PARTAI POLITIK
TUGAS INI DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Partai
politik merupakan salah satu institusi dari pelaksanaan demokrasi
modern.Demokrasi modern mengandaikan sebuah sistem dimana yang disebut
keterwakilan, baik keterwakilan dalam lembaga lembaga formal seperti parlemen
maupuketerwakilan aspirasi masyarakat dalam institusi kepartai Fungsi rekrutmen
(pengkaderan) sebagai salah satu dari bagian dari partai politik merupakan
bagian yang sangat penting.Fungsi rekrutmen itu sendiri bertujuan untuk
menyediakan kader kadernya yang berkualitas untuk ditempatkan di
lembaga-lembaga legislatif seperti DPR maupun DPRD.
Setiap partai politik membutuhkan kader-kader yang berkualitas, karena
hanya dengan kader yang demikian, partai politik dapat menjadi partai yang
mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan diri.Dalam literatur
literatur ilmu politik dijelaskan bahwa partai politik memiliki beberapa fungsi
seperti : fungsi artikulasi kepentingan, fungsi agregasi kepentingan, fungsi
sosialisasi politik, fungsi rekrutmen politik dan fungsi komunikasi politik.
Proses pengkaderan itu sendiri merupakan proses penyiapan sumber daya manusia
untuk kelak mereka menjadi pemimpin yang dapat membangun dan menjalankan fungsi
organisasi dengan baik.
Jadi secara sederhana proses pengkaderan tersebut telah menyalahi dari konsep yang
seharusnya, dimana proses kaderisasi itu bertujuan untuk mencetak individu
–individu yang memiliki kemampuan berpikir dan bertindak yang melebih
orang-orang awam pada umumnya. Fungsi kaderisasi atau pencetakan calon pemimpin
tidak telepas dari penanaman etika-etika politik. Kaderisasi merupakan salah
satu media rekrutmen, pemantapan komitmen dan penguatan terhadap ideologi politik.
Proses kaderisasi sebagai penguatan kelembagaan partai merupakan sebuah
orientasi jangka panjang.
kaderisasi di partai politik merupakan sebuah persoalan yang penting,
karena di dalam partai politik akan dilatih calon-calon pemimpin baik lokal
maupun nasional yang memiliki mental yang jujur dan visi yang jelas.Partai
politik tanpa kaderisasi tidak akan berarti apa-apa. Setiap partai politik
harus memiliki sistem kaderisasi yang baik. Sistem kaderisasi yang baik
didapatkan apabila setiap pihak yang terkait berkerja sama dalam membentuk pola
kaderisasi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah perkembangan partai politik ?
2.
Apa fungsi partai politik?
3.
Bagaimana partai politik di indonesia?
C.
Tujuan Masalah
Bertolak rumusan permasalahan di atas pembuatan makalah ini yang
bertujuan :
1.
Untuk mengetahui pengertian dari partai politik.
2.
Untuk mengetahui fungsi dari partai politik.
3.
Untuk mengetahui partai politik di indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Partai Politik
Partai politik
pertama-tama lahir di negara eropa barat bersaan dengan gagasan bahwa rakyat
merupakan fakta yang menentukan dalam proses politik. Dalam hal ini partai
politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah
di lain pihak. Maka dalam perkembangannya kemudian partai politik di anggap
sebagai menifestasi dari suatu politik yanfg demokratis yang mewakili aspirasi
rakyat. Perkembangan selanjutnya adalah dari barat, partai politik mempengruhi
dan perkembangan di negara- negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai
politik di negara –negara jajahan sering berperan sebagai pemersaatu aspirasi
rakyat dan penggerak kearah persatuan nasional yang bertujuan mencapai
kemerdekaan. Hal ini terjadi di indonesia (waktu itu masih hindia belanda)
serta india dan dalam perkembangannya akhir-akhir ini partai politik umumnya di
terima sebagai suatu lembaga penting terutama di negara-negara berdasarkan
demokrasi konstitusional, yaitu sebagai kelengakapan sisitem demokrasi suatu
negara.
Partai politik merupa
kan salah satu sarana untuk berperan serta dan untuk berpartisipasi dalam
politik. Berdasarkan perkembangannya, partai politik pertama kali hadir di
kawasan Eropa Barat meliputi negara seperti, Inggris dan Prancis.Pada masa itu
kegiatan partai politik dipusatkan pada kelompok-kelompok politik dalam
parlemen.Kegiatan ini pada mulanya bersifat elitis dan aristokratis, hanya
diisi oleh kaum bangsawan yang ingin mempertahankan kepentingannya terhadap
tuntutan-tuntutan raja. Berdasarkan sejarahnya terdapat 3 teori yang dapat
menjelaskan asal-usul dan pertumbuhan partai politik.[1]
1. Teori Kelembagaan
Teori ini melihat ada keterhubungan antara Parlemen awal dan timbulnya
partai politik. Teori ini mengatakan bahwa, partai politik dibentuk oleh
kalangan legislatif (dan eksekutif) karena ada kebutuhan para anggota parlemen
untuk mengadakan kontrak dengan masyarakat dan membina dukungan dari
masyarakat. Setelah partai tersebut terbentuk dan menjalankan fungsinya, maka
muncul partai politik lain yang dibentuk oleh kalangan masyarakat. Oleh
kalangan masyarakat partai politik dibentuk karena masyarakat sadar bahwa
partai politik yang dibentuk oleh pemerintah tidak dapat menampung aspirasi
mereka.
2. Teori Situasi Historik
Teori ini melihat timbulnya partai politik sebagai upaya sebuah sistem
politik untuk mengatasi krisis yang disebabkan oleh perubahan masyarakat secara
luas.Teori ini menjelaskan bahwa krisis situasi yang terjadi manakala suatu
sistem politik mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat dari bentuk
masyarakat yang sifatnya tradisional yang berstruktur sederhana menuju
masyarakat yang modern yang berstruktur kompleks. Pada situasi terjadi berbagai
perubahan seperti perubahan jumlah penduduk, perluasan pendidikan, perubahan
pola pertanian dan industri, partisipasi media massa, urbanisasi, perubahan
ekonomi yang berorientasi pasar, peningkatan aspirasi dan harapan-harapan baru
dan munculnya gerakan-gerakan populis.
3. Teori Pembangunan
Teori yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial
ekonomi.Dalam teori ketiga ini, melihat modernisasi sosial ekonomi, seperti
pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan
dan peningkatan mutu pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan
kekuasaan negara seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok-kelompok
kepentingan dan organisasi profesiserta peningkatan individu dalam memberikan
pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya, melahirkan sebuah kebutuhan terhadap
sebuah organisasi politik yang mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai
aspirasi tersebut. Jadi partai politik merupakan sebuah produk logis dari
modernisasi sosial ekonomi
B. Fungsi Partai Politik
Partai
politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau di
bentuk dengan tujuan khusus. Definisi
lainya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi , nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah
untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara
kostitusionil untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan kepada rakyatnya.
1. Ada 6 funsi Partai Politik
a. Sarana komuniksi
politik.
Di negara yang menetapkan sitem demokrasi seperti indonesia, partai politik
berfungsi untuk menyalurkan berbagai macam suara maupun aspirasi masyrakat
supaya sampai pada pemarintah. Kemudian asspirsi tersebut di tungangkan dalam
berbagai macam kegiatan-kegiatan partai politik, salain itu partai politik juga
berfungsi untuk memperluaskan keputusan dan kebijakan-kebijakan pemerintah.
Dalam hal ini fungsi partai politik berperan sebagai perantara antara
pemerintah dan masyrakat.
b. Sarana Sosialisasi
politik
Dalam ilmu politik sosialisasi politik di artikan sebagai proses dimana
seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang
umumnya berlaku di masyarakat dimanapun berada. Biasanya proses sosialisasi
berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak sampai dewasa.
Pendidikan partai politik proses dialogis yang bertujuan angar anggota
masyarakat mengenal dan mempelajari nialai-nilai, norma, dam simbol politik
negaranya.
c. Sarana Rekrutmen
politik
Partai ini juga berperan sebagai wadah untuk menampung dan menyeleksi
kader-kader politik yang nantinya akan meneruskan kepemimpinan suatu pemerintah
dengan jabatan-jabatan tertentu. Partai politik memperluas perannya dalam
membuka kesempatan dalam warga negara untuk turut serta dalam berpartisipasi
politik dalam suatu negara. Partai politik senantiasa melahirkan kader-kader
yang potensial dalam setiap perkembanganya perpolitikan.
d. Sarana mengatur konflik
Dalam suatu negara demokrasi seperti indonesia, perbedaan pendapat tentunya
menjadi hal yang wajar adanya. Berbagai perbedaaan pendapat tentunya menjadi
hal yang wajar adanya. Berbagai perbadaan suku, tetnis, budaya, status sosial,
dan lainj-lain tentunya tidak jarang menimbulkan berbaagai permaasalahan yang
dapat menganjam persatuan bangsa, partai politik harus mampu menciptakan suasana
harmonis di antara kalangan masyarakat serta mencontohkan persaingan-persaingan
sehat dalam mencapai tujuan.
e. Sarana kontrol politik
Dalam menetapakan keputusan –keputusan maupun kebijakan terkadang terjadi
kesalahan maupun keliruan yang tidaak sesuai dengan kepentingan masyarkat.
Dalam hal ini partai politik berperan untuk menggingatkan dan meluruskan
kebijakan pemerintah. Kontrol kebijakan di lakukan untuk mengatasi
kesewenag-wenangan pemerintah yanag dapat merugikan rakyat. Dalam melakukan
kontrol politik, partai politik juga melinbatkan masyarakat dalam memlibatkan
masyarakat dalam memberikan aspirasi yang dapt mempengaruhi kebijakan politik
suatu negara.
f. Sarana partisipasi
politik
Partai ppolitik berfungsi untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah hal
tersebut di karenakan partai politik menerima dan menampung aspirasi masyarakat
dalam melaksankan pembangaunan nasional. Negara dengan sistemnya demokrasi
tentunya peran politik sebagai penampung suara masyarakat untuk di salurkan
kepada pemerintah. Tanpa danya partisipasi ataupu keterlibatan partai politik,
kebijakan yang di buat pemerintah tentunya tidak dapat di ubah jika tidak sesuai
dengan kondisi masyarakat. Oleh karena itu dalam hal ini peran politik sangat
penting.
Menurut
Paul Allen Beck dan Frank J.Sorauf (1992;17), kesulitan untuk melekatkan fungsi
apa yang semestinya menjadi atribut partai disebabkan oleh dua hal. Pertama, di
antara ahli kepartaian sendiri tidak pernah mencapai kesepakatan tentang apa
yang dimaksud dengan kata fungsi. Beberapa ahli menggunakan kata itu untuk
menunjukkan aktivitas nyata partai politik, seperti kontestasi dalam pemilu,
sementara ahli yang lain menggunakannya untuk menggambarkan
konsekuensi-konsekuensi yang tidak direncanakan atau sebuah kebetulan yang
dihasilkan dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Pakar yang lain
menyebutkan fungsi adalah menandakan sebuah kontribusi partai untuk beroperasi
dalam sistem politik yang luas.[2]
Kedua,kesulitan Untuk memformulasikan
kategori fungsi partai terkait dengan kebutuhan untuk dapat diobservasi dan
diukur atas fungsi yang dijalankan. Beberapa penulis berpendapat bahwa salah
satu fungsi partai politik adalah mengorganisir konflik sosial atau artikulasi
kepentingan-kepentingan sosial. Menurut Caton (2007:7) dalam Pamungkas, dalam
negara demokrasi dan berbagai fungsi partai politik yang ada sebenarnya
terdapat 4 (empat) fungsi sentral partai politik.fungsi artikulasi kepentingan,
yaitu mengembangkan program-program dan kebijakan pemerintah yang konsisten.
1.
fungsi agregasi kepentingan, memungut tuntutan masyarakat dan membungkusnya.
2.
rekuitmen, yaitu menyeleksi dan melatih orang untuk posisi-posisi di
eksekutif dan legislatif.
3.
mengawasi dan mengkontrol pemerintah.
Fungsi-fungsi tersebut
dalam cakupan lebih luasnya antara lain adalah dari satu partai ke partai lain
menunjukkan bahwa kaderisasi yang dilakukan oleh partai politik belum berhasil
menanamkan loyalitas yang kuat sehingga kaderisasi tersebut menjadi masalah
besar di partai politik. Partai-partai politik tersebut dianggap tidak memiliki
kemampuan mengerahkan dan mewakili kepentingan warga dengan
pemerintah.Terjadinya kesulitan dalam menjalankan fungsi partai politik ini
menurut
Paul Allen Beck dan Frank J. Sorauf dikarenakan oleh dua hal, yakni:
a. Di antara ahli
kepartaian sendiri tidak pernah mencapai kesepakatan tentang apa yang dimaksud
dengan kata fungsi. Beberapa ahli menggunakan kata tersebut untuk menunjukkan
aktivitas nyata partai politik, seperti kontestasi dalam pemilu. Sementara ahli
yang lain menggunakannya untuk menggambarkan konsekuensi yang tidak
direncanakan atau sebuah kebetulan yang dihasilkan dari aktivitas yang
direncanakan.
b. Kesulitan untuk
memformulasikan kategori fungsi partai terkait dengan kebutuhan untuk dapat diobservasi
dan diukur di atas fungsi yang dijalankan. Beberapa penulis malah berpendapat
bahwa salah satu fungsi partai adalah mengorganisir konflik sosial atau
artikulasi kepentingan sosial. Arianto menjabarkan bahwa masyarakat tidak lagi
percaya dengan partai. Kandidat yang diberikan sebagai calon dianggap tidak
memberikan perubahan. Akibatnya masyarakat enggan untuk menggunakan hak pilih.
Stigma ini terbentuk karena tabiat sebagian politisi yang masuk pada kategori
politik instan.
Politik di mana baru mendekati masyarakat ketika akan ada agenda politik
seperti pemilu. Maka kondisi ini meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada
politisi harus dibebankan,yaitupartaipenguasa. Partai penguasa bertanggungjawab
terhadap berbagai tindakan yangdilakukan pemerintah. Fungsipartai untuk
memperkuat stabilitas pemerintahan dan demokrasi adalahmenjaga stabilitas partai. Berdasarkan penjelasan fungsi partai politik
diatas, dapat disimpulkan bahwa fungsi partai politik adalah untuk membantu
masyarakatmenyalurkan aspirasinya dan membantu masyarakat berpartisipasi
dalampolitik, mengawasi jalannya pemerintahan dan mewujudkan pemerintahan yang
adil dan demokratis.Kendala dalam PelaksanaanFungsi Partai Politikdi Indonesia
Ada beberapa faktor yang bias menjadi penyebab gagalnya sebuahpartai politik di
Indonesia menjalankan fungsinya, yaitu:
1) Sistem Kepartaian di
Indonesia Sejak zaman kemerdekaan , Indonesia mengadopsi sistem multipartai
dengan segala variannya sebagai wujud kemajemukan (beragamnya kepentingan dan
kelompok sosial) Indonesia. Secara spesifik pada negara berkembang, partai
politik yang ada akan membentuk sistem yang terpolarisasi sebagai akibat dari
lebarnya jarak ideologi. Keadaan tersebut akan menghasilkan pemerintahan yang
tidak stabil karena partai politik yang cenderung untuk terlibat dalam konflik
horizontal. Hal itu juga yang menyebabkanpartai politik kurang dapat
menjalankan fungsi komunikasi dansosialisasi politik di masyarakat.
2) Budaya Elitisme Partai
politik di Indonesia masih dikuasai oleh kelompok-kelompok (faksi) tertentu.
Pada perkembangannya, budaya tersebut membuat partai hanya dikuasai oleh
elit-elit tertentu dan bahkan menjadi semacam dinasti politik dalam partai. Hal
itu mungkin menjadi strategi partai politik untuk mempertahankan ideologi dan
kepentingannya. Kalau sudah begitu, fungsi rekrutmen partaipolitik tidak akan
berjalan sempurna dan bisa menjadi pengaruh buruk dalam pendidikan politik di
masyarakat.
3) Pragmatisme Partai
Politik Pada dasarnya, ideologi partai politik di Indonesia dipengaruhi oleh
jalur-jalur agama, kelas dan kebangsaan. Namun pada dewasa ini,idealisme partai
seakan dikalahkan oleh budaya pragmatisme yang menyebabkan partai politik di
Indonesia lebih berpikir untuk mempertahankan kekuasaan politiknya saja dari
pada mempertahankan idealismenya. Kendala pelaksanaan fungsi partai politik di
Indonesia secara garis besar disebabkan karena partai politik di Indonesia
lebih berpikir untuk mempertahankan kekuasaan politiknya saja daripada
mempertahankan idealismenya.[3]
b.
PARTAI POLITIK DI INDONESIA
Partai politik adalah
organisasi yang bersifat nasional yang di bentuk oleh sekolompok warga negara
indonesia secara sukarela atas dasar keamanan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangankan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan
negara serta mempersatukan NKRI berdasarkan pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pengertian ini tercantum dalam pasal 1 ayat 1 undang- undang no 2 tahun 2008
tentang Partai Politik.
Untuk mengikuti
pemilihan umum, partai politik wajib memenuhi persyartan retentu yang telah di
tetapkan oleh Undang-undang. Selanjutnya,komisi pemilihan umum akan ,melakukan
proses sertivikasi terdiri dari tahap yaitu verivikasi administrasi dan
verivikasi faktual.
Bagian ini akan
mengidentifikasi masalah, tantangan dan capaian dalam penguatan partai politik
saat ini di Indonesia. Dari wawancara, FGD serta literatur yang ada, kami
menemukan tiga persoalan pokok yang kami identifikasi dalam kajian ini, yakni
korupsi, politik uang (money politics),serta melemahnya fungsi keterwakilan
partai politik. Ilustrasi berikut adalah gambaran kinerja partai politik di
tengah lingkaran tiga permasalahan tersebut. Korupsi, money politics, dan
kerapuhan fungsi representasi merupakan permasalahan yang saling mempengaruhi kinerja partai politik. Dalam hal
kerapuhan fungsi representasi,
sebagaimana yang kami identifikasi dari kajian ini, ada tiga hal yang dominan
yakni tidak efektifnya pengartikulasian aspirasi rakyat,
masalah dalam kaderisasi, dan tidak efektifnya pendidikan politik.
Dalam setiap bahasan
permasalahan partai politik tersebut, kami juga akan
mengidentifikasi dan menganalisis perangkat hukum dan kebijakan yang sudah
ada di Indonesia. Persoalan Pokok Partai Politik Setelah mengidentifikasi tiga
masalah utama tersebut, kami akan membahas tantangan dan capaian dalam upaya
penguatan partai politik agar bisa efektif dalam melakukan peran dan
fungsinya dalam
demokrasi di Indonesia. Tiga tantangan utama yang kami identifikasi adalah
relasi patronase dan klientalisme yang kuat, mekanisme dan sistem yang tidak
demokratis dalam internal partai, serta keterbatasan pengawasan dan
implementasi. Dari ketiganya, kami juga akan mengidentifikasi capaian yang
sudah ada sampai saat ini. [4]
1.
MASALAH-MASALAH KEPARTAIAN
a)
Korupsi
Korupsi, baik yang dilakukan secara individu maupun kolektif untuk
kepentingan partai politik, merupakan fenomena yang muncul sejak reformasi
bergulir terutama pasca Pemilu 2004. Selain itu kasus-kasus skandal korupsi
partai politi juga makin marak dengan melibatkan individu-individu di
pemerintahan. Maraknya fenomena ini tidak lain disebabkan karena kebutuhan
sumber dana yang besar untuk partai politik sebagai sebuah mesin politik
satu-satunya yang mendominasi politik Indonesia, sebagaimana dijamin dalam
konstitusi yang telah beberapa kali diamandemen. Dominasi ini meliputi
penguatan fungsi DPR, yang berarti penguatan peran partai politik karena hanya
partai politik yang berhak memiliki kursi di DPR, kewenangan partai politik
sebagai satu-satunya organisasi yang berhak mencalonkan presiden dan wakilnya
serta kepala daerah,dan wewenang partai politik melalui wakil-wakilnya di DPR
untuk memilih dan mengangkat pejabat publik (Asshiddiqie, 2007).
Perannya yang sedemikian besar diatur dalam konstitusi lewat sejumlah
proses yang sarat dengan tarik menarik kepentingan wakil-wakil partai
politik yang ada di DPR RI. Ini merupakan salah satu perubahan paling
dramatis dan menguntungkan bagi partai politik, mengingat UUD 1945 bahkan tak
sekalipun menyebut “partai politik” dan secara praktik fungsi partai politik
dimandulkan oleh rejim Orde Baru. Peran yang demikian besar dan strategis ini
diikuti dengan kebutuhan berkegiatan untuk
menjalankan fungsinya, terutama untuk mempertahankan keberadaannya dan
mengupayakan berbagai cara untuk memenangkan pertarungan elektoral. Partai
politik membutuhkan sumber dana yang terbilang sangat besar untuk mencakup
mulai dari kebutuhan operasional (kesekretariatan) hingga konsolidasi
organisasi. Junaidi dkk (2011: 104-108) membagi kebutuhan partai politik ini ke
dalam lima aspek berdasarkan laporan keuangan partai politik ke pemerintah.
Kelima aspek ini adalah:
1. operasional
sekretariat, yang mengacu pada PP No. 5/2000;
2. konsolidasi organisasi, termasuk Musyawarah
Nasional, kongres, atau muktamar.
3. pendidikan politik
termasuk kaderisasi
4. unjuk publik yang
meliputi survei, pemasangan iklan di media massa, perayaan ulang tahun, bakti
sosial, seminar, dan kegiatan lainnya; serta
5. perjalanan dinas ketua
umum partai politik bersama jajaran pengurus partainasional lainnya.
Besarnya pengeluaran ini tidak dibarengi dengan pendapatan atau pemasukan
yang memadai. Pendapatan partai politik diatur sebagaimana yang diatur dalam
Undang-undang, dan disebutkan juga dalam AD/ART partai politik, mencakup lima
sumber: iuran anggota,sumbangan perseorangan anggota, sumbangan perseorangan
bukan anggota, sumbangan badan usaha, dan subsidi Negara. Penelitian Kemitraan
bagi Pembaruan Tata Pemerintahan
Indonesia (Kemitraan) tentang keuangan partai politik mencoba membuat simulasi
pendapatan dan belanja (pengeluaran) partai politik berdasarkan laporan
keuangan partai ke pemerintah
a.
Undang-Undang yang MengaturKeuangan Partai Politik
Lepas kendalinya partai politik, termasuk pengendalian partai politik oleh
pemilik uang tertentu, berpengaruh pada fungsi dan peran partai politik. Hal
ini melatar belakangi lahirnya pengaturan keuangan partai politik dalam tiga UU
partai politik: UU No. 31/2002, UU No.2/2008, dan UU No. 2/2011. Sebelumnya,
pada masa Orde Baru pemerintah juga mengatur tentang keuangan partai politik
dalam UU No. 3/1975 yang menyebutkan bahwa sumber keuangan partai politik
berasal dari iuran anggota, sumbangan yang tidak mengikat, usaha lain yang sah,
dan bantuan dari Negara. Adapun UU yang dibuat untuk mengatur secara lebih
rinci soal keuangan partai politik. UU No 31/2002 menjabarkan posisi dan fungsi
partai politik setelah perubahan UUD 1945. UU No. 2/2008 merupakan pengganti UU
No.31/2002, yang dimaksudkan untuk menyempurnakan pengaturan partai politik.
Terakhir, UU No.2/2011 yang berlaku sejak 15 Januari 2011 dibuat untuk
mengganti UU No.2/2008 dengan maksud untuk mempertegas pengaturan keuangan.
b.
partai politik.
Politik Uang politik uang atau yang umumnya dikenal sebagai money
politik,yang dilakukan oleh individu-individu partai politik di Indonesia
merupakan sebuah fenomena yang semakin mencuat dalam dua dekade terakhir.
Fenomena ini bahkan sudah mencapai titik kronis, dikarenakan banyaknya
kasus-kasus terjadi di momen politik lokal maupun nasional. Di samping itu,
berbeda dengan korupsi, politik uang sulit dibuktikan secara hukum, tapi lebih
umum diakui secara sosial. Praktek ini sudah dimulai oleh Golkar pada masa Orde
Baru yang mengiming-imingi masyarakat setiap Pemilu yang kemudian dikenal
dengan istilah ‘serangan fajar’, dan berkembang di hampir seluruh pemilihan di
lingkungan partai politik pada era tersebut. Politik uang, menurut Ali Nurdin,
adalah istilah khas Indonesia yang tidak dikenal dalam literatur politik. Meski
demikian, politik uang secara umum dipahami sebagai praktik pendistribusian
uang (tunai atau dalam bentuk barang) dari individu kandidat pada Pemilu atau
Pilkada kepada pemilih di wilayah pemilihan mereka. Istilah lain yang digunakan
dalam literatur atau kajian politik adalah vote-buying atau pembelian suara
oleh para kandidat Pemilu dengan membagi-bagikan uang atau bentuk konsesi
lainnya. Fenomena vote-buying ini menurut Scheffer merupakan sesuatu yang umum
terjadi dalam Pemilu yang kompetitif
(popular election). Pembelian suara memiliki banyak arti dan dipahami dalam
konteks yang berbeda-beda tergantung faktor-faktornya, termasuk tradisi
politik, budaya, dan sistem pemilihan.Politik uang dalam Pemilu langsung
bekerja paling tidak empat siklus.
1)
transaksi antara elit ekonomi (pemilik uang) dengan pasangan calon kepala
daerah yang akan menjadi pengambil kebijakan/keputusan politik
pasca-Pemilukada.
2)
transaksi antara pasangan calon kepala daerah dengan partai politik, dimana
partai politik cenderung memanfaatkan kesempatan untuk mengeruk dana dari
kandidat tersebut.
3)
transaksi antara pasangan calon dan tim kampanye dengan petugas-petugas
Pemilukada yang mempunyai wewenang untuk menghitung perolehan suara agar
kandidat memiliki kesempatan untuk memperoleh tambahan suara guna memenangkan
pemilihan, dengan cara-cara yang tidak sah melalui bantuan dari otoritas
pelaksana pemilukada. Aspinall dkk menyebut praktek ini sebagai vote-trading
atau pertukaran suara, dan ini menjadi fenomena yang marak di berbagai pilkada
sebagaimana temuan penelitian mereka.
4)
transaksi antara calon atau tim kampanye dengan calon pemilih dalam bentuk
pembelian suara. Lima aktor yang terlibat dalam siklus tersebut adalah
penyandang dana atau donor, kandidat politik dan timnya, partai politik,
penyelenggara pemilu, dan calon pemilih. [5]
BAB III
KESIMPULAN
Partai politik merupa kan salah satu sarana untuk berperan serta dan untuk
berpartisipasi dalam politik. Berdasarkan perkembangannya, partai politik
pertama kali hadir di kawasan Eropa Barat meliputi negara seperti, Inggris dan
Prancis.Pada masa itu kegiatan partai politik dipusatkan pada kelompok-kelompok
politik dalam parlemen.Kegiatan ini pada mulanya bersifat elitis dan
aristokratis, hanya diisi oleh kaum bangsawan yang ingin mempertahankan
kepentingannya terhadap tuntutan-tuntutan raja. Berdasarkan sejarahnya terdapat
3 teori yang dapat menjelaskan asal-usul dan pertumbuhan partai politik.
Fungsi partai politik sesungguhnya berangkat dari realitas empirik yang
dikerjakan partai politik dan berlangsung melalui proses evolusi yang panjang.
Menurut Paul Allen Beck dan Frank J.Sorauf (1992;17), kesulitan untuk
melekatkan fungsi apa yang semestinya menjadi atribut partai disebabkan oleh
dua hal. Pertama, di antara ahli kepartaian sendiri tidak pernah mencapai
kesepakatan tentang apa yang dimaksud dengan kata fungsi. Beberapa ahli
menggunakan kata itu untuk menunjukkan aktivitas nyata partai politik, seperti
kontestasi dalam pemilu, sementara ahli yang lain menggunakannya untuk
menggambarkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak direncanakan atau sebuah
kebetulan yang dihasilkan dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan.
fungsinya dalam demokrasi di Indonesia. Tiga tantangan utama yang kami
identifikasi adalah relasi patronase dan klientalisme yang kuat, mekanisme dan
sistem yang tidak demokratis dalam internal partai, serta keterbatasan
pengawasan dan implementasi. Dari ketiganya, kami juga akan mengidentifikasi
capaian yang sudah ada sampai saat ini.
DAFATAR
PUSTAKA
Drs. M. Jimly
Asshiddiqie. Kemerdekaan serikat. Buana ilmu populer, 2007.
Prof. K. Pringgodigdo.
Sejarah pergerakan rakyat, jakarta. Dian rakyat.2003
Prof . M. Herbert fieth,
pemikiran politik indonesia. Jakarta. Pustaka jaya. 1984.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar