IJAZ AL-QUR’AN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an adalah mukjizat nabi Muhammad
SAW.Kemukjizatan ini bersifat maknawi(abstrak),bukan sebagai mukjizat yang
bersifat mahdziy(fisik) seperti mengubah tongkat menjadi seekor ular dan lain
sebagainya.Adapun mukjizat yang bersifat maknawi bersamaan dengan bukti
kerisalahan sampai hari kiamat.Karena nabi Muhammad SAW diutus untuk seluruh
umat manusia,dimana dan kapanpun hingga akhir zaman,maka bukti kebenaran nabi
Muhammad SAW kekal dan dapat dipikirkan serta dibuktikan kebenarannya oleh akal
manusia.Disinilah terdapat fungsi Al-Qur’an sebagai kemukjizatan.
Dalam kehidupan ini,kita sering menilai
sesuatu itu mustahil karena akal manusia yang terbatas dan terpaku dengan
hukum-hukum alam hukum sebab akibat yang telah kita letahui.Sehingga kita
sering menolak sesuatu yang tidak sejalan dengan logika atau hukum yang
berlaku.Manusia dengan akal yang dimilikinya tidak mampu merenungkan ciptaan
Allah SWT di muka bumi ini dan di alam semesta.Kemudian bersamaan dengan itu
Allah bekali setiap Rasul dengan mukjizat sebagai tandingan terhadap kemampuan
diluar kebiasaan yang berkembang ditengah-tengah kaumnya.
B.
Rumusan Makalah
1.Apa
pengertian I’jaz Al-Qur’an ?
` 2.Apa
saja aspek-aspek kemukjizatan Al-Qur’an ?
3.Apa
saja fakta dari aspek-aspek Ijaz
Al-Qur’an ?
4.Bagaimana
urgensi kajian ini dalam memahami Al-Qur’an ?
C.
Tujuan Makalah
1.Supaya
dapat memahami pengertian I’jaz Al-Qur’an
2.Mengetahui
aspek-aspek kemukjizatan Al-Qur’an
3.Mengetahui
fakta aspek-aspek Ijaz Al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian I’jaz Al-Qur’an
Kata “mukjizat” diambil dari
kata kerja “a’jaza-i ‘ijaz’ yang berarti “melemahkan atau menjadikan tidak
mampu.” Ini sejalan dengan firman Allah :
فَبَعَثَ اللَّهُ
غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الْأَرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْءَةَ أَخِيهِ ۚ قَالَ يَا
وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْأَكُونَ مِثْلَ هَٰذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْءَةَ
أَخِي ۖفَأَصْبَحَ مِنَ
النَّادِمِينَ
“Kemudian
Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan
kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata
Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung
gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu
jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.” (QS Al-Maidah: 31)
Pelakunya (yang
melemahkan) dinamai mukjiz dan bila
kemampuannya melemahkan pihak umat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan,
ia dinamai “mukjizat”. Tambahan ta’marbhuthah
pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah
(superlatif).[1]
Mukjizat
didefinisikan oleh pakar agama islam, antara lain, sebagai “suatu hal atau
peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi, sebagai
bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau
mendatangkan hal serupa, tetapi mereka tidak mampu melayani tantangan itu.
Dengan redaksi yang berbeda, mukjizat didefinisikan pula sebagai se suatu luar biasa yang diperlihatkan Allah
melalui para nabi dan rasul-Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan
kenabian dan kerasulannya.[2]
Dalam hal ini
al-suyuthi membagi mukjizat menjadi dua macam, yaitu mukjizat hissi dan
mukjizat aqli. Mukjizat hissi merupakan mukjizat yang dapat
digapai melalui panca indera, yang ditujukan kepada manusia biasa yang tidak
terbiasa menggunakan kecerdasan pikiran. Misalnya mukjizat Nabi Musa dengan
tongkatnya yang ditujukan kepada Bani Israil. Sedangkan mukjizat aqli
adalah mukjizat yang tidak mungkin dicapai melalui kekuatan panca indera,
tetapi melalui kekuatan akal dengan kecerdasan pikirannya.
Al-zarqany
mengartikan mukjizat al- Qur’an dengan suatu perkara bagi manusia untuk
mendatangkan semisal al-Qur’an baik secara individual maupun secara kelompok.
Mukjizat dapat juga berrati sesuatu yang keluar dari kebiasaan dan ketentuan
sebab-sebab yang diketahui serta diberikan kepada para Nabi untuk memperkuat
dakwahnya.
Menurut Manna’
al-Qaththan yang dimaksud dengan mukjizat dalam al-Qur’an adalah: “sesuatu
urusan(hal) yang menyalahi adat kebiasaan , dibarengi atau diiringi dengan
tantangan atau pertandingan dan terbebas dari perlawanan(menang).
Jadi i’jaz al-Qur’an
adalah kekuatan, keunggulan, dan keistimewaan yang dimiliki al-Qur’an
yang menetapkan kelemahan manusia baik secara terpisah-pisah maupun secara
berkelompok, untuk bisa mendatangkan sesuatu yang serupa atau menyamainya, hal
ini menunjukkan atas kebenaran Rasulullah didalam mengembangkan misi dakwahnya.
B.
Aspek-Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an
Menurut
al-Shabûnî menandai tidak kurang dari sepuluh aspek kemukjizatan al-Qur’an,
sebagai berikut:
1.
Susunan
kata-katanya yang sangat indah dan menarik, sangat berbeda dengan susunan
2.
Susunan
redaksional yang indah menawan, sangat berbeda dengan uslub-uslub orang Arab
umunya.
3.
Kekayaan
dan kepadatan makna yang dikandungnya. Tidak mungkin ada makhluk yang mampu
mendatangkan ayat serupa ayat al-Qur’an.
4.
Muatan
ajaran tasyriknya yang lengkap dan sempurna. Sama sekali berbeda dengan
hukum-hukum buatan manusia.
5.
Berita-berita
gaib yang diceritakannya yang tidak mungkin diketahui selain lewat wahyu.
6.
Tidak
adanya pertentangan dengan ilmu-ilmu kealamsemestaan.
7.
Ketepatan
janji dan ancamannya sesuai dengan apa yang diberitakannya.
8.
Ilmu
dan pengetahuan yang dikandungnya (ilmu-ilmu syariah dan kauniyah).
9.
Memenuhi
segala kebutuhan manusia.
10.
Pengaruhnya
yang mendalam dalam hati para pengikutnya.
Dari sekian aspek kemukjizatan
al-Qur’an tersebut di atas, ada tiga sisi yang penulis anggap perlu dibahas
secara tersendiri, yaitu al-i’jâz al-‘ilmî (kemukjizatan al-Qur’an dalam
aspek ilmu pengetahuan kealaman), al-i’jâz al-lughawî (kemukjizatan
al-Qur’an dalam aspek kebahasaan, uslub yang digunakan dan susunan serta tertib
ayatnya) dan al-i’jâz al-tasyrî’î (kemukjizatan al-Qur’an dalam aspek
ajaran syariat yang dikandungnya).
1.
Al-I’jâz al-‘Ilmî
Tentang hubungan
al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan, Quraish Shihab menyatakan bahwa ada sekian
kebenaran ilmiah yang dipaparkan oleh al-Qur’an, tetapi tujuan pemaparan
ayat-ayat tersebut adalah untuk menunjukkan kebesaran Tuhan dan keesaan-Nya,
serta mendorong manusia seluruhnya untuk mengadakan observasi dan penelitian
demi lebih menguatkan keimanan dan kepercayaan kepada-Nya. Quraish lalu
mengutip pendapat Mahmûd Syaltut yang mengatakan bahwa sesungguhnya
Tuhan tidak menurunkan al-Qur’an untuk menjadi satu kitab yang menerangkan
kepada manusia mengenai teori-teori ilmiah, problem-problem seni serta aneka
warna pengetahuan.
Tentang hal ini, Quraish
menyimpulkanenam hal yaitu :
Al-Qur’an adalah kitab hidayah
yang memberikan petunjuk kepada manusia seluruhnya dalam persoalan-persoalan
akidah, tasyrik dan akhlak demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
1.
Tiada pertentangan antara al-Qur’an
dan ilmu pengetahuan.
2.
Memahami hubungan al-Qur’an
dengan ilmu pengetahuan bukan dengan melihat adakah teori-teori ilmiah atau
penemuan-penemuan baru tersimpul di dalamnya, tapi dengan melihat adakah
al-Qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau
mendorong lebih maju.
3.
Membenarkan atau menyalahkan
teori-teori ilmiah berdasarkan al-Qur’an bertentangan dengan tujuan pokok atau
sifat al-Qur’an dan bertentangan pula dengan ciri khas ilmu pengetahuan.
4.
Sebab-sebab meluasnya penafsiran
ilmiah (pembenaran teori-teori ilmiah berdasarkan al-Qur’an) adalah akibat
perasaan rendah diri dari masyarakat Islam dan akibat pertentangan antara
golongan gereja (agama) dengan ilmuan yang dikuatirkan akan terjadi pula dalam
Islam, sehingga cendekiawan Islam berusaha menampakkan hubungan antara
al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan.
5.
Memahami ayat-ayat al-Qur’an
sesuai dengan penemuan-penemuan baru adalah ijtihad yang baik, selama paham
tersebut tidak dipercayai sebagai akidah Qur’aniyah dan tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip atau ketentuan bahasa.
Pendapat
Quraish ini senada dengan Mannâ’ al-Qaththân yang dengan tegas menyatakan bahwa
orang telah melakukan kesalahan ketika dengan menggebu mengatakan bahwa
al-Qur’an mengandung segala teori ilmiah. Keyakinan serupa ini, kata
al-Qaththân, akan bertabrakan dengan kenyataan bahwa sifat teori-teori ilmu
pengetahuan senantiasa berubah sejalan dengan dinamika perubahan waktu sesuai
dengan sunnah kemajuan. Apa yang diklaim sebagai kebenaran ilmiah pada satu
saat, pada saat mendatang tidak mustahil terbukti kesalahannya.
Kemukjizatan ilmiah al-Qur’an, tegas
al-Qaththân, justru terletak pada motivasinya untuk berpikir. Ia mendorong
manusia untuk memperhatikan dan mencermati alam dan gejalanya, sambil memberikan
akses dan porsi yang baik dan besar bagi akal. Al-Qur’an tidak pernah
menghalang-halangi pemeluknya untuk menambah ilmu pengetahuannya kapan dan di
mana pun.Sedangkan menurut Ahmad Baiquni, hubungan al-Qur’an dengan ilmu
pengetahuan kealaman adalah bahwa sebagai hamba Allah manusia dikaruniai akal
serta pikiran untuk dapat memilih tindakan mana yang baik dan mana yang tidak
untuk kebahagiaan akhiratnya, tetapi juga untuk bertahan hidup di dunia dan
memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber bahan pangan dan papan, sehingga ia
dapat memperoleh kebahagiaan dunia sebagai khalifah yang bertanggung jawab.
Untuk itu semua, Allah telah menurunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh
manusia, secara garis besar, baik untuk ilmu keakhiratannya yang rinciannya ada
di dalam Sunnah Rasul, maupun ilmu keduniaan yang rinciannya berada di dalam al-kaun
(semesta).
2.
Al-I’jâz al-Lughawî
Al-Shabûnî menandai
adanya tujuh karakteristik uslub al-Qur’an:
- Sentuhan serta nuansa kata-kata
al-Qur’an yang indah dan menawan, seperti terlihat dalam keindahan bunyi
dan nada yang ditimbulkan serta bahasa yang elok menarik.
- Membuat rela dan puas semua
kalangan, baik khalayak awam maupun kalangan khusus tertentu. Dalam arti,
semua sepakat mengakui keagungannya dan merasakan keindahannya.
- Memberikan kepuasan bagi akal
dan emosi secara berbarengan. Ia menyentuh akal dan hati serta memadukan
kebenaran dan keindahan secara apik dan indah.
- Kualitas pemaparan yang tinggi
serta cara penuangan makna-makna yang kokoh. Keseluruhan al-Qur’an bak
satu jalinan yang memikat dan memesona akal serta mengundang perhatian
pandangan hati.
- Kelihaiannya dalam mengolah
kata dan menuangkan aneka ragam penyampaian. Artinya, ia kerap menuangkan
satu makna dengan beragam kata dan cara penuturan. Semua mempunyai nilai
keindahan yang amat tinggi.
- Memadukan antara penuturan
global dengan penjelasan detil.
- Singkat redaksi padat arti.
3.
Al-Ij’jâz al-Tasyrî’î
Kemukjizatan al-Qur’an dalam aspek
ini adalah bahwa al-Qur’an datang membawa manhaj tasyrî’ yang sempurna,
yang menjamin terpenuhinya segala kebutuhan manusia seluruhnya pada setiap
zaman dan tempat. Dengan ajaran ini kondisi manusia, baik sebagai individu
maupun kelompok, menjadi mulia dan luhur, di dunia dan akhirat. Model tasyrî’
qur’ânî ini sangat berbeda dengan semua jenis hukum, aturan dan perundangan
buatan manusia.
Masmû’ Abû Thâlib
menilik beberapa butir yang menjadi bukti kemukjizatan al-Qur’an dalam aspek
ini. Sebagai berikut:
- Memperbaiki dan meluruskan
akidah dengan jalan menunjukkan manusia akan hakikat asal kejadian (al-mabda`)
dan akhir (al-ma’âd) kehidupan serta kehidupan di antara keduanya.
Butir ini berisi ajaran tentang keimanan kepada Allah, malaikat, kitab,
para rasul dan hari akhir.
- Memperbaiki dan meluruskan
praktik ibadah dengan jalan menunjukkan manusia akan ajaran-ajaran dan
nilai-nilai yang dapat menyucikan jiwa dan mental manusia.
- Memperbaiki akhlak dengan jalan
menunjukkan manusia akan nilai-nilai keutamaan dan perintah untuk menjauhi
segala bentuk kekejian dan keburukan, serta menjaga keseimbangan.
- Memperbaiki dan meluruskan
kehidupan dengan jalan memerintahkan manusia agar mereka menyatukan
barisan, menghapus segala benih fanatisme dan gap yang membawa kepada
perpecahan. Ini dilakukan dengan jalan mengingatkan mereka bahwa mereka berasal
dari jenis dan jiwa yang sama.
- Memerangi
pemaksaan, intimidasi dan absolutisme. Meluruskan kehidupan politik dan
tata kehidupan bernegara. Ini dilakukan dengan jalan memancangkan keadilan
mutlak, persamaan antara sesama manusia dan memelihara nilai-nilai luhur
keutamaan seperti keadilan, dedikasi, kasih sayang, persamaan dan
kecintaan dalam segala bentuk hukum dan interaksi sosial.
- Memperbaiki dan meluruskan
perilaku ekonomi dan pendayagunaan harta, dengan jalan anjuran untuk
membudayakan hidup hemat, memelihara harta dari kesia-siaan dan kepunahan.
- Meluruskan aturan perang dan
perdamaian, dengan jalan memberikan pengertian hakiki tentang perang,
larangan menganiaya, kewajiban menepati perjanjian dan mengutamakan
perdamaian daripada peperangan.
- Memerangi sistem perbudakan dan
anjuran untuk memerdekakan para budak.
- Membebaskan akal budi dan nalar
pikir dari segala tiran yang membelenggunya
C.
Fakta Aspek-Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an
Ada
beberapa fakta historis dan sejumlah nas yang dapat kita nilai sebagai bukti
bahwa al-Qur’an adalah benar-benar Kitab Mukjizat. Di antaranya:
Pertama, keyakinan kita bahwa al-Qur’an yang
sekarang kita baca, yang terjaga dan termaktub dalam lembaran-lembaran mushhaf
adalah benar- benar al-Qur’an yang dibawa Muhammad Saw., yang beliau bacakan
kepada kaum sezamannya dalam rentang waktu sekitar 23 tahun.Keyakinan ini
berdasar atas kenyataan bahwa al-Qur’an diterima dan disampaikan dengan
sandaran sanad yang mutawatir dari satu generasi ke generasi berikutnya, hal
mana memberi jaminan akan orisinalitas dan otentisitas al-Qur’an. Selain
kemutawatiran periwayatannya, otentisitas al-Qur’an lebih diperkuat lagi dengan
kenyataan historis bahwa al-Qur’an segera dikodifikasi dari catatan-catatan
yang masih tercecer tidak lama setelah Nabi Saw. meninggalkan generasi awal
umat ini. Hafalan-hafalan para penghafal yang tidak pernah luput dari
generasi-generasi semakin memperkuat keutuhan dan kemurnian al-Qur’an yang telah
terkodifikasi dalam catatan.
Kedua, setelah kita yakin akan kemurnian
al-Qur’an, dengan sendirinya kita mesti percaya atas kebenaran yang dibawanya.
Dalam QS. al-Baqarah/2: 23
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى
عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ
اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang
Al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat
(saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,
jika kamu orang-orang yang benar.” (QS.Al-Baqarah : 23)
Q.S Hûd/11: 13
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ
سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ
إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah
membuat-buat Al-Quran itu", Katakanlah : "(Kalau demikian), maka
datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan
panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu
memang orang-orang yang benar".(QS.Huud: 13)
Q.S al-Isrâ`/17: 88
قُل لَّئِنِ ٱجْتَمَعَتِ ٱلْإِنسُ وَٱلْجِنُّ
عَلَىٰٓ أَن يَأْتُوا۟
بِمِثْلِ هَٰذَا ٱلْقُرْءَانِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِۦ
وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang
serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian
yang lain".
al-Qur’an mengabarkan bahwa ia pernah
menantang orang Arab yang terkenal dengan kesusastraannya yang tinggi untuk
membuat rangkaian kata berupa ayat atau surat yang semisal dengan al-Qur’an.
Mereka tidak mampu melakukan apa yang diminta al-Qur’an itu. Adanya tantangan
al-Qur’an dan ketidakmampuan pihak yang ditantang, dua hal yang merupakan
syarat terwujudnya mukjizat, merupakan bukti bahwa al-Qur’an itu betul-betul
merupakan mukjizat.Jika mereka tidak mampu untuk menciptakan ayat atau surat
yang semisal dengan al-Qur’an, maka mereka lebih tidak akan sanggup lagi untuk
mendatangkan makna-makna, ajaran-ajaran dan dimensi-dimensi seperti yang
dikandung oleh ayat-ayat al-Qur’an, sampai kapan pun.
Ketiga, pengaruh al-Qur’an terhadap orang Arab. Pengaruhnya terhadap orang
Arab musyrikin terlihat pada pengakuan mereka akan keindahan gaya dan tata
bahasa serta susunan redaksionalnya yang sangat memikat. Kenyataan inilah yang
memaksa al-Walîd bin al-Mughîrah al-Makhzûmî untuk mengakui dan berterus terang
kepada Abû Jahal bahwa al-Qur’an adalah al-haqq
(kebenaran) yang luhur dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.
Sedang pengaruhnya terhadap orang Arab yang
beriman, al-Qur’an lewat pendidikan yang diberikan pembawanya kepada para
sahabat, telah mengubah jiwa mereka yang sebelumnya sarat dengan nilai-nilai
buruk jahiliah menjadi jiwa-jiwa suci yang telah mencatat revolusi
mental-sosial maha dahsyat dalam sejarah.
Demikian beberapa bukti kemukjizatan
al-Qur’an yang dapat dijadikan landasan historis dan normatif ketika membahas
aspek-aspek kemukjizatan al-Qur’an.
D.
Urgensi Kajian Dalam
Memahami Al-Qur-an
Urgensi pembahasan I’jaz Al-Qur'an dapat dilihat dari
dua tataran:
1.
Tataran Teologis
Mempelajari I’jaz Al-Qur'an akan semakin menambah keimanan seseorang muslim.
Yaitu bagi siapa saja yang membaca al-Qur’an ini dan memahaminya, melakukan
apa-apa yang diperintahkan Allah, maka Allah kelak akan memuliakannya dunia dan
akhirat ( Imroatul Zahro, “Hujjah al-Qur’an dan I’jaz al-Qur’an“ ). Bahkan,
tidak jarang pula orang masuk Islam tatkala sudah mengetahui I’jaz Al-Qur'an.
Terutama ketika isyarat-isyarat ilmiah, yang merupakan salah satua spek I’jaz
Al-Qur'an, sudah dapat dibuktikan.
2.
Tataran Akademis
Mempelajari I’jaz Al-Qur'an akan semakin memperkaya khazanah keilmuan
keislaman, khususnya berkaitan dengan ulum Al-Qur'an (ilmu tafsir)
Cara Memahami Ijaz Al-Qur’an
Ada tiga hal yang perlu
diperhatikan guna mempermudah pemahaman bukti-bukti itu.
a. Kepribadian Nabi
Muhammad Saw.
Nabi Muhammad Saw. seorang yang tidak gila kedudukan, harta, dan wanita.
Hal ini dibuktikan, ketika beliau diminta agar memberhentikan dakwahnya. Jika
beliau mau menerima permintaan ini, tokoh-tokoh kaum musyrik Makkah memberikan
kepadanya kedudukan, harta, dan wanita. namun itu semua ditolaknya, bahkan
beliau menjawab:
“Walau matahari
diletakkan di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, tidak akan
kutinggalkan misiku sampai berhasil atau aku gugur mempertahankannya,
“jawab beliau.
Nabi yang ummi telah membawa Al-Quran yang mu’jiz dalam
hal lafal dan maknanya. Ia tidak pernah belajar dari guru mana pun.
Ia tidak pernah berguru kepada siapa pun. Ini dinyatakan Allah SWT,
Katakan: “ Jika Allah
menghendaki, aku tidak akan membacakannya, kepadamu dan la pun tidak akan mengajarkannya kepadamu.
Bukankah aku telah hidup sepanjang usiaku di tengah-tengah kamu. Tidakkah kamu
merenungkannya." (Yunus 16).
b.
Kondisi
Masyarakat Saat Turunnya Ayat
Tentu banyak sisi dari
kondisi masyarakat yang dapat dikemukakan, namun yang terpenting dalam konteks
uraian tentang mukjizat adalah perkembangan ilmu pengetahuan, kemampuan ilmiah
masyarakat Arab, serta masyarakat umat manusia secara umum.
Al-Quran
menamai masyarakat Arab sebagai masyarakat ummiyyin. Kata ini
adalah bentuk jamak dari kata ummiy yang terambil dari
kata umm yang anti harfiahnya adalah ibu dalam
arti bahwa seorang ummiy adalah yang keadaannya sama dengan
keadaan pada saat dilahirkan oleh ibunya dalam hal kemampuan membaca dan
menulis.
Kemampuan tulis baca di
kalangan masyarakat Arab—khususnya pada awal masa Islam—sangat minim, sampai-sampai
ada riwayat yang menyebut jumlah mereka yang pandai menulis ketika itu tidak
lebih dari belasan orang.
Jika
demikian, pengetahuan masyarakat non-Arab pada masa turunnya Al-Quran bukan
atas dasar metode ilmiah yang sistematik atau pengamatan dan hasil
percobaan-percobaan dalam dunia empiris.
Semuanya
itu kemudian mengantarkan ilmuwan untuk berkata bahwa masyarakat manusia secara
umum belum lagi memiliki ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.
Memahami kondisi
masyarakat dan perkembangan pengetahuan pada masa turunnya Al-Quran akan
menunjang bukti kebenaran Al-Quran saat disadari betapa kitab suci ini
memaparkan hakikat-hakikat ilmiah yang tidak dikenal kecuali pada masa-masa
sesudahnya.
c.
Masa
dan Cara Kehadiran Al-Quran
Hal
ketiga yang tidak kurang pentingnya dalam upaya lebih meyakinkan tentang
kemukjizatan Al-Quran adalah masa dan cara turunnya wahyu AlQuran kepada Nabi
Muhammad Saw.
Banyak
aspek uraian yang berkaitan dengan topik ini, tetapi yang perlu digarisbawahi
dalam konteks pembuktian kemukjizatan Al-Quran adalah :
1). Kehadiran wahyu
Al-Quran diluar kehendak Nabi Muhammad Saw.
2). Kehadirannya secara
tiba-tiba.
Menyangkut
butir pertama, baik untuk diketahui bahwa tidak jarang Nabi Muhammad Saw.
membutuhkan penjelasan bagi sesuatu yang sedang dihadapinya tetapi penjelasan
yang dinantikan itu tak kunjung datang.
Setelah
sepuluh kali menerima wahyu yang dimulai dengan awal surah (1) Iqra’, (2)
Al-Qalam, (3) Al-Muddatstsir, dan (4) Al-Muzzammil, kemudian (5) surah
Al-Masad, (6) At-Takwir, (7) Sabbihisma, (8) Alam Nasyrah, (9) A1-’Ashr dan
(10) Al-Fajr, tiba-tiba wahyu terputus kehadirannya. Sekian lama beliau menanti
dan mengharap tetapi Jibril - pembawa wahyu - tidak kunjung datang, maka timbul
rasa gelisah di hati Nabi SAW. Sedemikian besar kegelisahan itu, sampai-sampai
ada yang menyatakan bahwa beliau nyaris menjatuhkan diri dari puncak gunung.
Orang-orang musyrik Makkah pun mengejek beliau dengan berkata, “Tuhan telah
meninggalkan Muhammad dan membencinya.” Kegelisahan ini baru berakhir dengan
turunnya Q.S. al-Dhuha/93: 1 - 3
َالضُّحَى(1)وَاللَّيْلِ
إِذَا سَجَى(2)مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى
”Demi al-dhuha, dan
malam ketika hening. Tuhanmu tidak meninggalkan kamu dan tidakpula membenci.”
Sumpah
Allah terhadap Muhammad dengan tanda-tanda kebesaran-Nya, yaitu waktu dhuha,
dan malam hari dengan kegelapannya. Isi sumpah-Nya Bahwa Allah
tidak meninggalkannya dan tidak membencinya. Hal ini menunjukkan bahwa wahyu
adalah wewenang-Nya. Jadi, andaikata Nabi Saw. menantikan kehadirannya, namun
jika Tuhan tidak menghendaki, wahyu tak akan datang. Ini membuktikan bahwa
wahyu merupakan ketetapan-Nya, bukan hasil perenungan Nabi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam
makalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar
yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.Kita tahu bahwa setiap nabi yang
diutus Allah selalu dibekali mukjizat untuk meyakinkan manusia yang ragu dan
tidak percaya terhadap pesan atau misi yang dibawa oleh nabi.Al-Qur’an adalah
benar-benar wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW bukan karangan
Nabi Muhammad,apalagi syair-syair dari penyair mereka.Mukjizat adalah
keistimewaan yang diberikan Allah SWT
kepada Nabi dan Rasul berupa sesuatu yang luar biasa,yang berfungsi sebagai
risalah-Nya,bertujuan untuk melemahkan dan mengalahkan musuh yang menentangnya
dan tidak ada seorang yang dapat menandinginya.
Al-Qur’an
memuat multidimensi yang diperuntukkan sebagai kebaikan umat manusia.Sebanyak
dimensi yang dikandung Al-Qur’an sebanyak itu pula mukjizat yang
dimilikinya.Itu tidak lain karena setiap dimensi yang dimilikinya,pada saat
yang sama juga merupakan dimensi-dimensi kemukjizatan Al-Qur’an.Dari sini kita
dapat mengetahui bahwa Al-Qur’an adalah seluruhnya mukjizat dan Al-Qur’an
adalah sumber hukum utama dalam islam.
B.
Saran
Berdasarkan
pembahasan mengenai Ijaz Al-Qur’an, maka sudah seharusnya kita sebagai generasi
muda umat islam segera berlomba-lomba untuk memahami lebih dalam lagi mengenai
makna dan kemukjizatan Al-Qur’an. Dimana Al-Qur’an adalah kitab pedoman umat
islam yang wajib kita baca dan memahaminya, karena Al-Qur’an adalah sumber
hukum islam yang utama dan paling utama.
DAFTAR PUSTAKA
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung,
2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar