MAKALAH
“KOMPETENSI KONSELOR DALAM KONTEKS BKI”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk
mempersiapkan dan menjadi seorang konselor profesional bukanlah suatu pekerjaan
yang mudah dan ringan yang bisa dilakukan sambil lalu, tetapi memerlukan
persyaratan dan kemampuan khusus, lebih-lebih lagi persyaratan menjadi konselor
islami. Untuk menjadi seorang konselor Islami bukan hanya dituntut dapat
memenuhi persyaratan formal dan menguasai teori serta mengetahui tehnik
konseling, tetapi juga harus didukung dengan pengetahuan agama serta amal
ibadahnya kepada Allah SWT sebagai bentuk nyata dari pengabdiannya kepada
Allah.
Sebagai seorang
teladan, seharusnya konselor Islami menjadi rujukan bagi klien dalam menjalani
kehidupan, oleh karena itu, sebagai suri teladan, maka sudah tentu konselor
adalah seorang yang menjadi rujukan dalam perilaku kehidupan sehari-harinya.
Kehidupan konselor menjadi barometer bagi konseli.
Pada dasarnya
tugas konselor adalah usaha memberikan bimbingan kepada klien dengan maksud
agar klien mampu mengatasi permasalahan dirinya. Tugas ini berlaku bagi siapa
saja yang bertindak sebagai konselor.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kompetensi Konselor Islami
Konselor Islam, dalam tugasnya membantu klien menyelesaikan masalah
kehidupannya, haruslah memperhatikan nilai-nilai dan moralitas Islam. Apalagi
yang ditangani adalah membantu mengatasi masalah kehidupan yang dialami oleh
klien atau konseli, maka sudah sewajarnyalah konselor harus menjadi teladan
yang baik, agar klien merasa termotivasi dalam menyelesaikan masalah
kehidupannya. Sebagai seorang teladan, seharusnyalah konselor Islami menjadi
rujukan bagi klien dalam menjalani hidupnya, sebagai suri teladan maka sudah
tentu konselor merupakan seorang yang menjadi rujukan dalam perilaku
kehidupannya sehari-hari, kehidupan konselor menjadi barometer bagi konseli.
Kepribadian konselor dapat menentukan bentuk hubungan antara
konselor dan konseli, bentuk kuwalitas penanganan masalah, dan pemilihan
alternatif pemecahan masalah. Tugas konselor pada dasarnya yaitu usaha
memberikan bimbingan kepada konseli dengan maksud agar konseli mampu mengatasi
permasalahan dirinya. Tugas ini berlaku bagi siapa saja yang bertindak sebagai
konselor. Sekalipun sudah memiliki kode etik profesi yang menjadi landasan
acuan perlindungan konseli, bagi konselor muslim tidak ada salahnya apabila dalam
dirinya juga menambah sifat-sifat atau karakter konselor yang dipandangnya
perlu bagi aktivitas konseling. Yang terpenting bahwa dalam upaya konseling
tersebut harus memenuhi kaidah bahwa pemberian bantuan tidak didasarkan pada
pekerjaannya.
1.
Ciri-ciri
Kepribadian Konselor Islami
Sebagai pedoman kepribadian konselor yang Islami (konselor muslim)
sebagai berikut:
a)
Seorang
konselor harus menjadi cermin bagi konseli
b)
Kemampuan
bersimpati dan berempati yang melampaui dimensi duniawi
c)
Menjadikan
konseling sebagai awal keinginan bertaubat yang melegakan
d)
Sikap
menerima penghormatan: sopan santun, menghargai eksistensi
e)
Keberhasilan
konseling aadalah suatu yang baru dikehendaki
f)
Motivasi
konselor: konseling suatu bentuk ibadah
g)
Konselor
harus menepati moralitas Islam, Kode etik, sumpah jabatan dan janji
h)
Memiliki
pikiran positif.[1]
Untuk memahami penjelasan ciri kepribadian konselor Islami yaitu :
a.
Seorang
konselor harus menjadi cermin bagi konseli
Firman Allah SWT:
“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan
yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan
(keselamatan pada) hari kemudia, dan Barangsiapa yang berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Mumtahanah: 4).[2]
Konselor dalam melaksanakan
tugasnya haruslah merupakan teladan yang baik bagi anak bimbingan (klien).
Klien secara psikologis datang kepada seorang konselor karena beberapa alasan
diantaranya: keyakinan bahwa seorang diri konselor lebih arif lebih bijaksana,
lebih mengetahui permasalahan, dan dapat dijadikan sebagai rujukan dalam
penyelesaian masalah.
b.
Kemampuan
bersimpati dan berempati yang melampaui dimensi duniawi
Firman Allah SWT:
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang
mukmin.” (QS. At-Taubah: 128).[3]
Seorang
konselor adalah seorang yang tanggap terhadap persoalan klien. Ia dapat
bersimpati pada apa yang terjadi dalam diri klien serta dapat berempati
terhadap apa yang dirasakan oleh klien. Konselor melalui profesinya berusaha
membantu klien sebatas hubungan profesi (setting konseling), sedangkan di luar
konteks konseling dan dikatakan hubungan tersebut tidak ada. Bagi konselor
muslim tentu memiliki sisi yang berbeda dari konselor pada umumnya. Perbedaan
tersebut terletak pada sisi spirit dan motivasi memberikan bantuan lebih
berdimensi, tidak sekedar membantu meringankan beban psikologis klien, melainkan
juga berusaha “menyelamatkan” totalitas kehidupan klien. Konselor perlu
mengembangkan rasa iba, kasih sayang sebatas bingkai profesi sedangkan konselor
muslim perlu mengembangkan semangat belas kasih yang berdimensi ukhrawi. Jika
ia membantu konseling, terdapat dua kemungkinan:
1)
Sebagai
bukti iman karena berhasil mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya
sendiri (apabila klien sama-sama muslin).
2)
Sebagai
bukti iman karena berhasil mencintai manusia umum sebagai wujud rahmatan
lil‘alamin (apabila klien berbeda agama).
c.
Menjadikan
konselor sebagai awal keinginan bertaubat yang melegakan.
Firman Allah SWT:
“Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati
dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya,
datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun
untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang”. (QS. An-nisa:
64)[4]
Banyak kasus (masalah) yang dihadapi oleh konselor adalah ksus yang
ada kaitannya dengan pelanggaran klien terhadap kehidupan beragamanya, atau ada
kecenderungan mereka yang melanggar norma-norma agama atau setidaknya lalai
terhadap norma agama. Konselor biasanya akan memberi nasehat atau bimbingan
tergantung pada basis berfikirnya: Freud, humanistis, behavioristik, eklektis,
atau bahkan liberalis. Bagi konselor muslim tentu akan memberikan bimbingan
berdasarkan Fitrah Islamiah yang paling mungkin sesuai dengan derajat kasus (masalah)
dan derajat halal, makruh, mubah, maupun haram dalam konteks yang dihadapi
klien. Sering dilupakan bahwa konselor pada umumnya, dosa atau kesalahan cukup
diratapi di ruang konseling dan sesudah itu harus diakhiri begitu saja dan
semua menjadi tanggung jawab klien.
Bagi konselor muslim sebaliknya beranggapan bahwa dosa harus
ditaubati sesuai derajat kesalahan klien, klien tetap harus bertanggung jawab,
tetapi sebaiknya konselor muslim benar-benar turut mendoakan klien segera,
klien keluar dari ruangan konseling. Harus diingat bahwa prosedur ini bukanlah
semacam ruang pertaubatan di dalam gereja.
d.
Sikap
menerima permohonan: sopan santun, menghargai eksistensi
Firman
Allah SWT:
“Apabila
kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan
itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan
yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu”. (QS. An-nisa: 86).[5]
Konselor berkewajiban untuk menjawab salam sesuai dengan salam
sapaan yang dianjurkan oleh klien. Konselor seharusnya menjawab sapaan lebih
baik dari klien. Konselor akan selalu berhadapan dengan kenyataan bahwa klien
cenderung tergantung, hormat, kagum, ataupun jatuh hati pada konselor. Dalam
kondisi tersebut konselor harus memberikan suatu respon yang lebih baik serta
bertanggung jawab terhadap kenyataan bahwa hubungan klien dengan konselor
adalah hubungan manusia. Hubungan tersebut dapat ditingkatkan menjadi hubungan
silaturahmi yang lebih berdimensi luas, tidak hanya sekedar setting dalam
konseling, terutama silaturahmi pasca konseling, membangun ukhwah merupakan
prestasi besar.
e.
Keberhasilan
konseling adalah suatu yang baru dikehendaki
Firman
Allah SWT:
“Apa
saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul
kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi”. (QS. An-nisa: 79).
Setiap konselor menghendaki kesuksesan dan keberhasilan. Sebagai
profesi, Keberhasilan konselor diukur berdasarkan berapa banyak klien yang
merasakan kepuasan pelayanan. Konselor yang kurang tanggap terhadap
keberhasilannya dalam membantu klien termasuk konselor yang hanya berprofesi
konselor tetapi tidak memaknai keprofesiannya.
Konselor muslim dapat menyikapi profesinya dengan keyakinan bahwa
keberhasila konseling adalah sesuatu yang belum pasti (baru diharapkan). Maka, konselor akan bekerja keras dan bekerja sesuai
dengan idealisme. Apabila berhasil membantu, ia tidak merasa dirinya berhasil,
melainkan diyakini sebagai kebaikan Allah pada jerih payah konselor dan kemauan
kuat klien agar keluar dari masalah yang dihadapinya. Sedangkan jika tidak
mengalami keberhasilan maka klien akan menisbatkan pada kelemahan diri konselor
atau ketidak berdayaan klien untuk keluar dari masalah yang dihadapinya. Bagi
konselor kegagalan akan menjadikannya semakin meningkatkan kesungguhannya
dengan perbaikan prestasi kerja dan pengetahuan.
f.
Motivasi
konselor: Konselor merupakan satu bentuk ibadah
Firman
Allah SWT:
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. An- Nahl:90).
Setiap konselor memiliki beragam motivasi, mulai dari alasan yang
paling rendah, yakni semata-mata masalah mencari pekerjaan sampai masalah yang
paling elit dan bergengsi. Konselor muslim hendaknya memulai segala perbuatan
adalah bagian dari kebajikan hidup, bagian dari ibadah. Konselor adalah suatu
upaya tausiah menghilangkan penderitaan adalah suatu upaya pembebasan manusia
dari kekufuran, memperbaiki sifat-sifat negative klien adalah upaya menjadikan
klien menjadi manusia yang sempurna.
g.
Konselor
harus menepati moralitas Islam, kode etik, sumpah dan janji Firman Allah SWT:
Firman
Allah SWT:
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. An- Nahl:90).
Setiap konselor memiliki beragam motivasi, mulai dari alasan yang
paling rendah, yakni semata-mata masalah mencari pekerjaan sampai masalah yang
paling elit dan bergengsi. Konselor muslim hendaknya memulai segala perbuatan
adalah bagian dari kebajikan hidup, bagian dari ibadah. Konselor adalah suatu
upaya tausiah menghilangkan penderitaan adalah suatu upaya pembebasan manusia
dari kekufuran, memperbaiki sifat-sifat negative klien adalah upaya menjadikan
klien menjadi manusia yang sempurna.
h.
Memiliki
pikiran positif (positif-moralis) Firman Allah :
“Dan
Dia (tidak pula) Termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk
bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang mereka (orang-orang yang
beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan”. (QS. Al-Balad: 17-18).[6]
Konselor muslim pun mengalami hal yang sama, karena itu tidaklah
nai’if atau salah satu apabila konselor muslim memilih aliran yang diyakini
kebenarannya. Keyakinan ini penting karena akan mendorong untuk menjadi optimis
terhadap setiap kebaikan dan perbaikan. Kenyataan menunjukkan bahwa
penyelesaian setiap kasus (masalah) klinis hanyalah masalah mengubah kesulitan
menjadi kemudahan, perubahan tersebut bagi seorang konselor muslim harus dalam
rangka ibadah dan kemanusiaan.
Konselor
muslim memiliki bobot yang lebih dari sekedar konselor pada umumnya. Konselor
muslim yang komitmen terhadap Islam, tentunya akan memulai membangun dan
mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan citra Islami. Penggalian terhadap
sumber utama Al-Qur’an dan sunnah adalah cikal bakal pemahaman yang benar
tentang apa yang dapat dilakukan oleh konselor muslim.
B. Kriteria Konselor Islami
Landasan religius dalam bimbingan dan konseling Islami mengimplikasikan
bahwa konselor sebagai “helper”, pemberian bantuan dituntut untuk memiliki
pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, khususnya dalam memberikan
layanan bimbingan dan konseling kepada klien. Konselor Islami seharusnya
menyadari bahwa memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien
merupakan salah satu kegiatan yang bernilai ibadah karena dalam proses bantuannya
terkadang nilai menegakkan “amar ma’ruf nahyi munkar” (memerintahkan kebikan
dan mencegah kemungkaran). Agar layanan bantuan yang diberikan itu mengandung
nilai ibadah, maka aktivitas bimbingan dan konseling tersebut harus didasarkan
kepada keikhlasan dan kesebaran. Kaitannya dengan persyaratan bagi seorang
konselor agama Islam, harus diperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut:
a.
Konselor
Islam hendaknya orang yang menguasai materi khususnya dalam masalah keilmuan
agama slam, sehingga pengetahuannya mencakup dalam hal-hal yang berkaitan
dengan masalah keagamaaan.
b.
Konselor
Islam hendaklah orang yang mengamalkan nilai-nilai agama Islam dan konsekuen,
tercermin melalui keimanan, ketakwaan, dan pengalaman dalam kehidupannya
sehari-hari.
c.
Konselor
Islami sedapat mungkin mampu mentransfer kaidah-kaidah agama Islam secara garis
besar yang relevan dengan masalah yang dihadapi klien.
d.
Konselor
islami hendaknya menguasai metode dan strategi yang tepat dalam menyampaikan
bimbingan dan konseling kepada klien, sehingga klien dengan tulus akan menerima
nasihat konselor.
e.
Konselor
Islami memiliki pribadi yang terpuji sebagai teladan dalam perilaku baik di
tempatnya bekerja maupun di luar tempat bekerja. Perilakunya adalah perilaku
yang terpuji sebagai “uswatun hasanah”, yang mampu menegakkan “amar
ma’ruf nahi munkar”.
f.
Konselor
Islami hendaknya menguasai bidang psikologi secara internal, sehinggadalam
tugasnya melaksanakan bimbingan dan konseling akan dengan mudah menyampaikan
nasihat dengan pendekatan psikologi.[7]
Persyaratan konselor Islami menurut Lahmuddin, sebagai berikut:
1.
Yang
berkaitan dengan pendidikan
2.
Yang
berkaiatan dengan kepribadian
3.
Yang
berkaiatan dengan sifat dan sikap
4.
Yang
berkaiatan dengan kepemimpinan[8]
Untuk lebih mengetahuai persyaratan konselor Islami akan diuraiakan
sebagai berikut:
1.
Persyaratan
yang berkaitan dengan pendidikan
Seorang
konselor serendah-rendahnya harus mempunyai ijazah sarjana muda dan memiliki
sertifikat mengajar. Sedangkan untuk menjadi konselor profesional, paling tidak
harus memiliki ijazah sarjana (S1) bidang bimbongn konseling. Bidang –bidang
yang harus dikuasai meliputi:
a.
Proses
konseling
b.
Pemahaman
tentang individu
c.
Informasi
dalam pendidikan, pekerjaan, dan jabatan
d.
Administrasi
dan kaitannya dengan program bimbngan
e.
Prosedur
penelitian dan penilaian bimbingan
Dari aspek pengalaman, seorang konselor yang propesional harus
memiliki pengalaman yang mengajar atau melaksanakan praktek konseling selama
dua tahun, ditambah satu tahun pengalaman bekerja di luar bidang pendidikan,
dan selama tiga hingga enam bulan mengadakan praktek konseling yang diawasi
oleh team pembimbing secara intensif, pengalaman-pengalaman yang ada kaitannya
dengan kegiatan sosial serta kemampuan memimpin dengan baik.
Demikian halnya
dengan kecocokan pribadi, dimana sifat-sifat pribadi atau kwalifikasi pribadi
yang harus dimiliki oleh seorang konselor profesional dan kaitannya dengan
persyaratan formal, hal ini terlihat pada empat elemen yaitu:
1)
Bakat
skolastik yaitu adanya inisiatif konselor untuk mendorong siswanya berhasil dalam
study mereka.
2)
Minat
yang mendalam untuk bekerjasama dengan orang lain.
3)
Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan.
4)
Faktor
kepribadian.
3. Persyaratan Yang Berkaitan Dengan Kepribadian
Seorang konselor sebaiknya
memiliki sifat-sifat kepribadian tertentu, diantaranya:
1)
Memiliki
pemahaman terhadap orang lain secara objektif dan simpatik.
2)
Memiliki
kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara baik.
3)
Memahami
batas-batas kemampuan yang ada pada dirinya sendiri.
4)
Memiliki
minat yang mendalam mengenai murid-murid, dan berkeinginan. dengan
sunguh-sungguh untuk memberikan bantuan kepada mereka.
5)
Memiliki
kedewasaan pribadi, spiritual, mental, dan estabilan emosi.
4. Persyaratn yang berkaitan dengan sifat dan sikap
a. Sifat Asli
Seorang
konselor sebaiknya dapat memperlihatkan sifat keasliannya dan menghindari sifat
berpura-pura, sebab sifat kepura-puraan yang ditampilkan konselor akan
menyebabkan kekecewaan dan ketidakpercayaan kliean kepada konselor setelah
klien mengetahui sifat asli konslor tersebut, dan jika hal itu dapat dibaca
oleh klien maka klien akan bersifat tertutup pada konselor. Sebagai akibat
ketertutupan itu, maka proses konseling tidak dapat berjalan dengan baik.
b. Penerimaan Terhadap klien
Konselor
sebaiknya dapat menerima klien apa adanya, konselor juga sebaiknya dapat
memberikan penghargaan pada klien. Penghargaan yang di maksud adalah dalam
bentuk financial atau material, tetapi cara konselor dalam menerima klien.
Konselor tidak boleh menuntut cara-cara tertentu pada klien, lebih-lebih lagi
meminta bayaran yang tinggi yang dapat menyulitkan klien, karena hal seumpama
ini akan dapat merubah pandangan dan keyakinan klien kepada konselor bahkan
cara sepeti ini sangat bertentangan dengan kode etik bimbingan. Oleh karena
itu, setiap konselor disarankan agar dapat menerima klien apa adanya dan bukan
apa seharusnya.
c. Penuh pengertian
Setiap konselor
sebaiknya dapat menunjukkan sifat penuh pengertian terhadapa kliennya. Konselor
juga diharapkan dapat memahami apa yang diungkapkan oleh klien, baik melalui
kata-kata maupun melalui isyrat. Pada hal-hal seperti inilah kecekata dan
kemahiran konselor dipertaruhkan, artinya mampukah konselor mendeteksi melalui
gejala-gejala yang ada tentang masalah yang tengah dihadapi klien atau tidak. Bagi
konselor yang profesional, informasi yang diberikan klien serta roman muka yang
diperlihatkan klien ketika dialog berlangsung akan mampu di baca oleh konselor
sejauh mana masalah yang tengah ia hadapi. Untuk itu sebelum konselor
memberikan terapi follow-up kepada klien, konselor sebaiknya memberikan
informasi dari orang-orang yang terdekat dari klien seperti orang tua klien,
saudaranya ataupun teman-dekat klien, disamping diri klien tersendiri.
d. Sifat jujur dan
bersungguh-sungguh
Setiap konselor
harus mempunyai sifat jujur dan penuh kesungguhan, sebab kejujuran dan
kesungguhan dapat meningkatkan saling pengertian dan menghargai. Sifat
kejujuran dan kesungguhan yang diperlihatkan oleh konselor kepada klien, dapat
memotivasi klien menemukan jati dirinya dan klien akan menghadapi semua
persoalan lebih realitas lagi.
e. Kemampuan berkomunikasi
Keterampilan
barkomunikasi sangat menentukan berhasil atau gagalnya konselor dalam
melaksanakan proses konselor. Sebaiknya konselor mampu memotivasi klien agar
klien dapat mengekpresikan diri dengan cara yang hangat dan sungguh-sungguh.
Dalam proses konseling, konselor dianjurkan untuk menghidupkan komunikasi dua
arah, di mana pada saat-saat tertentu konselor sebaiknya memberikan peluang
atau waktu bagi klien untuk menceritakan pengalamannya yang merupakan penyebab
munculnya masalah yang dihadapinya, tetapi pada sat-saat tertentu pula konselor
harus mencari tehnik yang tepar sehingga klien mau bercerita, sebab tanpa
informasi yang tepat, maka konselor akan sulit melaksanakan proses konseling, bahkan
terapi yang diberikan dikhawatirkan tidak sesuai dengan jenis penyakit(masalah)
yang dihadapi klien.
f. Kemampuan berempati
Secara
sederhana berempati dapat diartikan mengerti dan dapat merasakan perasaan orang
lain. Empati tidak sama dengan simpati, karena simpati hanya sebatas ada rasa
kagum, salut, gembira atau sedih pada kondisi seseorang, sementara empati
adalah merasakan apa yang dirasakan dan dihadapi seseorang itu, dan seakan-akan
masalah orang lain (klien) masalah pribadinya. Jika saja konselor merasa bahwa
masakah klien sama dengan masalah pribadinya, maka ia akan berusaha dengan
berbagai cara sehingga masalah yang mengganggu itu hilang dari dirinya.
g. Membina keakraban
Hubungan yang
harmonis dan serasi antara konselor dengan klien perlu diciptakan. Setiap
konselor dituntut agar memiliki kemampuan untuk membina keakraban dengan klien
dalam batas-batas yang wajar dan sesuai dengan prinsip agama dan etika.
Keakraban akan semakin cepat tumbuh dan berkembang jika saja konselor bisa
menaruh perhatian dan menerima klien apa adanya.
h. Terbuka
Untuk lebih
berhasil dan berdaya gunanya proses konseling,sebaiknya konselor dan klien
harus terbuka. Konselor sebaiknya harus memiliki kiat-kiat tersendiri sehingga
bisa berdialog secara terbuka dengan klien, dan andainya klien bersikap
tertutup dan tidak mau menceritakan masalah yang dihadapinya secara terbuka
kepada konselor, maka proses konseling tidak bisa terwujud dengan baik, artinya
kalaupun proses konseling tetap dijalankan, tetapi tidak akan mendapatkan hasil
yang memuaskan.[9]
Salah satu yang
sangat penting, adanya keterbukaan dalam diri konselor tersebut. Keterbukaan
pikiran, dapat menerima pendapat lain, menyadari bahwa ada banyak
bermacam-macam nilai di dunia ini, dan nilai- nilai yang di anutnya bukan
satu-satunya yang betul. Ia juga harus sadar akan pengaruh nilai-nilai budaya
pada dirinya dan pada kliennya. Seorang konselor harus dapat menerima hal ini
dan menjadikannya sebagai salah satu yang dianutnya. Tanpa hal ini ia akan
menjadi seorang yang sangat diskriminatif dan tertutup, karena ia tidak dapat menerima
adanya keanekaragaman.[10]
5. Persyaratan yang berkaitan dengan Kepemimpinan
Dalam pandangan islam konselor dapat diidentifikasikan dengan
seorang pemimpin, karena tugas konselor termasuk memimpin dan mengarahkan
orang-orang yang dipimpinnya atau orang-orang yang bermasalah supaya mereka
memahami diri mereka dan pada akhirnya mereka (klien) dapat menerima diri
mereka dengan baik dan dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Sehubungan
dengan itulah, konselor sebaiknya menguasai gaya kepemimpinan, karena dalam
proses konseling, konselor mungkin saja menggunakan bimbingan kelompok atau
mungkin juga melalui konseling individual secara berhadapan. Persyaratan bagi
konselor Islami, di samping memperhatikan hal-hal di atas, juga sebaiknya
memperhatikan hal-hal berikut ini:
1.
Mempunyai
kemampuan profesionalisme (keahlian).
2.
Mempunyai
sifat kepribadian yang baik (akhlakul karimah).
3.
Mempunyai
kemampuan bermasyarakat (berukhwah Islamiah dan insaniah).
4.
Mempunyai
ketakwaan (taat) menjalankan perintah Allah.[11]
Karakteristik Konselor yang Mempengaruhi Bimbingan Konseling:
a.
Pengetahuan
mengenai diri sendiri.
b.
Kompetensi.
c.
Kesehatan
psikologis yang baik.
d.
Dapat
dipercaya.
e.
Kejujuran.
f.
Kekuatan
atau daya.
g.
Kehangatan.
h.
Pendengaran
yang aktif.
i.
Kesabaran.
j.
Kepekaan.
k.
Kebebasan.
l.
Kesadaran
holistic atau utuh.[12]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Kepribadian
konselor dapat menentukan bentuk hubungan antara bentuk hubungan antara
konselor dan konseli, bentuk kwalitas penanganan masalh , dan pemilihan
alternative pemechan masalah. Tugas konselor pada dasarnya adalah usaha
memberikan bimbingan kepada konseli dengan maksud agar konseli mampu mengatasi
permasalahan dirinya
2.
Ciri-ciri
kepribadian konselor Islami:
a.
Seorang
konselor harus menjadi cermin bagi klien.
b.
Kemampuan
bersimpati dan berempati yang melampaui dimensi duniawi.
c.
Menjadikan
konseling sebagai awal keinginan bertaubat yang melegakan.
d.
Sikap
menerima penghormatan, sopan santun, menghargai eksistensi.
e.
Keberhasilan
konseling adalah suatu yang baru dikehendaki.
f.
Motivasi
konselor: Konseling adalah suatu bentuk ibadah.
g.
Konselor
harus menepati moralitas islam, kode etik, sumpah jabatan, dan janji.
h.
Memiliki
pikiran positif.
3.
Peran
konselor Islami dalam pelaksanaan bimbingan:
a.
Membantu
klien dalam menyelesaikan masalah klien.
b.
Membantu
klien mencegah terjadinya masalah, agar tidak jatuh dalam lubang yang sama.
c.
Membantu
klien untuk berperilaku secara dewasa dan bertanggung jawab serta dapat
melakukan self-control.
d.
Menjadi
contoh teladan yang baik bagi klien.
e.
Memotivasi
klien agar semangat dalam menyelesaikan masalah klien tersebut.
f.
Membantu
klien memahami dirinya sendiri, dan jati diri klien tersebut.
g.
Membantu
klien menggunakan waktu dan kesempatan-kesempatan yang ada.
h.
Membantu
klien dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana
supaya menjadi manusia yang berguna.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. 2000. Al-Qur’an dan terjemahan.
Semarang : Asy-Syifa.
Fenti Hikmawati. 2011. Bimbingan Konseling. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Jeanette. 2006. Dasar-dasar Konseling. Jakarta: UI-Press.
Lahmuddin. 2007. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta:
Hijri Pustaka Utama.
Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: Rineka Cipta.
Samsul Munir Amin. 2010. Bimbingan dan Konseling Islam.
Jakarta: Amzah.
[1] 1Samsul
Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah), 2010
h.259-260.
[2] Departemen
Agama Ri, Al- Qur’an dan terjemahan, ( Jakarta : Asy-Syifa, 2000), h.434
[3] Ibid.,
h.165
[4] Ibid.,
h. 70
[5] Ibid.,
h. 72
[6] Al-Qu’an.,
Ibid,h. 477
[7] Ibid.,
h. 260-271.
[8] Lahmuddin
Lubis, Bimbingan Konseling Islam, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama,2007),
h. 39-54
[9] Lahmuddin,
Bimbingan dan Konseling Islam, Op. Cit., h. 39-45.
[10] Jeanette,
Dasar-dasar Konseling,(Jakarta: Ui-Press, 2006), h.57.
[11]
Lahmuddin, Op. Cit., h. 46.
[12]
Fenti Hikmawati, Bimbingan Konseling, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), h.57.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar