Selasa, 19 Desember 2017

MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN

MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN

1. BENCHMARKING, TUJUAN, MANFAAT DAN URAIKAN PROSES BENCHMARKING YANG SESUAI DENGAN STANDAR. CONTOH INPLEMENTASI BENCMARKING DISEKOLAH.
A.       Definisi Benchmarking
Benchmarking adalah pendekatan yang secara terus menerus mengukur dan membandingkan produk barang dan jasa, dan proses-proses dan praktik-praktiknya terhadap standar ketat yang ditetapkan oleh para pesaing atau mereka yang dianggap unggul dalam bidang tersebut. Dengan melakukan atau melalui benchmarking, suatu organisasi dapat mengetahui telah seberapa jauh mereka dibandingkan dengan yang terbaik dari sejenisnya.
Benchmarking adalah suatu kegiatan untuk menetapkan standard dan target yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu. Benchmarking dapt diaplikasikan untuk individu, kelompok, organisasi ataupun lembaga. Ada sebagian orang menjelaskan benchmarking sebagai uji standar mutu. Maksudnya adalah menguji atau membandingkan standar mutu yang telah ditetapkan terhadap standar mutu pihak lain, sehingga juga muncul istilah rujuk mutu.
Secara umum benchmarking digunakan untuk mengatur dan meningkatkan kualitas pendidikan dan standar akademik. Benchmarking dapat merupakan perbandingan antara proses dan sistem yang dirancang tersebut dengan fungsi pendidikan tinggi yang harus dilaksanakan oleh semua perguruan tinggi. Dalam banyak cara dan bentuk, bahkan mungkin tanpa disadarinya, banyak lembaga pendidikan terutama pendidikan tinggi telah senantiasa bergelut dengan benchmarking. Mereka senantiasa telah membandingkan diri mereka dengan kolega dan perguruantinggi lain, disertai pengharapan peningkatan pada jumlah mahasiswa yang diterima, dana yang diterima, nilai akreditasi, dan prestise.
Perguruan tinggi sebenarnya telah lama memiliki tradisi knowledge-sharing (berbai pengetahuan) yang direalisasikan melalui pertemuan-pertemuan ilmiah, seminar, publikasi, mailing-list, dan kegiatan bersama lainnya. Benchmarking sebenarnya bukanlah barang baru, mungkin istilahnya saja yang baru muncul belakangan ini.
Benchmarking bukanlah meng-copy atau menjiplak. Ini adalah proses mempelajari, mengamati orang lain atau organisasi lain dan mengadaptasi praktik-praktik baik mereka untuk dapat diterapkan dalam organisasi sendiri. Lebih dari pada sekedar penetapan tujuan, benchmarking dipergunakan untuk memahami proses yang terbaik tersebut.
Pertama-tama benchmarking harus melibatkan penelitian dan pemahaman tentang prosedur kerja internal sendiri, dan kemudian mencari “praktik terbaik” pada organisasi atu lembaga lain, kemudian mencocokan dengan yang telah diidentifikasi dan akhirnya mengadaptasi praktik-praktif itu dalam organisasinya sendiri untuk meningkatkan kinerjanya. Pada dasarnya benchmarking adalah suatu cara belajar dari orang lain secara sistematis, dan mengubah apa yang kita kerjakan. [1]
Terdapat berbagai definisi mengenai benchmarking oleh beberapa para ahli, diantaranya sebagai berikut:
a.     Gregory H. Watson mendefinisikan patok duga sebagai pencarian secara berkesinambungan dan penerapan secara nyata praktik-praktik yang lebih baik yang mengarah pada kinerja kompetitif yang unggul.
b.    Goetsch dan Davis mendefinisikan patok duga sebagai proses pembandingan dan pengukuran operasi atau proses internal organisasi terhadap mereka yang terbaik dalam kelasnya, baik dari dalam maupun dari luar industri.
c.    Menurut Nisjar dan Winardi di dalam Tjuju menyatakan bahwa benchmarking dapat dirumuskan sebagai aktivitas imitation with modification, dimana di dalam istilah modification sudah terkandung makna improvement.[2]

B.       Tujuan Benchmarking
Tujuan dari benchmarking adalah untuk menemukan kunci atau rahasia sukses dari sebuah lembaga pendidikan lain, lalu diadaptasi, diseleksi, dan diperbaiki untuk diterapkan pada lembaga pendidikan yang melaksanakan benchmarking tersebut.[3]

C.       Manfaat Benchmarking
Melakukan perbandingan pencapaian kinerja dua organisasi yang berbeda merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan dalam kegiatan benchmarking. Manfaat dari melakukan benchmarking sebagai berikut.
1)      Memberi gambaran kepada manajemen mengenai kondisi pasar dan kinerja kometitor organisasi.
2)      Sebagai dasar manajemen untuk menetapkan target pencapaian kinerja organisasi.
3)      Apabila perbandingan pencapaian kinerja dilakukan terhadap sesama anak perusahaan sebuah korporasi, hal ini akan memberikan gambaran anak perusahaan mana yang akan lebih berkembang dibandingkan anak perusahaan lainnya.
Dalam melakukan benchmarking pencapaian kinerja, sebelumnya perlu dilakukan diskusi antara manajemen kedua organisasi untuk memastikan bahwa kedua organisai menggunakan pendekatan pengukuran kineja yang sama. Atau, dilakukan dalam indikator kinerja yang sama dan absah untuk saling dibandingkan. Tanpa melakukan diskusi terlebih dahulu, dapat timbul keraguan apakah perbandingan tersebut sahih. Tanpa memahami maksud dan proses benchmarking, sangat mungkin terjadi kesalahan dalam menarik kesimpulan hasil benchmarking yang kemungkinan digunakan sebagai dasar perbaikan strategi bisnis organisasi.[4]

D.      Proses Benchmarking
Proses benchmarking biasanya terdiri dari enam langkah yaitu:
1)    Menentukan apa yang akan di-benchmark. Hampir segala hal dapat di-benchmark: suatu proses lama yang memerlukan perbaikan, suatu permasalahan yang memerlukan solusi, suatu perancangan proses baru, suatu yang upaya-upaya perbaikannya selama ini belum berhasil. Pada periode tertentu unit penjaminan mutu perlu membentuk Tim yang terdiri dari tim mutu fakultas/jurusan dan gugus kendali mutu untuk menyelidiki proses dan permasalahannya serta mendefinisikan proses yang menjadi target, batas-batasnya, operasi-operasi yang dicakup dan urutannya, dan masukan (input) serta keluarannya (output),
2)    Menentukan apa yang akan diukur. Ukuran standar yang telah dipilih untuk dilakukan benchmark-nya harus yang paling kritis namun paling besar kontribusinya terhadap perbaiakan dan peningkatan mutu. Unit penjaminan mutu dengan tim yang bertugas me-review elemen-elemen dalam proses dalam suatu bagan alir dan melakukan diskusi tentang ukuran dan standar yang menjadi fokus. Contoh-contoh ukuran misalnya durasi waktu penyelesaian, waktu penyelesaian untuk setiap elemen kerja, waktu untuk setiap titik pengambilan keputusan, variasi-variasi waktu, jumlah aliran balik atau pengulangan, dan kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan pada setiap elemennya. Jika memang ada pihak lain (internal dan eksternal) yang berkepentingan terhadap proses ini maka tuntutan atau kebutuhan mereka harus dimasukkan atau diakomodasikan dalam tahap ini. Tim yang bertugas dapat pula melakukan wawancara dengan pihak yang berkepentingan terhadap proses tersebut (dapat pula dipandang sebagai pelanggan) tentang tuntutan dan juga kebutuhan mereka dan menghubungkan atau mengaitkan tuntutan tersebut kepada ukuran dan standar yang paling kritis yang akan secara signifikan meningkatkan mutu proses dan hasilnya. Juga dipilih informasi seperti apa yang diperlukan dalam proses benchmarking ini dari organisasi lain yang menjadi tujuan benchmarking,
3)    Menentukan kepada siapa akan dilakukan benchmarking. Unit penjaminan mutu dan tim mutu jurusan kemudian menenetukan organisasi yang akan menjadi tujuan benchmarking ini. Pertimbangan yang perlu adalah tentunya memilih organisasi lain tersebut yang memang dipandang mempunyai reputasi baik bahkan terbaik dalam kategori ini,
4)    Pengumpulan Data/Kunjungan Tim yang dibentuk. Unit penjaminan mutu mengumpulkan data tentang ukuran dan standar yang telah dipilih terhadap organisasi yang akan di-benchmark. Pencarian informasi ini dapat dimulai dengan yang telah dipublikasikan: misalkan hasil-hasil studi, survei pasar. Survei pelanggan, jurnal, majalah dan lain-lain. Barangkali juga ada lembaga yang menyediakan bank data tentang benchmarking untuk beberapa aspek dan kategori tertentu. Tim dapat juga merancang dan mengirimkan kuesioner kepada pembaga yang akan di-benchmark, baik itu merupakan satu-satunya cara mendapatkan data dan informasi atau sebagai pendahuluan sebelum nantinya dilakukan kunjungan langsung. Pada saat kunjungan lapangan, tim benchmarking mengamati proses yang menggunakan ukuran dan standar yang berkaitan dengan data internal dan yang telah diidentifikasi dan dikumpulkan sebelumnya. Tentu akan lebih baik jika ada beberapa objek atau proses yang dikunjungi sehingga informasi yang didapat akan lebih lengkap. Asumsi yang perlu diketahui adalah bahwa organisasi atau lembaga yang dikunjungi mempunyai keinginan yang sama untuk mendapatkan informasi yang sejenis dari lembaga yang mengunjungi yaitu adanya keingingan timbal balik untuk saling mem-benchmark. Para pelaku benchmarking telah dapat menyimpulkan bahwa kunjungan lapangan kepada organisasi dengan praktik terbaik dapat menghasilkan pandangan dan pemahaman yang jauh lebih dalam dibandingkan dengan cara-cara pengumpulan data yang manapun. Kunjungan ini memungkinkan kita untuk secara langsung berhubungan dengan “pemilik proses” yaitu orang-orang yang benar-benar menjalankan atau mengelola proses tersebut,
5)    Analisis Data. Unit penjaminan mutu kemudian membandingkan data yang diperoleh dari proses yang di-benchmark dengan data proses yang dimiliki (internal) untuk menentukan adanya kesenjangan (gap) di antara mereka. Tentu juga perlu membandingkan situasi kualitatif misalnya tentang sistem, prosedur, organisasi, dan sikap. Tim mengidentifikasi mengapa terjadi kesenjangan (perbedaan) dan apa saja yang dapat dipelajari dari situasi ini. Satu hal yang sangat penting adalah menghindari sikap penolakan jika memang ada perbedaan yang nyata maka kenyataan itu harus dapat diterima dan kemudian disadari bahwa harus ada hal yang diperbaiki,
6)    Merumuskan tujuan dan rencana tindakan. Unit penjaminan mutu menentukan target perbaikan terhadap proses. Target-target ini harus dicapai dan realistis dalam pengertian waktu, sumber daya, dan kemampuan yang ada saat ini, juga sebaiknya terukur, spesifik, dan didukung oleh manajemen orang-orang yang bekerja dalam proses tersebut kemudian tim dapat diperluas dengan melibatkan multi disiplin yang akan memecahkan persoalan dan mengembangkan suatu rencana untuk memantapkan tindakan spesifik yang akan diambil, tahapan-tahapan spesifik yang akan diambil, tahapan-tahapan waktunya, dan siapa-siapa yang harus bertanggung jawab.[5]

E.          Contoh Implementasi Benchmarking di Sekolah
Implementasi benchmarking disekolah yaitu kerja sama antara lembaga pendidikan dengan melakukan observasi secara langsung, yaitu dengan mengukur kinerja suatu lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan yang lebih maju. Kegiatan benchmarking ini dilakukan oleh sebuah lembaga pendidikan dengan berkunjung ke lembaga lain untuk proses belajar dan bertukar informasi, yang nantinya hasilnya akan dijadikan sebagai bekal untuk mengembangkan lembaganya sendiri. Strategi ini sangat efektif untuk merumuskan tujuan jangka panjang melalui perbaikan kinerja yang berkelanjutan.
Pelaksanaan studi benchmarking di lembaga pendidikan dapat menggunakan beberapa metode diantaranya: wawancara, kuesioner, dan dokumentasi. Sebagaimana beberapa dari metode tersebut juga digunakan oleh kedua lokasi penelitian dalam proses pengumpulan data benchmarking, yaitu: tanya jawab (wawancara), observasi, dan dokumentasi. Tanya jawab meliputi kegiatan bertukar informasi, problem solving terhadap masalah yang terjadi pada lembaga yang melakukan benchmark, dan pembahasan tentang isu-isu pendidikan. Observasi dilakukan melalui pengamatan dalam kegiatan pembelajaran, laboratorium, sarana prasarana, perpustakaan, dan lain sebagainya. Sedangkan dokumentasi meliputi: pengambilan foto, pemberian modul atau file, dan jurnal.[6]

2. LANGKAH-LANGKAH YANG AKAN DI LAKUKAN KONSULTAN  MERANCANG SEBUAH SEKOLAH YANG BERMUTU, SEHINGGA TERWUJUD SEKOLAH YANG BERKUALITAS
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang berkualitas diperlukan manajemen pendidikan yang dapat memobilisasi segala sumber daya pendidikan. Manajemen mutu terpadu di pendidikan (Total Quality Manajemen in Education) merupakan paradigma baru dalam menjalankan bisnis bidang pendidikan yang berupaya untuk memaksimalkan daya saing sekolah melalui perbaikan secara berkesinambungan atas kualitas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan sekolah. Total Quality Manajement atau lebih dikenal di Indonesia manajemen mutu terpadu adalah manajemen yang diterapkan dalam dunia manajemen perusahaan (bisnis) yang banyak dikembangkan para pakar insinyur, tetapi dalam perkembangannya banyak lembaga pendidikan mengembangkan sendiri konsep manajemen mutu terpadu.
Strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan adalah institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi jasa atau dengan kata lain menjadi industri jasa. Istitusi yang memberikan pelayanan (service) sesuai dengan keinginan para pelanggan (customer). Oleh karenanya, dalam memposisikan institusi pendidiakn sebagai industri jasa harus memenuhi standar mutu. Pengertian ini tidak menekankan suatu komponen dalam sistem pendidikan, tetapi menyangkut seluruh komponen penyelenggaraan pendidikan yaitu input, proses, dan output. Total Quality Management merupakan proses penigkatan mutu secara utuh, dan bila prosesnya dilakukan secara mandiri maka manajemen mutu terpadu terdiri dari tiga tahap peningkatan mutu terpadu terdiri dari tiga tahap pengingkatan mutu secara kontinu (three steps to continous improvement), yaitu: 1) perhatian penuh kepada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal, 2) pembinaan proses, dan 3) keterlibatan secara total. Manajemen mutu terpadu merupakan salah satu ikhtiar agar dapat meningkatkan mutu sekolah dengan  melalui perbaikan terus-menerus berkesinambungan atas kualitas produk, jasa manusia, proses dan lingkungan organisasi. Dengan demikian, pengelolaan sekolah yang efektif harus melibatkan semua komponen disekolah untuk bersama-sama mencapai visi sekolah dalam menuju sekolah yang berprestasi dan dapat memberikan kepuasan pelanggan, dan juga untuk menjadi sekolah yang berkualitas.[7]

3.        Uraian:
a.    Kepala sekolah yang berkualitas
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagaimana dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1990 pasal 12 ayat 1 bahwa: “Kepala Sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana”.
Dengan demikian dalam mengelola sekolah, kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar. Kepala sekolah merupakan motor penggerak penentu arah kebijakan menuju keberhasilan sekolah dan pendidikan secara luas.[8]
Kepala sekolah adalah guru yang diberikan tugas tambahan untuk memimpin suatu proses pendidikan/sekolah, yang disenggarakan dengan adanya proses belajar-mengajar antara murid dan guru. Tugas utama kepala sekolah sebagai pemimpin adalah mengatur situasi, mengendalikan kegiatan kelompok, organisasi atau lembaga, dan menjadi juru bicara kelompok. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, terutama untuk memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah dituntut untuk berperan ganda.
Maka dari itu, selain menjadi pemimpin sekolah, kepala sekolah juga dituntut untuk berperan menyakinkan orang lain tentang perlunya perubahan menuju kondisi yang lebih baik, mengingatkan terhadap tujuan akhir dari perubahan, membantu kelancaran proses perubahan, khususnya menyelesaikan masalah dan membina hubungan antara pihak yang terkait, kepala sekolah juga berperan menghubungakan orang dengan sumber dana yang diperlukan.
gaya kepemimpinan yang harus diterapkan kepala sekolah sangat begantung kepada situasi dan kondisi guru yang dipimpinnya. Jika menghadapi guru yang memiliki kemampuan baik dan motivasi kerja juga baik, maka gaya kepemimpinan delegatif paling efektif, artinya, kepala sekolah lebih banyak memberikan dan mendelegasikan tugas dan wewenang kepada guru. Jika menghadapi guru yang memiliki kemampuan kerja yang baik. Tetapi motivasi kerjanya kurang, maka gaya kepemimpinan partisipatif paling efektif. Artinya, kepala sekolah berpartisipasi aktif dalam mendorong guru untuk menggunakan kemampuannya secara optimal.
Apabila menghadapi guru yang kurang memiliki kemampuan yang kurang baik, tetapi memiliki motivasi kerja yang baik, maka gaya kepemimpinan konstruktif paling efektif. Artinya, kepala sekolah banyak memberikan bimbingan, senigga kemampuan guru secara bertahap meningkat. Jika menghadapi guru yang memiliki kemampuan yang kurang baik dan motivasi kerja kurang baik, maka gaya kepemimpinan instruktif paling efektif. Artinya, kepala sekolah lebih banyak memberi petunjuk yang spesifik dan secara ketat mengawasi guru dalam mengerjakan tugasnya.[9]
Ciri-ciri kepala sekolah yang berkualitas dan memiliki kemampuan dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen dengan sangat bagus sebagai berikut.
1.    Dalam perencanaan meliputi: kepala sekolah dapat menetapkan program-program sekolah, kepala sekolah dapat merumuskan kebijakan-kebijakan sekolah, kepala sekolah dapat menyusun program kerja sekolah, dan kepala sekolah dapat merumuskan langkah-langkah pelaksanaan program.
2.    Dalam pengorganisasian meliputi: kepala sekolah dapat menempatkan guru sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki dalam KBM. Kepala sekolah dapat mengukur penggunaan sarana dan prasarana yang ada sesuai dengan kebutuhan siswa guru dan personel lain sehingga terjalin kerjasama yang baik, kepala sekolah dapat memberikan solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh guru dan personel sekolah lainnya, kepala sekolah dapat mengatur kerjasama dengan pihak atau instansi lain untuk menyukseskan program-program sekolah.
3.    Dalam penggerakan meliputi: kepala sekolah dapat memotivasi guru seihingga guru merasa mampu dan yakin untuk melaksanakan program-program sekolah, kepala sekolah dapat memimpin dan mengarahkan guru-guru dengan baik, kepala sekolah dapat mendorong guru-guru untuk mengembangkan profesionalismee sesuai dengan bidangnya, kepala sekolah dapat mendorong guru bekerja dengan bidangnya, kepala sekolah dapat mendorong guru bekerja dengan tujuan untuk pencapaian prestasi.
4.    Dalam pengendalian meliputi: kepala sekolah dapat mengevaluasi pelaksanaan program-program sekolah seperti yang telah ditetapkan dalam tahap perencanaan, kepala sekolah dapat mengevaluasi kinerja guru dan personel sekolah lainnya, kepala sekolah dapat memberikan penguatan terhadap keberhasilan yang telahd dicapai oleh guru, kepala sekolah dapat memperbaiki kesalahan/kelemahan yang telah dibuat oleh guru dan personel lainnya.
Kepala sekolah memiliki peranan yang sangat kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia di sekolah. Kepala sekolah dituntut mempunyai kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang memadai agar mampu mengambil inisiatif dan prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.[10]

b.   Pengawas yang berkualitas.
Tugas utama pengawas sekolah adalah melakukan pengawasan terhadap sekolah yang menjadi tanggung jawabnya. Pengawasan dalam konteks ini meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan. Hal itu ditegaskan dalam peraturan pemerintah Nomoor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 19 ayat (3) yang menetapkan setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran utnuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Dilanjutkan dengan pasal 23 yang menegaskan bahwa: pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
Bagi terlaksananya tugas kepengawasan yang profesional, efektif, dan efisien, maka pengawas pendidikan diharuskan menguasai sejumlah kompetensi. Menurut Mockler bahwa pengawasan sebagai usaha sistematik menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar, menentukan deviasi-deviasi dan mengambil tindakan koreksi yang menjamin bahwa semua sumber daya yang dimiliki telah dipergunakan dengan efektif dan efisien.
Merujuk pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa, pengawasan merupakan fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-unit dalam suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang dikehendaki.[11]

c.    Guru yang berkualitas
Guru adalah tempat dimana orang-orang menitipkan nasib anaknya dan nasib bangsa ini untuk lebih cemerlang dan bermarwah dimasa akan datang. Maka menghormati dan menghargai guru berarti menghargai masa depan bangsanya sendiri, sebab nasib bangsa terletak ditangan mereka (guru) oleh karena itu guru harus menunaikan tugasnya dengan sebaik mungkin.
Dalam Islam sebagaimana disebutkan oleh Al-Ghazali bahwa guru memiliki istilah dengan berbagai kata seperti al-Muallimin (guru), al-Mudarris (pengajar), al-Muaddib (pendidik) dan al-Walid (orang tua). Mereka adalahh orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[12]
Semua orang mungkin bisa menjadi guru. Tetapi, menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidik perlu pendidikan, pelatihan, dan jam terbang yang memadai. Dalam konteks tersebut, menjadi guru profesional setidaknya memiliki standar minimal, yaitu:
a.       Memiliki kemampuan intelektual yang baik,
b.      Memiliki kemampuan memahami visi dan misi pendidikan nasional,
c.       Memiliki keahlian mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa secara efektif,
d.      Memahami konfep perkembangan psikologi anak,
e.       Memiliki kemampuan mengorganisasi proses belajar,
f.        Memiliki kreativitas dan seni mendidik.
Profesi guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh, ataupun mengajar. Ibaratnya seperti sebuah contoh lukisan yang akan dipelajari oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut bergantung pada contoh yang diberikan san guru sebagai sosok yang digugu dan ditiru. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakan bahwa guru harus memiliki integritas dan kepribadian yang baik dan benar. Hal ini sangat mendasar karena tugas guru bukan hanya mengajar tetapi juga menanamkan nilai-nilai dasar pengembanggan karakter siswa.
Sebagai salah satu elemen tenaga kependidikan, seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional, dengan selalu berpegang teguh pada etika kerja, merdeka (bebas dari tekanan pihak luar), produktif, efektif, efisien, dan inovatif, serta siap melakukan pelayanan prima berdasarkan pada kaidah ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat dan kode etik yan regulatif.
Selain itu, guru profesional dituntut untuk memiliki tiga kemampuan. Pertama, kemampuan kognitif, berarti guru harus menguasai materi, metode, media, dan mampu merencanakan dan mengembangkan kegiatan pembelajarannya. Kedua kemampuan afektif, berarti guru memiliki akhlak yang luhur, terjaga perilakunya sehingga ia akan mampu menjadi model yang bisa diteladani oleh siswanya. Ketiga, kemampuan psikomotorik, berarti guru dituntut memiliki pengentahuan dan kemampuan dalam mengimplementasikan ilmu yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari.[13]

d.   Proses pembelajaran yang berkualitas
Dalam kegiatan pembelajaran terdapat beberapa komponen yang dapat menunjang satu dengan yang lainnya, yaitu: komponen tujuan, komponen materi, komponen strategi belajar mengajar, dan komponen evaluasi. Masing-masing komponen tersebut saling terjkait dan saling memengaruhi satu sama lain.
Pembelajaran merupakan akumulasi dari konsep mengajar dan konsep belajar. Penekanannya terletak pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas siswa. Konsep tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem, sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponen siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur, serta media yang harus dikembangkan. Sebagaimana diungkapkan oleh Davis bahwa learning system menyangkut pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman belajar, fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan dan prosedur yang mangatur interaksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan. Demikian halnya juga dengan teaching system, dimana komponen perencanaan mengajar, bahan ajar, tujuan materi dan metode, serta penilaian dan langkah mengajar akan berhubungan dengan aktivitas belajar untuk mencapai tujuan. Kenyataan bahwa dalam proses pembelajaran terjadi pengorganisasian, pengelolaan, dan transformasi informasi yang dilakukan oleh dan dari guru kepada siswa.
Kegiatan pembelajaran merupakan upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhaap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa, serta antara siswa dengan siswa.
Pembelajaran merupakan usaha untuk memengaruhi siswa agar terjadi perbuatan belajar. Pembelajaran adalah sebuah upaya membelajarkan siswa melalui penciptaan kondisi dan lingkungan belajar yang kondusif. Agnew mengungkapkan bahwa belajar adalah kemampuan untuk mampu mengorganisasi informasi merupakan hal yang mendasar bagi seorang siswa. Meier mengemukakan bahwa semua pembelajaran manusia pada hakikatnya mempunyai empat  unsur, yakni persiapan (preparation), penyampaian (presentation), pelatihan (practice), dan penampilan hasil (performance).
Jadi pembelajaran merupakan suatu sitem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain, komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi pembelajaran. Keempat komponen pembelaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam melakukan kegiatan pembelajran, baik dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), maupun dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas ataupun diluar kelas.[14]

e.    Iklim sekolah yang berkualitas.
Iklim sekolah yang berkualitas yaitu iklim sekolah yang merujuk pada kualitas dan karakter kehidupan sekolah yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman, norma, tujuan, nilai, hubungan antar personal, proses belajar mengajar dan praktik kepemimpinan serta struktur organisasi yang ada di sekolah. Definisi lain mengatakan bahwa iklim sekolah mengacu pada “rasa” terhadap sekolah, dan hal ini bisa bervariasi antar satu sekolah dengan sekolah lainnya. Iklim sekolah merefleksikan aspek fisik dan psikologis sekolah yang mudah berubah dan merupakan pra kondisi yang diperlukan untuk terciptanya proses belajar mengajar yang baik.
Loukas memaparkan bahwa iklim sekolah dapat dimaknai dalam tiga dimensi; fisik, sosial, dan akademik. Dimensi fisik antara lain berbicara tentang tampilan gedung sekolah dan ruang kelas, jumlah rombongan belajar dan rasio guru dengan siswa, pengaturan ruang kelas, serta ketersediaan sumber daya dan keamanan maupun kenyamanan. Dimensi sosial terdiri atas kualitas hubungan antar pribadi antara siswa, guru dan staff, perlakuan adil dan setara dari guru terhadap siswa dan staff, tingkat kompetisi dan perbandingan sosial antara siswa, dan keterlibatan warga sekolah dalam pengambilan keputusan. Dimensi ketiga menggambarkan kualitas pembelajaran, harapan guru pada pencapaian hasil belajar siswa, serta sejauh mana kontrol/monitoring sekolah terhadap kemajuan belajar siswa yang juga dikomunikasikan kepada orangtua.
Iklim sekolah yang positif ditandai secara kuat dengan kesadaran warga sekolah internal untuk menjadikan sekolah sebagai learning community atau komunitas pembelajaran. Suasana sekolah yang demikian akan mendorong warga sekolah untuk mengembangkan proses yang demokratis, terutama dalam hal belajar mengajar dan berbagi pengetahuan antar satu sama lain. Learning community yang merupakan adaptasi dari konsep learning organization, diartikan sebagai keterhubungan antara warga sekolah, dimana mereka terlibat bersama secara dialogis untuk berbagi pengetahuan, norma, nilai, keterampilan yang bermuara pada kemajuan bersama. Peran pemimpin sangat esensial dalam terciptanya komunitas yang pembelajar, terutama jika pemimpin mampu mamakai belajar sebagai proses dan berfungsi pada perbaikan sekolah beserta warganya.
Berdasarkan berbagai teori yang telah dikaji, maka dapat disimpulkan bahwa terbentuknya sekolah sebagai learning community memerlukan dukungan berupa iklim positif. Dengan iklim sekolah yang positif masing-masing anggota sekolah akan terdorong berbagi dan bekerjasama. Keadaan seperti itu akan membuat masing-masing pihak mau belajar, berbagi pengetahuan, menimba pengalaman dengan satu sama lain. Untuk membuat iklim sekolah yang positif tidak terjadi begitu saja, diperlukan adanya intervensi sekolah melalui pemberian pengalaman-pengalaman tertentu kepada warga sekolah, utamanya siswa dan guru.[15]

4.        YANG BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP MUTU PENDIDIKAN DAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN SEBAGAI LANDASANNYA.
Yang bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan yaitu, sebagai berikut:
A.       Kepala sekolah
Kepala sekolah adalah guru yang diberikan tugas tambahan untuk memimpin suatu proses pendididikan/sekolah, yang diselenggarakan dengan adanya proses belajar-mengajar antara murid dan guru. Tugah utama kepala sekolah sebagai pemimpin adalah mengatur situasi, mengendalikan kegiatan kelompok, organisasi atau lembaga, dan menjadi juru bicara kelompok. Dalam melaksanakan masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah dituntut untuk berperan ganda.
Kepala sekolah merupakan karir tertinggi dari seorang guru. Penunjukkan dan pengangkatan kepala sekolah harus bahkan wajib memenuhi persyaratan yang sangat banyak. Persyaratan yang baku tersebut diantaranya pernah menjadi salah satu pembina, wakil kepala sekolah, menguasai berbagai manajemen sekolah, mampu memimpin, berwibawa, adil, mampu melaksanakan tugas-tugas dalam kepemimpinan, mampu mewujudkan visi dan misi sekolah.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada sebuah sekolah, semua peran serta stakeholder baik pemerintah, masyarakat maupun guru harus bahu membahu. Disamping itu, peran tenaga kependidikan haruslah menjadi tulang punggung utama. Suatu institusi pendidikan yang dikatakan bermutu dapat dilihat dari prosentase kelulusan yang tinggi, banyaknya lulusan yang diterima diperguruan tinggi, sekolah yang aman, nyaman, dan kondusif, tenaga pendidik yang berkualitas dan banyak indikator-indikator lainnya.[16]
Kepala sekolah adalah seorang pemimpin, pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu memengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu tujuan. Allah Swt berfirman:
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ  
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Ayat di atas mempunyai maksud bahwa hai Muhammad, ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat dan ceritakanlah ini kepada kaummu, Allah Swt akan menjadikan manusia sebagai khalifah yaitu penghuni dan pembangunannya di muka bumi ini. Dan manusia sebagiannya menggatikan sebagian yang lain, silih berganti, abad demi abad, dan generasi demi generasi untuk mengatur bumi.
Para malaikat menanyakan kepada Allah Swt dengan ilmu yang diperolehnya juga dari Allah tentang asal ciptaan manusia, bahwa di antara jenis makhluk ini ada orang-orang yang melakukan persengketaan, suka mengalirkan darah dan juga mereka nantinya akan memutuskan gukum terhadap apa yang terjadi di kalangan mereka menyangkut perkara-perkara penganiayaan dan melarang mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan serta dosa-dosa. Para malaikat menanyakan kepada Allah Swt tetang hal kedepan tersebut dikarenakan malaikat diberikan ilmu sedikit oleh Allah Swt tentang asal muasal ciptaan manusia tersebut.[17]

B.        Guru
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Dalam dunia pendidikan, sebutan guru dikenal sebagai pendidik dalam jabatan. Pendidik jabatan yang dikenal banyak orang adalah guru, sehingga banyak pihak menidentikkan pendidik dengan ruru. Sebenarnya banyak spesialisasi pendidik baik dalam arti teoritisi maupun praktisi yang pendidik tapi buakan guru.[18]
Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagaian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Agama Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan (guru/ulama), sehingga hanya mereka sajalah yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup. Firman Allah Swt:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.[19]


DAFTAR PUSTAKA

Arini T. Soemohadiwidjojo. Panduan Praktis Menyusun KPI. Jakartaa: Penebar Swadaya. 2015.
Jerry H. Makawimbang. Kepemimpinan Pendidikan yang Bermutu. Bandung: Alfabeta. 2012.
Laela Fitriana, “Strategi Benchmarking dalam Meningkatkan Kinerja di Lembaga Pendidikan Islam”, 2016, hal: 02-03. Diakses pada tanggal 12 Desember  2017, 18-12 WIB.
Lia Yuliana, “Manajemen Sekolah untuk Mencapai Sekolah Unggul yang Menyenangkan”, vol.1,  No.2, Agustus 2016, hal: 205-207. Diakses pada tanggal 12 Desember  2017, 19-18 WIB.
Maisyarah, Nasir Usman, Niswanto, “Evektifitas Pelaksanaan Tugas Pengawasan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan pada Sekolah Dasar lingkungan UPTD Suku I Disdikpora kota Banda Aceh”, April 2017, hal: 155. Diakses pada tanggal 13 Desember  2017, 09-15 WIB.
Mohammad Kosim, “Guru dalam Perspektif Islam”, vol.03,  No.1, 2008, hal: 46. Diakses pada tanggal 15 Desember  2017, 12-02 WIB.
Novianty Djafri. Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah. Yogyakarta: Deepublish. 2016.
Prim Masrokan Mutohar. Manajemen Mutu Sekolah: Strategi Peningkatan Mutu dan Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2013.
R. Wasisto Ruswidiono,“Peningkatan Mutu dan Benchmarking Perguruan Tinggi”, vol. 1, September 2014, hal: 08-09. Diakses pada tanggal 11 Desember  2017, 19-11 WIB.
Rahmania Utari, Priadi Surya, Tina Rahmawati, “Pembentukan Iklim Sekolah dalam Perpektif Learning Commutity”, vol.24,  No.1, Maret 2013, hal: 21-22. Diakses pada tanggal 12 Desember  2017, 20-37 WIB.
Rusman. Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. 2017.
Siti Patimah. Manajemen Kepemimpinan Islam. Bandung: Alfabeta. 2015.
Sudirman Anwar. Manajemen Of Student Development (Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah). Riau: Yayasan Indragiri. 2015.
Suyanto,  Asep Jihad. Menjadi Guru Profesiona. Jakarta: Esensi Erlangga Group. 2015.
Tjutju Yuniarsih, Suwanto. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Alfabeta. 2011.
Zakiah Daradjat. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2014.














[1] R. Wasisto Ruswidiono,“Peningkatan Mutu dan Benchmarking Perguruan Tinggi”, vol. 2, September 2014, hal: 08-09. Diakses pada tanggal 11 Desember  2017, 19-11 WIB.
[2] Tjutju Yuniarsih dan Suwanto, “Manajemen Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi dan Isu Penelitian”, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 48.
[3] Prim Masrokan Mutohar, Manajemen Mutu Sekolah: Strategi Penigkatan Mutu dan Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 237.
[4] Arini T. Soemohadiwidjojo, “Panduan Praktis Menyusun KPI”, (Jakarta: Penebar Swadaya, 2015) h. 124-125.
[5] R. Wasisto Ruswidiono, “Peningkatan Mutu dan Benchmarking Perguruan Tinggi”, vol.1, September 2014, hal: 08-09. Diakses pada tanggal 11 Desember  2017, 19-11 WIB.
[6] Laela Fitriana, “Strategi Benchmarking dalam Meningkatkan Kinerja di Lembaga Pendidikan Islam”, 2016, hal: 02-03. Diakses pada tanggal 12 Desember  2017, 18-12 WIB.
[7]Lia Yuliana, “Manajemen Sekolah untuk Mencapai Sekolah Unggul yang Menyenangkan”, vol.1,  No.2, Agustus 2016, hal: 205-207. Diakses pada tanggal 12 Desember  2017, 19-18 WIB.
[8] Novianty Djafri, “Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah”, (Yogyakarta: Deepublish, 2016), h. 03.
[9] Siti Patimah, “Manajemen Kepemimpinan Islam”, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 135-138.
[10]Jerry H. Makawimbang, “ Kepemimpinan Pendidikan yang Bermutu”, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 93-94.
[11] Maisyarah, Nasir Usman, Niswanto, “Evektifitas Pelaksanaan Tugas Pengawasan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan pada Sekolah Dasar lingkungan UPTD Suku I Disdikpora kota Banda Aceh”, April 2017, hal: 155. Diakses pada tanggal 13 Desember  2017, 09-15 WIB.
[12] Sudirman Anwar, “Manajemen Of Student Development (Perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah)”, (Riau: Yayasan Indragiri, 2015) h. 15-18.
[13]Suyanto dan Asep Jihad, “Menjadi Guru Profesional”, (Jakarta: Esensi Erlangga Group, 2015) h. 05-06.
[14] Rusman, “Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, (Jakarta: Kencana, 2017) h. 01-03.
[15] Rahmania Utari, Priadi Surya, Tina Rahmawati, “Pembentukan Iklim Sekolah dalam Perpektif Learning Commutity”, vol.24,  No.1, Maret 2013, hal: 21-22. Diakses pada tanggal 12 Desember  2017, 20-37 WIB.
[16] Siti Patimah, “Manajemen Kepemimpinan Islam”, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 135.
[17] Ibid,h. 13-14.
[18] Mohammad Kosim, “Guru dalam Perspektif Islam”, vol.03,  No.1, 2008, hal: 46. Diakses pada tanggal 15 Desember  2017, 12-02 WIB.
[19] Zakiah Daradjat, “Ilmu Pendidikan Islam”, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), h. 39-40.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar