MAKALAH
PERBEDAAN FIQIH USHUL FIQIH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Objek dalam pembahasan ilmu fiqhi adalah perbuatan mukalaf ditinjau
dari segihukum syara’ segala hukum syara’yang tetap baginaya, seorang fiqhi
telah membahas tentang jual beli mukalaf, sewa menyewa, pegadaian, perwakilan,
sholat, puasa hajji, pembunuhan tuduhanterhadap zinah, pencurian ikrar dan
wakaf yang di lakukan mukalaf, supaya ia mengerti tentang hokum syara’ dalam
segala perbuatan ini. Perkembangan dunia moderen pada abad ini telah mengikis
perkembangan agama khususnya pada tingkah laku dan kegiatan umat Islam,
sehingga perlu hasil ijtihad para ulama terkuhusus pada ilmu fiqih.
Ilmu ushul fiqhi adalah dalil syara’ yang bersifar umum ditinjau
dari segi ketetapan hokum yang bersifat umum ditinjau dari segi
ketetapan–ketetapan hokum yang bersifat umum pula.Jika seseorang pakar ilmu
ushul membahas tentang qiyas dan perintah (amr) dan dalalahna, demikian
seterusnya. Al˗qur’andan As-sunnah adalah dalil syara’ yang pertama bagi setiap
hokum. Nash˗nash tidaklah datang dalam satu bentuk saja, akan tetapi diantara
ada yang datang dalam bentuk umum atau mutlak.
Karena dunia pekembangannya sangat cepat, sehingga pemikir-pemikir
Islam sangat dibutuhakan agar dapat membantu umat Islam memilih dan memisahkan
anatara hak dan yang bathil dalam bermasyarakat. Maka dari itu sangat penting
sekali pemuda penerus bangsa ini mempelajari ilmu fiqih dan ushul fiqih agar
nantinya mereka dapat menyampaijkan pada kaumnya bagaimana tata cara kita
bermasyarakat scara syar’iah. Pertumbuhan Ushuul Fiqh tidak terlepas dari
perkembangan hukum Islam sejak zaman Rasulullah SAW. sampai pada zaman
tersusunnya ushul fiqh sebagai salah satu bidang ilmu pada abad ke-2 Hijriah.
Di zaman Rasulullha SAW., sumber hukum islam hanya dua, yaitu al-Qur’an dan
sunnah. Apabila ia muncul suatu kasus, Rasulullah SAW. Menunggu turunnya waahyu
yang menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak turun, maka beliau
menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan
hadits atau Sunnah.
B.
Rumusan Masalah.
1.
Apa
pengertian Ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih?
2.
Apa
objek pengetahuan Ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih?
3.
Apa
tujuan Ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih?
4.
Apa
perbedaan Ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih?
5.
Bagaiman
perkembangan Ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dasar untuk mempelajari Ilmu fiqih
Hal yang
menjadi dasar dan pendorong bagi umat Islam umtuk mempelajari ilmu fiqih ialah :
1.
Untuk
mencari kebiasaan paham dan pengertian dari agama Islam.
2.
Untuk
mempelajari hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan kehidupan manusia.
3.
Kaum
muslimin harus bertafaqquh artinya memperdalam pengetahuaan dalam hukum-hukum
agama baik dalam bidang aqaid dan akhlaq maupun dalam bidang ibadat dan
mu’amalat.
Bertafaqquh fiddin artinya memperdalam ilmu pengetahuan dalam
bidang hukum-hukum agama. Oleh karena demikian sebagian kaum muslimin harus
pergi menuntut ilmu pengetahuan agama Islam guna disampaikan pula kepada
saudara-saudaranya.
Pendapat itu sesuai dengan perintah Tuhan di dalam Al-Qur’an,
antara lain:
Artinya:
۞وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا
نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ
وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ
١٢٢
Artinya : Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya
(Q.S. At-Taubat ayat 122)[1]
Oleh Karena demikian jelas bahwa Tuhan memerintahkan kepada
sebagian manusia supaya pergi dari daerah untuk menuntut ilmu pengetahuan agama
di daerah lain, dan ditugaskan bila dia sudah kembali untuk memberikan
peringatan dan ajaran agama Islam kepada kaumnya guna mengetahui dan menjaga
batas-batas perintah Tuhan dan larangan-Nya terhadap manusia. Karena itu
seharusnyalah sebagaian besar umat Islam mempelajari agama Islam secara
mendalam. Tuhan akan memberikan rahmat dan keluasan paham di bidang syari’at
Islam kepada orang-orang yang dicintainya.
B.
Pengertian Ilmu Fiqih
Dilihat
dari sudut bahasa, fiqih berasal dari kata faqaha yang berarti
“memahami” dan “mengerti”. Dalam peristilahan syar’i, ilmu fiqih dimaksudkan
sebagai ilmu yang berbicara tentang hukum-hukum syar’i amali (praktis) yang
penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalilnya
yang terperinci.[2]
Adapun
pengertian Ilmu fiqih merupakan suatu kumpulan ilmu yang sangat besar pembahasaanya,
yang mengumpulkan berbagai ragam jenis hukum Islam dan bermacam rupa aturan
hidup, untuk keperluan seseorang, segolongan dan semasyarakat dan dan seumum
manusia.
Jadi secara
umum Ilmu fiqih itu dapat disimpulkan bahwa fiqih itu sangat luas sekali, yaitu
membahas masalah-masalah hukum Islam dan peraturan-peraturan yang berhubungan
dengan kehidupan manusia.[3]
1.
Defenisi
fiqih pada abad I (pada masa sahabat)
Defenisi fiqih dimasa ini ialah ilmu pengetahuan yang tidak mudah
diketahui oleh masyarakat umum. Sebab untuk mengetahui fiqih atau ilmu fiqih
hanya dapat diketahui oleh orang yang mempunyai ilmu agama yang mendalam
sehingga mereka dapat membahas dengan meneliti buku-buku yang besar dalam
masalah fiqih. Mereka inilah yang disebut Liyatafaqqahufiddin yaitu
untuk mereka yang bertafaqquh dalam agama Islam.
2.
Defenisi
fiqih pada abad II (masa telah lahirnya mazhab-mazhab)
Pada abad ke II ini telah lahir pemuka-pemuka mujtahid yang
mendirikan mazhab-mazhab yang terbesar dikalangan umat Islam. Defenisi fiqih
waktu itu diperkecil scopnya, yaitu untuk membahas satu cabang ilmu pengetahuan
dari bidang-bidang ilmu agama. Maka lafaz fiqih dikhususkan untuk nama dari
hukum-hukum yang dipetik dari kitabullah dan sunnatur Rasul. Defenisi fiqih
yang dikemukakan Abu Hanifah, ahli agama dan mujtahid besar dan tertua pada
akhir masa sahabat dan tabi’in, menyatakan: “ilmu yang menerangkan segala
hak dan kewajiban”.
Yang dimaksud dengan defenisi di atas ialah suatu ilmu pengetahuan
yang menerankan dari segala yang diwajibkan, disunatkan, dimakruhkan dan yang
dibolehkan oleh ajaran agama Islam. Maksud ta’rif ini tidak berbeda dengan
pendapat para sahabat dan tabi’in lainya karena di dalamnya telah mencakup
masalah kepercayaan, akhlaq, perangai dan sebagainya.
3.
Defenisi
fiqih menurut ahli ushul dari ulama-ulama hanafiah
Defenisi fiqih menurut ulama-ulama hanafiah adalah ilmu yang
menerangkan segala hak dan kewajiban yang berhubungan dengan amalan para
mukallaf
a.
Alauddin
Al Kasani Al Hanafi (578 M) mengatakan “tak ada sesuatu ilmu sesudah
mema’rifati Allah dan sifat-sifat-Nya, yang lebih mulia dari ilmu fiqih, itulah
ilmu yang dinamai dengan ilmu Halali wal Harami wasy syarai’ wal ahkami, ilmu
halal haram, syari’at dan hukum. Untuk itulah dibangkit para Rasul dan
diturunkan kitab-kitab. Hukum-hukum Allah itu tidak dapat diketahui dengan akal
semata-mata, perlu kepada pertolongan naqal”.
b.
As
Said Al Juraini Al Hanafi telah mengemukakan pendapatnya tentang defenisi fiqih
dalam bukunya At-Ta’rifat, yaitu “fiqih pada lughah ialah memahami pembicaraan
seseorang yang berbicara. Menurut istilah ilmu yang menerangkan hukum-hukum
syara’ yang amaliyah yang diambil dari dalil-dalilnya yang tafshiliy. Dia satu
ilmu yang diistimbatkan dengan jalan ijtihad. Dia memerlukan nazhar dan taammul.
Oleh karena itu tidak boleh dinamakan Allah dengan faqih, karena tidak ada
sesuatupun yang tersembunyi bagin-Nya”.
c.
Defenis
yang dikemukakan oleh pengikut-pengikut Imam Syafi’I dalah “ilmu yang
menerangkan segala hukum agama yang berhubungan dengan para mukallaf yang
dikeluarkan (diistimbatkan) dari dalil-dalil yang jelas (tafsihly)”.[4]
d.
Dan
masih banyak pengertian fiqih menurut pandangan para ulama-ulama ahli dibidang
fiqih, namun dari kesemua pengertian tersebut dapat disimpulakan bahwa ilmu
fiqih ialah suatu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syariat atau hukum Islam
dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia, baik yang bersifat individu
maupun yang berbentuk masyarakat sosial.
C.
Pengertian Ilmu Ushul Fiqih
Setelah memahami Ilmu Fiqih di atas, di bawah ini dibicarakan Ushul
Al Fiqh. Sebagaimana diketahui ushul adalah akar, atau juga dapat
diartikan dasar dalam arti tamtsila.
Jika fiqih adalah paham mengenai sesuatu sebagai hasil dari
kesimpulan pikiran manusia. Maka Ushul Fiqih adalah dasar yang dipakai oleh
pikiran manusia untuk membentuk hukum yang mengatur kehidupan manusia sebagai
anggota masyarakat.
Perkataan dasar yang dipergunakan dalam pengertian benda (seperti
dasar kain untuk bajnu misalnya). Akan tetapi dasar adalah bahan-bahan yang
dipergunakan oleh pikiran manusia untuak membuat hukum fiqih, yang menjadi
dasarnya, yaitu:
1.
Alquran
2.
Sunnah
Nabi Besar Muhammad SAW (hadits)
3.
Ra’yu
atau akal, seperti qiyas dan ijma’ adalah alat yang dipergunakan oleh pikiran
manusia untuk membentuk hukum tersebut, akan tetapi dalam perkembangan
kemudian, hasil dari pemikiran rasio (akal) berupa qiyas dan ijma’ itu diakui
sebagai dasar ke-3 dan ke-4.[5]
Penjelasan diatas hanya merupakan pengertian ushul fiqih secara
umum, ushul fiqih ini mempunyai beberapa pengertian dari para ulama ahli ilmu
fiqih.
Coba
kita perhatikan pendapat dari para ulama sebagai berikut:
a.
Prof.
Dr. TM. Hasbi Ash Shiddieqy, telah mengemukakan defenisi Ushul Fiqih yang
lengkap yaitu:
“Ushul Fiqih
itu ialah kaidah-kaidah yang dipergunakan untuk mengeluarkan hukum dari
dalil-dalilnya, dan dalil-dalil hukum (kaidah-kaidah yang menetapkan
dalil-dalil hukum)”.
Dalil-dalil
yang dimaksud adalah undang-undang (kaidah-kaidah yang ditimbulkan dari bahasa.
Maka dari uraian diatas dapat dipahami bahwa yang dikehendaki dengan Ushul
Fiqih adalah dalil-dalilnya seperti Alquran, sunnah Nabi, Ijma’ dan qiyas.[6]
b.
Defenisi
Ushul Fiqih yang dikemukakan oleh Drs. Muhammad Thalibu, yaitu Ushul Fiqih
adalah kaidah-kaidah yang merupakan saran untuk mendapatkan hukumnya, perbuatan
yang diperoleh dengan jalan mengumpulkan dalil secara terinci.
c.
Ta’rif
Ushul Fiqih yang dikemukakan oleh A. Hanafi, Ushul adalah sumber atau dalil.
Fiqih adalah mengetahui hukum-hukum syara’ tentang perbuatan seseorang
mukallaf, seperti hukum wajib, haram, mubah, sah atau tidaknya sesuatu
perbuatan dan lain-lain. Orang yang mengetahui hukum-hukum itu disebut Faqih.
Hukum-hukum tersebut ada sumbernya (dalilnya), yaitu Quran, hadits, Ijma’ dan
Qiyas.
d.
Abdul
Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih istilah adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dan
pembahasan-pembahasan yang merupakan cara kuntuk menemukan hukum-hukm syara’
yang maliyah dari dalil-dalilnya secara rinci. Atau kumpulan-kumpulan kaidah
dan pembahasan yang merupakan cara untuk menemukan (mengambil) hukum syara’
yang amaliyah dari dalil-dalilnya secara rinci.[7]
D.
Objek Kajian Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
Objek pembahasan dalam Ilmu Fiqih adalah perbuatan mukallaf
ditinjau darari segi hukum syara’ yang tetap baginya. Seorang faqih membahas
tentang jual beli mukallaf, sewa menyewa, pegadaian, perwakilan, shalat, puasa,
haji, pembunuhan, tuduhan terhadap zina, pencurian, ikrar, dan wakaf yang
dilakukan mukallaf, supaya ia mengerti tentang hukum syara’ dalam segala
perbuatan ini.
Adapun objek pembahasan ilmu ushul figh adalah dalil syar’i yang
bersifat umum ditinjau dari segi ketepatan-ketepatan hukum yang bersifat umum
pula. Jadi seorang pakar ilmu ushul membahas
tentang qiyas dan kehujjahannya, tentang dalil”Amm dan yang
membatasinya, dan tentang perintah (amr) dan dalalaahnya, demikian seterusnya.[8]
E.
Tujuan Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh
Tujuan dari ilmu fiqh adalah menerapkan hukum-hukum syariat
terhadap perbuatan dan ucpan manusia. Jadi ilmu fiqh itu adalah tempat kembali
seorang hakim dan keputusannya, tempat kembali seorang mufti dalam fatwanya,
dan tempat kembali seorang mukallaf untuk dapat mengetahui hukum syara’ yang
berkenaan dengan ucapan dan perbuatan yang muncul dari dirinya. Jadi maksud
akhir yang hendak dicapai dari ilmu fiqih adalah penerapan hukum syariat kepada
amal perbuatan manusia, baik tindakan maupun perkataannya. Dengan mempelajarinya
orang akan tahu mana yang diperintah dan mana yang dilarang, mana yang sah dan
mana yang batal, mana yang halal dan mana yang haram, dan lain sebagainya.
Adapun tujuan dari Ilmu Ushul Fiqih adalah menerapkan
kaidah-kaidahnya dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci untuk
menghasilkan hukum syara’ yang ditunjuki dalil itu. Jadi berdasarkan
kidah-kaidahnya dan bahasa-bahasanya, maka nash-nash syara’ dapat dipahami dan
hukum yang menjadi dalalahnya dapat diketahui, serta sesuatu yang dapat
menghilangkan kesamaran lafazh yang samar dapat diketahui. Juga dikethui
dalil-dalil yang dimenagkan ketika terjadi pertentangan antara satu dalil
dengan dalil lainnya. Juga berdasarkan kaidah-kaidahnya dan bahasan-bahasannya,
dapat pula hukum diistimbathkan dengan qiyas, atau istihsan, atau istishab,
atau lainya dalam kasus yang tidak terdapat nash mengenai hukumnya. Dapat pula
diadakan perbandingan antara mazhab mereka yang berlainan mengenai hukum suatu
kasus. Dengan demikian, ilmu ushul fiqih juga merupakan landasan dari fiqih
perbandingan (muqarin).
F.
Perbedaan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
Dari uaraian diatas terlihat perbedaan yang nyata antara ilmu fiqih
dan ilmu ushul fiqih. Jika ilmu fiqih berbicara tentang hukum dari sesuatu
perbuatan, maka ilmu ushul fiqih bicara tentang metode dan proses bagaimana
menemukan hukum itu sendiri. Atau, dilihat dari sudut aplikasinya, fiqih akan
menjawab pertanyaan “apa hukum dari suatu perbuatan?”, dan ushul fiqih akan
menjawab pertanyaan “bagaimana cara atau proses menemukan hukum yang digunakan
sebagai jawaban permasalahan yang dipertanyakan tersebut”.oleh karena itu,
fiqih lebih bercorak produk sedangkan ushul fiqih lebih bermakan metodologis.
Dan oleh sebab itu, fiqih terlihat sebagai koleksi produk hukum, sedangkan
ushul fiqih merupakan koleksi metodis yang sangat diperlukan untuk memperoduk
hukum.
G.
Perkembangan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
1.
Perkembangan Ilmu Fiqih
Para ahli membagi sejarah perkembangan Ilmu Fiqih kepada beberapa
periode.
a.
Periode
pertumbuhan (12 Rabiul Awwal 11 H/8 Juni 632 M) masa Nabi Muhammad saw sampai
beliau wafat
Hukum-hukum
fiqih tumbuh bersamaan denngan pertumbuhan agama Islam, karena sebenarnya agama
Islam merupakan himpunan dari akidah, akhlak,dan hukum amaliyyah. Hukum
amaliyyah ini pada masa Rasulullaah saw terbentuk dari hukum-hukum yang
terdapat dalam Alquran, dari berbagai hukum yang keluar dari Rasulullah SAW.
sebagai suatu fatwa terhadap suatu kasus, atau suatu putusan terhadap persengketaan,
atau merupakan suatu jawaban dari suatu pertanyaan. Kompilasi hukum-hukum fiqih
pada periode ini terbentuk dari hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya, sumbernya
adalah Al-quran dan Assunnah.
b.
Periode
sahabat (11H-10H/632M-720M) masa Khulafat Rasyidin sampai Dinasti Amawiyyin.
Pada
masa sahabat, mereka dihadapkan kepada berbagai kejadian dan munculnya berbagai
hal baru yang hal itu tidak pernah dihadapi kaum muslimin sebelumnya dan tidak
pernah muncul pada masa Rasulullah SAW, maka berijtihadlah orang yang ahli
ijtihad diantara mereka, mereka memberikan putusan hukum, berfatwa, menetapkan
hukum syari’at, dan menambahkan sejumlah hukum yang mereka istimbathkan melalui
ijtihad mereka kepada kompilasi hukum yang pertama itu. Maka pada periode ini,
koompilasi hukum fiqih terbentuk dari hukum-hukum Allah SWT dan Rasul-Nya,
serta fatwa sahabat dan putusan mereka. Sedangkan sumbernya adalah Alquran,
Assunnah, dan ijtihad para sahabat.
c.
Periode
kesempurnaan, (101H0-350H/720M-961M) masa Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in serta
para imam Mujtahid.
Pada
periode ini negara Islam meluas dang banyak dari orang non Arab yang memeluk
agama Islam. Kaum muslimin dihadapkan pada berbagai kejadian baru, berbagai
kesulitan, bermacam-macam pengkajian, aneka ragam teori, dan gerakan
pembangunan fisik dan intelektualitas, yng membawa para mujtahid untuk memperluas dalam ijtihad
dan pembentukan hukum Islam terhadap banyak kasus, dan membukakan pintu
pengkajian dan analisis kepada mereka, sehingga semakin luas pula, lapangan
pembentukan hukum fiqih, dan ditetapkan pula sejumlah hukum untuk kasus-kasus
yang fiktif, kemudian sejumlah hukum ditambahkan kepada dua kompilasi hukum
yang terdahulu, maka himpunan hukum fiqih pada periode ketiga ini terbentuk
darihukum Allah dan Rasul-Nya, fatwa para sahabat dan putusan hukum mereka,
fatwa para mujtahid dan istimbath mereka, sedangkan sumber hukumnya adalah
Alquran, Assunnah, dan Ijtihad para sahabat dan para imam mujtahid.
2.
Perkembangan Ushul Fiqih
Ushul fiqih baru lahir pada abad kedua Hijriah. sebagaimana
diterangkan diatas bahwa pada abad ini daerah kekuasaan umat Islam makin meluas
dan banyak orang non Arab memeluk agama Islam. karena itu banyak menimbulkan
kesamaran dalam memahami nash sehingga dirasa perlu menetapkan kaidah-kaidah
bahasa yang dipergunakan dalam membahas nash, maka lahirlah ilmu ushul fiqh
yang menjadi penuntun dalam memahami nash.
Namun semenjaklahirnya ilmu Ushul Fiqh sebagaimana juga ilmu
pengetahuan lainnya baru dalam bentuk yang sangat sederhana, pembahasannya
masih berserahkan dalam pembahasan dalil yang dikemukakan untuk memperkuat dan
mempertahankan pendapat.
Menuru Ibnu Nadim dalam kitabnya yang bernama “Fahrasat” bahwa
oranng yang mula-mula mengumpulkan kaidah-kaidah itu dalam suatu catatan ialah
Abu Yusuf. Namun sangat disayangkan catatan ini tidak sampai ke tangan kita.
Oleh ahli ushul dianggap yang pertama mengumpulkan dan menyusun ilmu ini adalah
Imam Syafi’I dalam kitabnya yang bernama “Risalah”. Dan setelah itu muncullah
para penulis lain yang melengkapi dan menyempurnakannya seperti Imam Ghazali
(505H) dalam kitabya yang bernama “Al-Mustasyfah”, Al-Amidi (631H) dalam
kitabnya yang bernama “Al-Minhaj” yang diisyaratkan oleh Asnawi.
Dari kalangan mashab Hanafi yang terkenal seperti Abu Zaid
Ad-Dabbas (430H) daam kitabnya yang bernama “Ushul”, Fathul Islam Al-Bazdawi
(430H) dalam kitabnnya yang bernama “Ushul” dan Nasafi (790H), dalam kitabnya
yang bernama “Al-Manar”.
Disamping itu lahirlah pola kitab yang bernama “Kitab Badiun Nizam
Al-Jami Baina Bazdawi Wal ‘Itisom” oleh Muzafaruddin Al-Bagadadi Al-Hanafi
(644H), kitab “Tahlil” oleh Kamal Bin Human dan kitab “Jam’ul Jawani” oleh Ibnu
Subki.
Di abad sekarang ini ada pula beberapa buah kitab yang ditulis oleh
beberapa orang ulama, diantaranya “Irsyadul Fuhul” oleh syaukani (1250M), kitab
“Ushul Fiqh” oleh Hudaribek (1927M), kitab “Tahsilul Wushul” oleh Muhammad
Abdurrahman Mahlawi (1920M). dan masih banyak kitab-kitab ushul fiqih yang lainnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengertian Ilmu Fiqih
Ilmu Fiqih ialah suatu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syariat
atau hukum Islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia, baik yang
bersifat individu maupun yang berbentuk masyarakat sosial.
2.
Pengertian Ushul Fiqih
Ushul Fiqih adalah dasar yang dipakai oleh pikiran manusia untuk
membentuk hukum yang mengatur kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat.
3.
Objek Kajian Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
Objek pembahasan dalam Ilmu Fiqih adalah perbuatan mukallaf
ditinjau darari segi hukum syara’ yang tetap baginya. Sedangkan, Ilmu Ushul
Figih adalah dalil syar’i yang bersifat umum ditinjau dari segi
ketepatan-ketepatan hukum yang bersifat umum pula.
4.
Tujuan Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh
Tujuan dari ilmu fiqh adalah menerapkan hukum-hukum syariat
terhadap perbuatan dan ucpan manusia. Sedangkan, Ilmu Ushul Fiqih adalah
menerapkan kaidah-kaidahnya dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci
untuk menghasilkan hukum syara’ yang ditunjuki dalil itu.
5.
Perbedaan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
Ilmu Fiqih berbicara tentang hukum dari sesuatu perbuatan, maka
ilmu ushul fiqih bicara tentang metode dan proses bagaimana menemukan hukum itu
sendiri.
6.
Perkembangan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
Perkembangan Ilu Fiqih
a.
Periode
pertumbuhan (12 Rabiul Awwal 11 H/8 Juni 632 M) masa Nabi Muhammad saw sampai
beliau wafat
b.
Periode
sahabat (11H-10H/632M-720M) masa Khulafat Rasyidin sampai Dinasti Amawiyyin.
c.
Periode
kesempurnaan, (101H0-350H/720M-961M) masa Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in serta
para imam Mujtahid.
7.
Perkembangan Ilmu Ushul Fiqih
Ushul fiqih baru lahir pada abad kedua Hijriah. sebagaimana
diterangkan diatas bahwa pada abad ini daerah kekuasaan umat Islam makin meluas
dan banyak orang non Arab memeluk agama Islam. karena itu banyak menimbulkan
kesamaran dalam memahami nash sehingga dirasa perlu menetapkan kaidah-kaidah
bahasa yang dipergunakan dalam membahas nash, maka lahirlah ilmu ushul fiqh yang
menjadi penuntun dalam memahami nash.
B.
Saran
Ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Fiqih
Dan Ushul Fiqih yang selalu memberikan masukan dan arahan, serta teman-teman
yang selalu memberikan dukungan dan semangat demi terselesainya makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini tentu
masih banyak kekurangan, maka dari itu jika ada kesalahan kata atau kalimat
yang kurang tepat serta sistematika penulisan yang kurang baik, kritik akdan
saran kami perlukan agar penulisan atau penyusunan makalah selanjutnya akan
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, H. Nazar. 2003. Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Karim, H. A. Syafi’I. 1997. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung:
Pustaka Setia.
Khallaf, Abdul Wahhab. 1994. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina
Utama Semarang.
Koto, H. Alaiddin. 2009. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Sebuah
Pengantar). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
[1] Dr.
H. Nazar Bakry. Fiqih dan Ushul Fiqih. (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2003). Hlm. 5-6
[2] Prof.
Dr. H. Alaiddin Koto, M.A. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Sebuah
Pengantar). (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009) Hlm.2
[3] Ibid.
Hlm. 8
[4] Drs.
H. A. Syafi’I Karim. Fiqih Ushul Fiqih. (Bandung: Pustaka Setia, 1997). Hlm.20
[5] Ibid.
Hlm.23
[6] Prof.
Abdul Wahhab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqh. (Semarang: Dina Utama Semarang, 1994).
Hlm. 2
[7] Ibid.
Hlm. 10
[8] Ibid.
Hlm. 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar