Rabu, 13 Desember 2017

MAKALAH PERBEDAAN FIQIH USHUL FIQIH

MAKALAH PERBEDAAN FIQIH USHUL FIQIH
BAB I


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Objek dalam pembahasan ilmu fiqhi adalah perbuatan mukalaf ditinjau dari segihukum syara’ segala hukum syara’yang tetap baginaya, seorang fiqhi telah membahas tentang jual beli mukalaf, sewa menyewa, pegadaian, perwakilan, sholat, puasa hajji, pembunuhan tuduhanterhadap zinah, pencurian ikrar dan wakaf yang di lakukan mukalaf, supaya ia mengerti tentang hokum syara’ dalam segala perbuatan ini. Perkembangan dunia moderen pada abad ini telah mengikis perkembangan agama khususnya pada tingkah laku dan kegiatan umat Islam, sehingga perlu hasil ijtihad para ulama terkuhusus pada ilmu fiqih.
Ilmu ushul fiqhi adalah dalil syara’ yang bersifar umum ditinjau dari segi ketetapan hokum yang bersifat umum ditinjau dari segi ketetapan–ketetapan hokum yang bersifat umum pula.Jika seseorang pakar ilmu ushul membahas tentang qiyas dan perintah (amr) dan dalalahna, demikian seterusnya. Al˗qur’andan As-sunnah adalah dalil syara’ yang pertama bagi setiap hokum. Nash˗nash tidaklah datang dalam satu bentuk saja, akan tetapi diantara ada yang datang dalam bentuk umum atau mutlak.
Karena dunia pekembangannya sangat cepat, sehingga pemikir-pemikir Islam sangat dibutuhakan agar dapat membantu umat Islam memilih dan memisahkan anatara hak dan yang bathil dalam bermasyarakat. Maka dari itu sangat penting sekali pemuda penerus bangsa ini mempelajari ilmu fiqih dan ushul fiqih agar nantinya mereka dapat menyampaijkan pada kaumnya bagaimana tata cara kita bermasyarakat scara syar’iah. Pertumbuhan Ushuul Fiqh tidak terlepas dari perkembangan hukum Islam sejak zaman Rasulullah SAW. sampai pada zaman tersusunnya ushul fiqh sebagai salah satu bidang ilmu pada abad ke-2 Hijriah. Di zaman Rasulullha SAW., sumber hukum islam hanya dua, yaitu al-Qur’an dan sunnah. Apabila ia muncul suatu kasus, Rasulullah SAW. Menunggu turunnya waahyu yang menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak turun, maka beliau menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan hadits atau Sunnah.
B. Rumusan Masalah.
1.      Apa pengertian Ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih?
2.      Apa objek pengetahuan Ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih?
3.      Apa tujuan Ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih?
4.      Apa perbedaan Ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih?
5.      Bagaiman perkembangan Ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih?

  

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Dasar untuk mempelajari Ilmu fiqih
Hal yang menjadi dasar dan pendorong bagi umat Islam umtuk mempelajari ilmu fiqih ialah :
1.      Untuk mencari kebiasaan paham dan pengertian dari agama Islam.
2.      Untuk mempelajari hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan kehidupan manusia.
3.      Kaum muslimin harus bertafaqquh artinya memperdalam pengetahuaan dalam hukum-hukum agama baik dalam bidang aqaid dan akhlaq maupun dalam bidang ibadat dan mu’amalat.
Bertafaqquh fiddin artinya memperdalam ilmu pengetahuan dalam bidang hukum-hukum agama. Oleh karena demikian sebagian kaum muslimin harus pergi menuntut ilmu pengetahuan agama Islam guna disampaikan pula kepada saudara-saudaranya.
Pendapat itu sesuai dengan perintah Tuhan di dalam Al-Qur’an, antara lain:
Artinya:
۞وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ ١٢٢
Artinya : Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (Q.S. At-Taubat ayat 122)[1]
Oleh Karena demikian jelas bahwa Tuhan memerintahkan kepada sebagian manusia supaya pergi dari daerah untuk menuntut ilmu pengetahuan agama di daerah lain, dan ditugaskan bila dia sudah kembali untuk memberikan peringatan dan ajaran agama Islam kepada kaumnya guna mengetahui dan menjaga batas-batas perintah Tuhan dan larangan-Nya terhadap manusia. Karena itu seharusnyalah sebagaian besar umat Islam mempelajari agama Islam secara mendalam. Tuhan akan memberikan rahmat dan keluasan paham di bidang syari’at Islam kepada orang-orang yang dicintainya.

B.     Pengertian Ilmu Fiqih
Dilihat dari sudut bahasa, fiqih berasal dari kata faqaha yang berarti “memahami” dan “mengerti”. Dalam peristilahan syar’i, ilmu fiqih dimaksudkan sebagai ilmu yang berbicara tentang hukum-hukum syar’i amali (praktis) yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalilnya yang terperinci.[2]
Adapun pengertian Ilmu fiqih merupakan suatu kumpulan ilmu yang sangat besar pembahasaanya, yang mengumpulkan berbagai ragam jenis hukum Islam dan bermacam rupa aturan hidup, untuk keperluan seseorang, segolongan dan semasyarakat dan dan seumum manusia.
Jadi secara umum Ilmu fiqih itu dapat disimpulkan bahwa fiqih itu sangat luas sekali, yaitu membahas masalah-masalah hukum Islam dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan kehidupan manusia.[3]

1.      Defenisi fiqih pada abad I (pada masa sahabat)
Defenisi fiqih dimasa ini ialah ilmu pengetahuan yang tidak mudah diketahui oleh masyarakat umum. Sebab untuk mengetahui fiqih atau ilmu fiqih hanya dapat diketahui oleh orang yang mempunyai ilmu agama yang mendalam sehingga mereka dapat membahas dengan meneliti buku-buku yang besar dalam masalah fiqih. Mereka inilah yang disebut Liyatafaqqahufiddin yaitu untuk mereka yang bertafaqquh dalam agama Islam.

2.      Defenisi fiqih pada abad II (masa telah lahirnya mazhab-mazhab)
Pada abad ke II ini telah lahir pemuka-pemuka mujtahid yang mendirikan mazhab-mazhab yang terbesar dikalangan umat Islam. Defenisi fiqih waktu itu diperkecil scopnya, yaitu untuk membahas satu cabang ilmu pengetahuan dari bidang-bidang ilmu agama. Maka lafaz fiqih dikhususkan untuk nama dari hukum-hukum yang dipetik dari kitabullah dan sunnatur Rasul. Defenisi fiqih yang dikemukakan Abu Hanifah, ahli agama dan mujtahid besar dan tertua pada akhir masa sahabat dan tabi’in, menyatakan: “ilmu yang menerangkan segala hak dan kewajiban”.
Yang dimaksud dengan defenisi di atas ialah suatu ilmu pengetahuan yang menerankan dari segala yang diwajibkan, disunatkan, dimakruhkan dan yang dibolehkan oleh ajaran agama Islam. Maksud ta’rif ini tidak berbeda dengan pendapat para sahabat dan tabi’in lainya karena di dalamnya telah mencakup masalah kepercayaan, akhlaq, perangai dan sebagainya.

3.      Defenisi fiqih menurut ahli ushul dari ulama-ulama hanafiah
Defenisi fiqih menurut ulama-ulama hanafiah adalah ilmu yang menerangkan segala hak dan kewajiban yang berhubungan dengan amalan para mukallaf
a.      Alauddin Al Kasani Al Hanafi (578 M) mengatakan “tak ada sesuatu ilmu sesudah mema’rifati Allah dan sifat-sifat-Nya, yang lebih mulia dari ilmu fiqih, itulah ilmu yang dinamai dengan ilmu Halali wal Harami wasy syarai’ wal ahkami, ilmu halal haram, syari’at dan hukum. Untuk itulah dibangkit para Rasul dan diturunkan kitab-kitab. Hukum-hukum Allah itu tidak dapat diketahui dengan akal semata-mata, perlu kepada pertolongan naqal”.
b.      As Said Al Juraini Al Hanafi telah mengemukakan pendapatnya tentang defenisi fiqih dalam bukunya At-Ta’rifat, yaitu “fiqih pada lughah ialah memahami pembicaraan seseorang yang berbicara. Menurut istilah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang amaliyah yang diambil dari dalil-dalilnya yang tafshiliy. Dia satu ilmu yang diistimbatkan dengan jalan ijtihad. Dia memerlukan nazhar dan taammul. Oleh karena itu tidak boleh dinamakan Allah dengan faqih, karena tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagin-Nya”.
c.       Defenis yang dikemukakan oleh pengikut-pengikut Imam Syafi’I dalah “ilmu yang menerangkan segala hukum agama yang berhubungan dengan para mukallaf yang dikeluarkan (diistimbatkan) dari dalil-dalil yang jelas (tafsihly)”.[4]
d.      Dan masih banyak pengertian fiqih menurut pandangan para ulama-ulama ahli dibidang fiqih, namun dari kesemua pengertian tersebut dapat disimpulakan bahwa ilmu fiqih ialah suatu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syariat atau hukum Islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia, baik yang bersifat individu maupun yang berbentuk masyarakat sosial.

C.    Pengertian Ilmu Ushul Fiqih
Setelah memahami Ilmu Fiqih di atas, di bawah ini dibicarakan Ushul Al Fiqh. Sebagaimana diketahui ushul adalah akar, atau juga dapat diartikan dasar dalam arti tamtsila.
Jika fiqih adalah paham mengenai sesuatu sebagai hasil dari kesimpulan pikiran manusia. Maka Ushul Fiqih adalah dasar yang dipakai oleh pikiran manusia untuk membentuk hukum yang mengatur kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat.
Perkataan dasar yang dipergunakan dalam pengertian benda (seperti dasar kain untuk bajnu misalnya). Akan tetapi dasar adalah bahan-bahan yang dipergunakan oleh pikiran manusia untuak membuat hukum fiqih, yang menjadi dasarnya, yaitu:
1.      Alquran
2.      Sunnah Nabi Besar Muhammad SAW (hadits)
3.      Ra’yu atau akal, seperti qiyas dan ijma’ adalah alat yang dipergunakan oleh pikiran manusia untuk membentuk hukum tersebut, akan tetapi dalam perkembangan kemudian, hasil dari pemikiran rasio (akal) berupa qiyas dan ijma’ itu diakui sebagai dasar ke-3 dan ke-4.[5]
Penjelasan diatas hanya merupakan pengertian ushul fiqih secara umum, ushul fiqih ini mempunyai beberapa pengertian dari para ulama ahli ilmu fiqih.

Coba kita perhatikan pendapat dari para ulama sebagai berikut:
a.       Prof. Dr. TM. Hasbi Ash Shiddieqy, telah mengemukakan defenisi Ushul Fiqih yang lengkap yaitu:
“Ushul Fiqih itu ialah kaidah-kaidah yang dipergunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya, dan dalil-dalil hukum (kaidah-kaidah yang menetapkan dalil-dalil hukum)”.
Dalil-dalil yang dimaksud adalah undang-undang (kaidah-kaidah yang ditimbulkan dari bahasa. Maka dari uraian diatas dapat dipahami bahwa yang dikehendaki dengan Ushul Fiqih adalah dalil-dalilnya seperti Alquran, sunnah Nabi, Ijma’ dan qiyas.[6]
b.      Defenisi Ushul Fiqih yang dikemukakan oleh Drs. Muhammad Thalibu, yaitu Ushul Fiqih adalah kaidah-kaidah yang merupakan saran untuk mendapatkan hukumnya, perbuatan yang diperoleh dengan jalan mengumpulkan dalil secara terinci.
c.       Ta’rif Ushul Fiqih yang dikemukakan oleh A. Hanafi, Ushul adalah sumber atau dalil. Fiqih adalah mengetahui hukum-hukum syara’ tentang perbuatan seseorang mukallaf, seperti hukum wajib, haram, mubah, sah atau tidaknya sesuatu perbuatan dan lain-lain. Orang yang mengetahui hukum-hukum itu disebut Faqih. Hukum-hukum tersebut ada sumbernya (dalilnya), yaitu Quran, hadits, Ijma’ dan Qiyas.
d.      Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih istilah adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang merupakan cara kuntuk menemukan hukum-hukm syara’ yang maliyah dari dalil-dalilnya secara rinci. Atau kumpulan-kumpulan kaidah dan pembahasan yang merupakan cara untuk menemukan (mengambil) hukum syara’ yang amaliyah dari dalil-dalilnya secara rinci.[7]

D.    Objek Kajian Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
Objek pembahasan dalam Ilmu Fiqih adalah perbuatan mukallaf ditinjau darari segi hukum syara’ yang tetap baginya. Seorang faqih membahas tentang jual beli mukallaf, sewa menyewa, pegadaian, perwakilan, shalat, puasa, haji, pembunuhan, tuduhan terhadap zina, pencurian, ikrar, dan wakaf yang dilakukan mukallaf, supaya ia mengerti tentang hukum syara’ dalam segala perbuatan ini.
Adapun objek pembahasan ilmu ushul figh adalah dalil syar’i yang bersifat umum ditinjau dari segi ketepatan-ketepatan hukum yang bersifat umum pula. Jadi seorang pakar ilmu ushul membahas  tentang qiyas dan kehujjahannya, tentang dalil”Amm dan yang membatasinya, dan tentang perintah (amr) dan dalalaahnya, demikian seterusnya.[8]

E.     Tujuan Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh
Tujuan dari ilmu fiqh adalah menerapkan hukum-hukum syariat terhadap perbuatan dan ucpan manusia. Jadi ilmu fiqh itu adalah tempat kembali seorang hakim dan keputusannya, tempat kembali seorang mufti dalam fatwanya, dan tempat kembali seorang mukallaf untuk dapat mengetahui hukum syara’ yang berkenaan dengan ucapan dan perbuatan yang muncul dari dirinya. Jadi maksud akhir yang hendak dicapai dari ilmu fiqih adalah penerapan hukum syariat kepada amal perbuatan manusia, baik tindakan maupun perkataannya. Dengan mempelajarinya orang akan tahu mana yang diperintah dan mana yang dilarang, mana yang sah dan mana yang batal, mana yang halal dan mana yang haram, dan lain sebagainya.
Adapun tujuan dari Ilmu Ushul Fiqih adalah menerapkan kaidah-kaidahnya dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci untuk menghasilkan hukum syara’ yang ditunjuki dalil itu. Jadi berdasarkan kidah-kaidahnya dan bahasa-bahasanya, maka nash-nash syara’ dapat dipahami dan hukum yang menjadi dalalahnya dapat diketahui, serta sesuatu yang dapat menghilangkan kesamaran lafazh yang samar dapat diketahui. Juga dikethui dalil-dalil yang dimenagkan ketika terjadi pertentangan antara satu dalil dengan dalil lainnya. Juga berdasarkan kaidah-kaidahnya dan bahasan-bahasannya, dapat pula hukum diistimbathkan dengan qiyas, atau istihsan, atau istishab, atau lainya dalam kasus yang tidak terdapat nash mengenai hukumnya. Dapat pula diadakan perbandingan antara mazhab mereka yang berlainan mengenai hukum suatu kasus. Dengan demikian, ilmu ushul fiqih juga merupakan landasan dari fiqih perbandingan (muqarin).

F.     Perbedaan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
Dari uaraian diatas terlihat perbedaan yang nyata antara ilmu fiqih dan ilmu ushul fiqih. Jika ilmu fiqih berbicara tentang hukum dari sesuatu perbuatan, maka ilmu ushul fiqih bicara tentang metode dan proses bagaimana menemukan hukum itu sendiri. Atau, dilihat dari sudut aplikasinya, fiqih akan menjawab pertanyaan “apa hukum dari suatu perbuatan?”, dan ushul fiqih akan menjawab pertanyaan “bagaimana cara atau proses menemukan hukum yang digunakan sebagai jawaban permasalahan yang dipertanyakan tersebut”.oleh karena itu, fiqih lebih bercorak produk sedangkan ushul fiqih lebih bermakan metodologis. Dan oleh sebab itu, fiqih terlihat sebagai koleksi produk hukum, sedangkan ushul fiqih merupakan koleksi metodis yang sangat diperlukan untuk memperoduk hukum.

G.    Perkembangan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
1.      Perkembangan Ilmu Fiqih
Para ahli membagi sejarah perkembangan Ilmu Fiqih kepada beberapa periode.
a.       Periode pertumbuhan (12 Rabiul Awwal 11 H/8 Juni 632 M) masa Nabi Muhammad saw sampai beliau wafat
Hukum-hukum fiqih tumbuh bersamaan denngan pertumbuhan agama Islam, karena sebenarnya agama Islam merupakan himpunan dari akidah, akhlak,dan hukum amaliyyah. Hukum amaliyyah ini pada masa Rasulullaah saw terbentuk dari hukum-hukum yang terdapat dalam Alquran, dari berbagai hukum yang keluar dari Rasulullah SAW. sebagai suatu fatwa terhadap suatu kasus, atau suatu putusan terhadap persengketaan, atau merupakan suatu jawaban dari suatu pertanyaan. Kompilasi hukum-hukum fiqih pada periode ini terbentuk dari hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya, sumbernya adalah Al-quran dan Assunnah.

b.      Periode sahabat (11H-10H/632M-720M) masa Khulafat Rasyidin sampai Dinasti Amawiyyin.
Pada masa sahabat, mereka dihadapkan kepada berbagai kejadian dan munculnya berbagai hal baru yang hal itu tidak pernah dihadapi kaum muslimin sebelumnya dan tidak pernah muncul pada masa Rasulullah SAW, maka berijtihadlah orang yang ahli ijtihad diantara mereka, mereka memberikan putusan hukum, berfatwa, menetapkan hukum syari’at, dan menambahkan sejumlah hukum yang mereka istimbathkan melalui ijtihad mereka kepada kompilasi hukum yang pertama itu. Maka pada periode ini, koompilasi hukum fiqih terbentuk dari hukum-hukum Allah SWT dan Rasul-Nya, serta fatwa sahabat dan putusan mereka. Sedangkan sumbernya adalah Alquran, Assunnah, dan ijtihad para sahabat.

c.       Periode kesempurnaan, (101H0-350H/720M-961M) masa Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in serta para imam Mujtahid.
Pada periode ini negara Islam meluas dang banyak dari orang non Arab yang memeluk agama Islam. Kaum muslimin dihadapkan pada berbagai kejadian baru, berbagai kesulitan, bermacam-macam pengkajian, aneka ragam teori, dan gerakan pembangunan fisik dan intelektualitas, yng membawa  para mujtahid untuk memperluas dalam ijtihad dan pembentukan hukum Islam terhadap banyak kasus, dan membukakan pintu pengkajian dan analisis kepada mereka, sehingga semakin luas pula, lapangan pembentukan hukum fiqih, dan ditetapkan pula sejumlah hukum untuk kasus-kasus yang fiktif, kemudian sejumlah hukum ditambahkan kepada dua kompilasi hukum yang terdahulu, maka himpunan hukum fiqih pada periode ketiga ini terbentuk darihukum Allah dan Rasul-Nya, fatwa para sahabat dan putusan hukum mereka, fatwa para mujtahid dan istimbath mereka, sedangkan sumber hukumnya adalah Alquran, Assunnah, dan Ijtihad para sahabat dan para imam mujtahid.

2.      Perkembangan Ushul Fiqih
Ushul fiqih baru lahir pada abad kedua Hijriah. sebagaimana diterangkan diatas bahwa pada abad ini daerah kekuasaan umat Islam makin meluas dan banyak orang non Arab memeluk agama Islam. karena itu banyak menimbulkan kesamaran dalam memahami nash sehingga dirasa perlu menetapkan kaidah-kaidah bahasa yang dipergunakan dalam membahas nash, maka lahirlah ilmu ushul fiqh yang menjadi penuntun dalam memahami nash.
Namun semenjaklahirnya ilmu Ushul Fiqh sebagaimana juga ilmu pengetahuan lainnya baru dalam bentuk yang sangat sederhana, pembahasannya masih berserahkan dalam pembahasan dalil yang dikemukakan untuk memperkuat dan mempertahankan pendapat.
Menuru Ibnu Nadim dalam kitabnya yang bernama “Fahrasat” bahwa oranng yang mula-mula mengumpulkan kaidah-kaidah itu dalam suatu catatan ialah Abu Yusuf. Namun sangat disayangkan catatan ini tidak sampai ke tangan kita. Oleh ahli ushul dianggap yang pertama mengumpulkan dan menyusun ilmu ini adalah Imam Syafi’I dalam kitabnya yang bernama “Risalah”. Dan setelah itu muncullah para penulis lain yang melengkapi dan menyempurnakannya seperti Imam Ghazali (505H) dalam kitabya yang bernama “Al-Mustasyfah”, Al-Amidi (631H) dalam kitabnya yang bernama “Al-Minhaj” yang diisyaratkan oleh Asnawi.
Dari kalangan mashab Hanafi yang terkenal seperti Abu Zaid Ad-Dabbas (430H) daam kitabnya yang bernama “Ushul”, Fathul Islam Al-Bazdawi (430H) dalam kitabnnya yang bernama “Ushul” dan Nasafi (790H), dalam kitabnya yang bernama “Al-Manar”.
Disamping itu lahirlah pola kitab yang bernama “Kitab Badiun Nizam Al-Jami Baina Bazdawi Wal ‘Itisom” oleh Muzafaruddin Al-Bagadadi Al-Hanafi (644H), kitab “Tahlil” oleh Kamal Bin Human dan kitab “Jam’ul Jawani” oleh Ibnu Subki.
Di abad sekarang ini ada pula beberapa buah kitab yang ditulis oleh beberapa orang ulama, diantaranya “Irsyadul Fuhul” oleh syaukani (1250M), kitab “Ushul Fiqh” oleh Hudaribek (1927M), kitab “Tahsilul Wushul” oleh Muhammad Abdurrahman Mahlawi (1920M). dan masih banyak kitab-kitab ushul fiqih yang lainnya.
  

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Pengertian Ilmu Fiqih
Ilmu Fiqih ialah suatu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syariat atau hukum Islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia, baik yang bersifat individu maupun yang berbentuk masyarakat sosial.

2.      Pengertian Ushul Fiqih
Ushul Fiqih adalah dasar yang dipakai oleh pikiran manusia untuk membentuk hukum yang mengatur kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat.

3.      Objek Kajian Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
Objek pembahasan dalam Ilmu Fiqih adalah perbuatan mukallaf ditinjau darari segi hukum syara’ yang tetap baginya. Sedangkan, Ilmu Ushul Figih adalah dalil syar’i yang bersifat umum ditinjau dari segi ketepatan-ketepatan hukum yang bersifat umum pula.

4.      Tujuan Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh
Tujuan dari ilmu fiqh adalah menerapkan hukum-hukum syariat terhadap perbuatan dan ucpan manusia. Sedangkan, Ilmu Ushul Fiqih adalah menerapkan kaidah-kaidahnya dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci untuk menghasilkan hukum syara’ yang ditunjuki dalil itu.

5.      Perbedaan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
Ilmu Fiqih berbicara tentang hukum dari sesuatu perbuatan, maka ilmu ushul fiqih bicara tentang metode dan proses bagaimana menemukan hukum itu sendiri.


6.      Perkembangan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
Perkembangan Ilu Fiqih
a.       Periode pertumbuhan (12 Rabiul Awwal 11 H/8 Juni 632 M) masa Nabi Muhammad saw sampai beliau wafat
b.      Periode sahabat (11H-10H/632M-720M) masa Khulafat Rasyidin sampai Dinasti Amawiyyin.
c.       Periode kesempurnaan, (101H0-350H/720M-961M) masa Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in serta para imam Mujtahid.

7.      Perkembangan Ilmu Ushul Fiqih
Ushul fiqih baru lahir pada abad kedua Hijriah. sebagaimana diterangkan diatas bahwa pada abad ini daerah kekuasaan umat Islam makin meluas dan banyak orang non Arab memeluk agama Islam. karena itu banyak menimbulkan kesamaran dalam memahami nash sehingga dirasa perlu menetapkan kaidah-kaidah bahasa yang dipergunakan dalam membahas nash, maka lahirlah ilmu ushul fiqh yang menjadi penuntun dalam memahami nash.

B.     Saran
Ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Fiqih Dan Ushul Fiqih yang selalu memberikan masukan dan arahan, serta teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan semangat demi terselesainya makalah ini.
            Dalam penyusunan makalah ini tentu masih banyak kekurangan, maka dari itu jika ada kesalahan kata atau kalimat yang kurang tepat serta sistematika penulisan yang kurang baik, kritik akdan saran kami perlukan agar penulisan atau penyusunan makalah selanjutnya akan lebih baik lagi.






DAFTAR PUSTAKA

Bakry, H. Nazar. 2003. Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Karim, H. A. Syafi’I. 1997. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia.
Khallaf, Abdul Wahhab. 1994. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama Semarang.
Koto, H. Alaiddin. 2009. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Sebuah Pengantar). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.







[1] Dr. H. Nazar Bakry. Fiqih dan Ushul Fiqih. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2003). Hlm. 5-6
[2] Prof. Dr. H. Alaiddin Koto, M.A. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Sebuah Pengantar). (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009) Hlm.2
[3] Ibid. Hlm. 8
[4] Drs. H. A. Syafi’I Karim. Fiqih Ushul Fiqih. (Bandung: Pustaka Setia, 1997). Hlm.20
[5] Ibid. Hlm.23
[6] Prof. Abdul Wahhab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqh. (Semarang: Dina Utama Semarang, 1994). Hlm. 2
[7] Ibid. Hlm. 10
[8] Ibid. Hlm. 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar