MAKALAH LANDASAN
FALSAFAH DAN TEORI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
(Tugas
Makalah Teknologi Pendidikan)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu,
kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dari keduanya. Dalam
berfilsafat kita didorong untuk mengetahui apa yang kita tahu dan apa yang
belum kita tahu.
Teknologi pendidikan muncul menjadi isu seiring dengan
perkembangan kehidupan manusia dan kebutuhan akan pendidikan dan pembelajaran.
Filsafat dalam Teknologi Pendidikan merupakan teori
umum dari Teknologi Pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai
Teknologi Pendidikan, atau dapat dikatakan sebagai teori dasar yang dipakai
bagaimana ”Teknologi pendidikan itu dilaksanakan” sehingga mencapai tujuan.
Oleh karena itu, sebagai sebuah ilmu, teknologi pendidikan juga memiliki
landasan. Salah satunya adalah landasan filosofis yang dapat dikaji melalui
tiga kajian filsafat yaitu ontology (merupakan bidang kajian ilmu itu apa, jika
teknologi pendidikan sebagai ilmu maka bidang kajiannya apa), epistemology
(pendekatan yang digunakan dalam suatu ilmu itu bagaimana), dan aksiology
(menelaah tentang nilai guna baik secara umum maupun secara khusus, baik secara
kasat mata atau secara abstrak).
Berdasarkan hal tersebut di atas, untuk lebih jelasnya
akan dipaparkan dalam makalah ini dengan judul ″Filsafat Teknologi
Pendidikan″
1.2 Rumusan Masalah
- Apakah
yang dimaksud dengan filsafat ?
- Apakah
yang dimaksud dengan Teknologi Pendidikan ?
- Apakah
yang dimaksud dengan Filsafat Teknologi Pendidikan?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian
ini adalah:
- Mendeskripsikan
tentang filsafat
- Mendeskripsikan
tentang Teknologi Pendidikan.
- Mendeskripsikan
tentang Filsafat Teknologi Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan
Falsafah Teknologi Pendidikan
Filsafat
dalam pendidikan merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua
pemikiran mengenai pendidikan, atau dapat dikatakan sebagai teori yang dipakai
dasar bagaimana ”pendidikan itu dilaksanakan” sehingga mencapai tujuan. Oleh
karena itu, sebagai sebuah ilmu teknologi pendidikan juga memiliki landasan.
Salah satunya adalah landasan filosofis yang dapat dikaji melalui tiga kajian
filsafat yaitu ontology, epistimologi, dan aksiologi.
·
Ontologi
Ontologi
bertolak atas penyelidikan tentang hakekat ada (existence and being)
(Brameld, 1955: 28). Pandangan ontologI ini secara praktis akan menjadi masalah
utama di dalam pendidikan. Sebab, siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia
lingkungan dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Oleh karena
itu teknologi pendidikan dalam posisi ini sebagai bagian pengembangan untuk
memudahkan hubungan siswa atau peserta didik dengan dunia lingkungannya.
Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu menghadapi realita dan
obyek pengalaman.
Secara
tersusun Chaeruman dalam tulisannya mengutip tulisan Prof. Yusuf Hadi Miarso
bahwa ontology teknologi pendidikan adalah :
·
Adanya
sejumlah besar orang belum terpenuhi kesempatan belajarnya, baik yang diperoleh
melalui suatu lembaga khusus, maupun yang dapat diperoleh secara mandiri.
·
Adanya
berbagai sumber baik yang telah tersedia maupun yang dapat direkayasa, tapi
belum dimanfaatkann untuk keperluan belajar.
·
Perlu adanya
suatu proses atau usaha khusus yang terarah dan terencana untuk menggarap
sumber-sumber tersebut agar dapat terpenuhi hasrat belajar setiap orang dan
organisasi.
·
Perlu adanya
keahlian dan pengelolaan atas kegiatan khusus dalam mengembangkan dan
memanfaatkan sumber untuk belajar tersebut secara efektif, efisien, dan
selaras.
Dibawah ini
adalah empat revolusi yang terjadi di dunia pendidikan karena adanya masalah
yang tidak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, tetapi dilain pihak juga
menimbulkan masalah baru. Masalah – masalah itu dibatasi pada masalah utama,
yaitu “belajar”. Menurut Sir Eric Ashby (1972, h. 9-10) tentang terjadinya
empat Revolusi di dunia pendidikan yaitu:
Revolusi
pertama terjadi pada saat orang tua atau keluarga menyerahkan sebagian
tanggungjawab dan pendidikannya kepada orang lain yang secara khusus diberi
tanggungjawab untuk itu. Revolusi pertama ini terjadi karena orangtua/keluarga
tidak mampu lagi membelajarkan anak-anaknya sendiri.
Revolusi
kedua terjadi pada saat guru sebagai orang yang dilimpahkan tanggungjawab untuk
mendidik. Pengajaran pada saat itu diberikan secara verbal/lisan dan sementara
itu kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang dibakukan.
Penyebab terjadinya revolusi kedua ini karena guru ingin memberikan pelajaran
kepada lebih banyak anak didik dengan cara yang lebih cepat.
Revolusi
ketiga muncul dengan ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya
informasi iconic dan numeric dalam bentuk buku atau media cetak lainnya.
Revolusi ketiga ini terjadi karena guru ingin mengajarkan lebih banyak lagi dan
lebih cepat lagi, sementara itu kemampuan guru semakin terbatas, sehingga
diperlukan penggunaan pengatahuan yang telah diramuka oleh orang lain.
Revolusi
keempat berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik dimana
yang paling menonjol diantaranya adalah media komunikasi (radio, televisi, tape
dan lain-lain) yang berhasil menembus batas
geografi, sosial dan politis secara lebih intens daripada media cetak.
Penyebab revolusi ini adalah karena guru menyadari bahwa tidaklah mungkin bagi
guru untuk memberikan semua ajaran yang diperlukan, dan karena itu yang lebih
penting adalah mengajarkan kepada anak didik tentang bagaimana belajar. Ajaran
selanjutnya akan diperoleh si pembelajar sepanjang usia hidupnya melalui
berbagai sumber dan saluran.
Dapat
disimpulkan dari perkembangan revolusi yang terjadi bahwa tujuan pendidikanlah
yang harus menentukan sarana apa saja yang dipergunakan atau dengan kata lain
media komunikasi menentukan pesan (dan karena itu tujuan) yang perlu dikuasai.
Dengan ilustrasi diatas dapat disimpulkan bahwa adanya masalah-masalah baru yaitu:
·
adanya
berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang (penulis buku, prosedur
media dll), pesan (yang tertulis dalam buku atau tersaji lewat media), media
(buku, program televisi, radio dll), alat (jaringan televisi, radio, dll)
cara-cara tertentu dalam mengolah/ menyajikan pesan serta lingkungan dimana
proses pendidikan itu berlangsung.
·
Perlunya
sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara konseptual maupun faktual.
·
Perlu
dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun sumber-sumber untuk belajar itu agar
dapat digunakan seoptimal mungkin guna keperluan belajar.
·
Epistemologi
Epistomologi
atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia.
Pandangan
epistemologi tentang pendidikan akan membahas banyak persoalan-persoalan
pendidikan, seperti kurikulum, teori belajar, strategi pembelajaran, bahan atau
sarana-prasarana yang mengantarkan terjadinya proses pendidikan, dan cara
menentukan hasil pendidikan.
M. Arif
berpendapat bahwa epistimologi (bagaimana) yaitu merupakan asas mengenai cara
bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh
pengetahuan. Ada 3 isi dari landasan epistimologi teknologi pendidikan yaitu :
·
Keseluruhan
masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara simultan. Semua situasi
yang ada diperhatikan dan dikaji saling kaitannya dan bukannya dikaji secara
terpisah-pisah.
·
Unsur-unsur
yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses kompleks secara
sistematik yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai dan dikelola sebagai suatu
kesatuan, dan ditujukan untuk memecahkan masalah.
·
Penggabungan
ke dalam proses yang kompleks dan perhatian atas gejala secara menyeluruh,
harus mengandung daya lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal dimana
masing-masing fungsi berjalan sendiri-sendiri.
Sedangkan
menurut Abdul Gafur (2007) untuk mendapatkan teknoogi pendidikan adalah dengan
cara:
1. Telaah secara simultan keseluruhan masalah-masalah
belajar
2.
Pengintegrasian
secara sistemik kegiatan pengembangan, produksi, pemanfaatan, pengelolaan, dan
evaluasi.
3. Mengupayakan sinergisme atau interaksi terhadap
seluruh proses pengembangan dan pemanfaatan sumber belajar.
·
Aksiologi
Aksiologi
(axiology), suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value) (candilaras,
2007). Menurut Wijaya Kusumah dalam kajian aksiologi, yaitu apa nilai / manfaat
pengkajian teknologi pendidikan bisa diaplikasikan dalam beberapa hal,
diantaranya
1. Peningkatan mutu pendidikan (menarik, efektif,
efisien, relevan)
2.
Penyempurnaan
system Pendidikan
3.
Meluas dan
meratnya kesempatan serta akses pendidikan
4.
Penyesuaian
dengan kondisi pembelajaran
5.
Penyelarasan
dengan perkembangan lingkungan
6. Peningkatan partisipasi masyarakat
Sedangkan M.
Arif menyatakan bahwa Aksiologi (untuk apa) yaitu merupakan asas dalam
menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh
pengetahuan tersebut. Landasan pembenaran atau landasan aksiologis teknologi
pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus menerus karena adanya kebutuhan
riil yang mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Menurutnya, landasan
aksiologis teknologi pendidikan saat ini adalah:
a.
Tekad
mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
b.
Keharusan
meningkatkan mutu pendidikan berupa, antara lain:
Dalam hal
ini Teknologi Pembelajaran secara
aksiologis akan menjadikan pendidikan menjadi:
·
Produktif
·
Ilmiah
·
Individual
·
Serentak /
actual
·
Merata
·
Berdaya
serap tinggi
Teknologi
Pembelajaran juga menekankan pada nilai bahwa kemudahan yang diberikan oleh
aplikasi teknologi bukanlah tujuan, melainkan alat yang dipilih dan dirancang
strategi penggunaannya agar menumbuhkan sifat bagaimana memanusiakan teknologi
(A.L Zachri:2004).
2.2 Landasan Teori dari Ilmu Perilaku
Lumsdaine
(1964,h.373) berpendapat bahwa ilmu perilaku, khususnya teori belajar,
merupakan ilmu yang utama untuk memperkembangakan teknologi pembelajaran.
Bahkan daterline berpendapat bahwa teknologi perilaku, yaitu untuk menghasilkan
perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran (1965,h.407)
Saettler menelusuri sejarah
teknologi pembelajaran, dan berpendapat bahwa thordike pada tahun 1901 dengan
teori psikologi perkembangannya merupakan landasan pertama yang di ajaukan oleh
thordike pada waktu itu :
1. Dalil latihan dan ulangan : makin sering diulang
respons yang berasal dari setimulus terntentu,makin besar kemungkinan dicamkan.
2.
Dalil akibat
: menyatakan prinsip hubungan senang dan tidak senang. Respons akan di perkuat
bilamana diikuti oleh rasa senang, dan akan di perolleh bila diikuti rasa tidak
senang.
3. Dalil kesiapan : karena perkembangan sistem syaraf
maka unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan, dibandingkan dengan
unit perilaku yang lain.
Menurut saetller selanjutnya kontribusi trhondike
dalam teknologi pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang prinsip-prinsip :
(1) Aktivitas diri; (2) minat motivasi; (3) kesiapan mental; (4) individualisasi;
dan (5) sosialisasi.
Untuk melaksakan prinsip-prinsip
tersebut seorang guru harus mengendalikan kegiatan belajar anak didalam kelas
kearah yang dikehendaki, namun dengan tetap memperhatikan minat dan respons
anak terhadap stimulasi yang diberikan. Stimulasi itu perlu disesuikan dengan
kesiapan mental anak, dan kecuali itu perbedaan individual perlu diperhatikan
dengan jalan merancang dan mengatur situasi sedemikian rupa dengan menggunakan
media, agar terjadi hubungan antara apa yang sudahh diketahui anak dengan hal
yang baru. Prinsip yang dikemukakan oeh trondike ini memang masih banyak dianut
hingga kini, terutama dalam menentukan strategi belajar dan merancang produk
pembelajaran.
2.3 Landasan
Teori dari Ilmu Komunikasi
Pada awalnya teori komunikasi yang paling mendapat
perhatian adalah teori yang dikemukakan oleh shannon dan weaver, yang
sebenarnya merupakan teori matematis dalam komunikasi (1949,h 9). Teori ini
memang teori yang bersifat linier dan dengan arah yang tertentu dan tetap yaitu
dari sumber (komunikator) kepada penerima (komunikan). Satu unsur yang masih dapat
di pertahankan dalam teori ini adalah adanya sumber gangguan (nouse), yang
senantiasa ada dalam setiap situasi. Teori shannon dan weaver ini kemudian di
sempurnakan oleh schramm dengan menaambahkan dua unsur baru, yaitu adanya
lingkup pengalaman (flied of experience)
dan umpan balik. Dengan adanya dua unsur baru ini schramm menekankan pada
adanya kesamaan interpretasi akan ari lambang yang dipakai (1954,h. 116).
Beberapa diantara kesimpulan yang dianjurkan schramm
adalah sebagai berikut :
1. Orang dapat belajar dari media, namun hasil esperimen
belum cukup memberi petunjuk tentang media apa yang paling efektif untuk
terjadinya belajar dalam situasi terntentu (h, 43).
2.
Penentuan
media yang sebaiknya merupakan resultante dari analisis tugas belajar, analisis
media itu sendiri, dan analisis pembedaan individu di antara para pembelajar
(h,63).
3.
Sistem
simbolik digital pada media sangat berguna untuk peristiwa-peristiwa belajar
dan dalam mempelajari keeterampilan intelektual dan bila dikombinasikan dengan
simbol iconic, dapat melaksanakan hampir seluruh apa yang harus dilakukan dalam
pembelajran (h,102)
4.
Kode iconic
(gambar, diagram dan lain-lain). Sangat efektif untuk menarik minat, mengingat
kembali unsur-unsur yang telah tersimpan dalam proses belajar, dalam persentasi
stimulus utama, dan dalam mendorong terjadinya transfer dari pengetahuan dan
keterampilan yang telah di pelajari kehal-hal baru (h, 102)
5.
Media
interaktif tidak tersaingi kemampuannya meberikan umpan balik selama belaja,
kecuali mungkin dengan komunikasi tatap muka (h,103).
6.
Kombinasi
dari berbagai sistem pengodean dapat dilakukan oleh kombinasi media kecil atau
pengajaran tatap muka yang dibantu oleh satu atau lebih media kecil (h,103).
7.
Sistem
(pembelajaran) yang diciptakan disekeliling media siaran, dapat mempunyai
keuntungan ekonomis untuk kelanjutan dan perluasan kesempatan (h.137).
8.
Rasio
pembiayaan yang menguntungkan dapat diharapkan dengan penggunaan media (siaran)
untung memberikan apa yang telah dapat dilakukan dengan cara yang
konvesional9h,138)
(dan masih
banyak yang lainnya)
2.4 Landasan
Teori dari Disiplin Lain
Pada awalnya instrumentasi merupakan
ciri utama teknologi pendidikan. Teknologi pendidikan memang berkembang pada
masa yang menurut eric ashby disebut revolusi keempat. Seperti telah dikutip di
buku,revolusi itu ditandai olehelektronika. Mau tidak mau konsepsi teknologi
pendidikan sangat di pengaruhi oleh elektronika itu.
Sejumlah posisi teoritis dikemukakan
oleh finn, yang menganggap bahwa pendidikan mengalami krisis (dengan makin
berkurang nya guru yang bermutu, meningkatnya jumlah yang perlu diajar dan di
pelajari, serta perkembangan teknologi). Beberapa diantara posisi itu ialah :
1.
Introduksi
pengalaman audiovisual secara massa (flim, gambar,radio,televisi dan lain-lain)
ke dalam kelas oleh ahli.
2.
Menyerahkan
sebagian besar (mungki malah semua)
tugas penyajian aspek pengajaran yang sistematik ( isi , tata urutan, dan lain-lain)
kepada satu atau lebih media audiovisual, sedang aspek perkembangan ( pribadi
sosial, dan pertumbuhan) kepada orang lain dikelas.
3.
Kelas-kelas
besar dilangsungkan sebagai bagian dari hari-hari sekolah pada saat anak-anak
menjadi pendengar atau pemirsa siaran.
4.
Mengembangakan
sekelompok guru ahli dengan bantuan ahli lain menyajikan pelajaran dalam bentuk
transmisi andiovisual (h,136)
Karakteristik yang menonjoli semua
tindakan itu menurut finn adalah konsep sistem, yang mengoordinasikan orang –
mesin- informasi. Ciri yang kedua adalah adanya informasi untuk pengadilan, dan
ciri yang ketiga adanya analisis yang menyeluruh dan perencanaan jangka
panjang.
Perkembangan konsep sistem dan
teknik-tekniknya seperti pendekatan sistem dan analisis sistem, membawa pengaruh
lebih lanjut di bidang teknologi pendidikan. Pendekatan sistem menurut heinich
(1965) memerlukan pengkajian seluruh proses dengan menyadari adanya saling
hubungan dalam dan antara komponen , mempunyai tujuan tertentu, berjalan
melalui tahapan yang diperlukan, serta menilai hasil akhir apakah sesuai dengan
tujuan dan memperbaikinya apabila belum sesuai (h.4). konsepsi ini paling tidak
mempengaruhi perkembangan bidang teknologi pendidikan dengan konsep berikut :
1.
Teknologi
pendidikan merupakan suatu proses bukan produk.
2.
Teknologi
pendidikan mengintegrasikan sumber insani dan non-insani.
3.
Kegiatan
analisis, pengembangan, dan evaluasi memerlukan sumber insani yang di
persiapkan /mempunyai tanggung jawab khusus.
4.
Teknologi
pendidikan lebih dari sekedar jumlah komponen-komponen melainkan kombinasi
fungsi dan sumber dalam proses yang sistematis dan menghasilkan sesuatu yang
baru, yang tidak dapat dihasilkan oleh masing-masing komponen secara terpisah.
BAB III
KESIMPULAN
Teknologi pendidikan berusaha menjelaskan,
meringkaskan, memberikan orientasi, dan mensistematiskan gejala, konsep, teori
yang saling berkaitan, dan menghubungkan nya menjadi satu, yang merupakan
pendekatan isomeristik. Pendekatan ini juga menekankan perlunya ada daya lipat
dan sinergi.
Teknologi pendidikan berusaha
mengindentifikasi hal-hal yang belum jelas/ belum terpecahkan, dan mencari-cari
cara yang inovativ sesuai dengan perkembangan budaya dan hasrat manusia untuk
memperbaki dirinya. Atas dasar itu perlu dihasilkan serangkaiang strategi
penelitian. Penelitian itu perlu dilakukan terus-menerus ddan dipakai sebagai
dasar untuk membuat prediksi untuk perkembangan yang akan datang. Penelitian
tersebut tidak hanya bersifat empirik, melainkan juga penelitian dasar yang
menghasilkan sejumlah teori dan model.
DAFTAR
PUTAKA
Association
for educational Communications and technology, the definition of educational technologi, AECT Washington,
DC,1977.
Berlo,
David, the process of comunication. Holt, Rineheart, winston: new york, 1960
Brunner ,
jerome S., toward a theory of instrucation, W,W. Norton and co: new york, 1966
Komisi
pembaharuan pendidikan nasional, laporan komisi
pembaharuan pendidikan nasional, departemen pendidikan dan kebudayaan, 1980.
Mager robert
F., preparing instructional objectives, fearon publishers:
palo alton, rogers,everett,M. Dan laurence D.
Kencaid.communication network: toward a paradigm of research, the free press,
new york, 1981
suriasumantri,
jujun, fisafah ilmu, buku 1 A materi dasar pendidikan program akta mengajar V, departemen pendidikan
dan kebudayaan, 1983
.
Ga ada footnote nya min?
BalasHapusKebetulan memang gak masukin foodnote.
Hapusdan Maaf mimin baru bales.
Yang mau nambahin dapus atau nambahin materi di persilahkan. untuk menambah pengetahuan kita berasama.
BalasHapus