KATA
PENGANTAR
Alhamdullillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas individu untuk makalah Ekonomi Makro Islam, dengan judul: “Kebijakan Moneter Dalam Sistem Ekonomi Islam’’
Dalam penyusunannya saya, menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, karena itu saya mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: kedua orang tua, dosen serta
teman-teman yang tulus memberikan doa, saran, kritik, dukungan kasih sayang
yang besar sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya karena
pengetahuan yang saya miliki masih terbatas. Oleh karena itu, saya berharap
masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya,saya
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua
khususnya pembaca.
Bandar Lampung, November 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Kebijakan Moneter (Monetary Policy) 3
B.
Instrument Kebijkan
Moneter 4
C.
Manajemen
Moneter Konvensional dan Islam 7
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 9
Daftar
Pustaka
“MAKALAH KEBIJAKAN
MONETER DALAM SISTEM
EKONOMI ISLAM’’
Tugas
ini diselesaikan untuk memenuhi dari mata kuliah :
“Ekonomi
Makro Islam”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Agama Islam
memiliki paradigma yang khas tentang kepemilikan harta. Harta pada hakikatnya
adalah milik Allah (24:33). Harta yang dipunyai manusia sesungguhnya merupakan
pemberian dari Allah yang dikusakan kepadanya (57:7). Harta yang dimiliki
sebagai amanah dari Allah adalah harta yang diperoleh, didistribusikan, dan
dimanfatkan untuk tujuan-tujuan yang dibenarkan syari’ah. Untuk menjamin tujuan
mulia itu, Allah dan Rasulnya, memberikan prinsip-prinsip yang harus dijadikan
pegangan bagi umat manusia agar tidak terjatuh kepada hal-hal yang bertentangan
dengan tujuan syara’ yang pada gilirannya akan menyebabkan kerugian bagi
manusia di dunia dan di akhirat.
Oleh karena
itu, secara makro, aturan-aturan syariah dalam bidang ekonomi bertujuan untuk
mewujudkan sebesar-besar kesejahteraan manusia sebagai manusia, dan sebagai
manusia yang hidup di dalam masyarakat. Islam tidak memisahkan antara apa yang
wajib bagi masyarakat dengan upaya mewujudkan kesejahteraan manusia, tapi
menjadikannya dua hal yang berhubungan. Islam memperhatikan kepentingan
individu dan masyarakat secara bersamaan. Ketika Islam mengatur masalah
masyarakat, ia memperhatikan kepentingan individu, demikian sebaliknya ketika
mengatur kepentingan individu, kepentingan masyarakat tidak diabaikan.
Penekanan Islam
terhadap kepentingan individu, masyarakat, dan hubungan keduanya secara dinamis
tersebut sangat paradok dengan sistem ekonomi dunia dewasa ini yang lebih
menekankan kepada dogma individualis, yang melahirkan sistem ekonomi kapitalis
atau paradigma sosialis yang melahirkan sistem ekonomi kapitalis. Kasus dalam
hal aturan-aturan ekonomi Islam dalam konteks makro, para pakar (ulama) hokum
Islam telah menjelaskan prinsip-prinsip pengaturan ekonomi secara komunal, baik
dalam bentuk kelompok masyarakat, negara, bahkan dunia.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebijakan
moneter (monetary policy) dalam ekonomi Islam?
2. Bagaimana kebijakan
moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrument kebijkan moneter?
3.
Bagaimana manajemen moneter konvensional dan ekonomi Islam
C.
Tujuan Penulisan
1. Dapat memahami kebijakan
moneter (monetary policy) dalam ekonomi Islam?
2. Dapat memahami kebijakan moneter dapat dilakukan dengan
menjalankan instrument kebijkan moneter?
3. Dapat memahami manajemen moneter konvensional dan ekonomi Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan
Moneter (Monetary Policy)
Sebelum masuk
ke dalam kajian kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, perlu ditekankan bahwa Islam melarang praktek riba.
Sepanjang sejarah umat Islam, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa telah
terjadi konsensus (ijmak) di antara
semua mazhab bahwa riba yang dilarang itu mencakup bunga (interest) dalam segala bentuknya. Riba mencakup bunga dalam seluruh
manifestasinya; tidak peduli apakah berhubungan dengan pinjaman tersebut
bersifat pribadi atau jenis pinjaman komersial; apakah peminjam itu pemerintah,
pribadi atau perusahaan; dan apakah suku bunganya tinggi atau rendah.[1]
Moneter berasal
dari bahasa latin, moneta, yang
berarti hal-hal yang berkaitan dengan uang atau mekanisme bagaimana uang
disediakan dan beredar dalam kegitan ekonomi.[2]
Kebijakan moneter (monetary policy)
adalah suatu usaha dalam mengendlikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan
sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan
inflasi.
Untuk mencapai
tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter[3]
berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang
agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran
dalam pasokan/distibusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan
instrument sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi di
pasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi Bank-bank untuk meminjam
uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan
jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan
menjadi du yaitu:
1. Kebijakan moneter ekspansif/monetary ekspansive policy, yaitu suatu
kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan moneter kontraktif/monetary contractive policy, yaitu suatu kebijakan dalam rangka mengurangi
jumlah uang yang beredar. Kebijakan
ini disebut juga kebijakan uang ketat (tight
money policy).
B. Instrument
Kebijkan Moneter
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan
menjalankan instrument kebijkan moneter, yaitu antara lain:
1.
Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar
terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli
surat berharga pemerintah (government
securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan
membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar
berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada
masyarakat.
2.
Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas
diskonto adalah pengturan jumlah uang yang beredar dengan mengtur tingkat bunga
bank sentral pada bank umum.Bank umum terkadang menglami kekurangan uang
sehingga harus meminjam ke bank sentral.Untuk membuat jumlah uang bertambah,
pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan
tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3.
Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement
Ratio)
Rasio cadangan
wajib adalah mngtur jumlah uang yang beredar dengan mengatur jumlah dana
cadangan perbankkan yang harus dsimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah
uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib.Untuk menurunkan jumlah uang
beredar, pemerintah menaiikan rasio.
4.
Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbuan moral
adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jlan memberi
imbaun kepada pelaku ekonomi.Misalnya himbauan kepada perbankkan pemberi kredit
untuk berhti-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang
beredar pada perekonomian.
Dalam sistem
perekonomian Islam, absensi bunga menempatkan sektor barang dan jasa (real sector) sebagai puncak aktifitas
ekonomi. Semua atifitas ekonomi, konsumsi, investasi, perdagangan internasional
atau belanja pemerintah semua akan terekam dan tergambarkan dalam sektor riil.
Oleh sebab itu, moneter dalam Islam dapat didefinisikan sebagai segala
aktifitas yang berkaitan dengan uang atau asset likuid yang dilakukan dalam
rangka menopang aktifitas rill ( baik aktifitas di sisi demand maupun supply).
Instrument
moneter Islam adalah intrumen-instrumen semacam sertifikat investasi, misalnya
yang sangat popular adalah sukuk.[4]
Di iran misalnya, sertifikat investasi itu diberi nama Musharakah certificates.
Selain itu, untuk menggantikan peran interest rate dalam operasi terbuka, dapat
digunakan instrument profit rate.[5]
Pemerintah sebagai otoritas berkewajiban memberikan sebanyak mungkin pilihan
kepada warga negara pemilik asset bagaimana mereka terlibat dalam ekonomi
dengan asset-aset mereka, khususnya asset likuid mereka. Bentuk pilihan
instrument itu dapat berupa berbagai macam jenis sukuk.
Menurut Chapra[6]
mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan syari’ah Islam harus mencakup
enam elemen yaitu:
1. Statutory
Reserve Requirement. Bank-bank komersil diharuskan memiliki
cadangan wajib dalam jumlah tertentu
di bank sentral. Statutory reserve
requirements membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus
membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank. Sebaliknya, bank sentral
harus mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memobilisasi dana yang dikeluarkan
oleh bank-bank komersial ini.
2. Credit
Ceillings (pembataasan
kredit). Kebijakan menetapkan batas kredit yang boleh dilakukan oleh bank-bank komersil untuk memberikan jaminan bahwa
penciptaan kredit
sesuai dengan
target moneter dan menciptakan kompetisi yang sehat antar bank komersial.
3.
Government
Depoisit.
Kebijakan dalam mengalihkan government
demand deposits ke atau dari bank
komersial, yang secara langsung akan memengaruhi cadangan mereka.
4.
Common Pool. Kebijakan
satu pintu yang memungkinkan bank-bank komersial mengatasi masalah likiuiditas di bank sentral.
5. Target pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun bank
sentral harus menentukan pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran
ekonomi nasional. Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high
powered money: uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank
sentral harus mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk
pemerintah, bank komersial dan lembaga keuangan sesuai proporsi yang ditentukan
berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian Islam. Mo
disediakan untuk bank-bank komersial terutama dalam bentuk mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrument
kualitatif dan kuantitaatif untuk mengendalikan kredit.
6.
Publik Shre Of
Demand Deposit (uang giral). Dalam jumlah tertentu demand deposit bank-bank komersial (maksimum
25%) harus diserahkan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial
yang menguntungkan.
7.
Alokasi kredit berdasarkan nilai. Realisasi
kredit harus meningkatkan ksejahteraan masyarakat. Alokasi kredit mengarah pada
optimisasi produksi dan distribusi barang dan jasa yang diperlukan oleh
sebagian besar masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari pemberian kredit juga
diperuntukan bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu perlu adanya jaminan kredit
yang disepakati oleh pemerintah dan bank-bank komersial untuk mengurangi resiko
dan biaya yang harus ditanggung bank.[7]
C. Manajemen Moneter Konvensional dan Islam
1. Manajemen Moneter Konvensional
Adanya ketidak teraturan dan
hubungan antara variabel dalam perekonomian seringkali menjadikan kita sulit
untuk mengidentifikasi alur suatu kebijakan meneter mencapai tujuannya.
Sehingga banyak pihak masih melihat bahwa mekanisme moneter seperti halnya black box. Dengan demikian, perlu
kiranya kita sedikit mengurangi dan memahami proses yang terjadi di dalamnya.
Pada dasarnya, ada dua paradikma dalam memahami mekanisme transmisi moneter,
yakni apa yang disebut dengan paradikma uang pasif dan paradika uang aktif.
Perbedaan antar dua paradikma ini terletak dari penggunaan sasaran operasional
yang digunakan dalam mekanisme moneternya.[8]
a. Uang pasif
Paradikma uang pasif percaya bahwa kesenjangan output merupakan kausal
utama dalam mekanisme transmisi. Dalam paradikma ini suku bunga jangka pendek
dan nilai tukar dijadikan sebagai sasaran antar (intermediate objective) yang pada gilirannya akan memengaruhi
perkembangan besaran permintaan, kesenjangan output dan ekspektasi inflasi.
Dalam paradikma uang pasif ini uang dinyatakan sebagai variabel endogen yang
mana otoritas moneter tidak mempunyai kemampuan secara penuh untuk mengatur
jumlah uang beredar.
Asumsi yang digunakan dalam paradigma endogeneous konvensional ini adalah:
1)
Jumlah uang beredar adalah
dependent terhadap suku bunga, uang adalah variabel endogen.
2)
Instrumen meneter yang dijadikan
sasaran operasional bank sentral bukanlah jumlah uang beredar melainkan suku
bunga.
Sasaran pokok yang ingin dicapai
oleh paradigma ini adalah tercapainya target inflasi yang telah ditetapkan
sebelumnya (price targeting) dengan
menggunakan sasaran suku bunga jangka pendek sebagai instrumen moneternya.[9]
Instrumen moneter (suku bunga)
suku bunga jangka pendek dan nilai tukar agregat demand, kesenjangan output dan
ekspektasi inflasi inflasi.
b. Uang Aktif
Paradikma uang aktif percaya
bahwa likuiditas merupakan klausa utama dalam mekanisme tranmisi moneter. Dalam
paradikma ini suku bunga di anggap sebagai resultante biasa yang terjadi dalam
mekanisme tranmisi moneter.
Paradikma uang aktif dalam teori
konvensional menganggap bahwa uang sebagai variable exogen yang bentuk kurva
penawaran bersifat inelastik sempurna. Sasaran pokok yang ingim dicapai dengan
kebijakan paradigma ini adalah terkendalinya tingkat inflasi dengan menggunakan
besaran moneter (jumlah uang beredar)sebagai sasaran operasional.
Instrumen moneter (besaran jumlah
uang beredar) target operasional
target antara inflasi
2. Manajemen Moneter Islam
Dasar pemikiran dari manajemen
moneter dalam konsep Islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang dan
mengarahkan permintaan uang tersebut kepada tujuan yang penting dan produktif.
Sehingga, setiap instrumen yang akan mengarahkan kepada instabilitas dan
pengalokasian sumber data yang tidak produktif akan ditinggalkan. Dalam teori
Keynes telah dikenal bahwa adanya permintaan spekulatif akan uang pada dasarnya
dipengaruhi oleh keberadaan suku bunga (the
teory of liquidity preference). Pergerakan
suku bunga merupakan refleksi pergerakan permintaan uang secara sppekulatif.
Semakin tinggi permintaan uang untuk spekulatif, maka semakin rendah tingkat
bunga yang berlaku di pasar. Begitu juga sebaliknya, apabila permintaan uang
spekulatif menurun, maka tingkat suku bunga akan relatif meningkat. Penghapusan
suku bunga dan adanya kewajiban pembayaran pajak atas biaya produktif yang
menganggur dalam manajemen moneter Islam
akan menghilangkan insentif orang untuk memegang uang yang menganggur (idle fund) sehingga mendorong orang
untuk melakukan :
a.
Qard ( meminjamkan uang kepada
orang lain)
b.
Penjualan muajjal
Para pemilik
dana akan menginvestasikan dananya pada kegiatan yang memberikan keuntungan
aktual terbesar (actual return), jadi
semakin tinggi permintaan uang untuk investasi di sektor riil atau kebutuhan
akan persediaan dana untuk investasi semakin besar, maka tingkat keuntungan
harapan yang akan diberikan akan relatif menurun. Karena besar nya tingkat actual return ini tidak berflukstuasi
seperti halnya suku bunga maka akan menjadikan permintaan uang akan lebih
stabil. Penggunaan bunga sebagai opportunity
cost tidak memberikan jaminan terhadap penggunaan dana yang tersedia.[11]
Dalam kata
lain, tidak ada mekanisme kontrol dari suku bunga dalam mengalokasikan untuk
apa dana pinjaman tersebut digunakan. Di satu sisi, bunga merupakan biaya modal
(cost of capital) yang sudah pasti
harus dibayar di masa yang akan datang, peristiwa ini menjadikan para peminjam
dana berusaha untuk mendapatkan nilai tambah dana tersebut guna menutupi biaya
bunga. Jika tidak ada mekanisme kontrol disertai dengan rentannya fluktuasi
suku bunga, maka memungkinkan dana akan dialokasikan untuk usaha-usaha yang
tidak bersinggungan dengan sektor riil, karena dasar pengambilan keputusan
mereka bukanlah nilai tambah di sektor riil, akan tetapi nilai tambah akan uang
yang bisa didapatkan dari dunia maya dan bukannya sektor riil. Perilaku ini
akan mengurangi sumber dana pinjaman diinvestasikan di sektor riil.
Dalam strategi
manajemen moneter Islam, ketika ada penurunan actual return dari investasi sektor riil (kondisi ekonomi sedang
lesu), maka hal ini akan direspon oleh para pemegang dana untuk mengurangi
investasinya dan cenderung lebih senang memegang uang kas riil. Dan apabila itu
terjadi, kebijakan yang akan ditempuh pemerintah adalah meningkatkan biaya atas
aset atau dana yang tidak digunakan (dues
of idle fund). Kebijakan ini akan memposisikan pemilik dana menanggung
sejumlah biaya dari pengangguran uang. Akibatnya mereka akan menginvestasikan
uangnya dan menurunkan permintaan uang kas riil.
1) Tidak adanya suku bunga sebagai
biaya dari modal (cost of capittal)
dan dikenakannya pajak bagi aset produktif yang dibiarkan menganggur atau tidak
digunakan (dues on idle fund), hal
ini bertujuan untuk mendorong pemilik modal untuk menginvestasikan sejumlah
kekayaannya pada sektor riil yang produktif.
2) Adanya mekanisme sistem bagi
hasiil dalam transaksi syirkah akan
memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk secara bersama-sama ikut
serta dalam kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya terjadi pemerataan
kesempatan kerja dan distribusi pendapatan dapat tercapai. Pemerataan
pendapatan akan terealisasikan ketika kesempatan berusaha dapat dimiliki oleh
semua orang.
3) Terciptanya kepastian berusaha
yang didukung dengan tidak adanya suku bunga yang ditentukan di muka dalam
transaksi pinjam-meminjam. Sedangkan satu-satunya perhitungan biaya dana
pinjaman yang ditentukan di muka adalah perhitungan resiko bagi hasil (profit sharing ratio), sedangkan
besarnya bagi keuntungan yang harus ditanggung oleh peminjam dana adalah
besarnya nisbah bagi hasil dikalikan dengan keuntungan aktual yang didapat.
1) Bahwa penawaran uang (Ms)
mengikuti besarnya permintaan uang (Md), atau dengan kata lain keseimbangan Ms
= Md selalu terjaga. Sedangkan Md merupakan fungsi dari Permintaan Agregatif
(AD). Dengan kata lain, Ms juga merupakan fungsi dari Permintaan Agregatif
(AD).
2) Bahwa penentuan besarnya Ms yang
merupakan refleksi dari Md ditentukan melalui shuratic process (proses musyawarah) yang melibatkan para pelaku
ekonomi di sektor riil.
3) Shuratic process akan efektif bila masyarakat
mempunyai pengetahuan merata (induced
knowledge).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan materi diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kebijakan Moneter yaitu peraturan
dan ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter (bank sentral) untuk
mengendalikan jumlah uang beredar.
2. Tujuan kebijakan moneter
adalah menjaga kestabilan ekonomi yang ditandai dengan gairah dunia usaha dan
meningkatnya kesempatan kerja.
3. untuk menerapkan semua jenis
kebijakan moneter alat utama yang digunakan adalah memodifikasi jumlah uang
primer yang beredar. Otoritas moneter melakukan hal ini dengan membeli atau
menjual aset keuangan (biasanya kewajiban pemerintah). Ini operasi pasar
terbuka berubah baik jumlah uang atau likuiditas (jika bentuk cair kurang dari
uang yang dibeli atau dijual).
4. Kebijakan moneter hanya digunakan
sebagai kebijakan ekonomi untuk mencapai stabilitas ekonomi jangka pendek.
5. Dalam paradikma ini suku bunga
jangka pendek dan nilai tukar dijadikan sebagai sasaran antar (intermediate objective) yang pada
gilirannya akan memengaruhi perkembangan besaran permintaan, kesenjangan output
dan ekspektasi inflasi.
6. Paradikma uang aktif dalam teori
konvensional menganggap bahwa uang sebagai variable exogen yang bentuk kurva
penawaran bersifat inelastik sempurna.
7. Dasar pemikiran dari manajemen
moneter dalam konsep Islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang dan
mengarahkan permintaan uang tersebut kepada tujuan yang penting dan produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman. 2007. Ekonomi Makro Islam. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Nur Rianto Al Arif. 2010. Teori Makroekonomi Islam;Konsep, Teori, dan
Analisis. Bandung : Alfabeta.
Nurul Huda. 2009. EKonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis. Jakarta:
Kencana.
Warjiyo, Perry. 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta
: PusatPendidikan dan Studi Kebanksentralan(PPSK).
http://kebijakanmoneter.blogspot.co.id/2015/12/pengertian-fungsi-dan-jenis-kebijakan.html
http://nungkyaprilia.blogspot.co.id/2015/06/makalah-kebijakan-moneter.html
http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-jenis-tujuan-moneter-macam-macam.html
[1] M. Umer Chapra, The Future Of Economics; An Islamic Perspective, ( Jakarta: Shari’ah
Economics and Banking
institute, 2001), terj. Amdiar Amir et.all., h.264-265
[3] Otoritas moneter adalah suatu entitas yang
memiliki wewenang untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar pada suatu
Negara dan memliki hak untuk menetapkann sukuu bunga dan parameter lainnya yang
menentuukan biaya dan persediaan uang.Uumumnya otoritas moneter adalah bank
sentral. Ada berbagai jenis otoritas moneter lainya, seperti dibentuiknya satu
bank sentral untuk beberapa negara, tgerdapatnya suatu dewan yang mengontrol
jumlah uang yang beredar terhadap mata uang lain, dan juga diperolehnya
beberapa pihak untuk mencetak uang kertas ataupun uang logam.
[4] Sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat
atau bukti kepemilikan bernialai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak
terpisahkan atau terbagi atas: 1) Kepemilikan aset wujud tertentu;2) nilai
manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atas aktivitas investasi tertentu
dan lain sebagainya, lihat. Kepurtusan ketua badan pengawas pasar modal dan
lembaga keuangan nomor:KEP-130/BL/2006 tentang penerbit efek syariah tertanggal
23 November 2006.
[5] Tugas bank sentreal adalah menentukan dan
menetapkan profit rate untuk kontrak fixed rate atau expected profit
rate untuk kontrak musharakah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi
dan mengontrol deposit perbankan. Hasan Kiece, Menetary policy in Islamic economic framework case of Islamic republic of iran, iran:Imam sadiq university,h. 9-10
[6] Lihat,M. Umer Chapra, Menetary Management in an Islamic Economic, dalam Jurnal Islamic
Economic Studies Vol. 4, No. 1 Desember 1996, h.20-27
[10] Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam; Konsep, Teori, dan
Analisis, (Bandung : Alfabeta, 2010), Hal. 188.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar