Sabtu, 16 Desember 2017

MAKALAH LANDASAN FALSAFAH DAN TEORI TEKNOLOGI PENDIDIKAN (Tugas Makalah Teknologi Pendidikan)

MAKALAH LANDASAN FALSAFAH DAN TEORI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
(Tugas Makalah Teknologi Pendidikan)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar  Belakang Masalah
Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dari keduanya. Dalam berfilsafat kita didorong untuk mengetahui apa yang kita tahu dan apa yang belum kita tahu.
Teknologi pendidikan muncul menjadi isu seiring dengan perkembangan kehidupan manusia dan kebutuhan akan pendidikan dan pembelajaran.
Filsafat dalam Teknologi Pendidikan merupakan teori umum dari Teknologi Pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai Teknologi Pendidikan, atau dapat dikatakan sebagai teori dasar yang dipakai bagaimana ”Teknologi pendidikan itu dilaksanakan” sehingga mencapai tujuan.
Oleh karena itu, sebagai sebuah  ilmu, teknologi pendidikan juga memiliki landasan. Salah satunya adalah landasan filosofis yang dapat dikaji melalui tiga kajian filsafat yaitu ontology (merupakan bidang kajian ilmu itu apa, jika teknologi pendidikan sebagai ilmu maka bidang kajiannya apa), epistemology (pendekatan yang digunakan dalam suatu ilmu itu bagaimana), dan aksiology (menelaah tentang nilai guna baik secara umum maupun secara khusus, baik secara kasat mata atau secara abstrak).
Berdasarkan hal tersebut di atas, untuk lebih jelasnya akan dipaparkan dalam makalah ini dengan judul ″Filsafat Teknologi Pendidikan″

1.2 Rumusan Masalah
  1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat ?
  2. Apakah yang dimaksud dengan Teknologi Pendidikan ?
  3. Apakah yang dimaksud dengan Filsafat Teknologi Pendidikan?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
  1. Mendeskripsikan tentang filsafat
  2. Mendeskripsikan tentang Teknologi Pendidikan.
  3. Mendeskripsikan tentang Filsafat Teknologi Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Landasan Falsafah Teknologi Pendidikan
Filsafat dalam pendidikan merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan, atau dapat dikatakan sebagai teori yang dipakai dasar bagaimana ”pendidikan itu dilaksanakan” sehingga mencapai tujuan. Oleh karena itu, sebagai sebuah ilmu teknologi pendidikan juga memiliki landasan. Salah satunya adalah landasan filosofis yang dapat dikaji melalui tiga kajian filsafat yaitu ontology, epistimologi, dan aksiologi.

·          Ontologi
Ontologi bertolak atas penyelidikan tentang hakekat ada (existence and being) (Brameld, 1955: 28). Pandangan ontologI ini secara praktis akan menjadi masalah utama di dalam pendidikan. Sebab, siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia lingkungan dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Oleh karena itu teknologi pendidikan dalam posisi ini sebagai bagian pengembangan untuk memudahkan hubungan siswa atau peserta didik dengan dunia lingkungannya. Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu menghadapi realita dan obyek pengalaman.
Secara tersusun Chaeruman dalam tulisannya mengutip tulisan Prof. Yusuf Hadi Miarso bahwa ontology teknologi pendidikan adalah :
·         Adanya sejumlah besar orang belum terpenuhi kesempatan belajarnya, baik yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus, maupun yang dapat diperoleh secara mandiri.
·         Adanya berbagai sumber baik yang telah tersedia maupun yang dapat direkayasa, tapi belum dimanfaatkann untuk keperluan belajar.
·         Perlu adanya suatu proses atau usaha khusus yang terarah dan terencana untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat terpenuhi hasrat belajar setiap orang dan organisasi.
·         Perlu adanya keahlian dan pengelolaan atas kegiatan khusus dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar tersebut secara efektif, efisien, dan selaras.
Dibawah ini adalah empat revolusi yang terjadi di dunia pendidikan karena adanya masalah yang tidak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, tetapi dilain pihak juga menimbulkan masalah baru. Masalah – masalah itu dibatasi pada masalah utama, yaitu “belajar”. Menurut Sir Eric Ashby (1972, h. 9-10) tentang terjadinya empat Revolusi di dunia pendidikan yaitu:
Revolusi pertama terjadi pada saat orang tua atau keluarga menyerahkan sebagian tanggungjawab dan pendidikannya kepada orang lain yang secara khusus diberi tanggungjawab untuk itu. Revolusi pertama ini terjadi karena orangtua/keluarga tidak mampu lagi membelajarkan anak-anaknya sendiri.
Revolusi kedua terjadi pada saat guru sebagai orang yang dilimpahkan tanggungjawab untuk mendidik. Pengajaran pada saat itu diberikan secara verbal/lisan dan sementara itu kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang dibakukan. Penyebab terjadinya revolusi kedua ini karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak didik dengan cara yang lebih cepat.
Revolusi ketiga muncul dengan ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya informasi iconic dan numeric dalam bentuk buku atau media cetak lainnya. Revolusi ketiga ini terjadi karena guru ingin mengajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat lagi, sementara itu kemampuan guru semakin terbatas, sehingga diperlukan penggunaan pengatahuan yang telah diramuka oleh orang lain.
Revolusi keempat berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik dimana yang paling menonjol diantaranya adalah media komunikasi (radio, televisi, tape dan lain-lain) yang berhasil menembus batas   geografi, sosial dan politis secara lebih intens daripada media cetak. Penyebab revolusi ini adalah karena guru menyadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan semua ajaran yang diperlukan, dan karena itu yang lebih penting adalah mengajarkan kepada anak didik tentang bagaimana belajar. Ajaran selanjutnya akan diperoleh si pembelajar sepanjang usia hidupnya melalui berbagai sumber dan saluran.
Dapat disimpulkan dari perkembangan revolusi yang terjadi bahwa tujuan pendidikanlah yang harus menentukan sarana apa saja yang dipergunakan atau dengan kata lain media komunikasi menentukan pesan (dan karena itu tujuan) yang perlu dikuasai. Dengan ilustrasi diatas dapat disimpulkan bahwa adanya masalah-masalah baru yaitu:
·         adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang (penulis buku, prosedur media dll), pesan (yang tertulis dalam buku atau tersaji lewat media), media (buku, program televisi, radio dll), alat (jaringan televisi, radio, dll) cara-cara tertentu dalam mengolah/ menyajikan pesan serta lingkungan dimana proses pendidikan itu berlangsung.
·         Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual maupun faktual.
·         Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber untuk belajar itu agar dapat digunakan seoptimal mungkin guna keperluan belajar.
·         Epistemologi
Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia.
Pandangan epistemologi tentang pendidikan akan membahas banyak persoalan-persoalan pendidikan, seperti kurikulum, teori belajar, strategi pembelajaran, bahan atau sarana-prasarana yang mengantarkan terjadinya proses pendidikan, dan cara menentukan hasil pendidikan.
M. Arif berpendapat bahwa epistimologi (bagaimana) yaitu merupakan asas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Ada 3 isi dari landasan epistimologi teknologi pendidikan yaitu :
·         Keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara simultan. Semua situasi yang ada diperhatikan dan dikaji saling kaitannya dan bukannya dikaji secara terpisah-pisah.
·         Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses kompleks secara sistematik yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai suatu kesatuan, dan ditujukan untuk memecahkan masalah.
·         Penggabungan ke dalam proses yang kompleks dan perhatian atas gejala secara menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal dimana masing-masing fungsi berjalan sendiri-sendiri.
Sedangkan menurut Abdul Gafur (2007) untuk mendapatkan teknoogi pendidikan adalah dengan cara:
1.      Telaah secara simultan keseluruhan masalah-masalah belajar
2.      Pengintegrasian secara sistemik kegiatan pengembangan, produksi, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi.
3.      Mengupayakan sinergisme atau interaksi terhadap seluruh proses pengembangan dan pemanfaatan sumber belajar.

·         Aksiologi
Aksiologi (axiology), suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value) (candilaras, 2007). Menurut Wijaya Kusumah dalam kajian aksiologi, yaitu apa nilai / manfaat pengkajian teknologi pendidikan bisa diaplikasikan dalam beberapa hal, diantaranya
1.      Peningkatan mutu pendidikan (menarik, efektif, efisien, relevan)
2.      Penyempurnaan system Pendidikan
3.       Meluas dan meratnya kesempatan serta akses pendidikan
4.      Penyesuaian dengan kondisi pembelajaran
5.      Penyelarasan dengan perkembangan lingkungan
6.      Peningkatan partisipasi masyarakat
Sedangkan M. Arif menyatakan bahwa Aksiologi (untuk apa) yaitu merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut. Landasan pembenaran atau landasan aksiologis teknologi pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus menerus karena adanya kebutuhan riil yang mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Menurutnya, landasan aksiologis teknologi pendidikan saat ini adalah:
a.    Tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
b.    Keharusan meningkatkan mutu pendidikan berupa, antara lain:
Dalam hal ini Teknologi Pembelajaran  secara aksiologis akan menjadikan pendidikan menjadi:
·         Produktif
·         Ilmiah
·         Individual
·         Serentak / actual
·         Merata
·         Berdaya serap tinggi
Teknologi Pembelajaran juga menekankan pada nilai bahwa kemudahan yang diberikan oleh aplikasi teknologi bukanlah tujuan, melainkan alat yang dipilih dan dirancang strategi penggunaannya agar menumbuhkan sifat bagaimana memanusiakan teknologi (A.L Zachri:2004).

2.2 Landasan Teori dari Ilmu Perilaku  
Lumsdaine (1964,h.373) berpendapat bahwa ilmu perilaku, khususnya teori belajar, merupakan ilmu yang utama untuk memperkembangakan teknologi pembelajaran. Bahkan daterline berpendapat bahwa teknologi perilaku, yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran (1965,h.407)
            Saettler menelusuri sejarah teknologi pembelajaran, dan berpendapat bahwa thordike pada tahun 1901 dengan teori psikologi perkembangannya merupakan landasan pertama yang di ajaukan oleh thordike pada waktu itu :
1.      Dalil latihan dan ulangan : makin sering diulang respons yang berasal dari setimulus terntentu,makin besar kemungkinan dicamkan.
2.      Dalil akibat : menyatakan prinsip hubungan senang dan tidak senang. Respons akan di perkuat bilamana diikuti oleh rasa senang, dan akan di perolleh bila diikuti rasa tidak senang.
3.      Dalil kesiapan : karena perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan, dibandingkan dengan unit perilaku yang lain.
Menurut saetller selanjutnya kontribusi trhondike dalam teknologi pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang prinsip-prinsip : (1) Aktivitas diri; (2) minat motivasi; (3) kesiapan mental; (4) individualisasi; dan (5) sosialisasi.
Untuk melaksakan prinsip-prinsip tersebut seorang guru harus mengendalikan kegiatan belajar anak didalam kelas kearah yang dikehendaki, namun dengan tetap memperhatikan minat dan respons anak terhadap stimulasi yang diberikan. Stimulasi itu perlu disesuikan dengan kesiapan mental anak, dan kecuali itu perbedaan individual perlu diperhatikan dengan jalan merancang dan mengatur situasi sedemikian rupa dengan menggunakan media, agar terjadi hubungan antara apa yang sudahh diketahui anak dengan hal yang baru. Prinsip yang dikemukakan oeh trondike ini memang masih banyak dianut hingga kini, terutama dalam menentukan strategi belajar dan merancang produk pembelajaran.

2.3 Landasan Teori dari Ilmu Komunikasi
Pada awalnya teori komunikasi yang paling mendapat perhatian adalah teori yang dikemukakan oleh shannon dan weaver, yang sebenarnya merupakan teori matematis dalam komunikasi (1949,h 9). Teori ini memang teori yang bersifat linier dan dengan arah yang tertentu dan tetap yaitu dari sumber (komunikator) kepada penerima (komunikan). Satu unsur yang masih dapat di pertahankan dalam teori ini adalah adanya sumber gangguan (nouse), yang senantiasa ada dalam setiap situasi. Teori shannon dan weaver ini kemudian di sempurnakan oleh schramm dengan menaambahkan dua unsur baru, yaitu adanya lingkup pengalaman (flied of experience) dan umpan balik. Dengan adanya dua unsur baru ini schramm menekankan pada adanya kesamaan interpretasi akan ari lambang yang dipakai (1954,h. 116).
Beberapa diantara kesimpulan yang dianjurkan schramm adalah sebagai berikut :
1.      Orang dapat belajar dari media, namun hasil esperimen belum cukup memberi petunjuk tentang media apa yang paling efektif untuk terjadinya belajar dalam situasi terntentu (h, 43).
2.      Penentuan media yang sebaiknya merupakan resultante dari analisis tugas belajar, analisis media itu sendiri, dan analisis pembedaan individu di antara para pembelajar (h,63).
3.      Sistem simbolik digital pada media sangat berguna untuk peristiwa-peristiwa belajar dan dalam mempelajari keeterampilan intelektual dan bila dikombinasikan dengan simbol iconic, dapat melaksanakan hampir seluruh apa yang harus dilakukan dalam pembelajran (h,102)
4.      Kode iconic (gambar, diagram dan lain-lain). Sangat efektif untuk menarik minat, mengingat kembali unsur-unsur yang telah tersimpan dalam proses belajar, dalam persentasi stimulus utama, dan dalam mendorong terjadinya transfer dari pengetahuan dan keterampilan yang telah di pelajari kehal-hal baru (h, 102)
5.      Media interaktif tidak tersaingi kemampuannya meberikan umpan balik selama belaja, kecuali mungkin dengan komunikasi tatap muka (h,103).
6.      Kombinasi dari berbagai sistem pengodean dapat dilakukan oleh kombinasi media kecil atau pengajaran tatap muka yang dibantu oleh satu atau lebih media kecil (h,103).
7.      Sistem (pembelajaran) yang diciptakan disekeliling media siaran, dapat mempunyai keuntungan ekonomis untuk kelanjutan dan perluasan kesempatan (h.137).
8.      Rasio pembiayaan yang menguntungkan dapat diharapkan dengan penggunaan media (siaran) untung memberikan apa yang telah dapat dilakukan dengan cara yang konvesional9h,138)
(dan masih banyak yang lainnya)

2.4 Landasan Teori dari Disiplin Lain
Pada awalnya instrumentasi merupakan ciri utama teknologi pendidikan. Teknologi pendidikan memang berkembang pada masa yang menurut eric ashby disebut revolusi keempat. Seperti telah dikutip di buku,revolusi itu ditandai olehelektronika. Mau tidak mau konsepsi teknologi pendidikan sangat di pengaruhi oleh elektronika itu.
Sejumlah posisi teoritis dikemukakan oleh finn, yang menganggap bahwa pendidikan mengalami krisis (dengan makin berkurang nya guru yang bermutu, meningkatnya jumlah yang perlu diajar dan di pelajari, serta perkembangan teknologi). Beberapa diantara posisi itu ialah :
1.      Introduksi pengalaman audiovisual secara massa (flim, gambar,radio,televisi dan lain-lain) ke dalam kelas oleh ahli.
2.      Menyerahkan sebagian besar (mungki  malah semua) tugas penyajian aspek pengajaran yang sistematik ( isi , tata urutan, dan lain-lain) kepada satu atau lebih media audiovisual, sedang aspek perkembangan ( pribadi sosial, dan pertumbuhan) kepada orang lain dikelas.
3.      Kelas-kelas besar dilangsungkan sebagai bagian dari hari-hari sekolah pada saat anak-anak menjadi pendengar atau pemirsa siaran.
4.      Mengembangakan sekelompok guru ahli dengan bantuan ahli lain menyajikan pelajaran dalam bentuk transmisi andiovisual (h,136)
Karakteristik yang menonjoli semua tindakan itu menurut finn adalah konsep sistem, yang mengoordinasikan orang – mesin- informasi. Ciri yang kedua adalah adanya informasi untuk pengadilan, dan ciri yang ketiga adanya analisis yang menyeluruh dan perencanaan jangka panjang.
Perkembangan konsep sistem dan teknik-tekniknya seperti pendekatan sistem dan analisis sistem, membawa pengaruh lebih lanjut di bidang teknologi pendidikan. Pendekatan sistem menurut heinich (1965) memerlukan pengkajian seluruh proses dengan menyadari adanya saling hubungan dalam dan antara komponen , mempunyai tujuan tertentu, berjalan melalui tahapan yang diperlukan, serta menilai hasil akhir apakah sesuai dengan tujuan dan memperbaikinya apabila belum sesuai (h.4). konsepsi ini paling tidak mempengaruhi perkembangan bidang teknologi pendidikan dengan konsep berikut :
1.      Teknologi pendidikan merupakan suatu proses bukan produk.
2.      Teknologi pendidikan mengintegrasikan sumber insani dan non-insani.
3.      Kegiatan analisis, pengembangan, dan evaluasi memerlukan sumber insani yang di persiapkan /mempunyai tanggung jawab khusus.
4.      Teknologi pendidikan lebih dari sekedar jumlah komponen-komponen melainkan kombinasi fungsi dan sumber dalam proses yang sistematis dan menghasilkan sesuatu yang baru, yang tidak dapat dihasilkan oleh masing-masing komponen secara terpisah.

BAB III
KESIMPULAN

Teknologi pendidikan berusaha menjelaskan, meringkaskan, memberikan orientasi, dan mensistematiskan gejala, konsep, teori yang saling berkaitan, dan menghubungkan nya menjadi satu, yang merupakan pendekatan isomeristik. Pendekatan ini juga menekankan perlunya ada daya lipat dan sinergi.
Teknologi pendidikan berusaha mengindentifikasi hal-hal yang belum jelas/ belum terpecahkan, dan mencari-cari cara yang inovativ sesuai dengan perkembangan budaya dan hasrat manusia untuk memperbaki dirinya. Atas dasar itu perlu dihasilkan serangkaiang strategi penelitian. Penelitian itu perlu dilakukan terus-menerus ddan dipakai sebagai dasar untuk membuat prediksi untuk perkembangan yang akan datang. Penelitian tersebut tidak hanya bersifat empirik, melainkan juga penelitian dasar yang menghasilkan sejumlah teori dan model.



















DAFTAR PUTAKA

Association for educational Communications and technology, the definition             of     educational technologi, AECT Washington, DC,1977.
Berlo, David, the process of comunication. Holt, Rineheart, winston:                       new york, 1960
Brunner , jerome S., toward a theory of instrucation, W,W. Norton and co: new york, 1966
Komisi pembaharuan pendidikan nasional, laporan komisi   pembaharuan pendidikan nasional, departemen pendidikan dan kebudayaan, 1980.
Mager robert F., preparing instructional objectives, fearon publishers:
 palo alton, rogers,everett,M. Dan laurence D. Kencaid.communication network: toward a paradigm of research, the free press, new york, 1981
suriasumantri, jujun, fisafah ilmu, buku 1 A materi dasar pendidikan                        program akta mengajar V, departemen pendidikan dan kebudayaan, 1983
.


3 komentar:

  1. Balasan
    1. Kebetulan memang gak masukin foodnote.
      dan Maaf mimin baru bales.

      Hapus
  2. Yang mau nambahin dapus atau nambahin materi di persilahkan. untuk menambah pengetahuan kita berasama.

    BalasHapus