Kamis, 14 Desember 2017

PUASA RAMADHAN, DAN TATA CARANYA, SERTA BERBAGAI MACAM PUASA SUNNAH

PUASA RAMADHAN, DAN TATA CARANYA, SERTA BERBAGAI MACAM PUASA SUNNAH
A.    Pengertian Puasa Ramadhan
Puasa adalah terjemahan dari bahasa Arab : shaum dan shiyam yang berarti menahan (imsak) seperti Inni nazartu li al-Rahmani shawman. Menurut syara’ , puasa ialah menahan diri dari beberapa perbuatan tertentu, dengan niat dan menurut aturan tertentu pula. Puasa Ramadhan adalah kewajiban yang  saklar dan ibadah Islam yang  bersifat syi’ar yang  besar, juga salah satu rukun Islam yang kelima, yang menjadi pilar agama ini.[1]

Wajibnya puasa ini telah dikukuhkan dalam  Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’.
Dalam Al-Qur’an,  Allah  SWT  berfirman :

Artinya : “Hai orang-orang beriman, telah diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sbelum kalian, agar kalian bertakwa, (yaitu) beberapa hari yang tertentu….” (QS. Al-Baqarah : 183-184)
           
Kemudian firman Allah selanjutnya
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ...
Artinya : “(Yaitu) bulan Ramadhan yang padanya (mulai) diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, dan penjelasan petunjuk itu dan pembeda. Maka barangsiapa  di antara kalian melihat bulan itu, hendaklah ia berpuasa…” (QS. Al-Baqarah: 185)
           
Di dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim :
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ
Artinya : Dari Abu Abdirrohman Abdulloh bin Umar bin Khoththob rodhiyAllahu ‘anhuma, dia berkata “Aku pernah mendengar Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Islam ditegakkan diatas lima (dasar, rukun): Syahadah bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwasannya Muhammad adalah Rasul Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, haji ke bait Allah, dan puasa Ramadhan.” (HR. Bukhori Muslim)

Puasa di bulan Ramadhan pertama kali diwajibkan pada tahun kedua dari Hijrah Nabi SAW. Ia wajibkan atas orang-orang yang sudah mukallaf (baligh dan berakal) dan atas orang yang mampu mengerjakannya. Karena itu, tidaklah wajib puasa itu atas :
1.    Anak-anak,
2.    Orang gila,
3.    Orang yang tidak suci (dari haid dan nifas)
4.    Orang yang hilang akal, sebab mabuk dan lain-lain,
5.    Orang yang sangat tua yang tidak kuat menjalankan puasa,
6.    Orang yang sakit bila puasa mungkin bertambah-tambahnya sakitnya.

B.     Ketentuan Awal dan Akhir Ramadhan
            Puasa Ramadhan adalah puasa yang telah ditentukan jumlah bilangan hari dan waktu pelaksanaannya, yakni satu bulan penuh. Ada yang berjumlah 30 hari ada pula yang berjumlah 29 hari.[2]
            Untuk menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan dapat ditempuh tiga cara, yaitu :
1.      Dengan cara rukyatul hilal, yaitu dengan melihat bulan sabit tanggal satu bulan Qamariah dengan mata telanjang.
2.      Dengan cara istikmal, yaitu dengan menyempurnakan bilangan hari dari bulan Sya’ban dan Ramadhan.
3.      Dengan cara hisab, yaitu dengan cara perhitungan peredaran bulan dan matahari.

            Sulaiman Rasjid di dalam bukunya berpendapat bahwa cara menetapkan awal bulan Ramadhan adalah
a.       Dengan melihat bulan bagi yang melihatnya sendiri.
b.      Dengan mencukupkan bulan Sya’ban tiga puluh hari,
c.       Dengan adanya melihat (ru’yat) yang dipersaksikan oleh seorang yang adil di muka hakim.
d.      Dengan kabar mutawatir, yaitu kabar orang banyak, sehingga mustahil mereka akan dapat bersepakat untuk berdusta.
e.       Percaya kepada orang yang melihat.
f.       Tanda-tanda yang biasa dilakukan di kota-kota besar untuk memberitahukan kepada orang banyak (umum) seperti lampu,  meriam, dan sebagainya.
g.      Dengan ilmu hisab atau kabar dari ahli hisab (ilmu bintang).

C.    Cara Pelaksanaan Puasa
            Cara mengerjakan puasa , yaitu diawali dengan niat, sahur, dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.
            Dalam melaksanakan ibadah puasa, disyaratkan melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.            Niat
Puasa harus dengan niat di dalam hati yang diucapkan pada malam harinya (menjelang puasa). Sempurnanya niat harus jelas untuk berpuasa besok, memenuhi kewajiban karena Allah Ta’ala.
2.            Makan sahur
Makan sahur menurut ijma’ umat Islam adalah sunah dan tidak berdosa bila ditinggalkan. Waktu sahur adalah dari pertengahan malam sampai terbit fajar dan di sunahkan mengakhirnya. Tujuan dari makan sahur adalah untuk menguatkan orang yang berpuasa pada esok harinya.

3.            Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa
Orang yang berpuasa hendaklah menjaga diri dari hal-hal yang membatalkannya, seperti makan, minum, bersenggama, muntah yang disengaja, dan lain sebagainya.

Untuk melaksanakan puasa secara benar dan sah, terdapat beberapa syarat dan rukun yang ditetapkan syara’:
1.            Syarat Wajib Puasa
Syarat-syarat wajib berpuasa adalah :
a.       Berakal sehat, orang gila dan hilang ingatannnya tidak diwajibkan berpuasa.
b.      Baligh, yaitu orang yang telah dewasa. Anak-anak tidak wajib berpuasa.
c.       Mampu (kuat) berpuasa, orang yang sudah tua atau sakit yang tidak kuat berpuasa lagi, maka tidak diwajibkan berpuasa tetapi harus membayar fidyah.
2.            Syarat Sah Puasa
a.       Islam, maka orang yang bukan Islam tidak sah berpuasa.
b.      Mumayyiz, yaitu anak yang sudah bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk. Anak-anak seperti ini puasanya sah dan pahalanya untuk dia sendiri serta orang tuanya.
c.       Suci dari haid dan nifas. Orang perempuan yang sedang dalam keadaan haid dan nifas tidak sah puasanya.
d.      Pada waktu yang dibolehkan berpuasa, puasa pada waktu yang terlarang seperti dua hari raya dan hari tasyrik adalah tidak sah.

3.            Rukun atau Fardu Puasa
a)            Niat untuk mengerjakan puasa
Niat puasa dilakukan pada malam hari setelah terbenam matahari sampai terbit fajar. Niat itu diucapkan di dalam hati, yaitu berniat untuk mengerjakan puasa Ramadhan pada esok harinya.
Rasulullah SAW bersabda :
وَعَنْ حَفْصَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ } رَوَاهُ الْخَمْسَةُ ، وَمَالَ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ إلَى تَرْجِيحِ وَقْفِهِ ، وَصَحَّحَهُ مَرْفُوعًا ابْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَوَلِلدَّارَقُطْنِيِّ { لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِنْ اللَّيْلِ }
Artinya : Dari Hafshoh Ummul Mukminin bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya.” Hadits ini dikeluarkan oleh yang lima, yaitu Abu Daud, Tirmidzi, An Nasai dan Ibnu Majah. An Nasai dan Tirmidzi berpendapat bahwa hadits ini mauquf, hanya sampai pada sahabat (perkataan sahabat). Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibbah menshahihkan haditsnya jika marfu’ yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam riwayat Ad Daruquthni disebutkan, “Tidak ada puasa bagi yang tidak berniat ketika malam hari.”

b)            Imsak
Menahan diri dari makan, minum, dan segala sesuatu yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.

D.    Hal-hal yang Membatalkan Puasa
            Adapun hal-hal yang membatalkan puasa dan mesti ditinggalkan selama berpuasa itu ialah :
1.            Makan dan minum. Dalilnya adalah firman Allah SWT :
...وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ...
Artinya : “dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” (QS. Al-Baqarah (2) : 187)
Dalam hal ini masuknya sesuatu rongga badan atau rongga kepala melalui jalan terbuka, mulut, hidung, atau telinga dianggap sama dengan makan dan membatalkan puasa.
Jadi bila orang yang puasa itu makan dan minum dengan sengaja, atas kemauan sendiri, sadar bahwa ia sedang berpuasa, dan tahu bahwa perbuatan itu haram, batal lah puasanya.
2.            Al-Huqnah, yakni memasukkan sesuatu ke dalam rongga melalui kemaluan dubur atau qubul.
3.            Muntah dengan sengaja, sekalipun diyakinkan tidak ada yang kembali masuk setelah keluar ke mulut. Akan tetapi, bila seseorang muntah dengan tidak sengaja, atau dengan sengaja, tetapi tidak mengetahuinya haramnya, atau muntah karena dipaksa, maka puasanya tidak batal.
4.            Bersetubuh, walaupun tidak sampai keluar mani.
5.            Keluar mani dengan sebab mubasyarah (sentuhan kulit tanpa alas), mencium, dan sebagainya. Akan tetapi keluar mani tanpa bersentuhan kulit, misalnya dengan sebab pandangan atau karena mimpi tidak membatalkan puasa.
6.            Haid. Para ulama telah ijma’ bahwa orang yang sedang haid haram, dan tidak sah berpuasa.
7.            Nifas. Nifas adalah darah haid yang terkumpul, dan tertunda keluarnya. Jadi hukumnya sama dengan darah haid.
8.            Gila, karena keadaan gila menghilangkan kecakapan beribadah.
9.            Riddah (murtad), karena orang kafir tidak sah melakukan ibadah.

E.     Sunat Puasa
            Sunat puasa itu ada 4 perkara, antara lain sebagai berikut :
a.       Menyegerakan berbuka setelah terbenam matahari. Berbuka itu hendaklah dengan makan dan minum yang sederhana, jangan berlebih-lebihan.
b.      Mengakhirkan (melambatkan) makan sahur (dini hari), yaitu kira-kira pukul 3 malam sampai pukul 3.30.
c.       Bersedekah dan memanggil orang berbuka, bagi orang yang mampu.
d.      Memperbanyak ibadah, seperti membaca Al-Qur’an, sembahyang malam (tarawih), mendo’a, dzikir dan sebagainya.

F. Faedah Puasa
Puasa itu besar sekali faedahnya, antara lain sebagai berikut :
1.      Seseorang yang berpuasa (menahan nafsu makan dan minum kira-kira 14 jam lamanya), tentu teringat dalam hati bahwa sewajibnya ia menolong dan membantu fakir miskin, yang merasa kelaparan dan kehausan, kadang-kadang sampai dua tiga hari lamanya.
2.      Menahan sifat kesabaran dalam hati karena orang yang terdidik menahan lapar dan haus, tentu akan berhati sabar menahan kesulitan atau kesengsaraan.
3.      Puasa itu untuk menenangkan perut supaya tidak selalu bekerja keras.
4.      Untuk mendidik seseorang supaya hemat berbelanja (tidak boros).

G.    Orang yang Mendapat Keringanan Berpuasa
            Sebuah majalah mingguan merilis sebuah pembahasan tentang puasa Ramadhan yang didalamnya membicarakan tentang beberapa orang yg diberi keringanan berpuasa yang bersumber dari buku panduan puasa ramadhan dibawah naungan al- quran dan as-sunnah. Berikut daftar orang yg diberi keringanan.
1.            Musafir
2.            Orang yang sakit
3.            Perempuan haidh
4.            Perempuan nifas
5.            Laki-laki dan perempuan tua yang tidak mampu berpuasa
6.            Perempuan hamil
7.            Perempuan yang sedang menyusui.

H. Adapun macam-macam puasa sunnah beserta keutamaannya masing- masing yaitu :
            1. Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
            Baik dilakukan secara berturutan ataupun tidak. Keutamaan puasa romadhon yang diiringi puasa Syawal ialah seperti orang yang berpuasa selama setahun (HR. Muslim).
            2. Puasa Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Yang dimaksud adalah puasa di sembilan hari yang pertama dari bulan ini, tidak termasuk hari yang ke-10. Karena hari ke-10 adalah hari raya kurban dan diharomkan untuk berpuasa.[3]
            3. Puasa Hari Arofah
            Yaitu puasa pada hari ke-9 bulan Dzuhijjah. Keutamaan: akan dihapuskan dosa-dosa pada tahun lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang (HR. Muslim). Yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini adalah khusus untuk dosa-dosa kecil, karena dosa besar hanya bisa dihapus dengan jalan bertaubat.
            4. Puasa Muharrom
            Yaitu puasa pada bulan Muharrom terutama pada hari Assyuro’. Keutamaannya adalah bahwa puasa di bulan ini adalah puasa yang paling utama setelah puasa bulan Romadhon (HR. Bukhori)
            5. Puasa Assyuro’
            Hari Assyuro’ adalah hari ke-10 dari bulan Muharrom. Nabi sholAllahu ‘alaihi wasssalam memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada hari Assyuro’ ini dan mengiringinya dengan puasa 1 hari sebelum atau sesudahnhya. Hal ini bertujuan untuk menyelisihi umat Yahudi dan Nasrani yang hanya berpuasa pada hari ke-10. Keutamaan: akan dihapus dosa-dosa (kecil) di tahun sebelumnya (HR. Muslim).
            6. Puasa Sya’ban
            Disunnahkan memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban. Keutamaan: bulan ini adalah bulan di mana semua amal diangkat kepada Robb semesta alam (HR. An-Nasa’i & Abu Daud, hasan).
            7. Puasa pada Bulan Harom (bulan yang dihormati)
            Yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharrom, dan Rojab. Dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah pada bulan-bulan tersebut termasuk ibadah puasa.
            8. Puasa Senin dan Kamis
            Namun tidak ada kewajiban mengiringi puasa hari Senin dengan puasa hari Kamis atau sebaliknya. Keduanya merupakan hari di mana amal-amal hamba diangkat dan diperlihatkan kepada Allah.
            9. Puasa 3 Hari Setiap Bulan
            Disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari putih (Ayyaamul Bidh) yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan. Sehingga tidaklah benar anggapan sebagian orang yang menganggap bahwa puasa pada harai putih adalah puasa dengan hanya memakan nasi putih, telur putih, air putih, dsb.
            10. Puasa Dawud
            Yaitu puasa sehari dan tidak puasa sehari. Kemudian puasa sehari dan tidak puasa sehari. Keutamaannya adalah karena puasa ini adalah puasa yang paling disukai oleh Allah (HR. Bukhori-Muslim).




[1] Djamil Latif, Puasa dan Ibadah Bulan Puasa, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2001, Hlm. 22
[2] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2012, Hlm. 220
[3] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah 3, Bandung, Al-Ma’arif, 1993, Hlm 174

Tidak ada komentar:

Posting Komentar