PUASA RAMADHAN, DAN TATA CARANYA, SERTA BERBAGAI MACAM
PUASA SUNNAH
A. Pengertian Puasa Ramadhan
Puasa adalah terjemahan dari bahasa Arab : shaum dan shiyam yang berarti
menahan (imsak) seperti Inni nazartu li al-Rahmani shawman. Menurut syara’ ,
puasa ialah menahan diri dari beberapa perbuatan tertentu, dengan niat dan
menurut aturan tertentu pula. Puasa Ramadhan adalah kewajiban yang saklar dan ibadah Islam yang bersifat syi’ar yang besar, juga salah satu rukun Islam yang
kelima, yang menjadi pilar agama ini.[1]
Wajibnya puasa ini telah dikukuhkan dalam
Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT
berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang beriman, telah diwajibkan atas kalian puasa
sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sbelum kalian, agar kalian
bertakwa, (yaitu) beberapa hari yang tertentu….” (QS. Al-Baqarah : 183-184)
Kemudian firman Allah selanjutnya
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ
الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ
شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ...
Artinya : “(Yaitu) bulan Ramadhan yang padanya (mulai) diturunkan
Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, dan penjelasan petunjuk itu dan
pembeda. Maka barangsiapa di antara
kalian melihat bulan itu, hendaklah ia berpuasa…” (QS. Al-Baqarah: 185)
Di dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim :
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ
اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى
الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ
الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ
Artinya : Dari Abu Abdirrohman Abdulloh bin Umar bin Khoththob rodhiyAllahu
‘anhuma, dia berkata “Aku pernah mendengar Rosululloh shollAllahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Islam ditegakkan diatas lima (dasar, rukun): Syahadah bahwa
tiada Tuhan selain Allah dan bahwasannya Muhammad adalah Rasul Allah,
menegakkan shalat, membayar zakat, haji ke bait Allah, dan puasa Ramadhan.”
(HR. Bukhori Muslim)
Puasa di bulan Ramadhan pertama kali diwajibkan pada tahun kedua dari
Hijrah Nabi SAW. Ia wajibkan atas orang-orang yang sudah mukallaf (baligh dan
berakal) dan atas orang yang mampu mengerjakannya. Karena itu, tidaklah wajib
puasa itu atas :
1. Anak-anak,
2. Orang gila,
3. Orang yang tidak suci (dari haid dan nifas)
4. Orang yang hilang akal, sebab mabuk dan lain-lain,
5. Orang yang sangat tua yang tidak kuat menjalankan puasa,
6. Orang yang sakit bila puasa mungkin bertambah-tambahnya sakitnya.
B. Ketentuan Awal dan Akhir
Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah
puasa yang telah ditentukan jumlah bilangan hari dan waktu pelaksanaannya,
yakni satu bulan penuh. Ada yang berjumlah 30 hari ada pula yang berjumlah 29
hari.[2]
Untuk menentukan awal dan
akhir bulan Ramadhan dapat ditempuh tiga cara, yaitu :
1. Dengan cara rukyatul hilal, yaitu dengan melihat bulan sabit tanggal satu
bulan Qamariah dengan mata telanjang.
2. Dengan cara istikmal, yaitu dengan menyempurnakan bilangan hari dari bulan
Sya’ban dan Ramadhan.
3. Dengan cara hisab, yaitu dengan cara perhitungan peredaran bulan dan matahari.
Sulaiman Rasjid di dalam
bukunya berpendapat bahwa cara menetapkan awal bulan Ramadhan adalah
a. Dengan melihat bulan bagi yang melihatnya sendiri.
b. Dengan mencukupkan bulan Sya’ban tiga puluh hari,
c. Dengan adanya melihat (ru’yat) yang dipersaksikan oleh seorang yang adil di
muka hakim.
d. Dengan kabar mutawatir, yaitu kabar orang banyak, sehingga mustahil mereka
akan dapat bersepakat untuk berdusta.
e. Percaya kepada orang yang melihat.
f. Tanda-tanda yang biasa dilakukan di kota-kota besar untuk memberitahukan
kepada orang banyak (umum) seperti lampu,
meriam, dan sebagainya.
g. Dengan ilmu hisab atau kabar dari ahli hisab (ilmu bintang).
C. Cara Pelaksanaan Puasa
Cara mengerjakan puasa ,
yaitu diawali dengan niat, sahur, dan menahan diri dari hal-hal yang
membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.
Dalam melaksanakan ibadah
puasa, disyaratkan melakukan hal-hal sebagai berikut :
1.
Niat
Puasa harus dengan niat di dalam hati yang diucapkan
pada malam harinya (menjelang puasa). Sempurnanya niat harus jelas untuk
berpuasa besok, memenuhi kewajiban karena Allah Ta’ala.
2.
Makan sahur
Makan sahur menurut ijma’ umat Islam adalah sunah dan
tidak berdosa bila ditinggalkan. Waktu sahur adalah dari pertengahan malam
sampai terbit fajar dan di sunahkan mengakhirnya. Tujuan dari makan sahur
adalah untuk menguatkan orang yang berpuasa pada esok harinya.
3.
Menahan diri dari segala yang membatalkan
puasa
Orang yang berpuasa hendaklah menjaga diri dari
hal-hal yang membatalkannya, seperti makan, minum, bersenggama, muntah yang
disengaja, dan lain sebagainya.
Untuk melaksanakan puasa secara benar dan sah,
terdapat beberapa syarat dan rukun yang ditetapkan syara’:
1.
Syarat Wajib Puasa
Syarat-syarat wajib berpuasa adalah :
a. Berakal sehat, orang gila dan hilang ingatannnya tidak diwajibkan berpuasa.
b. Baligh, yaitu orang yang telah dewasa. Anak-anak tidak wajib berpuasa.
c. Mampu (kuat) berpuasa, orang yang sudah tua atau sakit yang tidak kuat
berpuasa lagi, maka tidak diwajibkan berpuasa tetapi harus membayar fidyah.
2.
Syarat Sah Puasa
a. Islam, maka orang yang bukan Islam tidak sah berpuasa.
b. Mumayyiz, yaitu anak yang sudah bisa membedakan antara yang baik dan yang
buruk. Anak-anak seperti ini puasanya sah dan pahalanya untuk dia sendiri serta
orang tuanya.
c. Suci dari haid dan nifas. Orang perempuan yang sedang dalam keadaan haid
dan nifas tidak sah puasanya.
d. Pada waktu yang dibolehkan berpuasa, puasa pada waktu yang terlarang
seperti dua hari raya dan hari tasyrik adalah tidak sah.
3.
Rukun atau Fardu Puasa
a)
Niat untuk mengerjakan puasa
Niat puasa dilakukan pada malam hari setelah terbenam
matahari sampai terbit fajar. Niat itu diucapkan di dalam hati, yaitu berniat
untuk mengerjakan puasa Ramadhan pada esok harinya.
Rasulullah SAW bersabda :
وَعَنْ حَفْصَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ } رَوَاهُ الْخَمْسَةُ ، وَمَالَ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ إلَى تَرْجِيحِ وَقْفِهِ ، وَصَحَّحَهُ مَرْفُوعًا ابْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ – وَلِلدَّارَقُطْنِيِّ { لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِنْ اللَّيْلِ }
Artinya : Dari Hafshoh Ummul Mukminin bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Barangsiapa yang tidak berniat di
malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya.” Hadits ini
dikeluarkan oleh yang lima, yaitu Abu Daud, Tirmidzi, An Nasai dan Ibnu Majah.
An Nasai dan Tirmidzi berpendapat bahwa hadits ini mauquf, hanya sampai pada
sahabat (perkataan sahabat). Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibbah menshahihkan
haditsnya jika marfu’ yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam riwayat Ad Daruquthni disebutkan, “Tidak ada puasa bagi yang tidak
berniat ketika malam hari.”
b)
Imsak
Menahan diri dari makan, minum, dan segala sesuatu yang
membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
D. Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Adapun hal-hal yang
membatalkan puasa dan mesti ditinggalkan selama berpuasa itu ialah :
1.
Makan dan minum. Dalilnya adalah firman
Allah SWT :
...وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ...
Artinya : “dan makan minumlah hingga terang
bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa itu sampai (datang) malam” (QS. Al-Baqarah (2) : 187)
Dalam hal ini masuknya sesuatu rongga badan
atau rongga kepala melalui jalan terbuka, mulut, hidung, atau telinga dianggap
sama dengan makan dan membatalkan puasa.
Jadi bila orang yang puasa itu makan dan
minum dengan sengaja, atas kemauan sendiri, sadar bahwa ia sedang berpuasa, dan
tahu bahwa perbuatan itu haram, batal lah puasanya.
2.
Al-Huqnah, yakni memasukkan sesuatu ke
dalam rongga melalui kemaluan dubur atau qubul.
3.
Muntah dengan sengaja, sekalipun diyakinkan
tidak ada yang kembali masuk setelah keluar ke mulut. Akan tetapi, bila
seseorang muntah dengan tidak sengaja, atau dengan sengaja, tetapi tidak
mengetahuinya haramnya, atau muntah karena dipaksa, maka puasanya tidak batal.
4.
Bersetubuh, walaupun tidak sampai keluar
mani.
5.
Keluar mani dengan sebab mubasyarah
(sentuhan kulit tanpa alas), mencium, dan sebagainya. Akan tetapi keluar mani
tanpa bersentuhan kulit, misalnya dengan sebab pandangan atau karena mimpi
tidak membatalkan puasa.
6.
Haid. Para ulama telah ijma’ bahwa orang
yang sedang haid haram, dan tidak sah berpuasa.
7.
Nifas. Nifas adalah darah haid yang
terkumpul, dan tertunda keluarnya. Jadi hukumnya sama dengan darah haid.
8.
Gila, karena keadaan gila menghilangkan
kecakapan beribadah.
9.
Riddah (murtad), karena orang kafir tidak
sah melakukan ibadah.
E. Sunat Puasa
Sunat puasa itu ada 4
perkara, antara lain sebagai berikut :
a. Menyegerakan berbuka setelah terbenam matahari. Berbuka itu hendaklah
dengan makan dan minum yang sederhana, jangan berlebih-lebihan.
b. Mengakhirkan (melambatkan) makan sahur (dini hari), yaitu kira-kira pukul 3
malam sampai pukul 3.30.
c. Bersedekah dan memanggil orang berbuka, bagi orang yang mampu.
d. Memperbanyak ibadah, seperti membaca Al-Qur’an, sembahyang malam (tarawih),
mendo’a, dzikir dan sebagainya.
F. Faedah Puasa
Puasa itu besar sekali faedahnya, antara lain sebagai berikut :
1. Seseorang yang berpuasa (menahan nafsu makan dan minum kira-kira 14 jam
lamanya), tentu teringat dalam hati bahwa sewajibnya ia menolong dan membantu
fakir miskin, yang merasa kelaparan dan kehausan, kadang-kadang sampai dua tiga
hari lamanya.
2. Menahan sifat kesabaran dalam hati karena orang yang terdidik menahan lapar
dan haus, tentu akan berhati sabar menahan kesulitan atau kesengsaraan.
3. Puasa itu untuk menenangkan perut supaya tidak selalu bekerja keras.
4. Untuk mendidik seseorang supaya hemat berbelanja (tidak boros).
G. Orang yang Mendapat Keringanan
Berpuasa
Sebuah majalah mingguan
merilis sebuah pembahasan tentang puasa Ramadhan yang didalamnya membicarakan
tentang beberapa orang yg diberi keringanan berpuasa yang bersumber dari buku
panduan puasa ramadhan dibawah naungan al- quran dan as-sunnah. Berikut daftar
orang yg diberi keringanan.
1.
Musafir
2.
Orang yang sakit
3.
Perempuan haidh
4.
Perempuan nifas
5.
Laki-laki dan perempuan tua yang tidak
mampu berpuasa
6.
Perempuan hamil
7.
Perempuan yang sedang menyusui.
H. Adapun macam-macam puasa sunnah beserta keutamaannya masing- masing
yaitu :
1.
Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Baik
dilakukan secara berturutan ataupun tidak. Keutamaan puasa romadhon yang
diiringi puasa Syawal ialah seperti orang yang berpuasa selama setahun (HR.
Muslim).
2.
Puasa Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Yang dimaksud adalah puasa di sembilan hari yang pertama dari bulan ini,
tidak termasuk hari yang ke-10. Karena hari ke-10 adalah hari raya kurban dan
diharomkan untuk berpuasa.[3]
3.
Puasa Hari Arofah
Yaitu
puasa pada hari ke-9 bulan Dzuhijjah. Keutamaan: akan dihapuskan dosa-dosa pada
tahun lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang (HR. Muslim). Yang
dimaksud dengan dosa-dosa di sini adalah khusus untuk dosa-dosa kecil, karena
dosa besar hanya bisa dihapus dengan jalan bertaubat.
4.
Puasa Muharrom
Yaitu
puasa pada bulan Muharrom terutama pada hari Assyuro’. Keutamaannya adalah
bahwa puasa di bulan ini adalah puasa yang paling utama setelah puasa bulan
Romadhon (HR. Bukhori)
5.
Puasa Assyuro’
Hari
Assyuro’ adalah hari ke-10 dari bulan Muharrom. Nabi sholAllahu ‘alaihi
wasssalam memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada hari Assyuro’ ini dan
mengiringinya dengan puasa 1 hari sebelum atau sesudahnhya. Hal ini bertujuan
untuk menyelisihi umat Yahudi dan Nasrani yang hanya berpuasa pada hari ke-10.
Keutamaan: akan dihapus dosa-dosa (kecil) di tahun sebelumnya (HR. Muslim).
6.
Puasa Sya’ban
Disunnahkan
memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban. Keutamaan: bulan ini adalah bulan di
mana semua amal diangkat kepada Robb semesta alam (HR. An-Nasa’i & Abu
Daud, hasan).
7.
Puasa pada Bulan Harom (bulan yang dihormati)
Yaitu
bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharrom, dan Rojab. Dianjurkan untuk
memperbanyak amal ibadah pada bulan-bulan tersebut termasuk ibadah puasa.
8.
Puasa Senin dan Kamis
Namun
tidak ada kewajiban mengiringi puasa hari Senin dengan puasa hari Kamis atau
sebaliknya. Keduanya merupakan hari di mana amal-amal hamba diangkat dan
diperlihatkan kepada Allah.
9.
Puasa 3 Hari Setiap Bulan
Disunnahkan
untuk melakukannya pada hari-hari putih (Ayyaamul Bidh) yaitu tanggal 13, 14,
dan 15 setiap bulan. Sehingga tidaklah benar anggapan sebagian orang yang
menganggap bahwa puasa pada harai putih adalah puasa dengan hanya memakan nasi
putih, telur putih, air putih, dsb.
10.
Puasa Dawud
Yaitu
puasa sehari dan tidak puasa sehari. Kemudian puasa sehari dan tidak puasa
sehari. Keutamaannya adalah karena puasa ini adalah puasa yang paling disukai
oleh Allah (HR. Bukhori-Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar