SHALAT LIMA WAKTU, HUKUM DAN CARANYA, BERBAGAI MACAM
SHALAT SUNNAH
PENGERTIAN SHALAT
Shalat berasal dari
bahasa Arab As-Sholah, shalat menurut Bahasa (Etimologi) berarti Do'a dan
secara terminology / istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan
hakiki.[1]
Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan yang telah ditentukan
(Sidi Gazalba,88).
Adapun scara hakikinya
ialah” berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut
kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan
kekuasaan-Nya”atau” mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita
sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-duanya. (Hasbi
AsySyidiqi, 59).
Dalam pengertian lain
shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai
bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa
perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri
dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syarat
(Imam Bashari Assayuthi, 30).
Dari beberapa pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah kepada Tuhan,
berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri
dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara”. Juga shalat
merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah
dan memohon rido-Nya. Shalat dalam
agama islam menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh ibadat manapun
juga, ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak kecuali dengan itu.
MACAM-MACAM SHALAT WAJIB DAN SHALAT SUNNAH
Macam-macam shalat wajib:
1) Shalat Isya' yaitu shalat yang
dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam.
Waktu pelaksanaannya dilakukan menjelang malam (+ pukul 19:00 s/d menjelang
fajar)yang diiringi dengan shalat sunnah qobliyah (sebelum) dan ba'diyah
(sesudah) shalat isya.
2) Shalat Subuh yaitu shalat yang
dikerjakan 2 (dua) raka'at dengan satu kali salam. Adapaun waktu pelaksanaannya
dilakukan setelah fajar (+ pukul 04:10) yang hanya diiringi dengan shalat
sunnah qobliyah saja, sedang ba'diyah dilarang.
3) Shalat Lohor (Dhuhur) yaitu shalat
yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam.
Adapun waktu pelaksaannya dilakukan sa'at matahari tepat di atas kepala (tegak
lurus) + pukul 12:00 siang, yang diiringi dengan shalat sunnah qobliyah dan shalat
sunnah ba'diyah (dua raka'at-dua raka'at atau empat raka'at-empat raka'at
dengan satu kali salam).
4) Shalat Ashar yaitu shalat yang
dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam.
Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah matahari tergelincir (+ pukul
15:15 sore atau sebatas pandangan mata) yang hanya diiringi oleh shalat sunnah
qobliyah dengan dua raka'at atau empat raka'at (satu kali salam).[2]
5) Shalat Maghrib yaitu shalat yang
dikerjakan 3 (tiga) raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam.
Adapun waktu pelaksanaanya dilakukan setelah matahari terbenam (+ pukul 18:00)
yang diiringi oleh shalat sunnah ba'diyah dua raka'at atau empat raka'at dengan
satu kali salam, sedang shalat sunnah qobliyah hanya dianjurkan saja bila
mungkin : lakukan, tapi bila tidak : jangan (karena akan kehabisan waktu).[3]
Macam-macam shalat sunah:
1. Shalat Sunah Tahajud
Shalat sunah tahajud adalah shalat yang dikerjakan pada waktu tengah malam
di antara shalat isya’ dan Shalat shubuh setelah bangun tidur. Jumlah rokaat
shalat tahajud minimal dua rokaat hingga tidak
terbatas. Saat hendak kembali tidur sebaiknya membaca ayat kursi, surat
al-ikhlas, surat al-falaq dan surat an-nas.
2. Shalat Sunah Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat sunah yang dilakukan pada pagi hari antara pukul
07.00 hingga jam 10.00 waktu setempat. Jumlah roka'at shalat dhuha minimal dua
rokaat dan maksimal dua belas roka'at dengan satu salam setiap dua roka'at.
Manfaat dari shalat dhuha adalah supaya dilapangkan dada dalam segala hal,
terutama rejeki. Saat melakukan shalat dhuha sebaiknya membaca ayat-ayat surat
al-waqi'ah, adh-dhuha, al-quraisy, asy-syamsi, al-kafirun dan al-ikhlas.
3. Shalat Sunah Istikharah
Shalat istikharah adalah shalat yang tujuannya adalah untuk mendapatkan
petunjuk dari Allah SWT dalam menentukan pilihan hidup baik yang terdiri dari
dua hal/perkara maupun lebih dari dua. Hasil dari petunjuk Allah SWT akan
menghilangkan kebimbangan dan kekecewaan di kemudian hari. Setiap kegagalan
akan memberikan pelajaran dan pengalaman yang kelak akan berguna di masa yang
akan datang. Contoh kasus penentuan pilihan:
a. memilih
jodoh suami/istri
b. memilih pekerjaan
c. memutuskan
suatu perkara
d. memilih tempat tinggal, dan lain sebagainya
Dalam melakukan shalat istikharah sebaiknya juga melakukan, puasa sunah,
shodaqoh, zikir, dan amalan baik lainnya.
4. Shalat Sunah Tasbih
Shalat tasbih adalah solat yang bertujuan untuk memperbanyak memahasucikan
Allah SWT. Waktu pengerjaan shalat bebas. Setiap rokaat dibarengi dengan 75
kali bacaan tasbih. Jika shalat dilakukan siang hari, jumlah rokaatnya adalah
empat rokaat salam salam, sedangkan jika malam hari dengan dua salam.
5. Shalat Sunah Taubat
Shalat taubat adalah shalat dua roka'at yang dikerjakan bagi orang yang
ingin bertaubat, insyaf atau menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukannya
dengan bersumpah tidak akan melakukan serta mengulangi perbuatan dosanya
tersebut. Sebaiknya shalat sunah taubat dibarengi dengan puasa, shodaqoh dan shalat.
6. Shalat Sunah Hajat
Shalat Hajat adalah shalat agar hajat atau cita-citanya dikabulkan oleh
Allah SWT. Shalat hajat dikerjakan bersamaan dengan ikhtiar atau usaha untuk
mencapai hajat atau cita-cita. Shalat sunah hajat dilakukan minimal dua rokaat
dan maksimal dua belas bisa kapan saja dengan satu salam setiap dua roka'at,
namun lebih baik dilakukan pada sepertiga terakhir waktu malam.
7. Shalat Sunah Safar
Shalat safar adalah shalat yang dilakukan oleh orang yang sebelum bepergian
atau melakukan perjalanan selama tidak bertujuan untuk maksiat seperti pergi
haji, mencari ilmu, mencari kerja, berdagang, dan sebagainya. Tujuan utamanya
adalah supaya mendapat keridhoan, keselamatan dan perlindungan dari Allah SWT.
8. Shalat Sunah Rawatib.
Shalat sunah rawatib dilakukan sebelum dan setelah shalat fardhu. Yang
sebelum Shalat Fardhu disebut shalat qobliyah, dan yang setelah shalat fardhu
di sebut shalat Ba'diyah. Keutamaannya adalah sebagai pelengkap dan penambal
shalat fardhu yang mungkin kurang khusu atau tidak tumaninah.
9. Shalat Sunah Istisqho’
Shalat sunah ini di lakukan untuk memohon turunnya hujan. dilakukan secara
berjamaah saat musim kemarau.
10. Shalat Sunah Witir.
Shalat sunah witir dilakukan setelah
sampai sebelum fajar. bagi yang yakin akan bangun malam diutamakan dilakukan
saat sepertiga malam setelah shalat Tahajud. Shalat witir disebut juga shalat
penutup. biasa dilakukan sebanyak tiga rakaat dalam dua kali salam, dua rakaat
pertama salam dan dilanjutkan satu rakaat lagi.
11. Shalat Tahiyatul Masjid.
Shalat tahiyatul masjid ialah shalat untuk menghormati masjid. Disunnahkan
shalat tahiyatul masjid bagi orang yang masuk ke masjid, sebelum ia duduk.
Shalat tahiyatul masjid itu dua raka’at.
12. Shalat Tarawih.
Shalat Tarawih yaitu shalat malam pada bulan ramadhan hukumnya sunnah
muakad atau penting bagi laki-laki atau perempuan, boleh dikerjakan
sendiri-sendiri dan boleh pula berjama’ah.[4]
13. Shalat Hari Raya (Idul Adha dan Idul Fitri).
Sebagaimana telah diterangkan bahwa waktu shalat hari raya idul fitri
adalah tanggal 1 syawal mulai dari terbit matahari sampai tergeincirnya. Akan
tetapi, jika diketahui sesudah tergelincirnya matahari bahwa hari itu tanggal 1
syawal jadi waktu shalat telah habis, maka hendaklah shalat di hari kedua atau
tanggal 2 saja. Sedangkan untuk shalat hari raya Idul Adha tanggal 10
Dzulhijjah.
14. Shalat Dua Gerhana.
Kusuf adalah gerhana matahari dan khusuf adalah gerhana bulan. Shalat kusuf
dan khusuf hukumnya sunnah muakaddah berdasarkan sabda Nabi saw. Yang artinya :
“Sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana karena kematian
seseorang maupun kehidupannya. Maka apabila kalian menyaksikan itu, hendaklah
kalian shalat dan berdoa kepada Allah Ta’ala.” (H.R. Syaikhain).
15. Shalat Rawatib.
Shalat rawatib adalah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum dan sesudah
dholat fardu. Seluruh dari shalat rawatib ini yaitu ada 22 rakaat, yaitu :
a.) 2 rakaat sebelum shalat subuh
(sesudah shalat subuh tidak ada shalat sunah ba’diyah).
b.) 2 rakaat sebelum shalat zuhur. 2
atau 4 rakaat sesudah zuhur.
c.) 2 rakaat atau 4 rakaat sebelum shalat
ashar, (sesudah shalat ashar tidak ada shalat ba’diyah).
d.) 2 rakaat sesudah shalat maghrib.
e.) 2 rakaat sebelum shalat isya.
f.) 2 rakaat sesudah shalat isya.
Shalat-shalat tersebut yang dikerjakan sebelum shalat fardhu, dinamakan
“qobliyah” dan sesudahnya disebut “ ba’diyah”.
KEDUDUKAN SHALAT DALAM ISLAM
Shalat sebenarnya telah dipersintahkan Allah kepada umat terdahulu sebelum
umat nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Allah Ta’ala berfirman
(artinya), “Wahai Bani Isra’il ingatlah nikmat yang telah Aku berikan kepada
kalian tegakkanlah shalat, keluarkanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang
yang ruku. [Al Baqarah: 40-43].
Allah juga berfirman (artinya), “Dan tidaklah mereka (ahlul kitab dan
musyrikin) diperintah kecuali agar mereka beribadah kepada Allah semata,
menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat. Demikianlah agama yang lurus.” [Al
Bayyinah: 5].
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Islam
dibangun atas lima (perkara): kesaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak
diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, haji ke baitullah, dan puasa Ramadhan”.[5]
Adapun kedudukan shalat dalam islam yaitu:
1.
Shalat sebagai sebab seseorang ditolong
oleh Allah. Hal ini karena Allah sendiri berfirman (artinya), “ Wahai
orang-orang yang beriman mintalah pertolongan kepada Allah dengan kesabaran dan
shalat” [Al Baqarah 153]. Shalat bila ditunaikan sebagaimana mestinya niscaya
akan menyebabkan seseorang ditolong oleh Allah dalam setiap urusannya.
2.
Shalat merupakan sebab seseorang tercegah
dari kekejian dan kemungkaran. Allah berfirman (artinya), “Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari perbuatan keji dan kemungkaran.” [Al Ankabuut 45]. Jika
shalat dikerjakan dengan semestinya pasti akan mencegah pelakunya dari kekejian
dan kemungkaran dengan ijin Allah.
3.
Shalat merupakan salah satu rukun islam.
[H.R Al bukhari 8 dan Muslim 16].
4.
Shalat merupakan amalan yang pertama kali
dihisab/ dihitung di hari kiamat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya), “Sesungguhnya
amalan seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat.
Apabila shalatnya baik maka ia akan beruntung dan selamat. Namun bila shalatnya
jelek maka ia akan merugi dan celaka..” [H.R At Tirmidzi 413 dan dishahihkan
Asy Syaikh Al Albani].
Yang dimaksud shalat merupakan amalan pertama kali yang dihisab di hari
kiamat adalah shalat wajib, sebagaimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi
Wasallam yang lain (artinya), “Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari
seorang muslim pada hari kiamat adalah shalat wajib…” [H.R ibnu Majah 1425
dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani].
Telah dimaklumi bahwa shalat yang diwajibkan kepada kita adalah shalat 5 waktu
(Zhuhur, ‘Ashr, Maghib, Isya’ dan Subuh). Demikian pula shalat Jum’at bagi
pria. Inilah yang disepakati seluruh ulama.
5. Keutamaan shalat dapat dilihat dari awal perintah untuk mengerjakannya
yaitu diperintahkan langsung kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam
tanpa melalui perantara Jibril “alaihis Salaam, di tempat yang tertinggi yang
pernah dicapai manusia yaitu langit ketujuh, di malam yang paling utama bagi
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam yaitu malam Isra’ Mi’raj dan diwajibkan
disetiap hari sepanjang hidup seorang muslim.
Hukum Orang Yang Meninggalkan Shalat
Seluruh ummat Islam sepakat bahwa orang yang mengingkari wajibnya shalat,
maka dia kafir dan keluar dari Islam. Tetapi mereka berselisih tentang orang
yang meninggalkan shalat dengan tetap meyakini kewajiban hukumnya. Sebab
perselisihan mereka adalah adanya sejumlah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang menamakan orang yang meninggalkan shalat sebagai orang kafir, tanpa
membedakan antara orang yang mengingkari dan yang bermalas-malasan
mengerjakannya.
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya (batas) antara
seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”
Dari Buraidah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda yang artinya : Perjanjian antara kita dan mereka adalah
shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia telah kafir.’”
Namun yang rajih dari pendapat-pendapat para ulama’, bahwa yang dimaksud
dengan kufur di sini adalah kufur kecil yang tidak mengeluarkan dari agama. Ini
adalah hasil kompromi antara hadits-hadits tersebut dengan beberapa hadits
lain, di antaranya:
Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
‘Lima shalat diwajibkan Allah atas para hamba. Barangsiapa mengerjakannya
dan tidak menyia-nyiakannya sedikit pun karena menganggap enteng, maka dia
memiliki perjanjian de-ngan Allah untuk memasukkannya ke Surga. Dan barangsiapa
tidak mengerjakannya, maka dia tidak memiliki perjanjian dengan Allah. Jika Dia
berkehendak, maka Dia mengadzabnya. Atau jika Dia berkehendak, maka Dia
mengampuninya.’”
Kita menyimpulkan bahwa hukum meninggalkan shalat masih di bawah derajat
kekufuran dan kesyirikan. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyerahkan perkara orang yang tidak mengerjakannya kepada kehendak Allah.
Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berifirman yang artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar.” [An-Nisaa’: 48]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya yang pertama kali dihisab
dari seorang hamba yang muslim pada hari Kiamat adalah shalat wajib. Jika dia
mengerjakannya dengan sempurna (maka ia selamat). Jika tidak, maka dikatakan:
Lihatlah, apakah dia memiliki shalat sunnah? Jika dia memiliki shalat sunnah
maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat sunnah tadi. Kemudian seluruh
amalan wajibnya dihisab seperti halnya shalat tadi.’”
Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam akan lenyap sebagaimana lenyapnya warna pada
baju yang luntur. Hingga tidak lagi diketahui apa itu puasa, shalat, qurban,
dan shadaqah. Kitabullah akan diangkat dalam satu malam, hingga tidak
tersisalah satu ayat pun di bumi. Tinggallah segolongan manusia yang terdiri
dari orang tua dan renta. Mereka berkata, ‘Kami dapati bapak-bapak kami
mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallaah dan kami pun mengucapkannya. Shilah
berkata kepadanya, “Bukankah kalimat laa ilaaha illallaah tidak bermanfaat
untuk mereka, jika mereka tidak tahu apa itu shalat, puasa, qurban, dan
shadaqah?”
Lalu Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi pertanyaannya tiga
kali. Setiap kali itu pula Hudzaifah berpaling darinya. Pada kali yang ketiga,
Hudzaifah menoleh dan berkata, “Wahai Shilah, kalimat itulah yang akan
menyelamatkan mereka dari Neraka. Dia mengulanginya tiga kali.”
LANDASAN HUKUM SHALAT WJIB DAN
SUNNAH
a. Landasan hukum shalat wajib
1. Landasan Al qur’an
Kewajiban shalat dapat dilihat dalam
(Q.S:Al Baqarah 2:110)
Yang artinya: Dan dirikanlah shalat
tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu
kamu akan mendapat pahalanyapada sisi Allah. Sesungguhnya Allah maha melihat
apa-apa yang kamu kerjakan.
Kemudian dalam (Q.S:An Nisa 4:103)
Yang artinya: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat
(mu), ingat Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk, dan di waktu berbaring.
Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.
2. Landasan hadits
Landasan hukum bagi shalat wajib termuat
dalam Hadist Shahih Bukhari No. 211 Jilid I yakni isinya tentang proses
terjadinya isra’ wal mi’raj dimana pada peristiwa dimana nabi diberikan
perintah shalat yang awalnya 50 rakaat di perkecil menjadi 5 rakaat.
b. Landasan hukum shalat sunnah
Shalat Idul Fitri
Shalat Idul Adha
Hadist mengenai Shalat Sunnah di atas Ibnu Abbas Ra. berkata: “Aku shalat
Idul Fithri bersama Rasulullah SAW dan Abu bakar dan Umar, beliau semua
melakukan shalat tersebut sebelum khutbah.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)
Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)
Hadist tentang Shalat Kusuf dan Shalat Khusuf :
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda
(kebesaran) Allah SWT. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang, tidak
juga karena kehidupan (kelahiran) seseorang. Apabila kalian mengalaminya
(gerhana), maka shalatlah dan berdoalah, sehingga (gerhana itu) berakhir.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Shalat Istisqo’
Dari Ibnu Abbas Ra., bahwasannya Nabi SAW shalat istisqo’ dua raka’at,
seperti shalat ‘Id. (HR Imam Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
Shalat Sunnah Sendiri
Shalat Rawatib (Shalat yang mengiringi Shalat Fardlu)
Hadist yang menjelaskan tentang ini Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW
senantiasa menjaga (melakukan) 10 rakaat (rawatib), yaitu: 2 raka’at sebelum
Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya, 2 raka’at sesudah Maghrib di rumah beliau, 2
raka’at sesudah Isya’ di rumah beliau, dan 2 raka’at sebelum Shubuh … (HR
Imam Bukhari dan Muslim).
Shalat Tahajjud (Qiyamullail)
Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 79, As-Sajdah ayat 16 – 17, dan Al-Furqaan
ayat 64. Dilakukan dua raka’at-dua raka’at dengan jumlah raka’at tidak
dibatasi.
Shalat Dhuha
Dari A’isyah Rda., adalah Nabi SAW shalat Dhuha 4 raka’at, tidak dipisah
keduanya (tiap shalat 2 raka’at) dengan pembicaraan.” (HR Abu Ya’la)
Shalat Tahiyyatul Masjid
Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang
dari kalian masuk masjid, janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.” (HR
Jama’ah Ahli Hadits)
Shalat Taubat
Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang berdosa, kemudian ia
bangun berwudhu kemudian shalat dua raka’at dan memohon ampunan kepada Allah,
kecuali ia akan diampuni.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan lain-lain)
Shalat Istikharah
Dari Jabir bin Abdillah berkata: “Adalah Rasulullah SAW mengajari kami
Istikharah dalam segala hal … beliau SAW bersabda: ‘apabila salah seorang dari
kalian berhasrat pada sesuatu, maka shalatlah dua rakaat di luar shalat fardhu
dan menyebutkan perlunya” (HR
Jama’ah Ahli Hadits kecuali Imam Muslim)
[1] Abdul Hamid
dan Beni Hmd Saebani, Fiqh Ibadah,
Bandung, Pustaka Setia, 2009, Hlm. 191
[2] Zakiah Drajat,
Ilmu Fiqh, Yogyakarta, Dana Bhakti
Waqaf. 1995, jilid 1 Hlm. 78
[3] .,Ibid., Hlm.
75
[4] Zainuddin
Abdul Aziz, Fathul Mu’in bi sarkhil
quratal ain, Indonesia, Daroyail Kitabah, Hlm 3
[5] Sulaiman
Rasyid, Fiqh Islam, Sirnar Baru
Algensido, 1954, Hlm 53
Tidak ada komentar:
Posting Komentar