Sabtu, 02 Desember 2017

“ MAKALAH KEBIJAKAN MONETER DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM’’ Tugas ini diselesaikan untuk memenuhi dari mata kuliah : “Ekonomi Makro Islam”

KATA PENGANTAR

Alhamdullillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas individu untuk makalah Ekonomi Makro Islam, dengan judul: “Kebijakan Moneter Dalam Sistem Ekonomi Islam’’
Dalam penyusunannya saya, menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, karena itu saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: kedua orang tua, dosen serta teman-teman yang tulus memberikan doa, saran, kritik, dukungan kasih sayang yang besar sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya karena pengetahuan yang saya miliki masih terbatas. Oleh karena itu, saya berharap masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya,saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua khususnya pembaca.

Bandar Lampung,    November 2017

Penulis



DAFTAR ISI

Halaman Juduli
Kata Pengantarii
Daftar Isiiii

BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang1
B.  Rumusan Masalah1
C.  Tujuan Masalah1

BAB II PEMBAHASAN
A.    Kebijakan Moneter (Monetary Policy)3
B.     Instrument Kebijkan Moneter4
C.     Manajemen Moneter Konvensional dan Islam7

BAB III PENUTUP
Kesimpulan9

Daftar Pustaka



“MAKALAH KEBIJAKAN MONETER DALAM SISTEM
 EKONOMI ISLAM’’

Tugas ini diselesaikan untuk memenuhi dari mata kuliah :
“Ekonomi Makro Islam”


  

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam memiliki paradigma yang khas tentang kepemilikan harta. Harta pada hakikatnya adalah milik Allah (24:33). Harta yang dipunyai manusia sesungguhnya merupakan pemberian dari Allah yang dikusakan kepadanya (57:7). Harta yang dimiliki sebagai amanah dari Allah adalah harta yang diperoleh, didistribusikan, dan dimanfatkan untuk tujuan-tujuan yang dibenarkan syari’ah. Untuk menjamin tujuan mulia itu, Allah dan Rasulnya, memberikan prinsip-prinsip yang harus dijadikan pegangan bagi umat manusia agar tidak terjatuh kepada hal-hal yang bertentangan dengan tujuan syara’ yang pada gilirannya akan menyebabkan kerugian bagi manusia di dunia dan di akhirat.
Oleh karena itu, secara makro, aturan-aturan syariah dalam bidang ekonomi bertujuan untuk mewujudkan sebesar-besar kesejahteraan manusia sebagai manusia, dan sebagai manusia yang hidup di dalam masyarakat. Islam tidak memisahkan antara apa yang wajib bagi masyarakat dengan upaya mewujudkan kesejahteraan manusia, tapi menjadikannya dua hal yang berhubungan. Islam memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat secara bersamaan. Ketika Islam mengatur masalah masyarakat, ia memperhatikan kepentingan individu, demikian sebaliknya ketika mengatur kepentingan individu, kepentingan masyarakat tidak diabaikan.
Penekanan Islam terhadap kepentingan individu, masyarakat, dan hubungan keduanya secara dinamis tersebut sangat paradok dengan sistem ekonomi dunia dewasa ini yang lebih menekankan kepada dogma individualis, yang melahirkan sistem ekonomi kapitalis atau paradigma sosialis yang melahirkan sistem ekonomi kapitalis. Kasus dalam hal aturan-aturan ekonomi Islam dalam konteks makro, para pakar (ulama) hokum Islam telah menjelaskan prinsip-prinsip pengaturan ekonomi secara komunal, baik dalam bentuk kelompok masyarakat, negara, bahkan dunia.

B. Rumusan Masalah
1.       Bagaimana kebijakan moneter (monetary policy) dalam ekonomi Islam?
2.   Bagaimana kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrument kebijkan moneter?
3.        Bagaimana manajemen moneter konvensional dan ekonomi Islam

C. Tujuan Penulisan
1.      Dapat memahami kebijakan moneter (monetary policy) dalam ekonomi Islam?
2.  Dapat memahami  kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrument kebijkan moneter?
3.       Dapat memahami  manajemen moneter konvensional dan ekonomi Islam

  

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebijakan Moneter (Monetary Policy)
Sebelum masuk ke dalam kajian kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, perlu ditekankan bahwa Islam melarang praktek riba. Sepanjang sejarah umat Islam, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa telah terjadi konsensus (ijmak) di antara semua mazhab bahwa riba yang dilarang itu mencakup bunga (interest) dalam segala bentuknya. Riba mencakup bunga dalam seluruh manifestasinya; tidak peduli apakah berhubungan dengan pinjaman tersebut bersifat pribadi atau jenis pinjaman komersial; apakah peminjam itu pemerintah, pribadi atau perusahaan; dan apakah suku bunganya tinggi atau rendah.[1]
Moneter berasal dari bahasa latin, moneta, yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan uang atau mekanisme bagaimana uang disediakan dan beredar dalam kegitan ekonomi.[2] Kebijakan moneter (monetary policy) adalah suatu usaha dalam mengendlikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter[3] berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distibusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan instrument sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi di pasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi Bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi du yaitu:
1.    Kebijakan moneter ekspansif/monetary ekspansive policy, yaitu suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2.     Kebijakan moneter kontraktif/monetary contractive policy, yaitu suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini disebut juga kebijakan uang ketat (tight money policy).

B. Instrument Kebijkan Moneter
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrument kebijkan moneter, yaitu antara lain:
1.   Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat.

2.   Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengturan jumlah uang yang beredar dengan mengtur tingkat bunga bank sentral pada bank umum.Bank umum terkadang menglami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral.Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3.   Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mngtur jumlah uang yang beredar dengan mengatur jumlah dana cadangan perbankkan yang harus dsimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib.Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaiikan rasio.

4.   Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbuan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jlan memberi imbaun kepada pelaku ekonomi.Misalnya himbauan kepada perbankkan pemberi kredit untuk berhti-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar pada perekonomian.

Dalam sistem perekonomian Islam, absensi bunga menempatkan sektor barang dan jasa (real sector) sebagai puncak aktifitas ekonomi. Semua atifitas ekonomi, konsumsi, investasi, perdagangan internasional atau belanja pemerintah semua akan terekam dan tergambarkan dalam sektor riil. Oleh sebab itu, moneter dalam Islam dapat didefinisikan sebagai segala aktifitas yang berkaitan dengan uang atau asset likuid yang dilakukan dalam rangka menopang aktifitas rill ( baik aktifitas di sisi demand maupun supply).
Instrument moneter Islam adalah intrumen-instrumen semacam sertifikat investasi, misalnya yang sangat popular adalah sukuk.[4] Di iran misalnya, sertifikat investasi itu diberi nama Musharakah certificates. Selain itu, untuk menggantikan peran interest rate dalam operasi terbuka, dapat digunakan instrument profit rate.[5] Pemerintah sebagai otoritas berkewajiban memberikan sebanyak mungkin pilihan kepada warga negara pemilik asset bagaimana mereka terlibat dalam ekonomi dengan asset-aset mereka, khususnya asset likuid mereka. Bentuk pilihan instrument itu dapat berupa berbagai macam jenis sukuk.

Menurut Chapra[6] mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan syari’ah Islam harus mencakup enam elemen yaitu:
1. Statutory Reserve Requirement. Bank-bank komersil diharuskan memiliki cadangan wajib dalam jumlah tertentu di bank sentral. Statutory reserve requirements membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank. Sebaliknya, bank sentral harus mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memobilisasi dana yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial ini.
2.  Credit Ceillings (pembataasan kredit). Kebijakan menetapkan batas kredit yang boleh dilakukan oleh bank-bank komersil untuk memberikan jaminan bahwa penciptaan kredit
sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi yang sehat antar bank komersial.
3.   Government Depoisit. Kebijakan dalam mengalihkan government demand deposits ke atau dari bank komersial, yang secara langsung akan memengaruhi cadangan mereka.
4.   Common Pool. Kebijakan satu pintu yang memungkinkan bank-bank komersial mengatasi masalah likiuiditas di bank sentral.
5. Target pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun bank sentral harus menentukan pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional. Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered money: uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral harus mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk pemerintah, bank komersial dan lembaga keuangan sesuai proporsi yang ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian Islam. Mo disediakan untuk bank-bank komersial terutama dalam bentuk mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrument kualitatif dan kuantitaatif untuk mengendalikan kredit.
6.   Publik Shre Of Demand Deposit (uang giral). Dalam jumlah tertentu demand deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan.
7.   Alokasi kredit berdasarkan nilai. Realisasi kredit harus meningkatkan ksejahteraan masyarakat. Alokasi kredit mengarah pada optimisasi produksi dan distribusi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian besar masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari pemberian kredit juga diperuntukan bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu perlu adanya jaminan kredit yang disepakati oleh pemerintah dan bank-bank komersial untuk mengurangi resiko dan biaya yang harus ditanggung bank.[7]

C.   Manajemen Moneter Konvensional dan Islam
1.    Manajemen Moneter Konvensional
Adanya ketidak teraturan dan hubungan antara variabel dalam perekonomian seringkali menjadikan kita sulit untuk mengidentifikasi alur suatu kebijakan meneter mencapai tujuannya. Sehingga banyak pihak masih melihat bahwa mekanisme moneter seperti halnya black box. Dengan demikian, perlu kiranya kita sedikit mengurangi dan memahami proses yang terjadi di dalamnya. Pada dasarnya, ada dua paradikma dalam memahami mekanisme transmisi moneter, yakni apa yang disebut dengan paradikma uang pasif dan paradika uang aktif. Perbedaan antar dua paradikma ini terletak dari penggunaan sasaran operasional yang digunakan dalam mekanisme moneternya.[8]
a.     Uang pasif
Paradikma uang pasif percaya bahwa kesenjangan output merupakan kausal utama dalam mekanisme transmisi. Dalam paradikma ini suku bunga jangka pendek dan nilai tukar dijadikan sebagai sasaran antar (intermediate objective) yang pada gilirannya akan memengaruhi perkembangan besaran permintaan, kesenjangan output dan ekspektasi inflasi. Dalam paradikma uang pasif ini uang dinyatakan sebagai variabel endogen yang mana otoritas moneter tidak mempunyai kemampuan secara penuh untuk mengatur jumlah uang beredar.
Asumsi yang digunakan dalam paradigma endogeneous konvensional ini adalah:
1)        Jumlah uang beredar adalah dependent terhadap suku bunga, uang adalah variabel endogen.
2)        Instrumen meneter yang dijadikan sasaran operasional bank sentral bukanlah jumlah uang beredar melainkan suku bunga.

Sasaran pokok yang ingin dicapai oleh paradigma ini adalah tercapainya target inflasi yang telah ditetapkan sebelumnya (price targeting) dengan menggunakan sasaran suku bunga jangka pendek sebagai instrumen moneternya.[9]
Instrumen moneter (suku bunga) suku bunga jangka pendek dan nilai tukar agregat demand, kesenjangan output dan ekspektasi inflasi inflasi.

b.    Uang Aktif
Paradikma uang aktif percaya bahwa likuiditas merupakan klausa utama dalam mekanisme tranmisi moneter. Dalam paradikma ini suku bunga di anggap sebagai resultante biasa yang terjadi dalam mekanisme tranmisi moneter.
Paradikma uang aktif dalam teori konvensional menganggap bahwa uang sebagai variable exogen yang bentuk kurva penawaran bersifat inelastik sempurna. Sasaran pokok yang ingim dicapai dengan kebijakan paradigma ini adalah terkendalinya tingkat inflasi dengan menggunakan besaran moneter (jumlah uang beredar)sebagai sasaran operasional.
Instrumen moneter (besaran jumlah uang beredar) target operasional      target antara inflasi

2.    Manajemen Moneter Islam
Dasar pemikiran dari manajemen moneter dalam konsep Islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang dan mengarahkan permintaan uang tersebut kepada tujuan yang penting dan produktif. Sehingga, setiap instrumen yang akan mengarahkan kepada instabilitas dan pengalokasian sumber data yang tidak produktif akan ditinggalkan. Dalam teori Keynes telah dikenal bahwa adanya permintaan spekulatif akan uang pada dasarnya dipengaruhi oleh keberadaan suku bunga (the teory  of liquidity preference). Pergerakan suku bunga merupakan refleksi pergerakan permintaan uang secara sppekulatif. Semakin tinggi permintaan uang untuk spekulatif, maka semakin rendah tingkat bunga yang berlaku di pasar. Begitu juga sebaliknya, apabila permintaan uang spekulatif menurun, maka tingkat suku bunga akan relatif meningkat. Penghapusan suku bunga dan adanya kewajiban pembayaran pajak atas biaya produktif yang menganggur dalam manajemen  moneter Islam akan menghilangkan insentif orang untuk memegang uang yang menganggur (idle fund) sehingga mendorong orang untuk melakukan :
a.         Qard ( meminjamkan uang kepada orang lain)
b.        Penjualan muajjal
c.         Mudharabah. [10]

Para pemilik dana akan menginvestasikan dananya pada kegiatan yang memberikan keuntungan aktual terbesar (actual return), jadi semakin tinggi permintaan uang untuk investasi di sektor riil atau kebutuhan akan persediaan dana untuk investasi semakin besar, maka tingkat keuntungan harapan yang akan diberikan akan relatif menurun. Karena besar nya tingkat actual return ini tidak berflukstuasi seperti halnya suku bunga maka akan menjadikan permintaan uang akan lebih stabil. Penggunaan bunga sebagai opportunity cost tidak memberikan jaminan terhadap penggunaan dana yang tersedia.[11]

Dalam kata lain, tidak ada mekanisme kontrol dari suku bunga dalam mengalokasikan untuk apa dana pinjaman tersebut digunakan. Di satu sisi, bunga merupakan biaya modal (cost of capital) yang sudah pasti harus dibayar di masa yang akan datang, peristiwa ini menjadikan para peminjam dana berusaha untuk mendapatkan nilai tambah dana tersebut guna menutupi biaya bunga. Jika tidak ada mekanisme kontrol disertai dengan rentannya fluktuasi suku bunga, maka memungkinkan dana akan dialokasikan untuk usaha-usaha yang tidak bersinggungan dengan sektor riil, karena dasar pengambilan keputusan mereka bukanlah nilai tambah di sektor riil, akan tetapi nilai tambah akan uang yang bisa didapatkan dari dunia maya dan bukannya sektor riil. Perilaku ini akan mengurangi sumber dana pinjaman diinvestasikan di sektor riil.
Dalam strategi manajemen moneter Islam, ketika ada penurunan actual return dari investasi sektor riil (kondisi ekonomi sedang lesu), maka hal ini akan direspon oleh para pemegang dana untuk mengurangi investasinya dan cenderung lebih senang memegang uang kas riil. Dan apabila itu terjadi, kebijakan yang akan ditempuh pemerintah adalah meningkatkan biaya atas aset atau dana yang tidak digunakan (dues of idle fund). Kebijakan ini akan memposisikan pemilik dana menanggung sejumlah biaya dari pengangguran uang. Akibatnya mereka akan menginvestasikan uangnya dan menurunkan permintaan uang kas riil.
Strategi dasar dalam manajemen moneter Islam menurut mazhab kedua (mazhab mainstream )[12] adalah :
1)       Tidak adanya suku bunga sebagai biaya dari modal (cost of capittal) dan dikenakannya pajak bagi aset produktif yang dibiarkan menganggur atau tidak digunakan (dues on idle fund), hal ini bertujuan untuk mendorong pemilik modal untuk menginvestasikan sejumlah kekayaannya pada sektor riil yang produktif.
2)      Adanya mekanisme sistem bagi hasiil dalam transaksi syirkah akan memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk secara bersama-sama ikut serta dalam kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya terjadi pemerataan kesempatan kerja dan distribusi pendapatan dapat tercapai. Pemerataan pendapatan akan terealisasikan ketika kesempatan berusaha dapat dimiliki oleh semua orang.
3)  Terciptanya kepastian berusaha yang didukung dengan tidak adanya suku bunga yang ditentukan di muka dalam transaksi pinjam-meminjam. Sedangkan satu-satunya perhitungan biaya dana pinjaman yang ditentukan di muka adalah perhitungan resiko bagi hasil (profit sharing ratio), sedangkan besarnya bagi keuntungan yang harus ditanggung oleh peminjam dana adalah besarnya nisbah bagi hasil dikalikan dengan keuntungan aktual yang didapat.

Strategi dasar manajemen moneter Islam menurut mazhab ketiga[13], yaitu :
1)    Bahwa penawaran uang (Ms) mengikuti besarnya permintaan uang (Md), atau dengan kata lain keseimbangan Ms = Md selalu terjaga. Sedangkan Md merupakan fungsi dari Permintaan Agregatif (AD). Dengan kata lain, Ms juga merupakan fungsi dari Permintaan Agregatif (AD).
2)      Bahwa penentuan besarnya Ms yang merupakan refleksi dari Md ditentukan melalui shuratic process (proses musyawarah) yang melibatkan para pelaku ekonomi di sektor riil.
3)   Shuratic process akan efektif bila masyarakat mempunyai pengetahuan merata (induced knowledge).

 BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan materi diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1.    Kebijakan Moneter yaitu peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter (bank sentral) untuk mengendalikan jumlah uang beredar.
2.     Tujuan kebijakan moneter adalah menjaga kestabilan ekonomi yang ditandai dengan gairah dunia usaha dan meningkatnya kesempatan kerja.
3.  untuk menerapkan semua jenis kebijakan moneter alat utama yang digunakan adalah memodifikasi jumlah uang primer yang beredar. Otoritas moneter melakukan hal ini dengan membeli atau menjual aset keuangan (biasanya kewajiban pemerintah). Ini operasi pasar terbuka berubah baik jumlah uang atau likuiditas (jika bentuk cair kurang dari uang yang dibeli atau dijual).
4.    Kebijakan moneter hanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi untuk mencapai stabilitas ekonomi jangka pendek.
5.    Dalam paradikma ini suku bunga jangka pendek dan nilai tukar dijadikan sebagai sasaran antar (intermediate objective) yang pada gilirannya akan memengaruhi perkembangan besaran permintaan, kesenjangan output dan ekspektasi inflasi.
6.   Paradikma uang aktif dalam teori konvensional menganggap bahwa uang sebagai variable exogen yang bentuk kurva penawaran bersifat inelastik sempurna.
7.    Dasar pemikiran dari manajemen moneter dalam konsep Islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang dan mengarahkan permintaan uang tersebut kepada tujuan yang penting dan produktif.




DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman. 2007. Ekonomi Makro Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Nur Rianto Al Arif. 2010. Teori Makroekonomi Islam;Konsep, Teori, dan Analisis. Bandung : Alfabeta.
Nurul Huda. 2009. EKonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis. Jakarta: Kencana.
Warjiyo, Perry. 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta : PusatPendidikan dan Studi Kebanksentralan(PPSK).
http://kebijakanmoneter.blogspot.co.id/2015/12/pengertian-fungsi-dan-jenis-kebijakan.html
http://nungkyaprilia.blogspot.co.id/2015/06/makalah-kebijakan-moneter.html
http://www.artikelsiana.com/2015/02/pengertian-jenis-tujuan-moneter-macam-macam.html







[1] M. Umer Chapra, The Future Of Economics; An Islamic Perspective, ( Jakarta: Shari’ah Economics and Banking institute, 2001), terj. Amdiar Amir et.all., h.264-265
[2] http://www.merriam-webster .com/dictionary/monetary.
[3] Otoritas moneter adalah suatu entitas yang memiliki wewenang untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar pada suatu Negara dan memliki hak untuk menetapkann sukuu bunga dan parameter lainnya yang menentuukan biaya dan persediaan uang.Uumumnya otoritas moneter adalah bank sentral. Ada berbagai jenis otoritas moneter lainya, seperti dibentuiknya satu bank sentral untuk beberapa negara, tgerdapatnya suatu dewan yang mengontrol jumlah uang yang beredar terhadap mata uang lain, dan juga diperolehnya beberapa pihak untuk mencetak uang kertas ataupun uang logam.
[4] Sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan bernialai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau terbagi atas: 1) Kepemilikan aset wujud tertentu;2) nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atas aktivitas investasi tertentu dan lain sebagainya, lihat. Kepurtusan ketua badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan nomor:KEP-130/BL/2006 tentang penerbit efek syariah tertanggal 23 November 2006.
[5] Tugas bank sentreal adalah menentukan dan menetapkan profit rate untuk kontrak fixed rate atau expected profit rate untuk kontrak musharakah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi dan mengontrol deposit perbankan. Hasan Kiece, Menetary policy in Islamic economic framework case of Islamic republic of iran, iran:Imam sadiq university,h. 9-10
[6] Lihat,M. Umer Chapra, Menetary Management in an Islamic Economic, dalam Jurnal Islamic Economic Studies Vol. 4, No. 1 Desember 1996, h.20-27
[7] Lihat juga, Zia Ahmed, Islamic Financial Instrument In The Conduct of Monetary Policy, h.6-9
[8] Adiwarman, Ekonomi Makro Islam ,(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007) Hal. 193.
[9] Ibid., Hal. 194.
[10] Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam; Konsep, Teori, dan Analisis, (Bandung : Alfabeta, 2010), Hal. 188.
[11] Ibid., Hal. 189.
[12] Adiwarman, Ekonomi Makro Islam ,(Jakarta: PT RaJagrafindo Persada, 2007) Hal. 197.
[13] Ibid., Hal. 197-198.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar