Minggu, 17 Desember 2017

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Blakang
            Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak hak yang dimiliki ia sejak lahir yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun. Hak asasi merupakan sebuah b entuk anugrah yang diturunkan oleh Tuhan sebagai sesuatu karunia yang paling mendasar dalam hidup manusia yang paling berharga. Hak asasi dilandasi dengan sebuah kebebasan setiap individu dalam menentukan jalan hidupnya , tentunya hak asasi juga tidak lepas dari control bentuk norma norma yang ada. Hak hak ini berisi tentang kesamaan atau keselarasan, tanpa membedakan susku, golongan, keturunan, jabatan, agama, dan lain sebagainya antara setiap manusia yang hakikatnya adalah sama sama makhluk ciptaan Tuhan.
            Terkait dengan hakikat hak asasi manusia maka sangat penting sebagai makhluk ciptaan tuhan harus saling menjaga dan menghormati hak asasi masing- masing individu. Namun pada kenyataannya, kita melihat perkembangan ham di negara ini masih banyak bentuk pelanggaran yang sering kita temui.
B. Rumusa Masalah
1.      Apa pengertian HAM ?
2.      Bagaimana perkembangan HAM di Indonesia?
3.      Apa saja pelanggaran dan pengadilan HAM ?
C. Tujuan Masalah
1.      Menjelaskan  pengertian hak asasi manusia
2.      Menjelskan Perkembangan HAM di Indonesia
3.      Menjelskan pelanggaran dan pengadilan HAM



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    PENGERTIAN HAM
Menurut Teachinghuman Rights yang diiterbitkan oleh Perserikatam Bangsa-Bangsa (PBB), hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak hidup, misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang dapat hidup. Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.
            Senada dengan pengertian di atas adalah pernyataan awal hak asasi manusia (HAM) yang dikemuka adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh tuhan yang maha penciptasebagai sdesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia. HAM adalah hak dasar setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa; bukan pemberian manusia atau lembaga kekuasaan.
            Hak asasi manusia ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut UU ini, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.[1]

B.     Perkembangan Ham di Indonesia
Wacana HAM di Indonesia telah berlangsung sering berdirinya Negara Kesatuan Republic Indonesia (NKRI). Secara garis besar,perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua periode: sebelum kemerdekaan(1908-1945) dan sesudah kemerdekaan.
1.      Periode Sebelum Kemerdekaan(1908-1945)
                        Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat kita jumpai dalam sejarah kemunculan organisasi pergerakan nasional, seperti Boedi Oetomo (1908), Sarekat Islam (1911), Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1920) Perhimpunan Indonesi (1925), dan Partai Nasional Indonesia(1927), lahirnya organisasi pergerakan nasiaonal ini tidak bias dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa kolonial yang melakukan pemerasan hak hak masyarakat terjajah. Puncak perdebatan HAM yang di lontrkan oleh para tokoh pergerakan nasional, seperti Soekarno Agus Salim, Mohammad Natsir, Mohammad Yamin, K.H. Mas Mansur, K.H Wachid Hasyim, dan Mr. Maramis, terjadi dalam siding Badan Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
                        Dalam siding BPUPKI tersebut para tokoh nasional brdebat dan berunding merumuskan dasara dasar, ketatanegaraan dan kelengkapan negara  yang menjamin hak dan kewajiban negara dan warga negara dalam negara yang hendak di proklamirkan.
                        Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi- petisi yang dilakukan kepada pemerintahan kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.[2]
2.      Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 - sekarang )
a)      Periode 1945 – 1950
      Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasisecara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hokum dasar negara ( konstitusi ) Yaitu UUD 45 komitmen terhadap HAM pada perioda awal sebagaiman ditunjuk dalam maklumat pemerintah tanggal 1 November 1945. Langkah selanjutny memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.[3]

b)      Periode 1950 – 1959
      Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode demokrasi parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat membanggakan, krena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan akutualisasi HAM pada periode ini mengalami “pasang” dan menikmati “bulan madu” kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing masing masing. Kedua, kebebasan pers senbagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasanya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukan kinerja dan kelasnya sebagi wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tenan HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.

c)      Periode 1959 – 1966
      Pada periode ini sistem pemerintah yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhadap sistem demokrasi parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasaan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur  politik maupun dalam tataran insfratruktur politik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi  litik.

d)     Periode 1966 – 1998 
      Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untukk menegakan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. SALAH SATU seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM, pembentuka Komisi, dan Pengadilan HAM untukm wilayah Asia. Selanjutnya pada tahun 1968 diadakan seminr Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materi (judicial review) untukm dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanaan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak- hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara.
      Sementar itu, pada seitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindung dan ditegakan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensife dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya rekritif terhadap HAM.
       Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai denhgan nilai – nilai luhur budaya bangasa yang tercermin dalam pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibnadingkan dengan deklarasi Universal HAM.
      Selain itu sikap defensif pemerintahan ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh negara – negara Barat untuk memojokan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutam dikalngan masyarakat yang  . dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat       keakademisi yang concern terhadap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran ham yang terjadi seperti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
       Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintahan dan represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
 ( KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 tahun 1993 tertanggal 7 juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintahan perihal pelaksanaan HAM.

e)      Periode 1998 – sekarang
      Pergantian rezi
m pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada kemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintahan orde baru yang berlawanan dengan kemajuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM. Selajutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidpan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia.
      Hasil dari pengkajian tersebut menunjukan banyak nya norma dan ketentuan hukum khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen internasional dalam bidang HAM.
      Setrategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penetuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. Pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi negara ( Undang – Undang Dasar 1945), ketetapan MPR ( TAP MPR), undang – undang ( UU ), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangan lainya.[4]


C.    PELNGGARAN DAN PENGADILAN HAM
UNSUR lain dalam HAM adalah masalah pelanggaran dan pengadilan HAM. Secara jelas UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM mendefinisikan hal tersebut. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat baik disengaja maupun  tidak disengaja atau kelailaian yang secara hokum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang – undang, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Dengan demikian, pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusian baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnyaterhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan  yuridis dan alasan rasionalyang menjadi pijakannya.
            Pelanggaran ham diklompokan pada dua bentuk , yaitu (1) pelanggran HAM berat; dan (2) pelanggaran HAM ringan. Pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatn kemanusiaan. Adapun, bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat tersebut. [5]
            Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara:
a.       Membunuh anggota klompok.
b.      Mengakibatan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota – anggota klompok
c.       Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan  kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagainya.
d.      Memaksakan tindakkan – tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran didalam kelompok.
e.       Memindahkan secara paksa  anak – anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Adapun kejahatan kemanusian adalah suatu perbuatan yang dilakukan. Dengan serangan yang meluas dan sistematis. Adapun, serangan yang dimaksud ditujukan secara langsung terhadapan penduduk sipil berupa:
a.       Pembunuhan
b.      Pemusnahan
c.       Perbudakan
d.      Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
e.       Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang – wenang yang melanggar ( asas – asas ) ketentuan: pokok hukum internasional.
f.       Penyiksaan
g.      Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan ataun sterilisasi, secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara.
h.      Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang di dasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
i.        Penghilangan orang secara paksa.
j.        Kejahatan apartheid, penindasan dan dominasi suatu kelompok ras atas kelompok ras lain untuk mempertahankan dominasi dan kekuasaanya.[6]
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan baik oleh aparatur negara maupun warga negara. Untuk menjaga pelaksanaan HAM, penindakanterhadap pelanggaran HAM dilakukan melalui proses peralihan HAM melalui tahap – tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada dilingkungan pengadilan umum. [7]
            Sebagai salah satu upaya untuk memenuhi rasa keadilan, maka pengadilan atas pelanggaran HAM kategori berat, seperti genosida, dan kejahatan terhadap kemanusian diberlakukan asas retroaktif. Dengan demikian, pelanggaran HAM kategori berat dapat diadili dengan membentuk pengadiln HAM Ad Hoc. Pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (dpr) dengan keputusan presiden dan berada di lingkungan pengadilan umum.
            Selain pengadilan HAM Ad Hoc, dibentuk juga komisi kebenaran dan rekonsiliasi, (KKR). Komisi ini dibentuk sebagai lembaga ekstrayudisial yang bertugas untuk menegakkan kebenaran untuk mengukap penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM pada masa lampau, melaksanakan rekonsilasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa. [8]
            Pengadilan HAM berkedudukan di daerah tingkat  I (provinsi) dan daerah tingkat II (kabupaten/ kota) yang meliputi daerah hukum pengadilan umum yang bersangkutan. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan  perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia oleh warga negara Indonesia yang berada dan dilakukan di luar batas territorial wilayah Negara Republik Indonesia.
Pengadilan ham tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan seseorng ynga berumur di bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan. Dalam pelaksanaan perdilan HAM, Pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara pengadilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang Undang Pengadilan HAM.
Uapaya mengungkap pelanggaran HAM dapat juga melibatkan peran serta masyarakat umum. Kepedulian warga negara terhadap pelanggaran HAM dapat dilakukan melalui upaya – upaya pengembangan komunitas HAM atau penyelengaraan tribunal ( forum kesaksian untuk mengungkap dan menginvestigasi sebuah kasus secara mendalam ) tentang pelanggaran HAM.[9]

BAB III
PENUTUP

A.          Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi suatu hal yang perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
   HAM setiap Individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam kehidupam bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh kelompok ,individu ,instansi maupun negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melauli hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM

B.           Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dinjak-injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Maududi, Abu A’la. 1998. Hak Asasi Manusia Dalam Islam. Jakarta: YAPI.
Baehr, Peter, et al. 2001. Instrument Internasional Pokok Hak – Hak Asasi Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hiariej, Dr Eddy O.S. 2010. Pengadilan Atas Beberapa Kejahatan Serius Terhadap Hak Asasi Manusia, Jakarta: Erlangga,
Ivan toibi’s, Perkembangan HAM Di Indonesia, http://ivantoibi.Wordpress.com. pada tanggal 13 desember 2017 pukul 14:00
Marjuki, Suparman. 2014.  Politik Hukum Hak Asasi Manusia, Jakarta: Erlangga.
Muzaffar, Chandra. 1993. Pengadilan Atas Beberapa Kejahatan Serius Terhadap HAM, Bandung: mizan anggota IKAPI.
Ubaedillah A, 2015. Pendidikan Kewarga Negaraan, Jakarta: Prenadamedia Group.
Ubaedillah, dan Rozak Abdul. 2015. Pancasila, Demokrasi, HAM, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: Prenada Media Group.
Vidianingrias, Samidi W. 2008.  Belajar Memahami Kewarganegaraan.  Jakarta : Latinum.
Yuyus kardiman, dkk, 2013.  Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, Jakarta: Erlangga,





[1] Ubaedilah, Pendidikan Kewarganegaraan, Kencana, Jakarta, 2015 Hlm 165
[2]  Ibid, hlm 170
[3] Ivan toibi’s, perkembangan HAM di Indonesia, http://ivantoibi. Wordpress. Com, pada tanggal 13 desember 2017 pukul 14:00
[4] Ubaedillah, dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM Dan Masyarakat Madani, Prenada Media Group, Jakarta, 2015 Hlm 157
[5] Chandra Muzaffar, Pengadilan atas Beberapa Kejahatan Serius Terhadap HAM, Mizan Anggota IKAPI, 1993 hlm 32
[6] Yuyus Kardiman, dkk, Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, Erlangga, Jakarta, 2013 hlm 8
[7] Eddy, Pengadilan Atas Beberapa Kejahatan Serius Terhadap Hak Asasi Manusia, Erlangga, Jakarta, Hlm 5
[8] Suparman Marjuki, Politik Hukum Hak Asasi Manusia, Erlangga, Jakarta, 2014 hlm 68
[9] Samidi W. Vidianingrias, Belajar Memahami Kewarganegaraan, Latinum,  Jakarta, 2008 hlm 52

Tidak ada komentar:

Posting Komentar