MAKALAH ISSUE TENTANG SEKSUALITAS GENDER
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ii
DAFTAR
ISI
iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan ........ 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Seksualitas ...
3
2.2 Mitos Yang Berkaitan dengan Seksualitas 3
2.3 Pengetahuan
remaja mengenai seksualitas ..................... 4
2.4 Seksualitas
Dalam Kerangka Pikir Gender. .6
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 12
3.2 Saran 12
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Isu tentang seksualitas dan gender
telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana
perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam
perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan, beberapa waktu
terakhir ini, berbagai tulisan baik dimedia massa maupun buku-buku, seminar,
diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang protes dan gugatan terkait
dengan ketidak adilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ketidak adilan
dan diskriminasi itu terjadi hampir disemua bidang, mulai dari tingkat
inetrnasional, negara, keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, bahkan sampai
tingkatan rumah tangga.
Perlu
dijelaskan bahwa istilah gender tidak sepadan dengan seks. Dalam transliterasi Bahasa Indonesia, istilah
gender sering disamakan dengan seks, sehinggakemudian melahirkan pemahaman yang
agak berbeda. Padahal, gender adalah sebuah konstruksi pemahaman yang sudah
menjadi tradisi dalam sebuah masyarakat dengan sistem sosial dan budaya
tertentu. Misalnya masyarakat Jawa yang menganut sistem sosial dan budaya
patrinial, kaum perempuan berada pada posisi marginal.Kaum laki-laki, dalam
konstruksi sosial dan budaya patriarkhi, cenderung mendominasi kaum perempuan.
Namun berbeda ketika sebuah masyarakat menganut sistem sosial dan budaya
matrinial. Misalnya masyarakat Minang, justru kaum laki-laki berada pada posisi
marginal. Kaum perempuan, dalam sistem sosial dan budaya matrinial, lebih
mendominasi kaum laki-laki. Persoalan-persoalan gender menjadi urgen untuk
diperjuangkan karena dampaknya pada ketidak adilan sosial yang menimpa kaum
perempuan.
Misalnya dalam konteks masyarakat yang
menganut sistem sosial dan budaya patriarkhi, kaum perempuan tidak
mendapat hak-hak yang selayaknya. Oleh karena itu, para aktivis Feminisme
sebenarnya sedang menggugat sistem sosial dan budaya patriarkhi.Perjuangan
para aktivis Feminisme menghendaki terwujudnya keadilan sosial dengan
menempatkan peran dan posisi kaum perempuan sesuai dengan hak-haknya. Landasan para
aktivis Feminisme menuntut keadilan berdasarkan prinsip humanismeuniversal,
yaitu prinsip-prinsip kemanusiaan yang paling fundamental yang melampaui etnik,
budaya, dan agama.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Seksualitas?
2.
Bagaimanakah Pengetahuan Remaja tentang Seksualitas?
3.
Bagaimanakah Seksualitas Dalam Kerangka
Pikir Gender?
1.3 Tujuan
Untuk
menambah pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan seksual dan gender
dalam ilmu kesehatan reproduksi
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Seksualitas
Seksualitas atau jenis kelamin terdiri dari perempuan dan
laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar
atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku
selamanya. Ada berbagai pendapat mengenai definisi dari seksualitas,
diantaranya yaitu:
1. Seksualitas atau jenis kelamin
adalah karakteristik biologis-anatomis (khususnya sistem reproduksi dan
hormonal), diikuti dengan karakteristik fisiologi tubuh, yang menentukan
seseorang adalah laki-laki atau perempuan (DepKes RI, 2002:2)
2. Seksualitas/ jenis kelamin (seks)
adalah perbedaan fisik biologis, yang mudah dilihat melalui ciri fisik primer
dan secara sekunder yang ada pada kaum laki-laki dan perempuan (Badan
Pemberdayaan Masyarakat, 2003)
3. Seksualitas/jenis kelamin adalah
pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis
kelamin tertentu (Handayani,2002:4)
4. Seks adalah karakteristik genetik/fisiologis
atau biologis seseorang yang menunjukkan apakah dia seorang perempuan atau
laki-laki (WHO, 1998)
2.2 Mitos Yang Berkaitan
dengan Seksualitas
·
Mitos seksual dimata remaja
Sumber mitos seksual yang remaja dapatkan kebanyakan berasal
dari teman sebayanya. Tanpa sumber yang jelas dan terpercaya remaja menkonsumsi
dan mempercayai mitos-mitos seksual tersebut. Bertanya kepada orang tua atau
guru di anggap bukan jalan keluar untuk masalah-masalah seksualitas yang remaja
hadapi. Hal ini dapat dimengerti karena kebanyakan remaja beranggapan bahwa
bertanya masalah-masalah seksualitas kepada guru atau orangtua dapat
menimbulkan anggapan negatif dari guru ataupun orang tua tersebut sehingga
remaja lebih memilih untuk mempercayai temannya atau memendam masalah tersebut
sendiri. (Sumber: FGD SMP Labschool UPI)
2.3 Pengetahuan
remaja mengenai seksualitas
Remaja cenderung mengkaitkan
seksualitas dengan nafsu birahi atau pada umumnya hubungan seksual. Pengetahuan
remaja tentang seksualitas pada umumnya terbatas pada hubungan seksual untuk
mendapatkan keturunan. Remaja memahami apapun yang berkaitan dengan seksualitas
pasti mengarah pada hubungan seksual. Padahal seksualitas cakupanya lebih luas
dari sekedar hubungan seksual. Menurut Definisi Seksualitas versi WHO
Seksualitas merupakan aspek pusat dalam menjadi manusia sepanjang kehidupannya
dan meliputi seks, peran dan identitas jender, orientasi seksual, eroticism
(nafsu birahi), pleasure (kenikmatan/kesenangan), keintiman dan reproduksi. Seksualitas
dialami dan diekspresikan dalam pikiran, fantasi, hasrat, keyakinan, sikap,
nilai, perilaku, praktek, peran dan hubungan. Meski seksualitas dapat mencakup kesemua dimensi
tersebut, tidak semua dimensi selalu dialami dan diekspresikan. Seksualitas
dipengaruhi oleh interaksi antara faktor-faktor biologis, psikologis, sosial,
ekonomi, politik, budaya, etika, hukum, sejarah serta agama dan
spiritual. (WHO draft working definition 2002)
Adapun mitos-mitos yang berkembang di masyarakat berkaitan
dengan seksualitas, antara lain:
1.
Dorongan seksual laki-laki lebih
besar dari pada perempuan.
Faktanya, dorongan seksual merupakan
hal yang alamiah muncul pada setiap individu pada umumnya dimulai saat ia
menginjak masa pubertas (karena mulai berfungsinya hormon seksual). Dan ini
sangat wajar dan seimbang baik pada laki-laki maupun perempuan. Faktor yang
mempengaruhi dorongan seksual antara lain kepribadian, pola sosialisasi, dan
pengalaman seksual. Dorongan seksual perempuan sering disebut-sebut lebih kecil
dari laki-laki kerena lingkungan menganggap perempuan yang mengekspresikan
dorongan seksualnya adalah perempuan yang “nakal atau kurang baik”, sementara
laki-laki tidak pernah dipermasalahkan.
2.
Perempuan yang berdada besar
dorongan seksualnya besar.
Faktanya tidak seperti itu. Secara
medis, tidak ada hubungan langsung antara ukuran payudara dengan dorongan
seksual seseorang. Dorongan seksual itu ditentukan oleh kepribadian, pola
sosialisasi, dan pengalaman seksual (melihat, mendengar, atau merasakan suatu
rangsangan seksual).
3.
Minuman bersoda akan dapat
mempercepat selesainya menstruasi.
Faktanya, menstruasi adalah proses
pendarahan yang disebabkan luruhnya dinding rahim sebagai akibat tidak adanya
pembuahan. Sakit tidaknya atau lancar tidaknya menstruasi seseorang selain
dipengaruhi oleh hormon juga dipengaruhi faktor psikis, bukan karena minum
minuman bersoda.
4.
Berhubungan seks dengan pacar
merupakan bukti cinta.
Faktanya, berhubungan seks bukan
cara untuk menunjukan kasih sayang pada saat masih pacaran, melainkan karena
disebabkan adanya dorongan seksual yang tidak terkontrol dan keinginan untuk
mencoba-coba. Rasa sayang kita dengan pacar bisa ditunjukkan dengan cara lain.
5.
Hubungan seks pertama kali selalu
ditandai dengan keluarnya darah dari vagina.
Faktanya, tidak selalu hubungan seks
yang pertama kali itu keliahatan berdarah. Apabila komunikasi seksual terjalin
dengan baik dan hubungan seksual dilakukan dalam keadaan siap dan disertai
foreplay yang cukup bisa tidak memunculkan adanya perdarahan.
6.
Keperawanan bisa ditebak dari cara
berjalan dan bentuk pinggul.
Faktanya,
keperawanan tidak bisa dilihat dari
cara berjalan ataupun bentuk pinggul seseorang. Keperawanan seseorang terkadang
dipandang dari dua sisi yakni fisik dan psikososial. Dari sisi fisik dengan
melakukan pemeriksaan khusus yang hanya bisa dilakukan tenaga kesehatan
terhadap kondisi selaput dara. Dari sisi psikososial yang didasarkan apakah
seseorang sudah pernah melakukan hubungan sosial atau belum.
7.
Loncat-loncat setelah berhubungan
seks tidak akan menyebabkan kehamilan.
Faktanya, ketika spermatozoa sudah
memasuki vagina, maka spermatozoa akan mencari sel telur yang telah matang
untuk dibuahi. Loncat-loncat tidak akan mengeluarkan spermatozoa. Jadi, tetap
ada kemungkinan untuk terjadinya pembuahan atau kehamilan.
8.
Selaput dara yang robek berarti
sudah pernah melakukan hubungan seksual ,
atau tidak perawan lagi.
Faktanya tidak selalu demikian.
Selaput dara merupakan selaput kulit yang tipis yang dapat meregang dan robek
karena beberapa hal. Selain karena melakukan hubungan seks, selaput dara juga
bisa robek karena melakukan olah raga tertentu seperti naik sepeda dan berkuda.
Karena itu, robeknya selaput dara belum tentu karena hubungan seks, malah ada
juga perempuan yang sudah menikah dan berhubungan seks berkali-kali tapi
selaput daranya masih utuh dan tidak koyak karena selaput daranya elastis.
2.4 Seksualitas Dalam Kerangka Pikir Gender
Ruth Dixon Mueller berpendapat bahwa
seksualitas mempunyai makna yang berbeda bagi orang-orang yang berbeda dalam
konteks yang berbeda pula. Berdasarkan refrensi sosiologi dan antropologi dia
mengidentifikasi 4 dimensi seksualitas dan perilaku sosial yang secara sosial
diorganisasikan sejajar dalam keterhubungannya dengan gender.
Mueller mendefinisikan perilaku
seksual sebagai tindakan-tindakan yang bisa diamati secara empiris. Setidaknya,
tindakan seks bisa diukur dalam beberapa cakupan sbb: apa yang orang lakukan
secara seksual baik dengan pihak lain maupun dengan dirinya
sendiri bagaimana seseorang mempresentasikan diri mereka secara seksual
dalam hal bagaimana mereka berbicara dan bertindak. Mueller mendefinisikan
seksualitas sebagai sebuah konsep yang lebih komprehensif yakni mencakup kapasitas untuk membangkitkan
hasrat dan kenikmatan seksual (libido) serta makna-makna sosial personal dan
bersama yang melekat pada perilaku seksual dan konstruksi identitas seksual dan
gender. Sebagai sebuah konsep biologis yang masuk dalam budaya, seksualitas
menjadi sebuah produk sosial yaitu representasi dan interpretasi dari
fungsi natural dalam relasi-relasi sosial yang hirarkis.
Mueller mengkatekorisasikan 4
dimensi seksualitas dalam kerangka kerja gender, yakni: 1) Pasangan Seksual
(Sexual Partnership), 2) Tindakan Seksual (Sexual Acts), 3) Pengertian tentang
Seks (Sexual Meanings) dan 4) Hasrat Seksual dan Kenikmatan. Dimensi 1 dan 2
berkaitan dengan perilaku dan objektif, sedangkan dimensi 3 dan 4 lebih
bersifat psikologis dan subjektif. Setiap elemen saling kait-mengkait dengan
dan dibentuk oleh pengalaman gender; sehingga, perbedaan-perbedaan gender
(ataupun persamaan-persamaan) dalam perilaku seksual, pengertian dan hasrat
dapat dianalisis secara sistematis terhadap kelompok-kelompok social tertentu.
1) Pasangan
seksual (Seksual Partnership)
Yaitu apa yang orang perlakukan
secara seksual dengan yang lainnya atau dengan diri mereka sendiri. Elemen ini terdiri dari:
- Jumlah pasangan seksual, sekarang
dan sebelumnya
- Waktu dan tenggat waktu relasi
seksual seseorang dalam hidupnya
- Identitas sosial pasangan
- Dalam kondisi apa: pilihan atau
keterpaksaan
- Kondisi tertentu dan tingkat
perubahan
2) Tindakan
seksual (Sexual Acts)
Yaitu bagaimana seseorang
mempresentasikan dirinya sendiri secara seksual. Dimensi ini meliputi:
- Sifat dari tindakan seksual
- Frekuensi tindakan seksual
- Dalam kondisi apa: pilihan atau keterpaksaan
Umumnya literatur demografi
konvensional lebih terfokus pada reproduksi dan membuat asumsi simplisistik
bahwa seks hanyalah mencakup hubungan heteroseksual secara sukarela dengan
melakukan penetrasi pada vagina dan ejakulasi. Berbagai gaya intercourse jarang
disebutkan, misalnya hubungan oral atau anal pada hubungan heteroksesual dan
homoseksual, model-model non-penetrasi dari ekpresi seksual (misalnya
masturbasi bersama ataupun sendirian), hubungan dengan binatang, permainan seks
dengan anak-anak, perkosaan ataupun hubungan seks yang memaksa dengan cara-cara
halus, penggunaan alat-alat atau tekhnik untuk meningkatkan kenikmatan yang
bisa saja sangat membahayakan dan praktik-praktik lainnya.
3) Pemaknaan
Seksual (Sexual Meanings)
Konstruksi sosial seksualitas
merujuk pada proses yang mana pemikiran-pemikiran tentang seks, perilaku dan
kondisi tertentu (misalnya, keperawanan) diinterpretasikan dan dilekatkan pada
pemaknaan kultural. Dimensi ini mencakup keyakinan kolektif dan individual
tentang hakikat tubuh, tentang apa yang dianggap erotis atau tidak
menyenangkan, dan tentang apa dan dengan siapa yang pantas atau tidak pantas
bagi perempuan dan laki-laki (menurut umur dan karakteritik lainnya) untuk
melakukan atau membicarakan tentang seks. Ideologi-ideologi tentang seksualitas
dalam sejumlah budaya memberi tekanan pada pertahanan perempuan, serangan
laki-laki dan antagonisme bersama dalam perilaku seks, sementara di lain tempat
mereka memberi penekanan pada kenimatan resiprositas dan kenikmatan bersama.
Secara ringkas, bagian ini membahas tentang:
- seksualitas maskulin/feminin
- persepsi tentang pasangan
- Pengertian tentang tindakan seks
4) Rangsangan
Seksual dan Kenikmatan (Sexual Drives and Enjoyment)
Aspek-aspek fisiologis dan
sosiopsikologis dari seksualitas berinteraksi menghasilkan barbagai tingkatan
dari kapasitas stimulatif dan orgasmik yang berbeda bagi individu-individu baik
secara umum maupun situasional dan yang dapat merubah seluruh jalan hidup
seseorang. Dimensi ini mencakup pengetahuan laki-laki dan perempuan tentang
kapasitas seksual dan reproduktif dan kemampuan untuk mencapai kenikmatan fisik
dan emosional melalui fantasi, hubungan seksual, atau self-stimulation.
Bagaimanakah sebenarnya karakter identitas dan response seksual seorang individu?
Apakah perempuan dan laki-laki berbeda dalam pendekatan relasi seksual secara
umum ataukah praktik-praktik seksual tertentu saja?
Dalam hal apa hubungan seksual menjadi sumber keresahan?
Singkatnya, dimensi ini mencakup:
- Pembentukan identitas seksual
- Rangsangan seks yang dikondisikan secara sosial
- Persepsi tentang kenikmatan
2.5 Kaitan Peran Gender dan Seksualitas
Menurut Ilmu Sosiologi dan
Antropologi, Gender itu sendiri adalah perilaku atau pembagian peran antara
laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan atau dibentuk di masyarakat
tertentu dan pada masa waktu tertentu pula.
Gender ditentukan oleh sosial dan budaya setempat sedangkan
seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan. Misalnya
laki-laki mempunyai penis, memproduksi sperma dan menghamili, sementara
perempuan mengalami menstruasi, bisa mengandung dan melahirkan serta menyusui
dan menopause.
Bagaimana pula bentuk hubungan
gender dengan seks (jenis kelamin) itu sendiri? Hubungannya adalah sebagai
hubungan sosial antara laki-laki dengan perempuan yang bersifat saling membantu
atau sebaliknya malah merugikan, serta memiliki banyak perbedaan dan
ketidaksetaraan. Hubungan gender berbeda dari waktu ke waktu, dan antara
masyarakat satu dengan masyarakat lain, akibat perbedan suku, agama, status
sosial maupun nilai tradisi dan norma yang dianut.
Dari peran ataupun tingkah laku yang
diproses pembentukannya di masyarakat itu terjadi pembentukan yang
“mengharuskan” misalnya perempuan itu harus lemah lembut, emosional, cantik,
sabar, penyayang, sebagai pengasuh anak, pengurus rumah dll. Sedangkan
laki-laki harus kuat, rasional, wibawa, perkasa (macho), pencari nafkah dll.
Maka terjadilah ketidakadilan dalam kesetaraan peran ini. Proses pembentukan
yang diajarkan secara turun-temurun oleh orangtua kita, masyarakat, bahkan
lembaga pendidikan yang ada dengan sengaja atau tanpa sengaja memberikan peran
(perilaku) yang sehingga membuat kita berpikir bahwa memang demikianlah adanya
peran-peran yang harus kita jalankan. Bahkan, kita menganggapnya sebagai
kodrat. Dari kecil kita telah diajarkan, laki-laki akan diberikan mainan yang
memperlihatkan kedinamisan, tantangan, dan kekuatan, seperti mobil-mobilan dan
pedang-pedangan. Sedangkan anak perempuan diberikan mainan boneka, setrikaan,
alat memasak, dan lainnya.
Lalu, ketika mulai sekolah dasar,
dalam buku bacaan pelajaran juga digambarkan peran-peran jenis kelamin,
contohnya, “Bapak membaca koran, sementara Ibu memasak di dapur”. Peran-peran
hasil bentukan sosial-budaya inilah yang disebut dengan peran jender. Peran
yang menghubungkan pekerjaan dengan jenis kelamin. Apa yang “pantas” dan “tidak
pantas” dilakukan sebagai seorang perempuan atau laki-laki.Sebenarnya kondisi
ini tidak ada salahnya, tetapi akan menjadi bermasalah ketika peran-peran yang
telah diajarkan kemudian menempatkan salah satu jenis kelamin (baik perempuan
maupun laki-laki) pada posisi yang tidak menguntungkan. Karena tidak semua
laki-laki mampu bersikap tegas dan bisa ngatur, maka laki-laki yang lembut akan
dicap banci. Sedangkan jika perempuan lebih berani dan tegas akan dicap tomboi.
Tentu saja hal ini tidak enak dan memberikan tekanan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Seksualitas
atau jenis kelamin terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan
oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat
ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan
berlaku selamanya.
Sumber
mitos seksual yang remaja dapatkan kebanyakan berasal dari teman sebayanya.
Tanpa sumber yang jelas dan terpercaya remaja menkonsumsi dan mempercayai
mitos-mitos seksual tersebut.
Remaja cenderung mengkaitkan
seksualitas dengan nafsu birahi atau pada umumnya hubungan seksual. Mitos-mitos
yang berkembang di masyarakat berkaitan dengan seksualitas, antara lain:
Dorongan seksual laki-laki lebih besar dari pada perempuan,
minuman bersoda akan dapat mempercepat selesainya menstruasi, berhubungan seks
dengan pacar merupakan bukti cinta, hubungan seks pertama kali selalu ditandai
dengan keluarnya darah dari vagina, hubungan seks pertama kali selalu ditandai
dengan keluarnya darah dari vagina, selaput dara yang robek berarti sudah
pernah melakukan hubungan seksual atau tidak perawan lagi, dan lain sebagainya.
Berdasarkan refrensi sosiologi dan antropologi dia
mengidentifikasi 4 dimensi seksualitas dan perilaku sosial yang secara sosial
diorganisasikan sejajar dalam keterhubungannya dengan gender, yaitu antara lain:
1) Pasangan Seksual (Sexual Partnership),
2) Tindakan Seksual (Sexual Acts),
3) Pengertian tentang Seks (Sexual Meanings) dan
4) Hasrat Seksual dan Kenikmatan
Menurut Ilmu Sosiologi dan
Antropologi, Gender adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-laki dan
perempuan yang sudah dikonstruksikan atau dibentuk di masyarakat tertentu dan
pada masa waktu tertentu pula.
Kaitan
peran gender dengan seksualitas hubungannya adalah sebagai hubungan sosial
antara laki-laki dengan perempuan yang bersifat saling membantu atau sebaliknya
malah merugikan, serta memiliki banyak perbedaan dan ketidaksetaraan. Hubungan
gender berbeda dari waktu ke waktu, dan antara masyarakat satu dengan
masyarakat lain, akibat perbedan suku, agama, status sosial maupun nilai
tradisi dan norma yang dianut.
Saran
Semoga pembaca dapat memahami
tentang perbedaan antara seksualitas dengan gender yang terkadang diartikan
sama, yaitu sebagai jenis kelamin.
Agar
pembaca khususnya remaja dapat mengetahui tentang mitos-mitos mengenai
kesehatan reproduksi dan seksualitas, sehingga diharapkan pembaca mendapatkan
informasi yang benar.
DAFTAR
PUSTAKA
Kumalasari. Intan, Andhyantoro. Iwan. 2012.
Kesehatan Reproduksi Untuk Mahasiswa Kebidanan Dan Keperawatan. Jakarta
Selatan. Salemba Medika.
Lestari.Tri wiji, Ulfiana. Elisa, Suparmi.2011.Buku
Ajar Kesehatan Reproduksi: Berbasis Kompetensi. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Marmi. 2013. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.
Maryanti.Dwi, Septikasari. Majestika. 2009. Buku
Ajar Kesehatan Reproduksi Teori Dan Praktikum. Yogyakarta. Nuha Medika.
Yanti. 2011. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi (Bagi
Mahasiswa DIII Kebidanan). Yogyakarta. Pustaka Rihama
http://nciez-k.blogspot.com/2013/08/makalah-tentang-kesetaraan-gender.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar