TUJUAN
DAN STRATEGI CARA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan
memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan dan keterbelakangan/kesenjangan/ketidakberdayaan.
Kemiskinan dapat dilihat dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi/layak.
Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan,
dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya produktivitas yang rendah,
sumberdaya manusia yang lemah, terbatasnya akses pada tanah padahal ketergantungan
pada sektor pertanian masih sangat kuat, melemahnya pasar-pasar lokal/tradisional
karena dipergunakan untuk memasok kebutuhan perdagangan internasional. Dengan
perkataan lain masalah keterbelakangan menyangkut struktural (kebijakan) dan
kultural (Sunyoto Usman, 2004).[1]
Beberapa strategi yang dapat menjadi pertimbangan untuk
dipilih dan kemudian diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat.
Strategi
1 : Menciptakan iklim, memperkuat daya, dan melindungi.
Dalam
upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu; pertama,
menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang
(enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap
manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Kedua,
memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam
rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan,
dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti
modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan
ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi,
jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan
kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah,
serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di perdesaan,
dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang. Untuk itu,
perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program
umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini. Pemberdayaan
bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga
pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti kerja keras,
hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan
ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya
ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang
terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan
keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan
masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi.
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan,
harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurang berdayaan
dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada
yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat.
Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu
justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi
harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak
seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat
bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program
pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati
harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertikarkan dengan
pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat,
memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang
lebih baik secara berkesinambungan.
Strategi
2 : Program Pembangunan Pedesaan
Pemerintah
di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia telah mencanangkan berbagai
macam program pedesaan, yaitu (1) pembangunan pertanian, (2) industrialisasi pedesaan,
(3) pembangunan masyarakat desa terpadu, dan (4) strategi pusat pertumbuhan (Sunyoto
Usman, 2004).
Penjelasan
macam-macam program sebagai berikut:
Program
pembangunan pertanian, merupakan program untuk meningkatkan output dan
pendapatan para petani. Juga untuk menjawab keterbatasan pangan di pedesaan, bahkan
untuk memenuhi kebutuhan dasar industri kecil dan kerumahtanggaan, serta untuk memenuhi
kebutuhan ekspor produk pertanian bagi negara maju. Program industrialisasi pedesaan,
tujuan utamanya untuk mengembangkan industri kecil dan kerajinan. Pengembangan
industrialisasi pedesaan merupakan alternative menjawab persoalan semakin
sempitnya rata-rata pemilikan dan penguasaan lahan dan lapangan kerja dipedesaan.
Program pembangunan masyarakat terpadu, tujuan utamanya untuk meningkatkan
produktivitas, memperbaiki kualitas hidup penduduk dan memperkuat kemandirian.
Ada enam unsur dalam pembangunan masyarakat terpadu, yaitu: pembangunan
pertanian dengan padat karya, memperluas kesempatan kerja, intensifikasi tenaga
kerja dengan industri kecil, mandiri dan meningkatkan partisipasi dalam pengambilan
keputusan, mengembangkan perkotaan yang dapat mendukung pembangunan pedesaan,
membangun kelembagaan yang dapat melakukan koordinasi proyek multisektor.
Selanjutnya
program strategi pusat pertumbuhan, merupakan alternatif untuk menentukan jarak
ideal antara pedesaan dengan kota, sehingga kota benar-benar berfungsi sebagai
pasar atau saluran distribusi hasil produksi. Cara yang ditempuh adalah
membangun pasar di dekat desa. Pasar ini difungsikan sebagai pusat penampungan hasil
produksi desa, dan pusat informasi tentang hal-hal berkaitan dengan kehendak
konsumen dan kemampuan produsen. Pusat pertumbuhan diupayakan agar secara
social tetap dekat dengan desa, tetapi secara eknomi mempunyai fungsi dan
sifat-sifat seperti kota. Senada dengan program pembangunan pedesaan, J.
Nasikun (dalam Jefta Leibo, 1995), mengajukan strategi yang meliputi : (1)
Startegi pembangunan gotong royong, (2) Strategi pembangunan Teknikal –
Profesional, (3) Strategi Konflik, (4) Strategi pembelotan kultural.
Dalam
strategi gotong royong, melihat masyarakat sebagai sistem sosial.
Artinya masyarakat terdiri dari atas bagian-bagian yang saling kerjasama untuk
mewujudkan tujuan bersama. Gotong royong dipercaya bahwa perubahan-perubahan
masyarakat, dapat diwujudkan melalui partisipasi luas dari segenap komponen
dalam masyarakat. Prosedur dalam gotong royong bersifat demokratis, dilakukan
diatas kekuatan sendiri dan kesukarelaan.
Strategi
pembangunan Teknikal – Profesional, dalam memecahkan
berbagai masalah kelompok masyarakat dengan cara mengembangkan norma, peranan,
prosedur baru untuk menghadapi situasi baru yang selalu berubah. Dalam strategi
ini peranan agen–agen pembaharuan sangat penting. Peran yang dilakukan agen
pembaharuan terutama dalam menentukan program pembangunan, menyediakan
pelayanan yang diperlukan, dan menentukan tindakan yang diperlukan dalam merealisasikan
program pembangunan tersebut. Agen pembaharuan merupakan kelompok kerja yang
terdiri atas beberapa warga masyarakat yang terpilih dan dipercaya untuk
menemukan cara –cara yang lebih kreatif sehingga hambatan –hambatan dalam
pelaksanaan program pembangunan dapat diminimalisir.
Strategi
Konflik, melihat dalam kehidupan masyarakat dikuasasi oleh
segelintir orang atau sejumlah kecil kelompok kepentingan tertentu. Oleh karena
itu, strategi ini menganjurkan perlunya mengorganisir lapisan penduduk miskin
untuk menyalurkan permintaan mereka atas sumber daya dan atas perlakuan yang
lebih adil dan lebih demokratis. Strategi konflik menaruh tekanan perhatian
pada perubahan oraganisasi dan peraturan (struktur) melalui distribusi
kekuasaan, sumber daya dan keputusan masyarakat.
Strategi
pembelotan kultural, menekankan pada perubahan tingkat
subyektif individual, mulai dari perubahan nilai-nilai pribadi menuju gaya
hidup baru yang manusiawi. Yaitu gaya hidup cinta kasih terhadap sesame dan
partisipasi penuh komunitas orang lain. Dalam bahasa Pancasila adalah
humanis-relegius. Strategi ini merupakan reaksi (pembelotan) terhadap kehidupan
masyarakat modern industrial yang betrkembang berlawanan dengan pengembangan
potensi kemanusiaan.
Permendagri
RI Nomor 7 Tahhun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat,dalam konsiderannya
menyatakan bahwa dalam rangka penumbuhkembangan, penggerakan prakarsa dan partisipasi
masyarakat serta swadaya gotong royong dalam pembangunan di desa dan kalurahan
perlu dibentuk Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa.[2]
Lebih lanjut dinyatakan bahwa Kader Pemberdayaan Masyarakat merupakan mitra
Pemerintahan Desa dan Kelurahan yang diperlukan keberadaan dan peranannya dalam
pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif di Desa dan Kelurahan.
Adapun peran Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) intinya adalah mempercepat
perubahan (enabler), perantara (mediator), pendidik (educator),
perencana (planer), advokasi (advocation), aktivis (activist)
dan pelaksana teknis (technisi roles) (lihat Pasal 10 Permendagri RI
No.7 Tahan 2007).
Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa Permendagri tersebut, tampaknya dalam strategi
pemberdayaan masyarakat dapat dinyatakan sejalan dengan Strategi pembangunan Teknikal
– Profesional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar