Selasa, 12 Desember 2017

KOMPETENSI KONSELOR DALAM KONTEKS BKI

MAKALAH
“KOMPETENSI KONSELOR DALAM KONTEKS BKI”

 BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Untuk mempersiapkan dan menjadi seorang konselor profesional bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan ringan yang bisa dilakukan sambil lalu, tetapi memerlukan persyaratan dan kemampuan khusus, lebih-lebih lagi persyaratan menjadi konselor islami. Untuk menjadi seorang konselor Islami bukan hanya dituntut dapat memenuhi persyaratan formal dan menguasai teori serta mengetahui tehnik konseling, tetapi juga harus didukung dengan pengetahuan agama serta amal ibadahnya kepada Allah SWT sebagai bentuk nyata dari pengabdiannya kepada Allah.
Sebagai seorang teladan, seharusnya konselor Islami menjadi rujukan bagi klien dalam menjalani kehidupan, oleh karena itu, sebagai suri teladan, maka sudah tentu konselor adalah seorang yang menjadi rujukan dalam perilaku kehidupan sehari-harinya. Kehidupan konselor menjadi barometer bagi konseli.
Pada dasarnya tugas konselor adalah usaha memberikan bimbingan kepada klien dengan maksud agar klien mampu mengatasi permasalahan dirinya. Tugas ini berlaku bagi siapa saja yang bertindak sebagai konselor.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kompetensi Konselor Islami
Konselor Islam, dalam tugasnya membantu klien menyelesaikan masalah kehidupannya, haruslah memperhatikan nilai-nilai dan moralitas Islam. Apalagi yang ditangani adalah membantu mengatasi masalah kehidupan yang dialami oleh klien atau konseli, maka sudah sewajarnyalah konselor harus menjadi teladan yang baik, agar klien merasa termotivasi dalam menyelesaikan masalah kehidupannya. Sebagai seorang teladan, seharusnyalah konselor Islami menjadi rujukan bagi klien dalam menjalani hidupnya, sebagai suri teladan maka sudah tentu konselor merupakan seorang yang menjadi rujukan dalam perilaku kehidupannya sehari-hari, kehidupan konselor menjadi barometer bagi konseli.
Kepribadian konselor dapat menentukan bentuk hubungan antara konselor dan konseli, bentuk kuwalitas penanganan masalah, dan pemilihan alternatif pemecahan masalah. Tugas konselor pada dasarnya yaitu usaha memberikan bimbingan kepada konseli dengan maksud agar konseli mampu mengatasi permasalahan dirinya. Tugas ini berlaku bagi siapa saja yang bertindak sebagai konselor. Sekalipun sudah memiliki kode etik profesi yang menjadi landasan acuan perlindungan konseli, bagi konselor muslim tidak ada salahnya apabila dalam dirinya juga menambah sifat-sifat atau karakter konselor yang dipandangnya perlu bagi aktivitas konseling. Yang terpenting bahwa dalam upaya konseling tersebut harus memenuhi kaidah bahwa pemberian bantuan tidak didasarkan pada pekerjaannya.
1.      Ciri-ciri Kepribadian Konselor Islami
Sebagai pedoman kepribadian konselor yang Islami (konselor muslim) sebagai berikut:
a)      Seorang konselor harus menjadi cermin bagi konseli
b)      Kemampuan bersimpati dan berempati yang melampaui dimensi duniawi
c)      Menjadikan konseling sebagai awal keinginan bertaubat yang melegakan
d)     Sikap menerima penghormatan: sopan santun, menghargai eksistensi
e)      Keberhasilan konseling aadalah suatu yang baru dikehendaki
f)       Motivasi konselor: konseling suatu bentuk ibadah
g)      Konselor harus menepati moralitas Islam, Kode etik, sumpah jabatan dan janji
h)      Memiliki pikiran positif.[1]
Untuk memahami penjelasan ciri kepribadian konselor Islami yaitu :
a.       Seorang konselor harus menjadi cermin bagi konseli
Firman Allah SWT:
“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudia, dan Barangsiapa yang berpaling, Maka Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Mumtahanah: 4).[2]
Konselor dalam melaksanakan tugasnya haruslah merupakan teladan yang baik bagi anak bimbingan (klien). Klien secara psikologis datang kepada seorang konselor karena beberapa alasan diantaranya: keyakinan bahwa seorang diri konselor lebih arif lebih bijaksana, lebih mengetahui permasalahan, dan dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penyelesaian masalah.
b.      Kemampuan bersimpati dan berempati yang melampaui dimensi duniawi
Firman Allah SWT:
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128).[3]
Seorang konselor adalah seorang yang tanggap terhadap persoalan klien. Ia dapat bersimpati pada apa yang terjadi dalam diri klien serta dapat berempati terhadap apa yang dirasakan oleh klien. Konselor melalui profesinya berusaha membantu klien sebatas hubungan profesi (setting konseling), sedangkan di luar konteks konseling dan dikatakan hubungan tersebut tidak ada. Bagi konselor muslim tentu memiliki sisi yang berbeda dari konselor pada umumnya. Perbedaan tersebut terletak pada sisi spirit dan motivasi memberikan bantuan lebih berdimensi, tidak sekedar membantu meringankan beban psikologis klien, melainkan juga berusaha “menyelamatkan” totalitas kehidupan klien. Konselor perlu mengembangkan rasa iba, kasih sayang sebatas bingkai profesi sedangkan konselor muslim perlu mengembangkan semangat belas kasih yang berdimensi ukhrawi. Jika ia membantu konseling, terdapat dua kemungkinan:
1)      Sebagai bukti iman karena berhasil mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri (apabila klien sama-sama muslin).
2)      Sebagai bukti iman karena berhasil mencintai manusia umum sebagai wujud rahmatan lil‘alamin (apabila klien berbeda agama).

c.       Menjadikan konselor sebagai awal keinginan bertaubat yang melegakan.
Firman Allah SWT:
“Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya, datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. An-nisa: 64)[4]
Banyak kasus (masalah) yang dihadapi oleh konselor adalah ksus yang ada kaitannya dengan pelanggaran klien terhadap kehidupan beragamanya, atau ada kecenderungan mereka yang melanggar norma-norma agama atau setidaknya lalai terhadap norma agama. Konselor biasanya akan memberi nasehat atau bimbingan tergantung pada basis berfikirnya: Freud, humanistis, behavioristik, eklektis, atau bahkan liberalis. Bagi konselor muslim tentu akan memberikan bimbingan berdasarkan Fitrah Islamiah yang paling mungkin sesuai dengan derajat kasus (masalah) dan derajat halal, makruh, mubah, maupun haram dalam konteks yang dihadapi klien. Sering dilupakan bahwa konselor pada umumnya, dosa atau kesalahan cukup diratapi di ruang konseling dan sesudah itu harus diakhiri begitu saja dan semua menjadi tanggung jawab klien.
Bagi konselor muslim sebaliknya beranggapan bahwa dosa harus ditaubati sesuai derajat kesalahan klien, klien tetap harus bertanggung jawab, tetapi sebaiknya konselor muslim benar-benar turut mendoakan klien segera, klien keluar dari ruangan konseling. Harus diingat bahwa prosedur ini bukanlah semacam ruang pertaubatan di dalam gereja.
d.      Sikap menerima permohonan: sopan santun, menghargai eksistensi
Firman Allah SWT:
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu”. (QS. An-nisa: 86).[5]

Konselor berkewajiban untuk menjawab salam sesuai dengan salam sapaan yang dianjurkan oleh klien. Konselor seharusnya menjawab sapaan lebih baik dari klien. Konselor akan selalu berhadapan dengan kenyataan bahwa klien cenderung tergantung, hormat, kagum, ataupun jatuh hati pada konselor. Dalam kondisi tersebut konselor harus memberikan suatu respon yang lebih baik serta bertanggung jawab terhadap kenyataan bahwa hubungan klien dengan konselor adalah hubungan manusia. Hubungan tersebut dapat ditingkatkan menjadi hubungan silaturahmi yang lebih berdimensi luas, tidak hanya sekedar setting dalam konseling, terutama silaturahmi pasca konseling, membangun ukhwah merupakan prestasi besar.
  
e.       Keberhasilan konseling adalah suatu yang baru dikehendaki
Firman Allah SWT:
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi”. (QS. An-nisa: 79).
Setiap konselor menghendaki kesuksesan dan keberhasilan. Sebagai profesi, Keberhasilan konselor diukur berdasarkan berapa banyak klien yang merasakan kepuasan pelayanan. Konselor yang kurang tanggap terhadap keberhasilannya dalam membantu klien termasuk konselor yang hanya berprofesi konselor tetapi tidak memaknai keprofesiannya.
Konselor muslim dapat menyikapi profesinya dengan keyakinan bahwa keberhasila konseling adalah sesuatu yang belum pasti (baru diharapkan). Maka,  konselor akan bekerja keras dan bekerja sesuai dengan idealisme. Apabila berhasil membantu, ia tidak merasa dirinya berhasil, melainkan diyakini sebagai kebaikan Allah pada jerih payah konselor dan kemauan kuat klien agar keluar dari masalah yang dihadapinya. Sedangkan jika tidak mengalami keberhasilan maka klien akan menisbatkan pada kelemahan diri konselor atau ketidak berdayaan klien untuk keluar dari masalah yang dihadapinya. Bagi konselor kegagalan akan menjadikannya semakin meningkatkan kesungguhannya dengan perbaikan prestasi kerja dan pengetahuan.

f.       Motivasi konselor: Konselor merupakan satu bentuk ibadah
Firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. An- Nahl:90).
Setiap konselor memiliki beragam motivasi, mulai dari alasan yang paling rendah, yakni semata-mata masalah mencari pekerjaan sampai masalah yang paling elit dan bergengsi. Konselor muslim hendaknya memulai segala perbuatan adalah bagian dari kebajikan hidup, bagian dari ibadah. Konselor adalah suatu upaya tausiah menghilangkan penderitaan adalah suatu upaya pembebasan manusia dari kekufuran, memperbaiki sifat-sifat negative klien adalah upaya menjadikan klien menjadi manusia yang sempurna.
g.      Konselor harus menepati moralitas Islam, kode etik, sumpah dan janji Firman Allah SWT:
Firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (QS. An- Nahl:90).
Setiap konselor memiliki beragam motivasi, mulai dari alasan yang paling rendah, yakni semata-mata masalah mencari pekerjaan sampai masalah yang paling elit dan bergengsi. Konselor muslim hendaknya memulai segala perbuatan adalah bagian dari kebajikan hidup, bagian dari ibadah. Konselor adalah suatu upaya tausiah menghilangkan penderitaan adalah suatu upaya pembebasan manusia dari kekufuran, memperbaiki sifat-sifat negative klien adalah upaya menjadikan klien menjadi manusia yang sempurna.
h.      Memiliki pikiran positif (positif-moralis) Firman Allah :
“Dan Dia (tidak pula) Termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan”. (QS. Al-Balad: 17-18).[6]
Konselor muslim pun mengalami hal yang sama, karena itu tidaklah nai’if atau salah satu apabila konselor muslim memilih aliran yang diyakini kebenarannya. Keyakinan ini penting karena akan mendorong untuk menjadi optimis terhadap setiap kebaikan dan perbaikan. Kenyataan menunjukkan bahwa penyelesaian setiap kasus (masalah) klinis hanyalah masalah mengubah kesulitan menjadi kemudahan, perubahan tersebut bagi seorang konselor muslim harus dalam rangka ibadah dan kemanusiaan.
Konselor muslim memiliki bobot yang lebih dari sekedar konselor pada umumnya. Konselor muslim yang komitmen terhadap Islam, tentunya akan memulai membangun dan mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan citra Islami. Penggalian terhadap sumber utama Al-Qur’an dan sunnah adalah cikal bakal pemahaman yang benar tentang apa yang dapat dilakukan oleh konselor muslim.
B.  Kriteria Konselor Islami
Landasan religius dalam bimbingan dan konseling Islami mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper”, pemberian bantuan dituntut untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien. Konselor Islami seharusnya menyadari bahwa memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien merupakan salah satu kegiatan yang bernilai ibadah karena dalam proses bantuannya terkadang nilai menegakkan “amar ma’ruf nahyi munkar” (memerintahkan kebikan dan mencegah kemungkaran). Agar layanan bantuan yang diberikan itu mengandung nilai ibadah, maka aktivitas bimbingan dan konseling tersebut harus didasarkan kepada keikhlasan dan kesebaran. Kaitannya dengan persyaratan bagi seorang konselor agama Islam, harus diperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut:
a.         Konselor Islam hendaknya orang yang menguasai materi khususnya dalam masalah keilmuan agama slam, sehingga pengetahuannya mencakup dalam hal-hal yang berkaitan dengan masalah keagamaaan.
b.        Konselor Islam hendaklah orang yang mengamalkan nilai-nilai agama Islam dan konsekuen, tercermin melalui keimanan, ketakwaan, dan pengalaman dalam kehidupannya sehari-hari.
c.         Konselor Islami sedapat mungkin mampu mentransfer kaidah-kaidah agama Islam secara garis besar yang relevan dengan masalah yang dihadapi klien.
d.        Konselor islami hendaknya menguasai metode dan strategi yang tepat dalam menyampaikan bimbingan dan konseling kepada klien, sehingga klien dengan tulus akan menerima nasihat konselor.
e.         Konselor Islami memiliki pribadi yang terpuji sebagai teladan dalam perilaku baik di tempatnya bekerja maupun di luar tempat bekerja. Perilakunya adalah perilaku yang terpuji sebagai “uswatun hasanah”, yang mampu menegakkan “amar ma’ruf nahi munkar”.
f.         Konselor Islami hendaknya menguasai bidang psikologi secara internal, sehinggadalam tugasnya melaksanakan bimbingan dan konseling akan dengan mudah menyampaikan nasihat dengan pendekatan psikologi.[7]
Persyaratan konselor Islami menurut Lahmuddin, sebagai berikut:
1.      Yang berkaitan dengan pendidikan
2.      Yang berkaiatan dengan kepribadian
3.      Yang berkaiatan dengan sifat dan sikap
4.      Yang berkaiatan dengan kepemimpinan[8]
Untuk lebih mengetahuai persyaratan konselor Islami akan diuraiakan sebagai berikut:
1.      Persyaratan yang berkaitan dengan pendidikan
Seorang konselor serendah-rendahnya harus mempunyai ijazah sarjana muda dan memiliki sertifikat mengajar. Sedangkan untuk menjadi konselor profesional, paling tidak harus memiliki ijazah sarjana (S1) bidang bimbongn konseling. Bidang –bidang yang harus dikuasai meliputi:
a.       Proses konseling
b.      Pemahaman tentang individu
c.       Informasi dalam pendidikan, pekerjaan, dan jabatan
d.      Administrasi dan kaitannya dengan program bimbngan
e.       Prosedur penelitian dan penilaian bimbingan
Dari aspek pengalaman, seorang konselor yang propesional harus memiliki pengalaman yang mengajar atau melaksanakan praktek konseling selama dua tahun, ditambah satu tahun pengalaman bekerja di luar bidang pendidikan, dan selama tiga hingga enam bulan mengadakan praktek konseling yang diawasi oleh team pembimbing secara intensif, pengalaman-pengalaman yang ada kaitannya dengan kegiatan sosial serta kemampuan memimpin dengan baik.
Demikian halnya dengan kecocokan pribadi, dimana sifat-sifat pribadi atau kwalifikasi pribadi yang harus dimiliki oleh seorang konselor profesional dan kaitannya dengan persyaratan formal, hal ini terlihat pada empat elemen yaitu:
1)      Bakat skolastik yaitu adanya inisiatif konselor untuk mendorong siswanya berhasil dalam study mereka.
2)      Minat yang mendalam untuk bekerjasama dengan orang lain.
3)      Kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
4)      Faktor kepribadian.
3. Persyaratan Yang Berkaitan Dengan Kepribadian
 Seorang konselor sebaiknya memiliki sifat-sifat kepribadian tertentu, diantaranya:
1)      Memiliki pemahaman terhadap orang lain secara objektif dan simpatik.
2)      Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara baik.
3)      Memahami batas-batas kemampuan yang ada pada dirinya sendiri.
4)      Memiliki minat yang mendalam mengenai murid-murid, dan berkeinginan. dengan sunguh-sungguh untuk memberikan bantuan kepada mereka.
5)      Memiliki kedewasaan pribadi, spiritual, mental, dan estabilan emosi.
4. Persyaratn yang berkaitan dengan sifat dan sikap
a. Sifat Asli
Seorang konselor sebaiknya dapat memperlihatkan sifat keasliannya dan menghindari sifat berpura-pura, sebab sifat kepura-puraan yang ditampilkan konselor akan menyebabkan kekecewaan dan ketidakpercayaan kliean kepada konselor setelah klien mengetahui sifat asli konslor tersebut, dan jika hal itu dapat dibaca oleh klien maka klien akan bersifat tertutup pada konselor. Sebagai akibat ketertutupan itu, maka proses konseling tidak dapat berjalan dengan baik.
b.  Penerimaan Terhadap klien
Konselor sebaiknya dapat menerima klien apa adanya, konselor juga sebaiknya dapat memberikan penghargaan pada klien. Penghargaan yang di maksud adalah dalam bentuk financial atau material, tetapi cara konselor dalam menerima klien. Konselor tidak boleh menuntut cara-cara tertentu pada klien, lebih-lebih lagi meminta bayaran yang tinggi yang dapat menyulitkan klien, karena hal seumpama ini akan dapat merubah pandangan dan keyakinan klien kepada konselor bahkan cara sepeti ini sangat bertentangan dengan kode etik bimbingan. Oleh karena itu, setiap konselor disarankan agar dapat menerima klien apa adanya dan bukan apa seharusnya.
c. Penuh pengertian
Setiap konselor sebaiknya dapat menunjukkan sifat penuh pengertian terhadapa kliennya. Konselor juga diharapkan dapat memahami apa yang diungkapkan oleh klien, baik melalui kata-kata maupun melalui isyrat. Pada hal-hal seperti inilah kecekata dan kemahiran konselor dipertaruhkan, artinya mampukah konselor mendeteksi melalui gejala-gejala yang ada tentang masalah yang tengah dihadapi klien atau tidak. Bagi konselor yang profesional, informasi yang diberikan klien serta roman muka yang diperlihatkan klien ketika dialog berlangsung akan mampu di baca oleh konselor sejauh mana masalah yang tengah ia hadapi. Untuk itu sebelum konselor memberikan terapi follow-up kepada klien, konselor sebaiknya memberikan informasi dari orang-orang yang terdekat dari klien seperti orang tua klien, saudaranya ataupun teman-dekat klien, disamping diri klien tersendiri.
d.  Sifat jujur dan bersungguh-sungguh
Setiap konselor harus mempunyai sifat jujur dan penuh kesungguhan, sebab kejujuran dan kesungguhan dapat meningkatkan saling pengertian dan menghargai. Sifat kejujuran dan kesungguhan yang diperlihatkan oleh konselor kepada klien, dapat memotivasi klien menemukan jati dirinya dan klien akan menghadapi semua persoalan lebih realitas lagi.

e.  Kemampuan berkomunikasi
Keterampilan barkomunikasi sangat menentukan berhasil atau gagalnya konselor dalam melaksanakan proses konselor. Sebaiknya konselor mampu memotivasi klien agar klien dapat mengekpresikan diri dengan cara yang hangat dan sungguh-sungguh. Dalam proses konseling, konselor dianjurkan untuk menghidupkan komunikasi dua arah, di mana pada saat-saat tertentu konselor sebaiknya memberikan peluang atau waktu bagi klien untuk menceritakan pengalamannya yang merupakan penyebab munculnya masalah yang dihadapinya, tetapi pada sat-saat tertentu pula konselor harus mencari tehnik yang tepar sehingga klien mau bercerita, sebab tanpa informasi yang tepat, maka konselor akan sulit melaksanakan proses konseling, bahkan terapi yang diberikan dikhawatirkan tidak sesuai dengan jenis penyakit(masalah) yang dihadapi klien.
f.  Kemampuan berempati
Secara sederhana berempati dapat diartikan mengerti dan dapat merasakan perasaan orang lain. Empati tidak sama dengan simpati, karena simpati hanya sebatas ada rasa kagum, salut, gembira atau sedih pada kondisi seseorang, sementara empati adalah merasakan apa yang dirasakan dan dihadapi seseorang itu, dan seakan-akan masalah orang lain (klien) masalah pribadinya. Jika saja konselor merasa bahwa masakah klien sama dengan masalah pribadinya, maka ia akan berusaha dengan berbagai cara sehingga masalah yang mengganggu itu hilang dari dirinya.
g.  Membina keakraban
Hubungan yang harmonis dan serasi antara konselor dengan klien perlu diciptakan. Setiap konselor dituntut agar memiliki kemampuan untuk membina keakraban dengan klien dalam batas-batas yang wajar dan sesuai dengan prinsip agama dan etika. Keakraban akan semakin cepat tumbuh dan berkembang jika saja konselor bisa menaruh perhatian dan menerima klien apa adanya.


h.  Terbuka
Untuk lebih berhasil dan berdaya gunanya proses konseling,sebaiknya konselor dan klien harus terbuka. Konselor sebaiknya harus memiliki kiat-kiat tersendiri sehingga bisa berdialog secara terbuka dengan klien, dan andainya klien bersikap tertutup dan tidak mau menceritakan masalah yang dihadapinya secara terbuka kepada konselor, maka proses konseling tidak bisa terwujud dengan baik, artinya kalaupun proses konseling tetap dijalankan, tetapi tidak akan mendapatkan hasil yang memuaskan.[9]
Salah satu yang sangat penting, adanya keterbukaan dalam diri konselor tersebut. Keterbukaan pikiran, dapat menerima pendapat lain, menyadari bahwa ada banyak bermacam-macam nilai di dunia ini, dan nilai- nilai yang di anutnya bukan satu-satunya yang betul. Ia juga harus sadar akan pengaruh nilai-nilai budaya pada dirinya dan pada kliennya. Seorang konselor harus dapat menerima hal ini dan menjadikannya sebagai salah satu yang dianutnya. Tanpa hal ini ia akan menjadi seorang yang sangat diskriminatif dan tertutup, karena ia tidak dapat menerima adanya keanekaragaman.[10]
5. Persyaratan yang berkaitan dengan Kepemimpinan
Dalam pandangan islam konselor dapat diidentifikasikan dengan seorang pemimpin, karena tugas konselor termasuk memimpin dan mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya atau orang-orang yang bermasalah supaya mereka memahami diri mereka dan pada akhirnya mereka (klien) dapat menerima diri mereka dengan baik dan dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Sehubungan dengan itulah, konselor sebaiknya menguasai gaya kepemimpinan, karena dalam proses konseling, konselor mungkin saja menggunakan bimbingan kelompok atau mungkin juga melalui konseling individual secara berhadapan. Persyaratan bagi konselor Islami, di samping memperhatikan hal-hal di atas, juga sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut ini:

1.      Mempunyai kemampuan profesionalisme (keahlian).
2.      Mempunyai sifat kepribadian yang baik (akhlakul karimah).
3.      Mempunyai kemampuan bermasyarakat (berukhwah Islamiah dan insaniah).
4.      Mempunyai ketakwaan (taat) menjalankan perintah Allah.[11]
Karakteristik Konselor yang Mempengaruhi Bimbingan Konseling:
a.       Pengetahuan mengenai diri sendiri.
b.      Kompetensi.
c.       Kesehatan psikologis yang baik.
d.      Dapat dipercaya.
e.       Kejujuran.
f.       Kekuatan atau daya.
g.      Kehangatan.
h.      Pendengaran yang aktif.
i.        Kesabaran.
j.        Kepekaan.
k.      Kebebasan.
l.        Kesadaran holistic atau utuh.[12]
  

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.    Kepribadian konselor dapat menentukan bentuk hubungan antara bentuk hubungan antara konselor dan konseli, bentuk kwalitas penanganan masalh , dan pemilihan alternative pemechan masalah. Tugas konselor pada dasarnya adalah usaha memberikan bimbingan kepada konseli dengan maksud agar konseli mampu mengatasi permasalahan dirinya
2.    Ciri-ciri kepribadian konselor Islami:
a.       Seorang konselor harus menjadi cermin bagi klien.
b.      Kemampuan bersimpati dan berempati yang melampaui dimensi duniawi.
c.       Menjadikan konseling sebagai awal keinginan bertaubat yang melegakan.
d.      Sikap menerima penghormatan, sopan santun, menghargai eksistensi.
e.       Keberhasilan konseling adalah suatu yang baru dikehendaki.
f.       Motivasi konselor: Konseling adalah suatu bentuk ibadah.
g.      Konselor harus menepati moralitas islam, kode etik, sumpah jabatan, dan janji.
h.      Memiliki pikiran positif.
3.    Peran konselor Islami dalam pelaksanaan bimbingan:
a.    Membantu klien dalam menyelesaikan masalah klien.
b.    Membantu klien mencegah terjadinya masalah, agar tidak jatuh dalam lubang yang sama.
c.    Membantu klien untuk berperilaku secara dewasa dan bertanggung jawab serta dapat melakukan self-control.
d.   Menjadi contoh teladan yang baik bagi klien.
e.    Memotivasi klien agar semangat dalam menyelesaikan masalah klien tersebut.
f.     Membantu klien memahami dirinya sendiri, dan jati diri klien tersebut.
g.    Membantu klien menggunakan waktu dan kesempatan-kesempatan yang ada.
h.    Membantu klien dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana supaya menjadi manusia yang berguna.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. 2000. Al-Qur’an dan terjemahan. Semarang : Asy-Syifa.
Fenti Hikmawati. 2011. Bimbingan Konseling. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jeanette. 2006. Dasar-dasar Konseling. Jakarta: UI-Press.
Lahmuddin. 2007. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Hijri Pustaka Utama.
Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Samsul Munir Amin. 2010. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Amzah.




[1] 1Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah), 2010 h.259-260.
[2] Departemen Agama Ri, Al- Qur’an dan terjemahan, ( Jakarta : Asy-Syifa, 2000), h.434
[3] Ibid., h.165
[4] Ibid., h. 70
[5] Ibid., h. 72
[6] Al-Qu’an., Ibid,h. 477
[7] Ibid., h. 260-271.
[8] Lahmuddin Lubis, Bimbingan Konseling Islam, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama,2007), h. 39-54
[9] Lahmuddin, Bimbingan dan Konseling Islam, Op. Cit., h. 39-45.
[10] Jeanette, Dasar-dasar Konseling,(Jakarta: Ui-Press, 2006), h.57.
[11] Lahmuddin, Op. Cit., h. 46.
[12] Fenti Hikmawati, Bimbingan Konseling, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.57.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar