mengapa anak itu menangis juga. Wanita itu menjawab bahwa ia
sedang kelaparan dan ingin makan, sedang ia sendiri tidak mempunyai makanan dan
yang dimasaknya itu hanya batu batu biasa untuk menenangkan bayinya agar
tertidur. Kata wanita itu: “alangkah celakanya khalifah kami tidak
memperhatikan kehidupan kami”. Setelah mendengar itu, umar yang terkenal geram
itu terus pergi menuju gudang makanan diambilnya sekarung gandum dan dipikulnya
di atas pundaknya sendiri, kemudian ia sendiri pula yang memasaknya. Setelah
masak gandum si anak pun di beri makan. Kemudian ia berpesan agar wanita itu
datang menghadap khalifah besoknya untuk mengadukan nasibnya. Besok harinya
datanglah wanita itu menemui khalifah, ternyata laki laki yang menolognya malam
tadilah yang berhadapan dengannya.
Utsman bin Affan adalah seorang
hartawan yang dermawan beliau telah memberikan sebagian dari hartanya
untuk kepentingan agama. Bila dia berada di rumah,tak pernah lepas Al Quran
dari tangannya. Beliau kerap kali mentilawahkan Al Quran dan memahami
kandungannya hingga larut malam.
Ali bin Abi Thalib termasyur dengan
tawadlu’nya, beliau tidak malu memakai pakaian yang bertambal-tambal, bahkan ia
sendiri pulalah yang menambalnya. Sekali pernah beliau menjinjing daging dari
pasar. Lantas orang bertanya: “apakah tuan tidak malu membawa daging itu ya
amirul mukminin?” beliau menjawab : “yang kubawa ini adalah barang halal, apa
yang kumalukan terhadapnya?”
Dapatlah kita katakan bahwa
ciri-ciri tasawuf dimasa sahabat ini ialah:
1) Memegang teguh ajaran kerohanian
yang dipetik dari Al Qur’an.
2) Meneladan perihidup Rasulullah SAW
sepenuhnya.
B. Perkembangan Tasawuf Pada Masa Ketiga Dan Keempat Hijriah
1.
Periode abad III Masa Tabi’in
Setelah masa sahabat berlalu
datanglah masa tabi’in. Para tabi’in yang dekat dengan sahabat sahabat Nabi,
terutama dengan sahabat sahabat besar, telah mendapatkan ajaran tasawuf secara
langsung dari beliau beliau itu dan dapat meneladan peri hidup sahabat sahabat
Rasul tadi.
Di masa tabi’in ini muncullah Hasan
al Basri murid terdekat dari Huzaifah dan dibesarkan di bawah asuhan Ali bin
Abi Thalib. Beliau di lahirkan pada tahun 21H (632M) di Madinah dan pernah
menyusu pada istri Rasul SAW Ummu Salamah ra.
Beliau adalah orang pertama perintis
ilmu tasawuf dan mengajarkan ilmu ini di Masjid Basrah. Ajaran ajaran tasawuf
beliau senantiasa berjalan di atas Al Qur’an dan Hadist, karena memang beliau
seorang ahli Hadist dan ahli Fiqh yang mempunyai mazhab sendiri. Beliau pernah
bertemu dengan 70 orang sahabat yang ikut perang Badar dan 300 orang sahabat
lainnya.
Pandangan yang amat teguh
dipegangnya ialah zuhud, raja’ dan khauf. Al Hasan tidak terpengaruh oleh
gangguan mata benda dunia yang telah mulai menulari sebagian kaum muslimin
dewasa itu. Beliau tidak suka menjadi seorang pejabat, takut terganggu urusan
agamanya.
Di samping sufi sufi pria terdapat
juga seorang ahli taswauf dari kalangan wanita yaitu Rabiah al Adwiyah. Beliau
juga hidup dipenghujung masa tabi’in. Corak tasawuf Rabiah ini masih mirip
dengan tasawuf diperiode awal dari periode tabi’in, hanya saja perasaannya
sudah mulai mengusai pribadinya.
Tasawuf dimasa tabi’in ini masih
menurut jiwa Al Qur’an dan menurut praktek hidup Rasulullah SAW yang ditiru dan
diteladan oleh sahabat sahabat beliau. Dari sahabat inilah para tabi’in
menelaah cara hidup rasul. Dimasa tabi’in ini pelajaran tasawuf sudah mulai
diajarkan dalam bentuk disiplin ilmu.
2.
Periode Abad IV Meluasnya Tasawuf
Pada periode IV ini ajaran tasawuf
mempunyai corak tersendiri. Di dalam mengabdikan diri kepada Tuhan, orang sudah
banyak dipengaruhi oleh perasaanya sendiri, sehingga mereka kadang-kadang sudah
berlebih-lebihan dalam beribadat, dunia sudah ditinggalkan sama sekali. Kalau
di periode-periode sebelumnya orang bukan benci kepada dunia tetapi tidak mau
terpengaruh dengannya. Tetapi pada periode IV ini orang sudah mulai membenci
dunia.
Di masa ini muncul nama-nama sufi
seperti Sirri As-Suqty, Ma’ruf Al-Karakhi, Harts Al-Muhasiby, Sulaiman
Ad-Darani dan lain-lain.
Dalam periode IV ini sampailah
tasawuf di puncak ketinggiannya dengan datangnya Husain Bin Mansur Al-Hallaj
dengan teori-teorinya yaitu :
1) Al-Hulul yaitu menjelmanya Tuhan
dalam manusia tertentu.
2) Al-Haqiqatul Muhammadiyah atau Nur
Muhammad yaitu pandangan bahwa
alam semesta ini berasal dari Nur
Muhammad.
3) Wahdatul Adyan yaitu pandangan bahwa
semua agama pada hakikatnya
adalah satu, perbedaan antara satu
dengan yang lainnya hanyalah pada nama.
Selain dari pandangan diatas dia
juga memfatwakan :
1) Ibadah
shalat dapat diganti dengan mengerjakan shalat mulai dari tenggelam
matahari sampai siang
terus-menerus. Dengan ini terhapuslah kewajiban shalat seumur hidup.
2) Zakat dapat diganti dengan sodaqoh.
3) Puasa Ramadhan boleh diganti dengan
mengerjakan puasa tiga hari tiga
malam
terus-menerus di luar Ramadhan.
4) Orang yang ingin mengerjakan haji
boleh saja ia kerjakan di sembarang tempat di luar Makkah, dan thawafnya cukup
dengan mengelilingi sesuatu yang berbentuk segi empat di bulan haji, ditambah
dengan memberi makan 30 orang anak yatim.
Ajaran di atas sangat menggemparkan
para fuqaha yang berpegang teguh dengan sunah. Karena adanya ajaran ini, Ibnu
Daud berfatwa bahwa ajaran Al-Hallaj menyesatkan. Fatwa ini akhirnya menjadi
fatwa resmi, sehinggga mengakibatkan Al-Hallaj dibawa ketiang gantungan.
Tasawuf di periode IV ini sudah
mulai mengembangkan sayapnya ke luar tanah Arab, seperti ke Iran, India,
Afrika, dan lain-lain. Tasawuf dikurun ini ditandai dengan :
1) Tumbuhnya tarekat-tarekat yaitu
menentukan Dzikir-dzikir untuk diamalkan di dalam zawiyah-zawiyah.
Tarekat-tarekat yang timbul pada periode ini antara lain : Tarekat As-Suqtiyah,
Tarekat Khazzariyah, Tarekat Nuriyah, dan Tarekat Mulamatiyah.
2) Mulai masuknya ajaran filsafat ke
dalam tasawuf islam.
3) Masuknya pengaruh Syi’ah atas jiwa
tasawuf, sehingga timbullah ajaran-ajaran tentang wali.
C. Perkembangan Tasawuf Pada Masa Kelima dan Keenam Hijriah
1. Periode Abad V Masa Pencerahan
Kedatangan Al-Ghazaly (450 – 505 H =
1057 – 1111 M) keatas panggung sejarah tasawuf islam, membawa perhatian umum
umat islam kembali kepada tasawuf. Tasawuf yang selama ini dipertentangkan
dengan fiqh dan ilmu kalam, atas usaha orang besar ini dapatlah dipertautkan
kembali.
Usaha Al-Ghazaly yang terbesar ialah
mengadakan pencerahan kembali ilmu tasawuf dan mengembalikannya ke medan-medan
ilmu keislaman, setelah sekian lama tenggelam akibat kerusakan-kerusakan berat
yang ditimbulkan oleh ahli-ahli tasawuf yang sebelumnya kurang mengerti seluk
beluk ajaran islam.
Dalam hal ini, jalan usaha
Al-Ghazaly yang pertama ialah menyatukan antara fiqh , tasawuf dan ilmu kalam, sehingga
hilang jurang pemisah antara ketiganya, antara satu dengan yang lain saling
membutuhkan seperti tali berpilin tiga. Usaha ini terlihat dengan jelas di
dalam Ihya Ulumuddin. Dalam usaha besar ini Al-Ghazaly tidak bosan-bosannya
menuangkan buah pikirannya dalam buku-buku, baik besar maupun kecil.
2.
Periode Abad VI Masa Jayanya Tasawuf
Falsafi
Al-Ghazaly telah memulihkan pandangan
umum yang selama ini sinis kepada tasawuf. Atas usaha Al-Ghazaly ini tumbuhlah
kembali tasawuf itu dengan suburnya bersama-sama dengan fiqh dan ilmu kalam.
Tetapi disamping usaha Al-Ghazaly ini, tasawuf Al-hallaj yang sudah
mendarah daging dalam pribadi pengikut-pengikutnya, secara diam-diam tumbuh
juga, bahkan mengambil bentuk yang lebih ekstrim dari pendahulunya.
Usaha Al-Ghazaly memadukan antara ilmu-ilmu keislaman yang sudah mulai
cerah dan berhasil itu, mulai mundur kembali karena semakin besarnya pengaruh
tasawuf ala Al-Hallaj yakni perpaduan tasawuf dengan filsafat. Atas perpaduan
antara tasawuf dan filsafat ini timbullah filosofi-filosofi sufi yang buah
fikirannya tidak jauh berbeda dengan Al-hallaj, mereka itu antara lain :
Syuhrawardi, Ibnu Arabi, Ibnu Faridh, Ibnu Sabi’in, Abu Sa’id, Al- Anshari,
Majdudin Sina’i, Fariduddin Al-Athar, dan Jalaludin Rumi.
D. Perkembangan Tasawuf Pada
Masa Ketujuh dan Kedelapan Hijriah
1. Periode Abad VII Masa Pemurnian
Dalam periode VII inilah munculnya
para pemurni Tasawuf Islam yang menghapuskan ajaran-ajaran tasawuf yang berbau
syirik, bid’ah, dan khurafat. Bahkan bukan hanya dibidang tasawuf saja, tetapi
dibidang ilmu-ilmu lainpun mereka mengoreksi dan menghapuskan segala hal yang
dipandang bukan dari ajaran Al-Qur’an dan As-Sunah.
Semenjak meninggalnya Al-Ghazaly,
tasawuf telah bercampur-baur dengan filsafat-filsafat Yunani, Hindu, Persia dan
filsafat-filsafat lain. Dan disamping itu masuk pula perasaan-perasaan yang
mendorong manusia untuk memperkuat ibadah dan perasaanya sendiri tanpa menurut
ajaran yang telah dibentangkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.
Di kala itu muncullah
Ulama’ul-ishlah yang membersihkan dan memurnikan ajaran tasawuf itu kembali
dari noda-noda yng mengotorinya. Mereka itu antara lain: Ibnu Taimiyah
Al-Harrani, Ibnu Qoyyim Al-jauziyyah, As-Sanusi, Jamaluddin Al-Afghani dan
lain-lain.[4]
2.
Perkembangan Tasawuf Pada Abad
Kedelapan
Dengan
terlampaunya abad ke-7 hijriah hingga masuk abad ke-8 hijriah, tidak terdengar
lagi perkembangan dan pemikiran baru dalam tasawuf. Pada masa itu, banyak
pengarang kaum sufi yang mengemukakan pemikiranya tentang ilmu tasawuf,
tetapi pemikiran mereka itu mendapatkan perhatian dan
sumgguh – sungguh dar umat Islam. Bahkan, bisa dikatakan Bahwa nasib pajaran
tasawuf ketika
itu hampir
sama dengan nasibnya pada Abad ke-7 hijriah.
Pengarang
kitab tasawuf pada abad ke-8 antara lain :
1)
Al-kisany ( W. 739 H / 1321 M ).
2)
Abdul Karim Al-jily; pengarang kitab Al-Insanul kamil.
Apabila
ada abad ke- 5 hijriah, imam Al- Ghazali di kenal sebagai tokoh muslim yang
pernah memurnikan ajaran tasawuf dari unsur-unsur filasafat pada abad ke-8 ini,
Ibnu taimiyah yang berfungsi seperti Imam Al-ghazali. Upaya maksimal yang
dilakukan ibnu taimiya ketika itu tiada henti-hentinya hingga ia wafat pada
tahun 727 H / 132 M.
Ajaran
tasawuf yang domnan ketika itu adalah ajaran tasawus ibnu arabi, antara lain
pemikiran wihdatul wujud. Karena ibnu taimiya memandang bahwa ajaran tersebut
banyak menyesatkan islam, ia beruapaya untuk memberantasnya melalui kegiatan
mengajar dan karangan – karanganya, antara lain kitabnya yang berjudul Ar –
Radu ‘ Ala Ibnu ‘ aray.
Usaha – usaha seperti ini dilanjutkan lagi oleh
murid-murid Ibnu Taimiyah, antara lain Ibnul Qayyim Al- Jauzy, dan hingga abad-
abad sesudahnya, selalu ada ulama yang berupaya seperti itu, bahkan hingga
sekarang.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
TASAWUF
DARI MASA RASUL HINGGA TABI’IN tidak jauh berbeda dimana sumber utama tasawuf adalah Al
Qur’an dan Hadist. Kemudian mulai masuknya ajaran syi’ah,tumbuhnya tarekat
tarekat serta masuknya ilmu filsafat pada masa perluasan tasawuf yang ajarannya
sudah keluar dari tanah Arab.Terjadi pasang surut tasawuf karena pengaruh
aliran aliran yang dianggap sesat seperti al Hallaj sampai kemudian muncul
Ulama’ul-ishlah yang membersihkan tasawuf dari noda noda menjadi ajaran tasawuf
yang murni.
B.
SARAN
Tulisan ini saya serahkan kepada
pembaca untuk dipelajari dan saya mengharapkan suara-suara yang berfaedah untuk
memperbaiki segala sesuatu yang dirasa perlu. Saya tidak lupa mengucapkan
terimakasih kepada siapa saja yang menambah pengertian kami mengenai Sejarah
Perkembangan Tasawuf Dari Masa Kemasa sehingga dapat terselesaikan makalah
kami ini, baik dari refrensi para pengarang buku atau pun yang terdapat dalam
blog internet, sekali lagi kami ucapkan terimakasih. Dan semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar